Anda di halaman 1dari 33

CASE REPORT

OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Disusun oleh:

Belladachi Betarani
1765050213

Pembimbing:

dr. Lina Marlina, Sp. THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT THT

PERIODE 17 Juni 2019 – 20 JULI 2019

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitits media
supuratif dan otitis media non supuratif. Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah infeksi
kronis di telinga tengah dengan perforasi membrane timpani dan secret yang keluar dari
telinga tengah terus-menerus atau hilang timbul. Secret mungkin encer atau kental, bening
atau berupa nanah. 1
Angka kejadian OMSK di negara-negara berkembang lebih banyak dibandingkan
negara-negara maju. Hal ini disebabkan oleh faktor sosioekonomi, higiene buruk dan

kepadatan penduduk.2 OMSK biasanya terjadi pada sosial ekonomi rendah, area pedesaan

dengan kebersihan dan faktor nutrisi yang kurang.3 Faktor risiko OMSK lainnya yaitu

infeksi saluran pernafasan atas yang sering, status imun yang buruk dan perokok pasif.2
Prevalensi morbiditas pada kasus telinga dan gangguan pendengaran di Indonesia cukup
tinggi, yaitu sebesar 18,5%, sedangkan prevalensi OMSK di Indonesia antara 3-5,2% atau

kurang lebih 6,6 juta penduduk Indonesia menderita OMSK.4 OMSK dapat mengakibatkan
beberapa komplikasi dan kadang-kadang mengancam jiwa seperti kehilangan pendengaran,
meningitis, abses serebri, mastoiditis, parese nervus fasial, kolesteatoma, jaringan granulasi

dan empiema subdural.5


BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
 Nama : Ny. D
 Umur : 68 tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Alamat : Cawang, Jakarta Timur
 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)
 Pendidikan Terakhir : SMA
 Suku : Batak
 Agama : Kristen
II. Anamnesis
 Keluhan Utama : Keluar cairan dari telinga kanan
 Keluhan Tambahan : Terasa nyeri pada telinga sebelah kanan
III. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli THT RSU UKI dengan keluhan keluar cairan pada telinga sebelah kanan
hilang timbul sejak ± 1 tahun yang lalu. Telinga sebelah kanan mengeluarkan cairan agak kental
tapi tidak disertai darah dan tidak berbau, pasien juga mengaku tidak tahu warna cairan yang
keluar karena tidak begitu memperhatikan. Selain itu pasien juga mengatakan bahwa telinganya
yang sebelah kanan saat mengeluarkan cairan kadang disertai rasa nyeri, serta pasien juga
mengeluh mengalami penurunan pendengaran. Pasien mengaku sering mengorek-ngorek
telinganya dengan cotton bud setiap hari. Pasien juga mengeluh demam, pilek dan disertai batuk
3 minggu yang lalu dan kemudian berkurang setelah minum obat. Telinga kiri tidak ada keluhan.
Untuk mengurangi keluhan tersebut, pasien menggunakan obat otopain yang diberikan oleh
anaknya, sehingga keluhan nyeri pada telinga kanan dirasa berkurang setiap kali setelah
menggunakan obat tersebut. Riwayat keluar darah dari telinga, pusing berputar tidak ada.
Riwayat nyeri, bengkak, atau keluar nanah di belakang telinga juga tidak ada. Riwayat gangguan
pengecapan, sukar ataupun nyeri menelan, suara serak, sakit gigi, dan trauma di kepala atau
sekitar telinga disangkal.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu


i. Riwayat Penyakit: sinusitis (-), rhinitis (-), sakit gigi (-), hipertensi (-), DM (-),
asma (-), riwayat trauma pada telinga (-)
ii. Riwayat Penggunaan Obat-obatan: obat otopain tiap kali muncul keluhan
iii. Riwayat Alergi: disangkal
iv. Riwayat Keluhan yang Sama: disangkal
V. Riwayat Penyakit Keluarga
i. Riwayat Penyakit: disangkal
ii. Riwayat Alergi: disangkal
iii. Riwayat Keluhan yang Sama: disangkal
VI. Pemeriksaan Fisik
i. Status Generalis
- Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
- Kesadaran : Composmentis
- Tanda-tanda Vital
 Tekanan darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 84x/menit
 Suhu : 36.6°C
 RR : 20x/menit
ii. Status Lokalis
a. Telinga

