Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

“PAJAK-PAJAK NEGARA DAN DAERAH,

SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN”

Kelompok I

Aulia qurrata a'yunin C20118154

Andi raja Handayani C20118385

Izmi afianti Rukmana C20118158

Mohammad taufik Hidayat C20118155

Muhammad Nur C20118138

Deva yanna C20118377

Nurul karina C20117141

Rifcky Andhicha C20118388

Ryan C20118280

PROGRAM STUDI EKONOMI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TADULAKO
PALU

KATA PENGANTAR

Teriring puji, salam, do’a dan syukur kami kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kuasa-Nya
melalui limpahan rahmat dan inayah-Nya yang membuat kami selaku kelompok 1 dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya, guna memenuhi tugas mata kuliah
“PERPAJAKAN”, dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini
dapat dipergunakan sebagai satu diantara beberapa acuan, petunjuk, maupun pedoman bagi
pembaca. Dan dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Hal
tersebut dikarenakan pengalaman yang kami miliki masihlah sangat kurang. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kepada para pembaca untuk bersedia memberikan masukan-masukan
ataupun saran serta kritik yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini, serta
makalah-makalah kami berikutnya.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .....................................................................................................................

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................

DAFTAR ISI ...............................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ........................................................................................................................


B. Rumusan Masalah ...................................................................................................................
C. Tujuan .....................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN

A. Kewajiban dan hak wajib pajak...........................................................................................


B. NPWP dan pengukuhan pengusaha kena pajak....................................................................
C. Pembayaran,pemotongan/pemungutan dan pelaporan.........................................................
D. Surat ketetapan pajak..........................................................................................................
E. Surat tagihan pajak.................................................................................................
F. Sanksi pajak.............................................................................................................................

