ABSTRAK
Jagung sebagian besar dihasilkan pada lahan kering dan lahan tadah hujan. Agroekosistem
tersebut dicirikan oleh curah hujan yang eratik dan tidak terdistribusi merata sehingga
berpotensi menimbulkan cekaman kekurangan air pada fase pertumbuhan tanaman. Upaya
peningkatan produksi jagung pada agroekosistem lahan tadah hujan dan tegalan akan lebih
berhasil bila menggunakan varietas jagung yang adaptif. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui aspek ekonomi usahatani tiga varietas jagung hibrida (Bima 2, Bima 3, Bima 4, dan
Bima 5) pada agroekosistem lahan tadah hujan. Penelitian dilaksanakan di lahan petani di
Kecamatan Bantimurung Kabupaten Maros pada bulan Mei–Agustus 2012. Data primer
dikumpulkan dari areal pertanaman sedangkan data sekunder diperoleh dari Dinas Pertanian
dan BPS Propinsi Sulawesi Selatan. Data yang dikumpulkan meliputi potensi wilayah, luas
panen, produksi, produktivitas, sarana produksi (benih, pupuk, pestisida), dan penggunaan
tenaga kerja. Hasil analisis menunjukkan bahwa penerimaan paling tinggi mencapai Rp
32.400.000 Bima 4, paling rendah Rp. 16.200.000 dari varietas Bima 2, dan keuntungan
tertinggi Rp. 20.875.000/ha diberikan oleh Bima 4 dan terendah Rp. 6.295.000/ha oleh Bima 2.
PENDAHULUAN
651
Bunyamin Z. dan N.N. Andayani: Analisis Usahatani Jagung …
air pada stadia inisiasi biji, sedang pada lahan sawah tadah hujan (awal musim
kemarau) sering mengalami kekeringan pada saat pembungaan (Sudjana 1990 dalam
Sudjana dan setyono 1993). Upaya peningkatan produksi jagung pada agroekosistem
lahan sawah tadah hujan dan tegalan akan lebih berhasil bila menggunakan varietas
jagung yang adaptif (Sudjana 1990 dalam Sudjana dan Setyono 1993).
Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang dan Direktorat Jenderal terkait
terus mengupayakan peningkatan produksi dengan dua usaha yaitu peningkatan
produktivitas dan perluasan areal tanam (Anonim 2010). Peningkatan produktivitas
hanya dapat dicapai dengan teknologi yang adaptif dengan lingkungan. Salah satu
teknologi yang sangat menentukan adalah bibit unggul. Badan Litbang Pertanian telah
melepas puluhan varietas jagung, baik komposit maupun hibrida. Olehnya itu,
sangatlah penting untuk mengkaji analisis usahatani jagung hibrida pada
agroekosistem lahan tadah hujan agar bisa di jadikan acuan awal oleh para petani
jagung.
Tujuan pembangunan pertanian tidak hanya meningkatkan produktivitas dan
produksi saja, melainkan juga meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Daya beli petani dapat dilihat dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang diperoleh dari
perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap harga yang di bayar. NTP
tanaman pangan lebih rendah dibandingkan dengan NTP tanaman hortikultura,
perkebunan dan peternakan.
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kelayakan usahatani jagung hibrida
pada agroekosistem lahan tadah hujan.
METODE PENELITIAN
652
Seminar Nasional Serealia, 2013
Data BPS (2012) menunjukan bahwa luas lahan di Provinsi Sulawesi Selatan
pada tahun 2011 seluas 4.633.573 hektar, terdiri dari lahan sawah 582.444 hektar
(12,57%), luas pertanian bukan sawah 1.802.510 hektar (38,90%) dan lahan bukan
pertanian 2.248.619 hektar (48,52%). Hal ini menunjukan bahwa Provinsi Sulawesi
Selatan merupakan wilayah yang mempunyai potensi untuk pengembangan tanaman
pangan termasuk jagung.
