a. Faktor Biologis
Telah ditunjukkan bahwa ada dua sampai tiga kali lipat risiko seseoran lebih
besar mengalami phobia sosial jika silsilah saudara linear (dari kakek sampai anak)
juga memiliki gangguan ini. Ini bisa disebabkan oleh genetika. Telah diestimasi
bahwa kemampuan heretibilitas komponen genetis phobia sosial adalah 30 % sampai
40 %, yang berarti bahwa sepertiga dari penyebab phobia sosial disebabkan oleh gen
penderita.
Selain gen, penyebab phobia sosial bisa juga disebabkan oleh tidak seimbangnya
zat kimia yang berada di otak penderita yang dikenal dengan neurotransmitters.
Neurotransmitters digunakan otak untuk mengirim sinyal dari satu sel ke sel yang
lain. Ada empat neurotransmitters yang dapat bermain peran dalam menyebabkan
phobia sosial : Neuropeptides, serotonin, dopamine dan gamma-aminobutyric acid
(GABA).
Hal ini didukung oleh penelitian terhadap perbedaan aliran darah didalam otak
seseorang yang memiliki phobia sosial ketika ia diminta berbicara didepan umum.
Dari penelitian ini, mereka menggunakan teknologi neuroimaging (teknologi untuk
12
13
Dari hasil PET ditemukan bahwa seseorang yang memiliki phobia sosial
mengalami kenaikan aliran darah di amygdala, bagian otak yang diasosiasikan
dengan rasa takut. Sedangkan, hasil PET pada seseorang yang tidak memiliki phobia
sosial mengalami kenaikan aliran darah di korteks otak besar, bagian otak yang
digunakan untuk berpikir dan mengevaluasi. Hal ini membuktikan bahwa seseorang
dengan phobia sosial memiliki hiperaktifitas di Amygdalanya .
Dalam penelitian terbaru hubungan langsung antara status sosial relawan dan
afinitas pengikatan dopamin D2/3 reseptor di striatum ditemukan. Penelitian lain
menunjukkan bahwa afinitas pengikatan reseptor D2 dopamin di striatum penderita
lebih rendah dari kontrol. Beberapa penelitian lain menunjukkan kelainan pada
transporter dopamin di kepadatan striatum penderita phobia sosial. Namun, beberapa
peneliti tidak mereplikasi temuan sebelumnya bukti kelainan dopamin pada gangguan
Phobia sosial . Peneliti lain menemukan gejala phobia sosial pada pengidap yang
14
b. Pola Asuh
Pola asuh berperan cukup besar dalam menentukan apakah orang dengan factor
biologis yang memungkinkan adanya phobia sosial tadi akan mengidap phobia sosial
atau tidak.
Beberapa faktor dari lingkungan yang terjadi semasa kecil memiliki kontribusi
terhadap munculnya phobia sosial. Para penderita phobia sosial seringkali dilaporkan
bahwa ketika masih anak-anak, orangtua suka menolak pendapat mereka (rejecting),
terlalu melindungi (overprotective), dan kurang memberi kehangatan emosional
(emotional warmth). Di sisi lain, perilaku awal yang muncul sejak kecil, seperti
munculnya rasa ketakutan berlebihan saat berada di situasi/lingkungan yang tak
dikenal/asing, juga bisa menjadi pertanda awal bahwa cikal bakal phobia sosial
sedang berkembang pada diri anak tersebut
Selain itu, studi telah menemukan bahwa jika orang tua memiliki segala jenis
gangguan kecemasan atau depresi klinis, kemudian seorang anak akan lebih mungkin
mengembangkan gangguan kecemasan atau phobia sosial. Studi menunjukkan bahwa
orang tua dari mereka dengan gangguan phobia sosial cenderung lebih terisolasi
secara sosial sendiri
c. Pengalaman Sosial
Dari faktor psikososial, ada teori perilaku yang diungkapkan oleh Pavlov,
mengenai refleks yang dibiasakan (conditioned reflex) untuk menjelaskan timbulnya
phobia. Dimana, kecemasan ditimbulkan oleh rangsang alami terhadap pegalaman
menakutkan.
Gangguan phobia sosial mungkin disebabkan oleh efek jangka panjang dari
pengalaman tidak dapat masuk ke situasi sosial, atau sering di bully , ditolak atau
diabaikan. Remaja dewasa pemalu atau penghindar telah menekankan pengalaman
yang tidak menyenangkan dengan teman sebaya atau pelecehan dan bullying pada
masa kanak - kanak.
cenderung tidak diterima secara positif oleh rekan-rekannya dan anak yang
cemas/takut atau terhambat memungkinkan akan mengisolasi dirinya.
