Disusun oleh:
Gitty Ristiana Jatmika
30101607657
Pembimbing:
dr. Hj. Durotul Djannah, Sp.S
1. ANAMNESA
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 58 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Telomulyo
Pekerjaan : PNS
Status : Menikah
Agama : Islam
No RM : 01-06-28-70
B. Keluhan Utama
Nyeri seperti kram pada pinggang sampai tungkai
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama : nyeri seperti kram pada pinggang sampai tungkai
Lokasi : pinggang sampai tungkai kanan dan kiri
Onset : Seminggu yang lalu
Kronologi : Pasien merasa nyeri pada pinggang saat sepulang olahraga
(Tennis) dan saat bangun tidur (meregangkan badan) pasien merasakan
nyeri menjalar sampai tungkai.
Kuantitas : keluhan sedikit mengganggu aktifitas pasien untuk tidur,
olahraga, namun pasien masih dapat melakukan ADL sendiri tanpa
bantuan orang lain
Kualitas : nyeri pinggang menjalar disertai kram pada bagian tungkai
kanan dan kiri.
Faktor memperberat : Saat duduk dengan tumpuan salah satu sisi (miring),
dan bangun tidur (meregangkan otot)
1
Faktor memperingan : istirahat dan duduk dengan tegak lurus, pasien
pernah memeriksakan keluhannya di puskesmas dan dapat penanganan inj.
Mecobalamin dan keluhan dirasa sedikit membaik.
Keluhan Lain : tidak ada
A. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat sakit serupa : pernah
Riwayat trauma : disangkal
Riwayat mondok : disangkal
Riwayat operasi : disangkal
Riwayat hipertensi :+
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Kolesterol :+
Riwayat Asam Urat :+
B. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat sakit gula : disangkal
Riwayat penyakit jantung : disangkal
Riwayat sakit serupa : disangkal
2. PEMERIKSAAN FISIK
A. Status Generalis
Keadaan umum baik, compos mentis E4V5M6, gizi kesan cukup, NPRS 6
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 195/104 mmhg
Nadi : 103 x/ menit
Respirasi : 20 x/ menit
Suhu : 360 C
SpO2 : 100%
C. Kepala
2
Bentuk kepala mesochepal, kedudukan kepala simetris.
D. Mata
Conjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung (+/+),
pupil isokor (3mm/3mm).
E. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-/-), sekret (-/-).
F. Telinga
Deformitas (-/-), darah (-/-), sekret (-/-).
G. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-).
H. Leher
Simetris, JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening tidak membesar.
I. Thorax
a. Retraksi (-)
b. Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus Cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Konfigurasi Jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II intensitas normal, reguler,
bising (-)
c. Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-).
J. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dinding dada
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Tympani
Auskultasi : Peristaltik (+) normal.
3
K. Status Psikiatri
Tingkah laku : normoaktif
Perasaan hati : eutimik
Orientasi : baik
Daya ingat : baik
Kecerdasan : baik
L. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Nervus Cranialis : dalam batas normal
4
Pengecapan 2/3 anterior tidak
anterior tidak dilakukan
dilakukan
N. Tidak dilakukan
Vestibulocochlearis
N. IX, X Reflek menelan positif
N. XI Tidak dilakukan
Inspeksi
Drop hand Tidak ada Tidak ada
Claw hand Tidak ada Tidak ada
Pitcher’s hand Tidak ada Tidak ada
Kontraktur Tidak ada Tidak ada
Warna kulit Tidak ada Tidak ada
Palpasi (sebut kelainannya)
Lengan atas Normal Normal
Lengan bawah Normal normal
Sistem motorik : Bebas Bebas
Kekuatan 5 5
Trofi eutrofi eutrofi
Tonus normal normal
Sensibilitas Normal normal
Nyeri - -
reflek fisiologis + +
ANGGOTA GERAK ATAS Kanan Kiri
5
Reflek fisiologik :
Bisep Normal Normal
Triseps Normal Normal
Reflek Patologi :
Hoffman (-) (-)
Tromer (-) (-)
ANGGOTA GERAK AWAH Kanan Kiri
6
Laseque test (+) (+)
Patrick (+) (+)
Kontra Patrick (+) (+)
3. ASSESMENT
Diagnosis klinis : Ischialgia bilateral, myalgia
Diagnosis topis : Radiks nervus ischiadicus sesuai vertebra L4-L5 atau
L5-S1
Diagnosis etiologi : HNP Lumbal-sakral dengan myalgia, Hipertensi,
Asam urat, kolesterol.
