Anda di halaman 1dari 9

METODE EKSPERIMEN FARMAKOLOGI DAN FAKTOR-FAKTOR YANG

MEMPENGARUHI

Disusun oleh:

NAMA : LUSI LESTARI

STAMBUK : G 701 17 164

KELAS :B

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2021
Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem tubuh termasuk menentukan
toksisitasnya. Bentuk sediaan dan cara pemberian merupakan penentu dalam memaksimalkan proses
absorbsi obat oleh tubuh karena keduanya sangat menentukan efek biologis suatu obat seperti absorpsi,
kecepatan absorpsi dan bioavailabilitas (total obat yang dapat diserap), cepat atau lambatnya obat mulai
bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of action), intensitas kerja obat, respons
farmakologik yang dicapai serta dosis yang tepat untuk memberikan respons tertentu (Anonim I., 2008)

Hewan percobaan atau hewan laboratorium adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakkan untuk
dipakai sebagai hewan model, dan juga untuk mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang
ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik. Animal model atau hewan model adalah objek
hewan sebagai imitasi (peniruan) manusia (atau spesies lain), yang digunakan untuk menyelidiki
fenomena biologis atau patobiologis (Hau & Hoosier Jr., 2003)

Respon yang digunakan oleh suatu senyawa sering bervariasi karena jenis yang berbeda dan hewan yang
sama. Oleh karena itu hewan uji yang akan digunakan dipilih berdasarkan umur, jenis kelamin, berat
badan, Kondisi kesehatan dan keturunan. Hewan uji yang digunakan harus selalu berada dalam kondisi
dan tingkat kesehatan yang baik, dalam hal ini hewan uji yang digunakan dikatakan sehat bila pada
periode pengamatan bobot badannya bertambah tetap atau berkurang tidak lebih dari 10% serta tidak ada
kelainan dalam tingkah laku dan harus diamati satu minggu dalam laboratorium atau pusat pemeliharaan
hewan sebelum ujinya berlangsung Selain kriteria yang disebutkan diatas maka hewan uji sedapat
mungkin bebas dari mikroorganisme patogen, karena adanya mikroorganisme patogen pada tubuh hewan
sangat mengganggu jalannya reaksi pada pemeriksaan penelitian, sehingga dari segi ilmiah hasilnya
kurang dapat dipertanggungjawabkan. Oleh karenanya, berdasarkan tingkatan kontaminasi
mikroorganisme patogen, hewan percobaan digolongkan menjadi hewan percobaan konvensional,
specified pathogen free (SPF) dan gnotobiotic.

Selain itu hewan sebaiknya menggunakan hewan yang mempunyai kemampuan dalam memberikan reaksi
imunitas yang baik. Hal ini ada hubungannya dengan persyaratan pertama.Dalam penelitian kesehatan
yang memanfaatkan hewan coba, juga harus diterapkan prinsip 3 R dalam protokol penelitian, yaitu:
replacement, reduction, dan refinement Replacement adalah banyaknya hewan percobaan yang perlu
digunakan sudah diperhitungkan secara seksama,baik dari penelitian sejenis yang sebelumnya, maupun
literatur untuk menjawab pertanyaan penelitian dan tidak dapat digantikan oleh mahluk hidup lain seperti
sel atau biakan jaringan.
Replacement terbagi menjadi dua bagian, yaitu: relatif (sebisa mungkin mengganti hewan percobaan
dengan memakai organ/jaringan hewan dari rumah potong atauhewan dari ordo lebih rendah) dan absolut
(mengganti hewan percobaan dengan kultur sel, jaringan, atau program komputer).

Reduction diartikan sebagai pemanfaatan hewan dalam penelitian seminimal mungkin, tetapi tetap
mendapatkan hasil yang optimal. Jumlah minimal biasa dihitung menggunakan rumus Frederer yaitu (n-
1) (t-1) >15, dengan n adalah jumlah hewan yang diperlukan dan t adalah jumlah kelompok perlakuan.
Kelemahan dari rumus ini adalah semakin sedikit kelompok penelitian, semakin banyak jumlah hewan
yang diperlukan, serta sebaliknya. Untuk mengatasinya, diperlukan penggunaan desain statistik yang
tepat agar didapatkan hasil penelitian yang sahih