Telinga luar Kanan Kiri


Daun Telinga Normotia Normotia
Preaurikuler Normal; Fistel (-); Normal; Fistel (-);
Sikatriks (-); Nyeri tekan Sikatriks (-); Nyeri tekan
(-) (-)
Infraaurikuler Normal; Nyeri tekan (-) Normal; Nyeri tekan (-)
Retroaurikule Normal; Nyeri tekan (-); Normal; Nyeri tekan (-);
r Bengkak (-) Bengkak (-)

Liang Kanan Kiri


Telinga
Lapang/sempi Lapang Lapang
t
Warna Merah Muda Merah Muda
epidermis
Sekret (-)
(+) kental,
kekuningan dan
tidak berbau
Serumen (-) (-)
Kelainan lain Tidak ditemukan Tidak ditemukan
kelainan kelainan

Membran Kanan Kiri


Timpani
Intak (-) Perforasi sentral (+)
Warna Hiperemis Keabu-abuan dan
mengkilap seperti
mutiara
Reflek (-) (+) pada pukul 5
Cahaya
Perforasi (+) Sentral (-)
Kelainan lain (-) (-)

Uji Penala Kanan Kiri


Rinne (-) (+)
Weber Lateralisasi ke kanan Tidak ada lateralisasi
Schwabach Memanjang Sama dengan pemeriksa
b. Hidung

Hidung Kanan Kiri


Bentuk luar Normal; Simetris Normal; Simetris
Deformitas Tidak ditemukan Tidak ditemukan
Nyeri tekan
Dahi Tidak ada Tidak ada
Pipi Tidak ada Tidak ada
Krepitasi Tidak ditemukan Tidak ditemukan

Rinoskopi Anterior Kanan Kiri


Vestibulum nasi Tenang Tenang
Cavum nasi Lapang Lapang
Mukosa Merah muda Merah muda
Konka Media Eutrofi; Licin Eutrofi; Licin
Konka Inferior Eutrofi; Licin Eutrofi; Licin
Meatus Media Sekret (-) Sekret (-)
Meatus Inferior Sekret (-) Sekret (-)
Septum Deviasi - -
Sekret - -
Massa - -
Kelainan lain Tidak ditemukan Tidak ditemukan

c. Tenggorokan

Bagian Hasil Pemeriksaan

Mulut
Gigi Lengkap; Gigi lubang (-)
Gusi Bengkak (-); Perdarahan (-)
Lidah Coated tongue (-)
Kelenjar Liur Normal
Kelainan Lain (-)

Faring
Arkus Faring Simetris, merah muda
Dinding Faring Merah muda, granul (-)
Mukosa Merah muda
Uvula Di tengah

Tonsil
Pembesaran T1-T1
Mukosa Merah muda
Kripta Tidak melebar
Detritus Tidak ada

Leher
Kelenjar Limfoid Tidak teraba membesar
Kelainan Lain (-)

VII. Resume
 Anamnesis

Ny.D, 68 tahun, datang dengan keluhan keluar cairan pada telinga sebelah
kanan hilang timbul sejak ± 1 tahun yang lalu. Telinga sebelah kanan mengeluarkan
cairan agak kental tapi tidak disertai darah dan tidak berbau, pasien juga mengaku
tidak tahu warna cairan yang keluar karena tidak begitu memperhatikan. Selain itu
pasien juga mengatakan bahwa telinganya yang sebelah kanan saat mengeluarkan
cairan kadang disertai rasa nyeri, serta pasien juga mengaku mengalami penurunan
pendengaran. Pasien mengaku sering mengorek-ngorek telinganya dengan cotton
bud setiap hari. Pasien juga mengeluh demam, pilek dan disertai batuk 3 minggu
yang lalu dan kemudian berkurang setelah minum obat. Untuk mengurangi keluhan
tersebut, pasien menggunakan obat otopain yang diberikan oleh anaknya, sehingga
keluhan nyeri pada telinga kanan dirasa berkurang setiap kali setelah menggunakan
obat tersebut. Dari hasil pemeriksaan telinga, pada telinga kanan terdapat secret
kental kekuningan serta tidak berbau, dan terdapat perforasi sentral membran
timpani pada telinga kanan, refleks cahaya menurun.