Faktor Budaya yang telah terkait dengan gangguan SAD meliputi sikap
masyarakat terhadap rasa malu dan penghindaran, yang mempengaruhi kemampuan
untuk membentuk hubungan atau akses pekerjaan atau pendidikan, dan rasa malu.
Satu studi menemukan bahwa efek dari bimbingan orangtua berbeda-beda tergantung
pada budayanya.
sempurna sesuai keinginan, atau terkejut dengan suatu kondisi yang tidak diharapkan,
dia kemudian mengalami penyesalan dan menyalahkan diri sendiri terlalu mendalam
dan tidak berkesudahan.
Ada beberapa cara untuk mencegah terjadinya reaksi phobia sosial di suasana sosial,
diantaranya adalah :
Rasa cemas membuat tingkat pernafasan semakin cepat, hal ini disebabkan otak
"bekerja" memutuskan fight or flight ketika respon stres diterima oleh otak.
Akibatnya suplai oksigen untuk jaringan tubuh semakin meningkat,
ketidakseimbangan jumlah oksigen dan karbondiosida di dalam otak membuat tubuh
gemetar, kesulitan bernafas, tubuh menjadi lemah dan gangguan visual. Ambil dalam-
dalam sampai memenuhi paru-paru, lepaskan dengan perlahan-lahan akan membuat
tubuh jadi nyaman, mengontrol pernafasan juga dapat menghindari serangan panik.
b. Intervensi kognitif
tubuh dan pikiran dapat merasakan kenyamanan maka pikiran-pikiran positif yang
lebih konstruktif dapat meuncul. Ide-ide kreatif dapat dikembangkan dalam
menyelesaikan permasalahan.
c. Pendekatan agama
Dalam Islam, sholat dan metode zikir ditengah malam akan memberikan rasa
nyaman dan rasa percaya diri lebih dalam menghadapi masalah. Rasa cemas akan
turun. Tindakan bunuh diri dilarang dalam Islam, bila iman semakin kuat maka
dorongan bunuh diri (tentamina Suicidum) pada simtom depresi akan hilang. Metode
zikir (berupa Asmaul Husna) juga efektif menyembuhkan insomnia.
d. Pendekatan keluarga
e. Olahraga
Kebanyakan penyandang phobia sosial di usia muda akan lebih mudah ditangani
dan cenderung berhasil sempurna dengan penanganan terapi atau secara medis.
Tambahan dorongan dan sarana yang baik di rumah dapat sangat membantu dalam
pemulihan.
Para orangtua perlu melihat pada diri sendiri bagaimana mereka harus
mengarahkan anak-anak untuk terus melakukan interaksi. Situasi ini akan sangat
sensitif karena anak jauh dari isolasi dan harus berada di lingkungan sosial yang
merupakan penyebab kecemasan pada anak.
a. Terapi relaksasi
Terapi ini terdiri dari belajar untuk menurunkan tegangan otot selama
beristirahat, ketika bergerak dan pada situasi-situasi yang dapat menyebabkan
kecemasan. Terapi ini dapat dijadikan sebagai pendamping terapi exposure.
b. Terapi Kognitif
20
Model terapi ini menyatakan bahwa ketika pengidap masuk ke dalam situasi
sosial, maka aturan pasti, asumsi, atau unconditional beliefs menjadi aktif. Melalui
pendekatan terapi perilaku rasional-emotif, Ellis menunjukkan kepada orang-orang
dengan phobia sosial bahwa kebutuhan-kebutuhan irasional untuk penerimaan sosial
(sosial approval) dan perfeksionisme menghasilkan kecemasan yang tidak perlu
dalam interaksi sosial. Terapi kognitif dari Beck berusaha untuk mengidentifikasi dan
mengoreksi keyakinan-keyakinan yang disfungsional atau terdistorsi.
Melalui proses pemaparan terhadap suatu seri stimuli virtual yang makin
bertambah menakutkan dan hanya bila ketakutan sudah berkurang pada langkah
terdahulu, orang belajar untuk mengatasi ketakutan dengan cara yang sama dengan
21
e. Terapi Pemaparan
mungkin mereka temui dalam situasi-situasi sosial, dengan pikiran-pikiran yang lebih
sesuai.