Refinement adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi (humane), memelihara hewan
dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga
menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian.Didalam penelitian, ada beberapa hewan uji
yang sering digunakan, yakni tikus, kelinci, dan primata. Permasalahannya adalah tidak sembarang hewan
uji bisa digunakan untuk penelitian. Hewan hewan uji tersebut harus memenuhi beberapa kriteria
sehingga hewan uji dapat dikatakan sesuai untuk fungsi atau penyakit yang di jadikan obyek penelitian
kita.

berdasarkan tujuan penggunaan hewan uji, maka hewan uji dapat diklasifikasikan menjadi
1. Exploratory (penyelidikan) Hewan Uji ini digunakan untuk memahami mekanisme biologis,
apakah termasuk mekanisme dasar yang normal atau mekanisme yang berhubungan dengan
fungsi biologis yang abnormal.
2. Explanatory (penjelasan) Hewan Uji ini digunakan untuk memahami lebih banyak masalah
biologis yang kompleks.
3. Predictive (perkiraan) Hewan Uji ini digunakan untuk menentukan dan mengukur akibat dari
perlakuan, apakah sebagai cara untuk pengobatan penyakit atau untuk memperkirakan tingkat
toksisitas suatu senyawa kimia yang diberikan.Agar tujuan dari percobaan tercapai dengan baik,
secara efektif dan efisien maka didalam memilih hewan percobaan penting untuk
mempertimbangkan beberapa faktor berikuta.
Apakah hewan percobaan tersebut memiliki fungsi fisiologi, metabolik dan prilaku serta proses
penyakit yang sesuai dengan subyek manusia atau hewan lain dimana hasil penelitian tersebut
akan digunakan
Apakah dari sisi karakteristik biologi maupun prilaku hewan tersebut cocok dengan rencana
penelitian atau percobaan yang dilakukan (misalnya cara penanganan, lama hidup, kecepatan
berkembang biak, tempat hidup dsb.).
hal ini sangat berguna alam pelaksanaan penelitian atau percobaan dengan hewan
Apakah tinjauan kritis dari literatur ilmiah menunjukkan spesies tersebut telah memberikan hasil
yang terbaik untuk penelitian sejenis atau termasuk hewan yang paling sering digunakan untuk
penelitian yang sejenis.
Apakah spesimen organ atau jaringan yangakan digunakan dalam penelitian itu mencukupi pada
hewan tersebut dan dapat diambil dengan prosedur yang memungkinkan.
Apakah hewan yang akan digunakan dalam penelitian memiliki standar yang tinggi baik secara
genetik maupun mikrobiologi.

Pada metode eksperimen yang perlu diperhatikan terlebih dahulu adalah

a. Memberi Makan Binatang Percobaan Untuk Mengurangi Variasi Biologis


1. Binatang percobaan biasanya memberikan hasil dengan deviasi yang lebih besar
dibandingkan dengan percobaan in vitro. Karena adanya variasi biologis. Maka untuk
menjaga supaya variasi tersebut minimal, binatan-binatang mempunyai spesies khusus dan
strain yang sama., usia yang sama, jenis kelamin yang sama, dipelihara dalam kondisi yang
sama pula.
2. Binatang percobaan harus diberi makan sesuai dengan makanan standart untuknya dan diberi
minum ad libitum.
3. Lebih lanjut, untuk mengurangi variasi biologis, binatang harus dipuaskan semalam sebelum
percobaan dimulai. Dalam periode itu binatang hanya diperbolehkan minum air ad libitum.

b. Luka Gigitan Binatang


Imunisasi tetanus disarankan bagi semua orang yang bekerja dengan binatang percobaan. Lika
yang bersifat abrasive atau luka yang agak dalam karena gigitan binatang ataupun karena alat-alat
yang telah digunakan untuk percobaan binatang harus diobati secepatnya menurut cara-cara
pertolongan pertama pada kecelakaan. Apabila korban gigitan belum pernah mendapatkan
kekebalan terhadap tetanus, ia harus mendapatkan imunisasi sebagai profilaksis.

c. Memusnahkan Binatang
1. Cara terbaik untuk membunh binatang ialah dengan memberikan suntikan anestetik over
dosis. Injeksi barbiturate (natrium penobarbital 300mg/ml) secara iv untuk anjing dan kelinci,
secara intraperitoneal atau intra toraks untuk marmut, tikus dan mencit atau dengan inhalasi
menggunakan kloroform, karbon dioksida, nitrogen, dan lain-lain didalam wadah tertutup
untuk semua binatang tersebut diatas.
2. Binatang disembelih, kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik dan dibungkus lagi
dengan kertas, diletakan di dalam tas plastik, ditutup dan disimpan dalam almari pendingin
atau langsung diabukan (isenerasi).