VIII. Diagnosis
 Diagnosis Kerja : Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Benigna Auris Dextra
 Diagnosis Banding : Otitis Media Akut Stadium Perforasi Auris Dextra, Otitis
Eksterna Difusa
IX. Tatalaksana
 Aural toilet
 Medikamentosa
o Setelah sekret berkurang diberikan tetes telinga yang mengandung antibiotik
selama 1-2 minggu.
o Jika sudah tenang diberikan antibiotika oral Ampicilin atau Eritromisin bila
pasien alergi terhadap Penicillin. Jika dicurigai resisten maka diberikan
ampicilin asam klavulanat. Namun cara pemilihan antibiotika yang paling baik
ialah berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
o Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2
bulan maka dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.
o Dekongestan
 Non-medikamentosa
Edukasi
o Jangan mengorek-ngorek telinga
o Telinga tidak boleh kemasukan air
o Segera berobat bila menderita infeksi saluran napas
o Konsumsi obat secara teratur
o Menjaga higiene telinga
o Kontrol ke dokter jika keluhan masih ada

X. Prognosis
 Ad vitam : Dubia ad bonam
 Ad functionam : Dubia ad bonam
 Ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB III

Tinjauan Pustaka

3.1. Anatomi Telinga Tengah


Telinga tengah terdiri atas: membran timpani, kavum timpani, processus mastoideus, dan
tuba eustachius.6,10,11

1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang
telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm,
diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran
timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang
luar ke muka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membran timpani
berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum timpani yang
dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks cahaya ( cone of ligt).

Membran timpani mempunyai tiga lapisan yaitu :6


a) Stratum kutaneum (lapisan epitel) berasal dari liang telinga.
b) Stratum mukosum (lapisan mukosa) berasal dari kavum timpani.
c) Stratum fibrosum (lamina propria) yang letaknya antara stratum kutaneum dan
mukosum.

Secara Anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian :6


a. Pars tensa
Bagian terbesar dari membran timpani yang merupakan permukaan yang tegang dan
bergetar, sekelilingnya menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus timpanikus bagian
tulang dari tulang temporal.

b. Pars flaksida atau membran Shrapnell.


Letaknya di bagian atas muka dan lebih tipis dari pars tensa. Pars flaksida dibatasi oleh 2
lipatan yaitu :
 Plika maleolaris anterior (lipatan muka).
 Plika maleolaris posterior (lipatan belakang).
Membran timpani terletak dalam saluran yang dibentuk oleh tulang dinamakan sulkus
timpanikus. Permukaan luar dari membran timpani disarafi oleh cabang nervus aurikulo
temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi oleh nervus
timpani cabang dari nervus glossofaringeal.
Aliran darah membrana timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-
pembuluh epidermal berasal dari aurikula yang merupakan cabang dari arteri maksilaris interna.
Permukaan mukosa telinga tengah didarahi oleh arteri timpani anterior cabang dari arteri
maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior.

2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf,
atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter
transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding
lateral, medial, anterior, dan posterior.
Kavum timpani terdiri dari :6,10
a. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus
(anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
b. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot stapedius
(muskulus stapedius).
c. Saraf korda timpani.
d. Saraf pleksus timpanikus.

3. Processus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap
mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior.
Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid
terdapat aditus ad antrum.

4. Tuba eustachius.6,10,11
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk seperti huruf
S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada
orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga
tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.

Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu :


a. Bagian tulang terdapat pada bagian belakang dan pendek (1/3 bagian).
b. Bagian tulang rawan terdapat pada bagian depan dan panjang (2/3 bagian).

Gambar 3.1. Anatomi Telinga.13

3.2. Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.10
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek” adalah radang
kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani)
dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus
atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen.6,7,8
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis media
supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan
OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat,
virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien yang rendah (gizi kurang), dan higiene
yang buruk.10

3.3. Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak ditemukan di
negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor
sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika,
anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih
dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah
Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang
rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang
menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.8
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di antaranya (39–200 juta)
menderita kurangnya pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi
insidensi. Pasien OMSK meliputi 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah
sakit di Indonesia. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas) Telinga, Hidung,
dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada
kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media
supuratif kronis antara 2,1-5,2%.9 Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006
menunjukkan pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien.8

3.4. Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :6,8
a) Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rhinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa saja dan
biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau
pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor
lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas,
pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang
rendah. Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa,
serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret
mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah
pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.

b) Tipe atikoantral (tipe ganas/tipe tidak aman/tipe tulang)


Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Perforasi tipe ini letaknya
marginal atau di atik yang lebih sering mengenai pars flaksida. Karakteristik utama dari tipe ini
adalah terbentuknya kantong retraksi yang berisi tumpukan keratin sampai menghasilkan
kolesteatom.
Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri
dari lapisan epitel bertatah yang telah mengalami nekrotik. Kolesteatom merupakan media yang
baik untuk pertumbuhan kuman, yang paling sering adalah proteus dan pseudomonas. Hal ini
akan memicu respon imun lokal sehingga akan mencetuskan pelepasan mediator inflamasi dan
sitokin. Sitokin yang dapat ditemui dalam matrik kolesteatom adalah interleukin-1, interleukin-6,
tumor necrosis factor-α, dan transforming growth factor. Zat-zat ini dapat menstimulasi sel-sel
keratinosit matriks kolesteatom yang bersifat hiperproliferatif, destruktif, dan mampu
berangiogenesis. Massa kolesteatom ini dapat menekan dan mendesak organ sekitarnya serta
menimbulkan nekrosis terhadap tulang. Terjadinya proses nekrosis terhadap tulang diperhebat
oleh reaksi asam oleh pembusukan bakteri.6,8,10

Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu:10


1. Kongenital
2. Didapat.
Kolesteatom didapat dapat terbagi atas:
 Primary acquired cholesteatoma.
Kolesteatom yang terjadi tanpa didahului oleh perforasi membran timpani pada daerah
atik atau pars flasida.
 Secondary acquired cholesteatoma.
Kolesteatoma yang terbentuk setelah terjadi perforasi membran timpani. Kolesteatom
terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir
perforasi membran timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia
mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlansung lama (teori metaplasia)

3.5. Patogenesis.
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari OMSK dimulai
dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang disebabkan oleh multifaktorial,
diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi,
kekebalan tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting
mudahnya anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda
dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi
infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga tengah berupa Otitis Media
Akut (OMA).6,8 Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi
ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel.
Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan
terdapatnya jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang
telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya jaringan
granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan sekitarnya.6,

Sembuh/ normal

Fgs.tuba tetap terganggu, Infeksi (-)


Tekanan negatif

telinga tengah
Gangguan
efusi OME
tuba

Tuba tetap terganggu


Perubahan tekanan tiba-tiba
+ ada infeksi
Alergi

Infeksi

Sumbatan : Sekret
Otitis Media Akut

(OMA)

Sembuh sempurna Otitis Media Supuratif Otitis media Efusi


Kronik
(OMSK) (OME)

OMSK tipe benigna OMSK tipe maligna

Gambar 3.2 Patogenesis Otitis Media1

3.6. Faktor Risiko


Terjadi OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang
dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis,
rinitis, sinusitis) dan mencapai telinga tengah melalui tuba eustachius. Fungsi tuba eustachius
yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan palatoskisis dan
sindrom down. Adanya tuba patulous, menyebabkan refluk isi nasofaring yang merupakan faktor
insiden OMSK yang tinggi di Amerika Serikat. Faktor host yang berkaitan dengan insiden
OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Kelainan humoral, seperti
hipogammaglobulinemia dan cell-mediated (infeksi HIV) dapat timbul sebagai infeksi telinga
kronis.