Tabel 1. Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Jagung di Provinsi Sulawesi Selatan
Tahun 2008-2012.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa luas panen dan produktifitas berfluktuatif
dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 luas panen mencapai
284.964 hektar dan meningkat menjadi 318.471 pada tahun 2012. Sedangkan
produktivitas dari tahun 2008 hanya 4,2 t/ha meningkat menjadi 4,6 ton/ha, ini
653
Bunyamin Z. dan N.N. Andayani: Analisis Usahatani Jagung …
menandakan bahwa baik dari segi pengembangan lahan maupun teknologi, provinsi
Sulawesi Selatan, kedepannya sangat berpotensi untuk mendukung swasembada
jagung nasional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rincian penggunaan sarana produksi
sebagai berikut: (Table 2)
Tabel 2. Penggunaan sarana produksi pada usahatani jagung hibrida pada ekosistem lahan
tadah hujan,di Sulawesi Selatan, 2012.
Varietas
Uraian Bima 2 Bima 3 Bima 4 Bima 5
Volume Nilai (Rp) Volume Nilai (Rp) Volume Nilai (Rp) Volume Nilai (Rp)
Benih 15 kg 945.000 15 kg 945.000 15 kg 945.000 15 kg 945.000
Urea 300 kg 1.800.000 300 kg 1.800.000 300 kg 1.800.000 300 kg 1.800.000
Ponska 200 kg 520.000 200 kg 520.000 200 kg 520.000 200 kg 520.000
KCl 100 kg 700.000 100 kg 700.000 100 kg 700.000 100 kg 700.000
Calaris 2 botol 570.000 2 botol 570.000 2 botol 570.000 2 botol 570.000
Gramoxon 3 botol 150.000 3 botol 150.000 3 botol 150.000 3 botol 150.000
Jumlah 4.685.000 4.685.000 4.685.000 4.685.000
Besarnya biaya untuk sarana produksi Bima 2 47,29%, Bima 3 40,75%, Bima
4 40,65% dan Bima 5 42,76% dari total keseluruhan biaya usahatani. Biaya sarana
produksi yang banyak dibutuhkan adalah untuk pembelian pupuk Urea, Ponska dan
KCl yaitu sebanyak Rp 3.020.000 atau 64,46% untuk semua varietas dari jumlah
keseluruhan biaya untuk sarana produksi. Biaya untuk pembelian benih jagung hibrida
sebanyak 15 kg sebesar Rp 945.000 atau hanya 20,17% dari keseluruhan biaya
sarana produksi. Biaya sarana produksi lain yang diperlukan adalah sebesar Rp
720.000 (15,36%) untuk pembelian gramoxon dan Calaris.
Biaya tenaga kerja lebih besar dibandingkan biaya sarana produksi yaitu
masing-masing varietas Bima 2 sebesar 52,70%, Bima 3 sebesra 59,24% , Bima 4
sebesar 59,34%, Bima 5 sebesar 57,23% berbanding masing-masing Bima 2 47,29%,
Bima 3 40,75%, Bima 4 40,65% dan Bima 5 42,76%, dan pengeluaran yang tinggi
dari biaya tenaga kerja adalah kegiatan pengolahan tanah serta pada panen dan
prosessing, perincian dapat dilihat pada Tabel 3.
654
Seminar Nasional Serealia, 2013
Tabel 3. Biaya tenaga kerja pada usahatani jagung hibrida pada ekosistem lahan
tadah hujan, di Sulawesi Selatan 2012.
Jadi total biaya produksi usahatani jagung hibrida pada ekosistem lahan tadah
hujan adalah untuk Bima 2 sebesar Rp 9.905.000, Bima 3 Rp. 11.495.000, Bima 4 Rp.
11.525.000, Bima 5 Rp. 10.955.000 dengan rincian biaya sarana produksi Bima 2
47,29%, Bima 3 40,75%, Bima 4 40,65% dan Bima 5 42,76%, dan biaya tenaga kerja
Bima 2 sebesar 52,70%, Bima 3 sebesra 59,24%, Bima 4 sebesar 59,34%, Bima 5
sebesar 57,23%.
Pada Table 4, dapat dilihat bahwa produksi tertinggi yaitu Bima 4 dan terendah
yaitu Bima 2, serta berbanding lurus dengan nilai produksinya. Sedangkan Biaya
produksi tertinggi yaitu Bima 4 sebesar Rp. 11.525.000 dan terendah sebesar Rp.