d. Pemberian Obat pada Binatang Percobaan


1. Alat suntik
Tabung dan jarum suntik harus steril jika akan digunakan pada kelinci, marmot, dan anjing.
Tapi tidak perlu steril melainkan bersih dati tikus dan mencit
Setelah penyuntikan, cuci tabung dan jarum suntik tersebut, semprotkan cairan kedalam gelas
beker dan jarum suntik dipegang erat-erat. Ulangi cara ini tiga kali

e. Heparinasi
1. Untuk heparinasi dipakai 10 unit heparin per 1 ml darah.
2. Selain itu sebelum dipakai tabung dan jarum suntik dicuci dahulu dengan larutan jenuh
natrium oksalatsteril

f. Penanganan Hewan Uji


Penanganan hewan uji adalah tata cara memperlakukan hewan uji baik selama masa pemeliharaan
maupun selama masa uji berlangsung. Dalam hal ini terlibat bebagai macam teknik, yakni
pengambilan hewan dari kandang, pemegangan, penandaan, pemberian senyawa, pengorbanan,
dan pengambilan cuplikan.

Mencit
Pengambilan mencit dari kandang harus dilakukan dengan hati-hati karena mencit merupakan
hewan yang selalu berusaha untuk mengigit dan mampu meloncat sampai beberapa meter bila
disentuh. Buka penutup kandang cukup untuk masuk tangan saja. Berikutnya angkat mencit
dengan cara memegang ekor mencit (3-4 cm dari ujung) sehingga mencit dapat dipindahkan ke
tempat lain. Bila perlu mencit dapat diletakan pada telapak tangan guna pengamatan atau
pemeriksaan lebih jauh.
Penanganan mencit dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Letakan mencit pada lembaran kawat, biarkan keempat kakinya mencengram kawat atau alas
kasar. Dengan keadaan demikian mencit dapat diberi tanda dengan asam pikrat atau tinta
cina.
2. Dengan tangan kiri, jepit kulit tengkuk diantara telunjuk dan ibu jari.
3. Pindahkan ekor dari tangan kanan ke antara jari manis dan jari kelingking tangan kiri sampai
mencit dapat dipegang dengan erat. Mencit siap mendapat perlakuan

Tikus
1. Pengambilan tikus dari kandang sebaiknya tidak dilakukan dengan memegang ekor seperti
halnya mencit karena tikus dapat menjadi stress dan mengalami luka. Biasanya bila tikus
diangkat dengan memegang ekor, tikus akan berputar-putar diudara. Hal ini dapat diatasi
dengan memegang pangkal ekor atau langsung menggenggamnya di seputar bahu.
2. Pemegangan tikus dapat dilakukan dengan cara:
 Angkat tikus dari kandang pada pangkal ekornya dengan tangan kanan.
 Biarkan tikus mencengkram alas kasar atau kawat.
 Luncurkan tangan kiri dari belakang tubuh (punggungnya) kearah kepala.
 Selipkan antara jari tengah dan telunjuk pada tengkuk tikus sedang ibu jari, jari manis
dan kelingking diselipkan disekitar perut

Pemberian Sediaan Uji/Pemejanan pada Hewan Uji

1. Pemberian Oral Dilakukan dengan cara memegang hewan. Masukan jarum tumpul berisi larutan
suspense atau emulsi senyawa uji yang sesuai dengan ukuran hewan melalui mulut dengan cara
menelusurkan searah tepi langilangit ke arah belakang sampai esophagus. Semprotkan senyawa
uji pelan-pelan.
2. Pemberian intravena Dilakukan dengan cara memasukan hewan kedalam holder atau sangkar
Selanjutnya celupkan ekornya kedalam air hangat (dilatasi vena leteralis). Setelah vena
mengalami dilatasi, pegang ekor dengan kuat pada posisi vena yang berada di permukaan sebelah
atas. Tusukan jarum dengan ukuran yang sesuai kedalam vena sejajar dengan vena.
3. Pemberian intraperitoneal Dilakukan dengan cara memegang hewan uji dengan kulit punggung
dijepit sehingga daerang perut terasa tegang. Basahi daerah perut dengan kapas alkohol.
Tusukkan jarum suntik sejajar dengan salah satu kaki hewan pada daerah perut, lebih kurang 1
cm diatas kelamin. Semprotkan senyawa uji. Setelah selesai pemberian, tarik pelan-pelan jarum
suntik, tekan tempat suntikan dengan kapas beralkohol, hati-hati jangan sampai terkena hati,
kandung kencing dan usus.
4. Pemberian Intramuskular Dilakukan dengan cara memegang hewan coba seperti gambar 8. Usap
daerah otot paha posterior dengan kapas beralkohol. Suntikkan larutan senyawa uji pada daerah
otot tersebut. Setelah selesai cabut pela-pelan jarum suntik dan tekan daerah suntikan