Faktor-faktor risiko OMSK antara lain :6,8


1. Lingkungan.
Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi terdapat
hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosio ekonomi, dimana kelompok sosio
ekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan, bahwa hal
ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, dan tempat tinggal yang padat.
2. Genetik.
Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK
berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel
udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer
atau sekunder.
3. Otitis media sebelumnya.
Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut
dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu
telinga dan berkembangnya penyakit ke arah keadaan kronis.
4. Infeksi
Proses infeksi pada otitis media supuratif kronis sering disebabkan oleh campuran
mikroorganisme aerobik dan anaerobik yang multiresisten terhadap standar yang ada saat ini.
Kuman penyebab yang sering dijumpai pada OMSK ialah Pseudomonas aeruginosa sekitar
50%, Proteus sp. 20% dan Staphylococcus aureus 25%.
Jenis bakteri yang ditemukan pada OMSK agak sedikit berbeda dengan kebanyakan infeksi
telinga lain, karena bakteri yang ditemukan pada OMSK pada umumnya berasal dari luar yang
masuk ke lubang perforasi tadi.
5. Infeksi saluran nafas atas.
Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi
virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh
terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan
pertumbuhan bakteri.
6. Autoimun.
Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insidens lebih besar terhadap otitis
media kronis.
7. Gangguan fungsi tuba eustachius.
Hal ini terjadi pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema.
Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perforasi membran timpani menetap pada OMSK :6
a) Infeksi yang menetap pada telinga tengah mastoid yang mengakibatkan produksi
sekret telinga purulen berlanjut.
b) Berlanjutnya obstruksi tuba eustachius yang mengurangi penutupan spontan pada
perforasi.
c) Beberapa perforasi yang besar mengalami penutupan spontan melalui mekanisme
migrasi epitel.
Pada pinggir perforasi, epitel skuamous dapat mengalami pertumbuhan yang cepat di atas sisi
medial dari membran timpani yang hal ini juga mencegah penutupan spontan dari perforasi.

3.7. Gejala Klinis.


1. Telinga berair (otorea)
Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer)
tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar
sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret
telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Suatu
sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.6,8

2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran
mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit
ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Pada
OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara
sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya
infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel
labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan
terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.6,8
3. Otalgia (nyeri telinga)
Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman
pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis
eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti
petrositis, subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding
labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi
karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan
menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari
telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana
mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada
membran timpani.

Tanda-tanda klinis OMSK tipe maligna :


a. Adanya abses atau fistel retroaurikular
b. Jaringan granulasi atau polip di liang telinga yang berasal dari kavum timpani.
c. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk (aroma kolesteatom)
d. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.
Gambar 3.3. Perforasi Membran Timpani.13

Gambar 3.4. Otitis Media Supuratif Kronik.13


3.8. Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakan dengan cara:6,8,11
1. Anamnesis (history-taking)
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang
dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah
telinga berair. Pada tipe tubotimpani sekretnya lebih banyak dan seperti benang, tidak berbau
bususk, dan intermiten. Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya lebih sedikit, berbau busuk,
kadangkala disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, dan sekret yang keluar dapat
bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga
keluar darah.

2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat
dinilai kondisi mukosa telinga tengah.

3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang
dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan
gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada
kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.

4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki nilai
diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan
mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik memberi kesan
adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi schuller
dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral
dan atas.
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada atau tidaknya
tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis
horizontal.6,8

5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari mulainya infeksi akut,
bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan pada otitis
media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media
supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza.
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus paranasal,
adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus atau
H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi
membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.