Diagnosis banding : Spondilosis
Syndrome piriformis
Low back pain
4. PENATALAKSANAAN
Terapi Medikamentosa
Tatalaksana
Inj. Deksametason
Gabapentin 1 x 1
Tramadol 2 x 1
Eperison 1x1
Omeprazole 3x1
5. PROGNOSIS
7
Ad vitam : bonam
Ad sanam : dubia
Ad fungsionam : dubia
6. EDUKASI
1. Memberi penjelasan kepada pasien dan keluarganya mengenai penyakit yang
diderita pasien, menjelaskan mengenai factor resiko yang dapat menjadi
penyebab keluhan pasien seperti berat bada yang tinggi, mengangkat beban
berat , atau melakukan gerakan membungkuk atau jongkok yang repetitive
ataupun terjatuh, menjelaskan mengenai terapi dan tujuan terapi, serta
memberi penjelasan mengenai prognosis kondisi pasien agar pasien dan
keluarga lebih siap
2. Meminta keluarga untuk mensupport pasien agar minum obat teratur dan
mengamati pasien karena memiliki riwayat dan resiko jatuh yang tinggi
3. Beristirahat apabila sudah dirasa sangat sakit bila berjalan, berdiri ataupun
duduk terlalu lama.
8
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Hernia adalah protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau jaringan
melalui lubang yang abnormal.Nukleus pulposus adalah massa setengah cair yang
terbuat dari serat elastis putih yang membentuk bagian tengah dari diskus
intervertebralis. Hernia Nukleus Pulposus(HNP) merupakan suatu gangguan yang
melibatkan ruptur annulus fibrosus sehingga nukleus pulposis menonjol (bulging)
dan menekan kearah kanalis spinalis. HNP mempunyai banyak sinonim antara lain :
Hernia Diskus Intervertebralis, Ruptur Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc dan
sebagainya.
9
lebih kuat dari pada posterior, sehingga prolaps diskus lebih sering kearah posterior.
Pada bagian posterior terdapat struktur saraf yang sangat sensitif terhadap penekanan
yaitu radiks saraf spinalis, ganglion radiks dorsalis.
Diantara korpus vertebra mulai dari vertebra servikalis kedua sampai vertebra
sakralis terdapat diskus intervertebralis. Diskus ini membentuk sendi fibrokartilago
yang lentur antara korpus vertebra.
10
tebal tedapat di daerah lumbal. Bersamaan dengan bertambahnya usia, kandungan air
diskus berkurang dan menjadi lebih tipis.
III. Patomekanisme
1. Proses Degenaratif
Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang berfungsi
sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna vertebralis dan juga
memungkinkan gerakan antar vertebra. Kandungan air diskus berkurang dengan
bertambahnya usia (dari 90% pada bayi sampai menjadi 70% pada orang usia lanjut).
Selain itu serabut-serabut menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut
membantu terjadinya perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus melalui anulus
dan menekan radiks saraf spinal. Pada umumnya hernia paling mungkin terjadi pada
bagian kolumna vertebralis dimana terjadi peralihan dari segmen yang lebih mobil ke
yang kurang mobil (perbatasan lumbosakral dan servikotolarak).
2. Proses Traumatik
Dimulainya degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi intervertebral,
yang dapat menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain degenerasi, gerakan
repetitive, seperti fleksi, ekstensi, lateral fleksi, rotasi, dan mengangkat beban dapat
memberi tekanan abnormal pada nukleus. Jika tekanan ini cukup besar sampai bisa
melukai annulus, nucleus pulposus ini berujung pada herniasi. Trauma akut dapat
pula menyebabkan herniasi, seperti mengangkat benda dengan cara yang salah dan
jatuh.
11
Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan
herniasinya, dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang sesungguhnya,
yaitu:
1. Protrusi diskus intervertebralis : nukleus terlihat menonjol ke satu arah
tanpa kerusakan annulus fibrosus.
2. Prolaps diskus intervertebral : nukleus berpindah, tetapi masih dalam
lingkaran anulus fibrosus.
3. Extrusi diskus intervertebral : nukleus keluar dan anulus fibrosus dan
berada di bawah ligamentum, longitudinalis posterior.
4. Sequestrasi diskus intervertebral : nukleus telah menembus ligamentum
longitudinalis posterior
12
dan kontak dengan suplai darah; dan nyeri neurogenik, yang berasal dari penekanan
pada nervus
IV. Faktor Resiko
Berikut ini adalah faktor risiko yang meningkatkan seseorang mengalami
HNP:
1. Usia
Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena annulus fibrosus lama
kelamaan akan hilang elastisitasnya sehingga menjadi kering dan keras,
menyebabkan annulus fibrosus mudah berubah bentuk dan ruptur.
2. Trauma
Terutama trauma yang memberikan stress terhadap columna vertebralis,
seperti jatuh.
3. Pekerjaan
Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat dan cara
mengangkat barang yang salah, meningkatkan risiko terjadinya HNP
4. Gender
Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1), hal ini terkait
pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan pada pria cenderung ke aktifitas fisik yang
melibatkan columna vertebralis.
V. GAMBARAN KLINIS
Gejala klinik bervariasi tergantung pada derajatnya dan radiks yang terkena.
Pada stadium awal, gejala asimtomatik. Gejala klinis muncul ketika nucleus pulposus
menekan saraf. Gejala klinis yang paling sering adalah iskialgia (nyeri radikuler).
Nyeri biasanya bersifat tajam, seperti terbakar dan berdenyut menjalar sampai bawah
lutut. Bila saraf sensoris kena maka akan memberikan gejala kesemutan atau rasa
baal sesuai dermatomnya. Bila mengenai conus atau cauda ekuina dapat terjadi
gangguan miksi, defekasi dan disfungsi seksual. Nyeri yang timbul sesuai dengan
distribusi dermatom (nyeri radikuler) dan kelemahan otot sesuai dengan miotom
yang terkena.
