Disusun oleh:
Belladachi Betarani
1765050213
Pembimbing:
JAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN
kepadatan penduduk.2 OMSK biasanya terjadi pada sosial ekonomi rendah, area pedesaan
dengan kebersihan dan faktor nutrisi yang kurang.3 Faktor risiko OMSK lainnya yaitu
infeksi saluran pernafasan atas yang sering, status imun yang buruk dan perokok pasif.2
Prevalensi morbiditas pada kasus telinga dan gangguan pendengaran di Indonesia cukup
tinggi, yaitu sebesar 18,5%, sedangkan prevalensi OMSK di Indonesia antara 3-5,2% atau
kurang lebih 6,6 juta penduduk Indonesia menderita OMSK.4 OMSK dapat mengakibatkan
beberapa komplikasi dan kadang-kadang mengancam jiwa seperti kehilangan pendengaran,
meningitis, abses serebri, mastoiditis, parese nervus fasial, kolesteatoma, jaringan granulasi
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. D
Umur : 68 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Cawang, Jakarta Timur
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga (IRT)
Pendidikan Terakhir : SMA
Suku : Batak
Agama : Kristen
II. Anamnesis
Keluhan Utama : Keluar cairan dari telinga kanan
Keluhan Tambahan : Terasa nyeri pada telinga sebelah kanan
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli THT RSU UKI dengan keluhan keluar cairan pada telinga sebelah kanan
hilang timbul sejak ± 1 tahun yang lalu. Telinga sebelah kanan mengeluarkan cairan agak kental
tapi tidak disertai darah dan tidak berbau, pasien juga mengaku tidak tahu warna cairan yang
keluar karena tidak begitu memperhatikan. Selain itu pasien juga mengatakan bahwa telinganya
yang sebelah kanan saat mengeluarkan cairan kadang disertai rasa nyeri, serta pasien juga
mengeluh mengalami penurunan pendengaran. Pasien mengaku sering mengorek-ngorek
telinganya dengan cotton bud setiap hari. Pasien juga mengeluh demam, pilek dan disertai batuk
3 minggu yang lalu dan kemudian berkurang setelah minum obat. Telinga kiri tidak ada keluhan.
Untuk mengurangi keluhan tersebut, pasien menggunakan obat otopain yang diberikan oleh
anaknya, sehingga keluhan nyeri pada telinga kanan dirasa berkurang setiap kali setelah
menggunakan obat tersebut. Riwayat keluar darah dari telinga, pusing berputar tidak ada.
Riwayat nyeri, bengkak, atau keluar nanah di belakang telinga juga tidak ada. Riwayat gangguan
pengecapan, sukar ataupun nyeri menelan, suara serak, sakit gigi, dan trauma di kepala atau
sekitar telinga disangkal.
c. Tenggorokan
Mulut
Gigi Lengkap; Gigi lubang (-)
Gusi Bengkak (-); Perdarahan (-)
Lidah Coated tongue (-)
Kelenjar Liur Normal
Kelainan Lain (-)
Faring
Arkus Faring Simetris, merah muda
Dinding Faring Merah muda, granul (-)
Mukosa Merah muda
Uvula Di tengah
Tonsil
Pembesaran T1-T1
Mukosa Merah muda
Kripta Tidak melebar
Detritus Tidak ada
Leher
Kelenjar Limfoid Tidak teraba membesar
Kelainan Lain (-)
VII. Resume
Anamnesis
Ny.D, 68 tahun, datang dengan keluhan keluar cairan pada telinga sebelah
kanan hilang timbul sejak ± 1 tahun yang lalu. Telinga sebelah kanan mengeluarkan
cairan agak kental tapi tidak disertai darah dan tidak berbau, pasien juga mengaku
tidak tahu warna cairan yang keluar karena tidak begitu memperhatikan. Selain itu
pasien juga mengatakan bahwa telinganya yang sebelah kanan saat mengeluarkan
cairan kadang disertai rasa nyeri, serta pasien juga mengaku mengalami penurunan
pendengaran. Pasien mengaku sering mengorek-ngorek telinganya dengan cotton
bud setiap hari. Pasien juga mengeluh demam, pilek dan disertai batuk 3 minggu
yang lalu dan kemudian berkurang setelah minum obat. Untuk mengurangi keluhan
tersebut, pasien menggunakan obat otopain yang diberikan oleh anaknya, sehingga
keluhan nyeri pada telinga kanan dirasa berkurang setiap kali setelah menggunakan
obat tersebut. Dari hasil pemeriksaan telinga, pada telinga kanan terdapat secret
kental kekuningan serta tidak berbau, dan terdapat perforasi sentral membran
timpani pada telinga kanan, refleks cahaya menurun.