3.9. Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit
menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta
menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Bila didiagnosis kolesteatom,
maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol
infeksi sebelum operasi.6,8,10,11
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat dibagi atas:
konservatif dan operasi

A. Otitis media supuratif kronik benigna


a) Otitis media supuratif kronik benigna tenang
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorek
telinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila
menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan
operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksi berulang serta
gangguan pendengaran.

b) Otitis media supuratif kronik benigna aktif

Prinsip pengobatan OMSK adalah :


1. Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk
perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi
perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):6
a) Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan dapat di beri
antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya dilakukan di klinik atau dapat juga
dilakukan oleh anggota keluarga. Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari
sampai telinga kering.

b) Toilet telinga secara basah (syringing).


Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah, kemudian
dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk antibiotik. Meskipun cara ini sangat
efektif untuk membersihkan telinga tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi
ke bagian lain dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat
menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti dengan serbuk
antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine.

c) Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)


Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan mikroskopis operasi adalah
metode yang paling populer saat ini. Setelah itu dilakukan pengangkatan mukosa yang
berproliferasi dan polipoid sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi
drainase yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang kooperatif cara ini dilakukan
tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anestesi. Pencucian telinga dengan H2O2 3%
akan mencapai sasarannya bila dilakukan dengan “displacement methode” seperti yang
dianjurkan oleh Mawson dan Ludmann.

2. Pemberian antibiotika :6,8


a. Antibiotik topikal
Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dan sekret yang banyak tanpa dibersihkan
dulu adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang atau tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang
mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Irigasi dianjurkan dengan garam faal agar lingkungan
bersifat asam yang merupakan media yang buruk untuk tumbuhnya kuman.
Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka
tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1
minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik dengan berdasarkan kultur kuman penyebab
dan uji resistensi.

Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali Pseudomonas
aeruginosa.

b. Antibiotik sistemik.6,8
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman
penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret
profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang
ada pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba dapat
dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin
tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan
kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya
paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya
golongan beta laktam.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin)
atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang juga efektif
untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat bakterisid. Pada OMSK
aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam
selama 2-4 minggu.

B. Otitis media supuratif kronik maligna.6,8,10


Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan.
Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum
kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang
dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara
lain :
1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy)
2. Mastoidektomi radikal
3. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
4. Miringoplasti
5. Timpanoplasti
6. Pendekatan ganda timpanoplasti (combined approach tympanoplasty)
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran
timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih
berat, serta memperbaiki pendengaran.
Gambar 3.5. Pedoman Tatalaksana OMSK10

3.10. Komplikasi
Paparella dan Shumrick (1980) membagi komplikasi OMSK dalam :6,8
A. Komplikasi ekstrakranial
1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
3. Paresis fasialis
4. Labirinitis
B. Komplikasi intrakranial
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis

Cara penyebaran infeksi :


1. Penyebaran hematogen
2. Penyebaran melalui erosi tulang
3. Penyebaran melalui jalan yang sudah ada.

Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan : 6,8
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian tulang yang lemah atau
defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya infeksi.
2. Menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan pakimeningitis. Dura sangat resisten
terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat ketulang. Jaringan granulasi
terbentuk pada dura yang terbuka dan ruang subdura yang berdekatan.
3. Masuk ke jaringan otak.
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan permukaan korteks atau
tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke jaringan otak ini dapat terjadi baik akibat
tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang berakhir di daerah vaskular subkortek.