VI. PENATALAKSANAAN
1.Terapi fisik pasif
13
Terapi fisik pasif biasanya digunakan untuk mengurangi nyeri punggung
bawah akut, misalnya:
a. Kompres hangat/dingin
Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yang mudah dilakukan.
Untuk mengurangi spasme otot dan inflamasi. Beberapa pasien merasakan nyeri
hilang pada pengkompresan hangat, sedangkan yang lain pada pengkompresan
dingin.
b. Iontophoresis
Merupakan metode pemberian steroid melalui kulit. Steroid tersebut
menimbulkan efek anti inflamasi pada daerah yang menyebabkan nyeri. Modalitas
ini terutama efektif dalam mengurangi serangan nyeri akut.
c. Unit TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator)
Sebuah unit transcutaneous electrical nerve stimulator (TENS) menggunakan
stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri punggung bawah dengan
mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan ke otak
d. Ultrasound
Ultrasound merupakan suatu bentuk penghangatan di lapisan dalam dengan
menggunakan gelombang suara pada kulit yang menembus sampai jaringan lunak
dibawahnya. Ultrasound terutama berguna dalam menghilangkan serangan nyeri akut
dan dapat mendorong terjadinya penyembuhan jaringan.
2. Terapi Farmakologis
a) Analgetik dan NSAID ( Non Steroid Anti Inflamation Drug)
obat ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
sehingga mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik : paracetamol, Aspirin
Tramadol. NSAID : Ibuprofen, Natrium diklofenak, Etodolak, Selekoksib.
b) Obat pelemas otot (muscle relaxant)
bermanfaat bila penyebab NPB adalah spasme otot. Efek terapinya tidak
sekuat NSAID, seringkali di kombinasi denganNSAID. Sekitar 30%
memberikan efek samping mengantuk. Contoh Tinazidin, Esperidone dan
Carisoprodol.
c) Opioid
14
Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang jauh lebih
aman. Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan
ketergantungan obat.
d) kortikosteroid oral
Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi. Dipakai pada kasus HNP
yang berat dan mengurangi inflamasi jaringan.
e) Anelgetik ajuvan
Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme nyeri
pada HNP sesuai dengan neuropatik. Contohnya : amitriptilin, Karbamasepin,
Gabapentin.
f) suntikan pada titik picu
Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anastesi lokal
dan kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik picu disekitar tulang
punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat yang dipakai antara lain lidokain,
lignokain, deksametason, metilprednisolon dan triamsinolon.
3. Terapi operatif pada pasien dilakukan jika:
a. Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.
b. Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisa, atau ada
gangguan fungsional setelah terapi konservatif diberikan selama 6 sampai 12
minggu.
c. Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien menyebabkan
keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun terapi konservatif yang
diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat menurunkan gejala dan memperbaiki
fungsi dari pasien.
d. Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu lama.
Pilihan terapi operatif yang dapat diberikan adalah:
o Distectomy
Pengambilan sebagian diskus intervertabralis.
o Percutaneous distectomy
Pengambilan sebagian diskus intervertabralis dengan menggunakan jarum
secara aspirasi.
15
o Laminotomy/laminectomy/foraminotomy/facetectomy
Melakukan dekompresi neuronal dengan mengambil beberapa bagian dari
vertebra baik parsial maupun total.
16
DAFTAR PUSTAKA
Sjamsuhidrajat R, 1 W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran – EGC. 2004. 756-763.
Priguna Sidharta. 1996. Sakit Neuromuskuloskeletal dalam Praktek, Jakarta : Dian
Rakyat.
Chusid, IG. 1993. Neuroanatomi Korelatif dan Neurologi Fungsional, Yogyakarta :
Gajahmada University Press.
Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi, Edisi Kedua.Yogyakarta: Gajahmada
University Press.
Pinzon, Rizaldy. Profil Klinis Pasien Nyeri Punggung Akibat Hernia Nukelus
Pulposus. Vol 39. SMF Saraf RS Bethesda Yogyakarta. Indonesia. 2012. Hal 749-
751.
Kumala, poppy. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta. Edisi Bahasa Indonesia.
1998. hal 505
Company Saunder. B. W. Classification, diagnostic imaging, and imaging
characterization of a lumbar. Volume 38. 2000
Autio Reijo. MRI Of Herniated Nucleus Pulposus. Acta Universitatis Ouluensis D
Medica. 2006. Hal 1-31
Meli Lucas, Suryami antradi. Nyeri Punggung. Use Neurontin. 2003. Hal 133-148
Sylvia A. Price. Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep-konsep prose penyakit.
Jakarta : 1995. EGC. Hal 1023-1026.
Rasad, Sjahriar. Radiologi Doagnostik. Jakarta. Balai Penerbit FK Universitas
Indonesia. Jakarta.2005. Hal 337
S.M Lumbantobing. Neurologi Klinik. Badan Penerbit FK UI. Jakarta Badan
Penerbit FK UI. Hal 18-19 9.
17