VIII. Diagnosis
Diagnosis Kerja : Otitis Media Supuratif Kronik Tipe Benigna Auris Dextra
Diagnosis Banding : Otitis Media Akut Stadium Perforasi Auris Dextra, Otitis
Eksterna Difusa
IX. Tatalaksana
Aural toilet
Medikamentosa
o Setelah sekret berkurang diberikan tetes telinga yang mengandung antibiotik
selama 1-2 minggu.
o Jika sudah tenang diberikan antibiotika oral Ampicilin atau Eritromisin bila
pasien alergi terhadap Penicillin. Jika dicurigai resisten maka diberikan
ampicilin asam klavulanat. Namun cara pemilihan antibiotika yang paling baik
ialah berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.
o Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2
bulan maka dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti.
o Dekongestan
Non-medikamentosa
Edukasi
o Jangan mengorek-ngorek telinga
o Telinga tidak boleh kemasukan air
o Segera berobat bila menderita infeksi saluran napas
o Konsumsi obat secara teratur
o Menjaga higiene telinga
o Kontrol ke dokter jika keluhan masih ada
X. Prognosis
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
BAB III
Tinjauan Pustaka
1. Membran Timpani
Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang
telinga luar dari kavum timpani. Membran ini memiliki panjang vertikal rata-rata 9-10 mm,
diameter antero-posterior kira-kira 8-9 mm, dan ketebalannya rata-rata 0,1 mm .Letak membran
timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga akan tetapi miring yang arahnya dari belakang
luar ke muka dalam dan membuat sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membran timpani
berbentuk kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol ke arah kavum timpani yang
dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks cahaya ( cone of ligt).
2. Kavum Timpani
Kavum timpani terletak di dalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf,
atau seperti kotak korek api. Diameter antero-posterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter
transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding
lateral, medial, anterior, dan posterior.
Kavum timpani terdiri dari :6,10
a. Tulang-tulang pendengaran, terbagi atas: malleus (hammer/martil), inkus
(anvil/landasan), stapes (stirrup/pelana)
b. Otot, terdiri atas: otot tensor timpani (muskulus tensor timpani) dan otot stapedius
(muskulus stapedius).
c. Saraf korda timpani.
d. Saraf pleksus timpanikus.
3. Processus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal. Atap
mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii posterior.
Sinus sigmoid terletak di bawah duramater pada daerah ini. Pada dinding anterior mastoid
terdapat aditus ad antrum.
4. Tuba eustachius.6,10,11
Tuba eustachius disebut juga tuba auditori atau tuba faringotimpani berbentuk seperti huruf
S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan kavum timpani dengan nasofaring. Pada
orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga
tengah dan pada anak dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm.
3.2. Definisi
Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid.10
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek” adalah radang
kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani)
dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus
atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous, atau purulen.6,7,8
Otitis Media Akut (OMA) dengan perforasi membran timpani dapat menjadi otitis media
supuratif kronis apabila prosesnya sudah lebih dari 2 bulan. Beberapa faktor yang menyebabkan
OMA menjadi OMSK, antara lain: terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat,
virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh pasien yang rendah (gizi kurang), dan higiene
yang buruk.10
3.3. Epidemiologi
Otitis media supuratif kronik merupakan penyakit THT yang paling banyak ditemukan di
negara sedang berkembang. Secara umum insiden OMSK dipengaruhi oleh ras dan faktor
sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering dijumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika,
anak-anak aborigin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih
dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh negara-negara di Asia Tenggara, daerah
Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang
rendah, lingkungan kumuh, dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang
menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang.8
Survei prevalensi di seluruh dunia menunjukkan bahwa beban dunia akibat OMSK
melibatkan 65–330 juta orang dengan telinga berair, dimana 60% di antaranya (39–200 juta)
menderita kurangnya pendengaran yang signifikan. Secara umum, prevalensi OMSK di
Indonesia adalah 3,8% dan termasuk dalam klasifikasi tinggi dalam tingkatan klasifikasi
insidensi. Pasien OMSK meliputi 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah
sakit di Indonesia. Berdasarkan Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran
oleh Departemen Kesehatan R.I tahun 1994-1996, angka kesakitan (morbiditas) Telinga, Hidung,
dan Tenggorok (THT) di Indonesia sebesar 38,6% dengan prevalensi morbiditas tertinggi pada
kasus telinga dan gangguan pendengaran yaitu sebesar 38,6% dan prevalensi otitis media
supuratif kronis antara 2,1-5,2%.9 Data poliklinik THT RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2006
menunjukkan pasien OMSK merupakan 26% dari seluruh kunjungan pasien.8
3.4. Klasifikasi
OMSK dapat dibagi atas 2 tipe, yaitu :6,8
a) Tipe tubotimpani (tipe jinak/tipe aman/tipe rhinogen)
Proses peradangan pada OMSK tipe tubotimpani hanya terbatas pada mukosa saja dan
biasanya tidak mengenai tulang. Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau
pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor
lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas,
pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang
rendah. Disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa,
serta migrasi sekunder dari epitel skuamosa juga berperan dalam perkembangan tipe ini. Sekret
mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosa telinga tengah
pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.