Memberi kode hewan uji


Seringkali diperlukan untuk mengidentifikasi hewan yang terdapat dalam satu kelompok atau kandang,
sdehingga hewan uji perlul diberi tanda atau kode.
Digunakan larutan 10% asam pikrat dalam air dan sebuah sikat atau kuas yang diberikan pada punggung
hewan uji.
 Bagian kanan menunjukkan angka satuan
 Bagian tengah menunjukkan angka puluhan
 Bagian kiri menunjukan angka ratusan
 Dapat pula dengan member kode hewan uji dengan garis melintang atau sejajar sesuai dengan
nomor urut hewan uji

Setelah hewan uji mendapat perlakuan, amati dan catat waktu hilangnya refleks balik badan serta waktu
kembalinya refleks balik badan. Hilangnya refleks balik badan ditandai dengan hilangnya kemampuan
hewan uji untuk membalikkan badannya jika ia ditelentangkan (30 detik). Kembalinya refleks balik badan
ditandai dengan kembalinya kemampuan untuk membalikkan badan dari keadaan telentang. Hitung onset
dan durasi waktu tidur sodium heksobarbital dari masing-masing kelompok percobaan dan bandingkan
hasilnya menggunakan uji stastik analisa varaian pola searah dengan taraf kepercayaan 95%

Factor –faktor yang mempengaruhi eksperimen:

1. Invivo yaitu: umur, jenis kelamin, bobot badan,keadaan kesehatan, nutrisi, dan sifat genetik.
Faktor–faktor lain yaitu faktor lingkungan, keadaan kandang, suasana kandang, populasi dalam
kandang, keadaan ruang tempat pemeliharaan, pengalaman hewan percobaan sebelumnya, suplai
oksigen dalam ruang pemeliharaan, dan cara pemeliharaan.
Invitro: factor lingkungan yang steril dank keaktifan makhluk hidup yang digunakan dan cara
perlakuan serta penyimpanan
2. Keadaan faktor–faktor ini dapat merubah atau mempengaruhi respon hewan percobaan terhadap
senyawa bioaktif yang diujikan. Penanganan yang tidak wajar terhadap hewan percobaan dapat
mempengaruhi hasil percobaan, memberikan penyimpangan hasil. Di samping itu cara pemberian
senyawa bioaktif terhadap hewan percobaan tentu mempengaruhi respon hewan terhadap
senyawa bioaktif yang bersangkutan terutama segi kemunculan efeknya. Cara pemberian yang
digunakan tentu tergantung pula kepada bahan atau bentuk sediaan yang akan digunakan serta
hewan percobaan yang akan digunakan. Sebelum senyawa bioaktif dapat mencapai tempat
kerjanya, senyawa bioaktif harus melalui proses absorpsi terlebih dahulu kemudian  Sifat
Fisiologi Yang Berpengaruh
Distribusi.
Absorpsi suatu senyawa bioaktif disamping ditentukan oleh sifat senyawa bioaktifnya sendiri
juga ditentukan oleh sifat / keadaan daerah kontak mula oleh senyawa bioaktif dengan tubuh.
Sifat–sifat fisiologis seperti jumlah suplai darah dan keadaan biokimia daerah kontak mula
senyawa bioaktif dengan tubuh menentukan proses absorpsi senyawa bioaktif yang bersangkutan.
Jumlah senyawa bioaktif yang akan mencapai sasaran kerjanya dalam jangka waktu tertentu akan
berbeda(Malole, 1989).
DAFTAR PUSTAKA

Stevani, S.Si., (2016). Praktikum farmakologi

AbrahamSimatupang Dkk, (2019) departemen farmakologi dan terapi

Anda mungkin juga menyukai