3.11. Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol yang baik terhadap
proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan tergantung dari penyebab.
Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan,
walaupun hasilnya tidak sempurna.10
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat menimbulkan kematian
yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK
terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis. 8,13

BAB IV
PEMBAHASAN

Definisi otitis media supuratif kronik (OMSK) menurut WHO adalah adanya otorea yang
menetap atau rekuren selama lebih dari 2 minggu dengan perforasi membran timpani.
Berdasarkan ICD-10, diagnosis OMSK ditegakkan jika terdapat perforasi membran timpani
disertai pengeluaran sekret terjadi selama minimal dalam 6 minggu dimana sekret yang keluar
dari telinga tengah ke telinga luar dapat berlangsung terus-menerus atau hilang timbul. Menurut
Buku THT FKUI edisi keenam, Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah infeksi kronis di
telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
terus-menerus atau hilang timbul yang berlangsung lebih dari 2 bulan. Jadi, karena pasien
menunjukkan manifestasi klinis otorea yaitu telinga mengeluarkan cairan sejak 1 tahun yang lalu
serta ditemukannya perforasi membran timpani pada telinga kanan, maka pasien dapat
didiagnosis menderita Otitis Media Supuratif Kronik.
Pasien mengeluh keluar cairan seperti air dan encer dari telinga tengahnya sejak 1 tahun
yang lalu. Pada kasus ini, Otitis media akuta yang diderita pasien tidak mencapai stadium
resolusi karena perforasi yang menetap dengan sekret yang keluar secara intermiten. Hal ini
dapat terjadi karena beberapa faktor seperti imunitas atau daya tahan tubuh pasien rendah,
pengobatan yang dilakukan tidak adekuat atau tidak tuntas misalnya pemberian obat tidak
teratur, tingkat virulensi kuman yang tinggi, adanya infeksi fokal di hidung dan faring, dan lain-
lain.
Faktor risiko timbulnya OMSK adalah gangguan fungsi tuba eustachius akibat infeksi
hidung dan tenggorokan yang berlangsung kronik atau sering berulang, obstruksi tuba,
pembentukan jaringan ikat, penebalan mukosa, polip, adanya jaringan granulasi,
timpanosklerosis, OMSK juga lebih mudah terjadi pada orang yang pernah terkena penyakit
telinga pada masa kanak-kanak, perforasi membran timpani persisten, terjadinya metaplasia pada
telinga tengah, otitis media yang virulen, memiliki alergi, keadaan imunitas yang menurun.
Pasien menderita OMSK tipe benigna karena telinga mengeluarkan sekret secara
intermiten dan ditemukannya membran timpani yang mengalami perforasi sentral tanpa
terbentuknya kolesteatoma, jaringan granulasi, destruksi ke tulang ataupun adanya komplikasi
lain.
Dalam otitis media pendengaran biasanya berkurang akibat tuli konduktif yang berkisar
antara 20-50 dB. Pemeriksaan fungsi pendengaran biasanya dilakukan untuk mengetahui jenis
ketulian dan derajat ketulian pasien serta untuk mengevaluasi kondisi pasien apakah sudah
mengalami perbaikan atau belum. Timpanometri biasanya dilakukan bersama dengan
audiometri. Dalam otitis media juga dapat dilakukan pneumotoskopi untuk mengetahui
pergerakan membran timpani, apakah ada kekakuan atau tidak. Jika membran timpani sudah
mengalami perforasi sekecil apapun, pemberian angin terhadap membran timpani tidak akan
membuatnya bergerak.
Anjuran pemeriksaan fungsi pendengaran dalam kasus ini adalah pemeriksaan Rinne,
Weber, dan Swabach, audiometri, Pada pemeriksaan Rinne diharapkan negatif agar sesuai
dengan keadaan tuli konduktif. Pada pemeriksaan Weber jika terdapat lateralisasi ke satu telinga
berarti ada perbedaan derajat ketulian antara telinga kanan. Pada pemeriksaan Swabach
diharapkan hasilnya memanjang untuk menunjang adanya tuli konduktif. Tuli konduktif pada
pasien diakibatkan oleh adanya cairan atau pus dalam telinga tengah yang menyebabkan
gangguan pergerakan tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus, dan stapes) sehingga konduksi
suara menjadi terhambat. Selain itu, sekret nasofaringeal dapat refluks ke telinga tengah sehingga
clearance cavum timpani menurun. Namun pada beberapa kasus OMSK dapat menimbulkan tuli
sensorineural dan tuli campur.
Untuk menentukan jenis bakteri yang menjadi penyebab infeksi pada pasien dibutuhkan
pemeriksaan kultur spesimen. Kultur juga berguna untuk memilih jenis antibiotik yang spesifik
untuk melawan bakteri penyebabnya.
Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah terapi konservatif atau dengan medikamentosa.
Bila sekret keluar secara terus menerus larutan H202 3% diberikan untuk 3-5 hari. Nanti setelah
sekret berkurang diberikan tetes telinga yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Karena
obat tetes telinga banyak yang memiliki efek samping ototoksik, maka tetes telinga dianjurkan
hanya dipakai 1 atau 2 minggu dan pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral dapat diberikan
antibiotika Ampicilin atau Eritromisin bila pasien alergi terhadap Penicillin. Jika dicurigai
resisten maka diberikan ampicilin asam klavulanat. Namun cara pemilihan antibiotika yang
paling baik ialah berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Bila sekret telah kering
namun perforasi menetap setelah observasi selama 2 bulan maka sebaiknya dilakukan
miringoplasti atau timpanoplasti dengan tujuan menghentikan infeksi dan memperbaiki membran
timpani yang ruptur sehingga fungsi pendengaran membaik dan komplikasi tidak terjadi.
BAB V
KESIMPULAN