3.5. Patogenesis.
OMSK dimulai dari episode infeksi akut terlebih dahulu. Patofisiologi dari OMSK dimulai
dari adanya iritasi dan inflamasi dari mukosa telinga tengah yang disebabkan oleh multifaktorial,
diantaranya infeksi yang dapat disebabkan oleh virus atau bakteri, gangguan fungsi tuba, alergi,
kekebalan tubuh turun, lingkungan dan sosial ekonomi. Kemungkinan penyebab terpenting
mudahnya anak mendapat infeksi telinga tengah adalah struktur tuba pada anak yang berbeda
dengan dewasa dan kekebalan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga bila terjadi
infeksi jalan napas atas, maka lebih mudah terjadi infeksi telinga tengah berupa Otitis Media
Akut (OMA).6,8 Respon inflamasi yang timbul adalah berupa udem mukosa. Jika proses inflamasi
ini tetap berjalan, pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya ulkus dan merusak epitel.
Mekanisme pertahanan tubuh penderita dalam menghentikan infeksi biasanya menyebabkan
terdapatnya jaringan granulasi yang pada akhirnya dapat berkembang menjadi polip di ruang
telinga tengah. Jika lingkaran antara proses inflamasi, ulserasi, infeksi dan terbentuknya jaringan
granulasi ini berlanjut terus akan merusak jaringan sekitarnya.6,
Sembuh/ normal
telinga tengah
Gangguan
efusi OME
tuba
Infeksi
Sumbatan : Sekret
Otitis Media Akut
(OMA)
2. Gangguan pendengaran
Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya
dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran
mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit
ataupun kolesteatom dapat menghantar bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Pada
OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang
pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara
sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati.
Penurunan fungsi koklea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya
infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel
labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan
terjadi tuli saraf berat. Hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.6,8
3. Otalgia (nyeri telinga)
Adanya nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK dan bila ada merupakan
suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya
drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan
pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman
pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis
eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti
petrositis, subperiosteal abses, atau trombosis sinus lateralis.
4. Vertigo
Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan
vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding
labirin oleh kolesteatom. Pada penderita yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi
karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah
terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan
menyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.
Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari
telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana
mungkin berlanjut menjadi meningitis. Uji fistula perlu dilakukan pada kasus OMSK
dengan riwayat vertigo. Uji ini memerlukan pemberian tekanan positif dan negatif pada
membran timpani.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat
dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri dan pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang
dan udara penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan
gap udara dan tulang. Audiometri tutur berguna untuk menilai ‘speech reception threshold’ pada
kasus dengan tujuan untuk memperbaiki pendengaran.
4. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis memiliki nilai
diagnostik yang terbatas bila dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri.
Pemeriksaan radiologi biasanya memperlihatkan mastoid yang tampak sklerotik dibandingkan
mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang yang berada di daerah atik memberi kesan
adanya kolesteatom. Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah proyeksi schuller
dimana pada proyeksi ini akan memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral
dan atas.