9.905.000. Dari sisi keuntungan yang terbesar pada Bima 4 sebesar Rp. 20.875.000.
Tabel 4. Produksi dan penerimaan usahatani jagung hibrida pada ekosistem lahan
tadah hujan di Sulawesi Selatan, 2012.
655
Bunyamin Z. dan N.N. Andayani: Analisis Usahatani Jagung …
menguntungkan petani terutama dilihat dari nilai R/C ratio yang nilainya masing-
masing >1 yaitu 1.64, 2.79, 2.81, 2.44.
Indikator lainnya yang dapat dijadikan acuan untuk kelayakan usahatani adalah
Titik Impas Produksi (TIP) dan Titik Impas Harga (TIH). Berdasarkan kedua indikator
ini, maka usahatani jagung hibrida Bima 2, Bima 3, Bima 4 dan Bima 5 layak untuk
diusahakan. Hal ini ditunjukan oleh nilai TIP masing-masing sebesar 3.002 kg/ha,
3.825 kg/ha, 3.850 kg/ha dan 3.650 kg,h. Sedangkan TIH masing-masing varietas
yaitu Rp 1.835/kg, Rp 1.075/kg, Rp 1.075/kg, Rp 1.225/kg. Produksi berarti bahwa
tingkat produksi sebesar ini petani tidak mengalami kerugian maupun keuntungan,
sedangkan produksi yang diperoleh melebihi angka TIP, begitu juga dengan Titik
Impas Harga Pemasaran jagung di Provinsi Sulawesi Selatan tidak mengalami
hambatan, karena walaupun produksi melimpah ada yang menampung, baik dari
pedagang lokal mapun pedagang dari daerah propinsi lain. Harga jagung saat
penelitian rata-rata Rp 3.000/kg lebih tinggi dibandingkan dengan daerah penghasil
jagung lainnya yang hanya berkisar Rp 2.200-Rp 2.500/kg Dengan harga jagung
import dapat mempengaruhi harga jagung lokal, karena selama ini harga jagung impor
lebih murah dibandingkan harga jagung lokal, padahal sudah dikenakan bea masuk
jagung impor 5%. Kalau kebijakan impor tidak dibatasi, maka sistem tata niaga masih
dikuasai oleh pedagang dan usahatani jagung tidak diimbangi dengan menggunakan
teknologi budidaya bukan tidak mungkin petani akan tidak tertarik lagi pada usahatani
jagung.
KESIMPULAN
1. Usahatani jagung hibrida pada agroekosistem lahan tadah hujan layak dan
menguntungkan untuk di usahakan dan dikembangkan di Provinsi Sulawesi
Selatan khususnya di daerah Maros Kecamatan Bantimurung.
656
Seminar Nasional Serealia, 2013
2. Titik impas produksi (BEP Yield) tertinggi 3.850 kg/ha pada Bima 4 dan terendah
3.002 kg/ha pada Bima 2, titik impas harga (BEP Price) tertinggi Rp 1.835/kg pada
Bima 2, terendah Rp. 1.075/kg pada Bima 3 dan Bima 4 dan nisbah penerimaan
dibanding biaya tertinggi R/C 2,81 pada Bima 4 dan terendah R/C ratio 1,64 pada
Bima 2.
3. Perlu adanya campur tangan pemerintah terutama pada kebijakan harga dan
kebijakan impor, perbaikan tata niaga dan perbaikan teknologi budidaya.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Statistik Provinsi Sulawesi Selatan, 2009. Sulawesi Selatan Dalam Angka,
Provinsi Sulawesi Selatan.
Setiawan, D,H., dan Agus Andoko. 2008. Petunjuk Lengkap Budi Daya Karet. Kiat
Mengatasi Permasalahan Praktis. Penerbit PT.Agro Media Pustaka.
Sudjana, A dan R. Setiyono, 1993. Jagung untuk Lahan Sawah Tadah Hujan.
Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Jakarta/Bogor 23-25
Agustus.
657