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pajak merupakan iuran rakyat kepada negara berdasarkan Undang Undang
dengan tidak mendapat jasa timbal balik yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan
untuk membiayai pengeluaran umum (routine) dan pembangunan. Dari definisi tersebut
dapat diambil kesimpulan bahwa pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan perundang-
undangan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan
yang gunanya untuk membiayai pengeluaranpengeluaran umum berhubungan dengan
tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Tugas pemerintah pada prinsipnya berusaha dan bertujuan untuk menciptakan
kesejahteraan bagi rakyatnya. Itulah sebabnya pemerintah harus tampil kedepan dan turut
campur tangan, bergerak aktif dalam bidang kehidupan masyarakat, terutama bidang
perekonomian guna tercapainya kesejahteraan rakyat. Demi berhasilnya usaha ini, negara
mencari pembiayaannya dengan cara menarik pajak. Penarikan atau pemungutan pajak
adalah suatu fungsi yang harus dilaksanakan oleh negara sebagai suatu fungsi esensial.
Tanpa pemungutan pajak sudah bisa dipastikan bahwa keuangan negara akan lumpuh
lebih lebih lagi bagi negara yang sedang membangun seperti Indonesia3 , atau negara
yang baru bebas dari belenggu kolonialis, pajak merupakan darah bagi tubuh negara.
Dapat disimpulkan, bahwa landasan filosofis pemungutan pajak didasarkan atas
pendekatan “Benefit Approach” atau pendekatan manfaat.4 Pendekatan ini merupakan
dasar fundamental atas dasar filosofis yang membenarkan negara melakukan pemungutan
pajak sebagai pungutan yang dapat dipaksakan dalam arti mempunyai wewenang dengan
kekuatan pemaksa.
B. Rumusan Masalah
A. Kewajiban dan hak wajib pajak
B. NPWP dan pengukuhan pengusaha kena pajak
C. Pembayaran,pemotongan/pemungutan dan pelaporan
D. Surat ketetapan pajak
E. Surat tagihan pajak
F. Sanksi pajak
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah sebelumnya, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam makalah ini yaitu untuk mengetahui lebih jelas mengenai “PAJAK-PAJAK
NEGARA DAN DAERAH,SERTA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA
PERPAJAKAN”
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kewajiban dan hak wajib pajak
Hak dan kewajiban perpajakan harus dilakukan oleh wajib pajak. Mengacu dari undang-
undang yang sama, pada pasal 1 ayat 2 dijelaskan kalau wajib pajak adalah orang pribadi
atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak dan pemungut pajak, yang
mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Jadi, siapapun, baik yang sudah memiliki NPWP atau
belum, sudah termasuk ke dalam wajib pajak jika sudah mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan.
a. Hak Wajib Pajak
1. Hak atas Kelebihan Pembayaran Pajak
Ketika besaran pajak terutang yang dibayar atau dipotong atau dipungut ternyata
lebih kecil daripada jumlah kredit pajak, wajib pajak berhak menerima kembali
kelebihan tersebut. Dengan kalimat sederhana, Anda berhak menerima kembali
kelebihan bayar ketika membayar pajak lebih banyak daripada jumlah yang
sebenarnya.
2. Hak dalam Hal Wajib Pajak Dilakukan Pemeriksaan
Dalam pemeriksaan yang dilakukan oleh Ditjen Pajak pada wajib pajak, wajib pajak
berhak untuk:
 Meminta Surat Perintah Pemeriksaan.
 Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa .
 Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan.
 Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT.
 Hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang
ditentukan.
Berdasarkan ruang lingkupnya, jenis pemeriksaan terbagi menjadi dua jenis, yaitu
pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Pemeriksaan kantor dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan paling lama 6 (enam) bulan, terhitung
dari tanggal wajib pajak memenuhi surat panggilan untuk melakukan pemeriksaan
kantor sampai dengan tanggal laporan hasil pemeriksaan
3. Hak untuk Mengajukan Keberatan, Banding dan Peninjauan Kembali
Setelah dilakukan pemeriksaan, umumnya akan terbit suatu surat ketetapan pajak
yang menunjukkan kalau wajib pajak kurang bayar, lebih bayar, atau nihil
perpajakannya. Jika wajib pajak tidak sependapat dengan surat tersebut, dapat
mengajukan keberatan. Lalu bila belum puas dengan keputusan keberatan,
selanjutnya wajib pajak dapat mengajukan banding. Langkah terakhir dalam sengketa
pajak, wajib pajak dapat mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
4. Hak-Hak Wajib Pajak Lainnya
a. Hak kerahasiaan
Wajib pajak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan kerahasiaan atas
semua informasi yang disampaikan kepada Ditjen Pajak dalam melaksanakan
kegiatan perpajakan. Di sisi lain, pihak yang bertugas di bidang perpajakan
dilarang untuk mengungkapkan kerahasiaan wajib pajak. Kerahasiaan wajib
pajak yang dilindungi adalah:
 Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang
dilaporkan wajib pajak.
 Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia.
 Dokumen atau rahasia wajib pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang
berlaku.
b. Hak untuk Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan penundaan atau pengangsuran
pembayaran pajak dalam kondisi tertentu.
c. Hak untuk Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Wajib pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan PPh
Orang Pribadi maupun PPh Badan dengan alasan tertentu.
d. Hak untuk Pengurangan PPh Pasal 25
PPh Pasal 25 adalah pajak yang dibayar secara angsuran dengan tujuan untuk
meringankan beban wajib pajak, mengingat pajak terutang harus dilunasi dalam
waktu satu tahun. Dalam undang-undang ketentuan umum perpajakan, wajib
pajak memiliki hak untuk mengajukan permohonan pengurangan besaran
angsuran PPh Pasal 25 dengan alasan tertentu.
e. Hak untuk Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Karena kondisi atau sebab tertentu, seperti rusaknya bumi dan bangunan yang
terkena bencana alam, wajib pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan
pajak terutang PBB. Wajib pajak yang merupakan anggota veteran pejuang dan
pembela kemerdekaan juga dapat mengajukan pengurangan PBB.
Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang
sudah dialihkan ke Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan
pengurangan PBB dilakukan di Kantor Dinas Pendapatan Kota/Kabupaten
setempat.
f. Hak untuk Pembebasan Pajak
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan
pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan dengan alasan tertentu.
g. Hak Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
Wajib pajak yang termasuk ke dalam wajib pajak patuh dapat diberikan
pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu
paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh terhitung sejak tanggal
permohonan.
h. Hak untuk Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah
Untuk pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana
pinjaman luar negeri, PPh terutang atas penghasilan yang diterima kontraktor,
konsultan, dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
i. Hak untuk Mendapatkan Insentif Perpajakan
Dalam lingkup PPN, Barang Kena Pajak (BKP) atau kegiatan tertentu diberikan
fasilitas pembebasan PPN. BKP tersebut di antaranya kereta api, pesawat udara,
kapal laut, buku-buku, perlengkapan TNI/Polri yang diimpor maupun yang
diserahkan di area pabean oleh wajib pajak tertentu.
B. NPWP dan pengukuhan pengusaha kena pajak
A. Pengertian
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam
administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau
identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan.
Sedangkan, PKP atau Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai
pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan
perubahannya. Terhadap Wajib Pajak ini, di samping memiliki NPWP juga
diberikan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP). Pengusaha adalah
orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun yang dalam kegiatan usaha atau
pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang,
melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar
daerah pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar daerah
pabean.
B. Fungsi NPWP dan penghukuhan PKP
Fungsi NPWP antara lain :
1. Sarana dalam administrasi perpajakan
2. Tanda pengenal diri atau identitas WP dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya
3. Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi
perpajakan
Dan, fungsi Pengukuhan PKP antara lain :
1. Sebagai identitas PKP yang bersangkutan;
2. Pengawasan dalam melaksanakan hak dan kewajiban di bidang PPN dan
PPnBM; dan
3. Sarana dalam pemenuhan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai & Pajak
Penjualan Barang Mewah (PPnBM).
C. Kewajiban Mendaftarkan diri dan melaporkan Usaha
Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif wajib
mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP atau KP2KP) yang wilayah
kerjanya meliputi:
a. tempat tinggal Wajib Pajak;
b. tempat kedudukan Wajib Pajak; atau
c. kegiatan usaha Wajib Pajak.
Persyaratan subjektif merupakan persyaratan yang sesuai dengan ketentuan
mengenai subjek pajak dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan. Sedangkan,
persyaratan objektif merupakan persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau
memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan
pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Pajak
Penghasilan.