Pada CT scan akan terlihat gambaran kerusakan tulang oleh kolesteatom, ada atau tidaknya
tulang–tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis
horizontal.6,8
5. Pemeriksaan bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjutan dari mulainya infeksi akut,
bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan pada otitis
media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas
aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Proteus sp. Sedangkan bakteri pada otitis media
supuratif akut adalah Streptococcus pneumonie dan H. influenza.
Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus paranasal,
adenoid, atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus atau
H. influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya perforasi
membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi.
3.9. Penatalaksanaan
Pada waktu pengobatan haruslah dievaluasi faktor-faktor yang menyebabkan penyakit
menjadi kronis, perubahan-perubahan anatomi yang menghalangi penyembuhan serta
menganggu fungsi, dan proses infeksi yang terdapat di telinga. Bila didiagnosis kolesteatom,
maka mutlak harus dilakukan operasi, tetapi obat -obatan dapat digunakan untuk mengontrol
infeksi sebelum operasi.6,8,10,11
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luas infeksi, yang dapat dibagi atas:
konservatif dan operasi
Antibiotika topikal yang dapat dipakai pada otitis media kronik adalah :
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif kecuali Pseudomonas
aeruginosa.
b. Antibiotik sistemik.6,8
Pemilihan antibiotik sistemik untuk OMSK juga sebaiknya berdasarkan kultur kuman
penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret
profus. Bila terjadi kegagalan pengobatan, perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang
ada pada penderita tersebut.
Dengan melihat konsentrasi obat dan daya bunuhnya terhadap mikroba, antimikroba dapat
dibagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama daya bunuhnya tergantung kadarnya. Makin
tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya golongan aminoglikosida dan
kuinolon. Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu daya bunuhnya
paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh antimikroba golongan ini, misalnya
golongan beta laktam.
Untuk bakteri aerob dapat digunakan golongan kuinolon (siprofloksasin dan ofloksasin)
atau golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidin, dan seftriakson) yang juga efektif
untuk Pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.
Untuk bakteri anaerob dapat digunakan metronidazol yang bersifat bakterisid. Pada OMSK
aktif dapat diberikan dengan dosis 400 mg per 8 jam selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam
selama 2-4 minggu.
3.10. Komplikasi
Paparella dan Shumrick (1980) membagi komplikasi OMSK dalam :6,8
A. Komplikasi ekstrakranial
1. Mastoiditis koalesen
2. Petrositis
3. Paresis fasialis
4. Labirinitis
B. Komplikasi intrakranial
1. Abses ekstradural
2. Trombosis sinus lateralis
3. Abses subdural
4. Meningitis
5. Abses otak
6. Hidrosefalus otitis
Perjalanan komplikasi infeksi telinga tengah ke intra kranial harus melewati 3 macam lintasan : 6,8
1. Dari rongga telinga tengah ke selaput otak
Melalui jalan yang sudah ada, seperti garis fraktur tulang temporal, bagian tulang yang lemah atau
defek karena pembedahan, dapat memudahkan masuknya infeksi.
2. Menembus selaput otak.
Dimulai begitu penyakit mencapai dura, menyebabkan pakimeningitis. Dura sangat resisten
terhadap penyebaran infeksi, akan menebal, hiperemi, dan lebih melekat ketulang. Jaringan granulasi
terbentuk pada dura yang terbuka dan ruang subdura yang berdekatan.
3. Masuk ke jaringan otak.
Pembentukan abses biasanya terjadi pada daerah diantara ventrikel dan permukaan korteks atau
tengah lobus serebelum. Cara penyebaran infeksi ke jaringan otak ini dapat terjadi baik akibat
tromboflebitis atau perluasan infeksi ke ruang Virchow Robin yang berakhir di daerah vaskular subkortek.
3.11. Prognosis
Pasien dengan OMSK memiliki prognosis yang baik apabila dilakukan kontrol yang baik terhadap
proses infeksinya. Pemulihan dari fungsi pendengaran bervariasi dan tergantung dari penyebab.
Hilangnya fungsi pendengaran oleh gangguan konduksi dapat dipulihkan melalui prosedur pembedahan,
walaupun hasilnya tidak sempurna.10
Keterlambatan dalam penanganan karena sifat tidak acuh dari pasien dapat menimbulkan kematian
yang merupakan komplikasi lanjut OMSK yang tidak ditangani dengan segera. Kematian akibat OMSK
terjadi pada 18,6% pasien karena telah mengalami komplikasi intrakranial yaitu meningitis. 8,13
BAB IV
PEMBAHASAN
Definisi otitis media supuratif kronik (OMSK) menurut WHO adalah adanya otorea yang
menetap atau rekuren selama lebih dari 2 minggu dengan perforasi membran timpani.