OMSK adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media supuratif kronik adalah
peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat kronis.
Penegakan diagnosis dilakukan atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik. Terapi
dibedakan berdasarkan stadium dari penyakit
Pada pasien ini, ditemukan bahwa pasien menderita OMSK telinga dextra, sehingga pada
pasien ini direncanakan terapi dengan medikamentosa dan diberikan komunikasi edukasi
mengenai penyakit dan tata laksananya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Dalam: Efiaty AS, Nurbaiti I,
Jenny B, Ratna DR, Editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga tenggorok hidung kepala
leher edisi kelima. Jakarta: Universitas. Fakultas Kedokteran Indonesia; 2017. hlm. 58-
66.
2. Basak B, Gayen GC, Das M, Dhar G, Ray R dan Das AK. Demographic profile of
CSOM in rural tertiary care hospital. IOSR Journal of Pharmacy. 2014; 4(6):43-6.
3. Mahidiqbal, Adnan, Ihsanullah, Sharafat, Rehman MU dan Hussain G. Frequency of
Complication in Chronic Suppurative Otitis Media. Journal of Saidu Medical College.
2013; 3(2):328-30.
4. Departemen kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). Pedoman upaya kesehatan
telinga dan pencegahan gangguan pendengaran untuk puskesmas. Jakarta: Depkes RI;
2005.
5. Das LCA, Jumani K dan Kashyap GCR. Subdural empyema: A rare complication of
chronic otitis media. Med J Armed Forces India. 2005; 61(3): 281-3.
6. Zainul A djaafaar. Pentingnya diagnosis dini oada otitis media supuratif. Kumpulan
naskah kongres nasional VI PERHATI medan. 30 juni-2 juli 2007. P.30
7. Adams GL,Bois LR. Fundamental of otolaryngology textbook of Ear,Nose, and Throath
disease 5th edition. Philadelphia,London,Toronto. 2008. P. 195-215
8. Becker W Naumann. Ear, Nose And Throath disease edited by Ricahrd. Buckingham
georg thieme verlag. 2009. P.28-82
9. Gibson WPR. Otolaryngology 5th edition editor by John B . international edition 2010. P.
602
10. Jung TTK and Rhe CK. Otolaringologic approach to the diagnosis and management of
otitis media. Otolaryngology clinics of north America. August 2006
11. Valvassori GE. Imaging of temporal bone and surgery of the ear 4 th edition. WB saunders
company. Philadelphia. 2007. P.100-142
12. Shenoi PM. Management of otitis media . scoots browns otolaryngology 5 th edition
buttleworth international edition. 2005 p215-280
13. Sando I, Takahashi. Update on functional anatomy and pathology of human ear related to
otitis media. 2009. P.251-323

Anda mungkin juga menyukai