1. Orang Pribadi Non Usahawan


Wajib Pajak orang pribadi Non Usahawan (yang tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas), apabila jumlah penghasilannya sampai dengan suatu bulan yang
disetahunkan telah melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), wajib
mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling lama pada akhir bulan
berikutnya.
Kewajiban mendaftarkan diri berlaku pula terhadap wanita kawin yang dikenakan
pajak secara terpisah, karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau
dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
Wajib Pajak orang pribadi selain yang disebutkan di atas yang memerlukan NPWP
dapat mengajukan permohonan untuk memperoleh NPWP.
2. Orang Pribadi sebagai Usahawan dan Badan
Wajib Pajak orang pribadi sebagai Usahawan (yang menjalankan usaha atau
pekerjaan bebas termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu) dan
Wajib Pajak badan, wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP paling
lama 1 (satu) bulan setelah usaha mulai dijalankan. Yang dimaksud dengan
Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi
yang melakukan kegiatan usaha sebagai pedagang pengecer yang mempunyai 1
(satu) atau lebih tempat usaha sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di bidang perpajakan yang mengatur mengenai Orang
Pribadi Pengusaha Tertentu.
Yang dimaksud dengan Wajib Pajak Badan adalah sekumpulan orang dan/atau
modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak
melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan
dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi
lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan
bentuk usaha tetap.

3. NPWP Bagi Wanita Kawin


Wajib Pajak orang pribadi, termasuk wanita kawin yang dikenai pajak secara terpisah
karena:
1. hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim;
2. menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan
harta; atau
3. memilih melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakannya terpisah dari
Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi adalah wanita kawin yang dikenai pajak
secara terpisah karena menghendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian
pemisahan penghasilan dan harta, dan wanita kawin yang memilih melaksanakan
hak dan kewajiban perpajakannya secara terpisah, permohonan juga harus
dilampiri dengan:
a. fotokopi Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak suami;
b. fotokopi Kartu Keluarga; dan
c. fotokopi surat perjanjian pemisahan penghasilan dan harta, atau surat
pernyataan menghendaki melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban perpajakan
terpisah dari hak dan kewajiban perpajakan suami.
.
Yang wajib melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah :
1. Orang pribadi sebagai Usahawan dan Badan wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP sebelum melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan
atau Jasa Kena Pajak bagi yang memenuhi ketentuan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2. Wajib Pajak sebagai Pengusaha Kecil (yaitu pengusaha yang jumlah peredaran bruto
dan/atau penerimaan brutonya tidak lebih dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8
Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 42 Tahun 2009, yang:
a. memilih sebagai PKP, wajib mengajukan pernyataan tertulis untuk dikukuhkan
sebagai PKP;
b. tidak memilih sebagai PKP tetapi sampai dengan suatu masa pajak dalam suatu
tahun buku seluruh nilai peredaran bruto telah melampaui batasan yang
ditentukan sebagai Pengusaha Kecil, wajib melaporkan usahanya untuk
dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir masa pajak berikutnya.
C. Pembayaran,pemotongan/pemungutan dan pelaporan
Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan sistem self
assessment wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak
terutang.
A. Pembayaran Pajak
Mekanisme Pembayaran Pajak :
 Membayar sendiri pajak yang terutang :
(1) Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25)
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran pajak penghasilan secara angsuran.
Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi
pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk
mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri
angsuran pajak setiap bulan.
(2) Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun;
Pembayaran PPh Pasal 29 yaitu pelunasan pajak penghasilan yang dilakukn
sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang untuk
suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah total pajak yang dibayar sendiri dan
pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak yang
 Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal
15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).
Pihak lain disini berupa :
1)Pemberi penghasilan;
2)Pemberi kerja; atau
3)Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.
 Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.
 Pembayaran Pajak-pajak lainnya.
(a) Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak
Terutang (SPPT). Untuk daerah Jakarta, pembayaran PBB sudah dapat
dilakukan dengan menggunakan ATM di Bank-bank tertentu.
(b) Pembayaran BPHTB yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan
bangunan.
(c) Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat
dilakukan dengan cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel
atau kertas bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin
teraan.
B. Pelaksanaan Pembayaran Pajak
Pembayaran pajak dapat dilakukan di bank-bank pemerintah maupun swasta dan
kantor pos dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) yang dapat diambil di
KPP atau KP4 terdekat, atau dengan cara lain melalui pembayaran pajak secara
elektronik (e-payment).
C. Pemotongan / Pemungutan
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang
dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak
ketiga. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22,
PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPN dan PPn BM.
Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh DJP untuk melakukan
pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100%.
D. Pelaporan
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan
(SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam
melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang
sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan
pembayaan atau pelunasan pajak baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun
melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ke-3,
melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut
tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan. Sehingga Surat
Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak
maupun aparatur pajak.