Berdasarkan ICD-10, diagnosis OMSK ditegakkan jika terdapat perforasi membran timpani
disertai pengeluaran sekret terjadi selama minimal dalam 6 minggu dimana sekret yang keluar
dari telinga tengah ke telinga luar dapat berlangsung terus-menerus atau hilang timbul. Menurut
Buku THT FKUI edisi keenam, Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) adalah infeksi kronis di
telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar dari telinga tengah
terus-menerus atau hilang timbul yang berlangsung lebih dari 2 bulan. Jadi, karena pasien
menunjukkan manifestasi klinis otorea yaitu telinga mengeluarkan cairan sejak 1 tahun yang lalu
serta ditemukannya perforasi membran timpani pada telinga kanan, maka pasien dapat
didiagnosis menderita Otitis Media Supuratif Kronik.
Pasien mengeluh keluar cairan seperti air dan encer dari telinga tengahnya sejak 1 tahun
yang lalu. Pada kasus ini, Otitis media akuta yang diderita pasien tidak mencapai stadium
resolusi karena perforasi yang menetap dengan sekret yang keluar secara intermiten. Hal ini
dapat terjadi karena beberapa faktor seperti imunitas atau daya tahan tubuh pasien rendah,
pengobatan yang dilakukan tidak adekuat atau tidak tuntas misalnya pemberian obat tidak
teratur, tingkat virulensi kuman yang tinggi, adanya infeksi fokal di hidung dan faring, dan lain-
lain.
Faktor risiko timbulnya OMSK adalah gangguan fungsi tuba eustachius akibat infeksi
hidung dan tenggorokan yang berlangsung kronik atau sering berulang, obstruksi tuba,
pembentukan jaringan ikat, penebalan mukosa, polip, adanya jaringan granulasi,
timpanosklerosis, OMSK juga lebih mudah terjadi pada orang yang pernah terkena penyakit
telinga pada masa kanak-kanak, perforasi membran timpani persisten, terjadinya metaplasia pada
telinga tengah, otitis media yang virulen, memiliki alergi, keadaan imunitas yang menurun.
Pasien menderita OMSK tipe benigna karena telinga mengeluarkan sekret secara
intermiten dan ditemukannya membran timpani yang mengalami perforasi sentral tanpa
terbentuknya kolesteatoma, jaringan granulasi, destruksi ke tulang ataupun adanya komplikasi
lain.
Dalam otitis media pendengaran biasanya berkurang akibat tuli konduktif yang berkisar
antara 20-50 dB. Pemeriksaan fungsi pendengaran biasanya dilakukan untuk mengetahui jenis
ketulian dan derajat ketulian pasien serta untuk mengevaluasi kondisi pasien apakah sudah
mengalami perbaikan atau belum. Timpanometri biasanya dilakukan bersama dengan
audiometri. Dalam otitis media juga dapat dilakukan pneumotoskopi untuk mengetahui
pergerakan membran timpani, apakah ada kekakuan atau tidak. Jika membran timpani sudah
mengalami perforasi sekecil apapun, pemberian angin terhadap membran timpani tidak akan
membuatnya bergerak.
Anjuran pemeriksaan fungsi pendengaran dalam kasus ini adalah pemeriksaan Rinne,
Weber, dan Swabach, audiometri, Pada pemeriksaan Rinne diharapkan negatif agar sesuai
dengan keadaan tuli konduktif. Pada pemeriksaan Weber jika terdapat lateralisasi ke satu telinga
berarti ada perbedaan derajat ketulian antara telinga kanan. Pada pemeriksaan Swabach
diharapkan hasilnya memanjang untuk menunjang adanya tuli konduktif. Tuli konduktif pada
pasien diakibatkan oleh adanya cairan atau pus dalam telinga tengah yang menyebabkan
gangguan pergerakan tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus, dan stapes) sehingga konduksi
suara menjadi terhambat. Selain itu, sekret nasofaringeal dapat refluks ke telinga tengah sehingga
clearance cavum timpani menurun. Namun pada beberapa kasus OMSK dapat menimbulkan tuli
sensorineural dan tuli campur.
Untuk menentukan jenis bakteri yang menjadi penyebab infeksi pada pasien dibutuhkan
pemeriksaan kultur spesimen. Kultur juga berguna untuk memilih jenis antibiotik yang spesifik
untuk melawan bakteri penyebabnya.
Prinsip terapi OMSK tipe benigna adalah terapi konservatif atau dengan medikamentosa.
Bila sekret keluar secara terus menerus larutan H202 3% diberikan untuk 3-5 hari. Nanti setelah
sekret berkurang diberikan tetes telinga yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Karena
obat tetes telinga banyak yang memiliki efek samping ototoksik, maka tetes telinga dianjurkan
hanya dipakai 1 atau 2 minggu dan pada OMSK yang sudah tenang. Secara oral dapat diberikan
antibiotika Ampicilin atau Eritromisin bila pasien alergi terhadap Penicillin. Jika dicurigai
resisten maka diberikan ampicilin asam klavulanat. Namun cara pemilihan antibiotika yang
paling baik ialah berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Bila sekret telah kering
namun perforasi menetap setelah observasi selama 2 bulan maka sebaiknya dilakukan
miringoplasti atau timpanoplasti dengan tujuan menghentikan infeksi dan memperbaiki membran
timpani yang ruptur sehingga fungsi pendengaran membaik dan komplikasi tidak terjadi.
BAB V
KESIMPULAN
OMSK adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media supuratif kronik adalah
peradangan telinga tengah dengan gejala dan tanda-tanda yang bersifat kronis.
Penegakan diagnosis dilakukan atas dasar anamnesis dan pemeriksaan fisik. Terapi
dibedakan berdasarkan stadium dari penyakit
Pada pasien ini, ditemukan bahwa pasien menderita OMSK telinga dextra, sehingga pada
pasien ini direncanakan terapi dengan medikamentosa dan diberikan komunikasi edukasi
mengenai penyakit dan tata laksananya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. Kelainan telinga tengah. Dalam: Efiaty AS, Nurbaiti I,
Jenny B, Ratna DR, Editor. Buku ajar ilmu kesehatan telinga tenggorok hidung kepala
leher edisi kelima. Jakarta: Universitas. Fakultas Kedokteran Indonesia; 2017. hlm. 58-
66.
2. Basak B, Gayen GC, Das M, Dhar G, Ray R dan Das AK. Demographic profile of
CSOM in rural tertiary care hospital. IOSR Journal of Pharmacy. 2014; 4(6):43-6.
3. Mahidiqbal, Adnan, Ihsanullah, Sharafat, Rehman MU dan Hussain G. Frequency of
Complication in Chronic Suppurative Otitis Media. Journal of Saidu Medical College.
2013; 3(2):328-30.
4. Departemen kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). Pedoman upaya kesehatan
telinga dan pencegahan gangguan pendengaran untuk puskesmas. Jakarta: Depkes RI;
2005.
5. Das LCA, Jumani K dan Kashyap GCR. Subdural empyema: A rare complication of
chronic otitis media. Med J Armed Forces India. 2005; 61(3): 281-3.
6. Zainul A djaafaar. Pentingnya diagnosis dini oada otitis media supuratif. Kumpulan
naskah kongres nasional VI PERHATI medan. 30 juni-2 juli 2007. P.30
7. Adams GL,Bois LR. Fundamental of otolaryngology textbook of Ear,Nose, and Throath
disease 5th edition. Philadelphia,London,Toronto. 2008. P. 195-215
8. Becker W Naumann. Ear, Nose And Throath disease edited by Ricahrd. Buckingham
georg thieme verlag. 2009. P.28-82
9. Gibson WPR. Otolaryngology 5th edition editor by John B . international edition 2010. P.
602
10. Jung TTK and Rhe CK. Otolaringologic approach to the diagnosis and management of
otitis media. Otolaryngology clinics of north America. August 2006
11. Valvassori GE. Imaging of temporal bone and surgery of the ear 4 th edition. WB saunders
company. Philadelphia. 2007. P.100-142
12. Shenoi PM. Management of otitis media . scoots browns otolaryngology 5 th edition
buttleworth international edition. 2005 p215-280
13. Sando I, Takahashi. Update on functional anatomy and pathology of human ear related to
otitis media. 2009. P.251-323