Pelaporan pajak disampaikan ke KPP atau KP4 dimana Wajib Pajak terdaftar. SPT
dapat dibedakan sebagai berikut :
1) SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas
pembayaran pajak bulanan. Ada beberapa SPT Masa :
-PPh Pasal 21,
-PPh Pasal 22,
-PPh Pasal 23,
-PPh Pasal 25,
-PPh Pasal 26,
-PPN dan PPnBM,
-Pemungut PPN
2) SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Ada beberapa
jenis SPT Tahunan :
-Badan
-Orang Pribadi
-Pasal 21
Keterlambatan pelaporan untuk SPT masa dikenakan sanksi administrasi berupa
denda sebesar Rp. 50.000,- dan SPT tahunan sebesar Rp. 100.000,-.
D. Surat ketetapan pajak
Surat ketetapan pajak adalah catatan informasi keuangan suatu perusahaan pada
suatu periode akuntansi yang dapat digunakan untuk menggambarkan kinerja perusahaan
tersebut. Laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan
keuangan yang lengkap biasanya meliputi:
a. Surat Tagihan Pajak
b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
c. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
d. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
e. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Surat Ketetapan Pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan
Pajak Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak
Nihil, atau surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. Surat ketetapan tersebut dihasilkan dari
proses pemeriksaan pajak yang dilaksanakan oleh petugas fungsional pemeriksa pajak
maupun penyidik pajak atau hasil penelitian dari petugas pengawasan dan konsultasi
pajak.
Surat ketetapan administrasi lainnya dapat berupa Surat Tagihan Pajak yang mempunyai
kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak.
 Fungsi Surat Ketetapan Pajak
Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :
a. Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata
atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau
kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
b. Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
c. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
d. Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar.
e. Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang
 Penerbitan Surat Ketetapan Pajak
Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya
Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat
menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar dalam hal-hal sebagai berikut :
a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang
tidak atau kurang dibayar.
b. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
c. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah ternyata tidak
seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif
0% (nol persen).
d. Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 atau Pasal 29 tidak
dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang,atau
e. Apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (4a).
E. Surat tagihan pajak
Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
administrasi berupa bunga dan/atau denda. Timbulnya Surat Tagihan Pajak (STP)
karena:
a. keterlambatan kewajiban melaporkan (Denda Pasal 7),
b. Keterlambatan pembayaran, atau
c. Terdapat kekurangan pembayaran dari yang seharusnya, dan
d. Tunggakan pajak yang terlambat dibayar (bunga Penagihan berdasarkan Undang-
undang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa).
Pokok pajak dari kekurangan pembayaran ini dapat menjadi kredit pajak yang
sifatnya mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar dalam perhitungan Surat
Pemberitahuan Tahunan (SPT Tahunan)
 Fungsi Surat Tagihan Pajak
Fungsi Surat Tagihan Pajak adalah:
a. Sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutan menurut Surat Pemberitahuan
(SPT) Wajib Pajak .
b. Sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga atau denda .
c. Sarana untuk menagih pajak
2. Penerbitan Surat Tagihan Pajak
Yang menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) adalah Kantor Pelayanan pajak (KPP)
tempat seseorang atau badan terdaftar sebagai Wajib Pajak. Terbitnya Surat Tagihan
Pajak (STP) ini biasanya disebabkan Wajib Pajak (WP) tidak melakukan satu atau
beberapa kewajiban pajak yang diamanatkan oleh Undang-Undang.
Direktorat Jendral Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan Pajak Pajak apabila:
a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar.
b. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis
dan/atau salah hitung.
c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga.
d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak
membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu.
e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi
faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-
Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
f. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa
penerbitan faktur pajak,atau
g. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian
Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak
Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya.
F. Sanksi pajak
Sanksi pajak merupakan jaminan bahwa ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan (norma perpajakan) akan dituruti/ditaati/dipatuhi, dengan kata lain
sanksi perpajakan merupakan alat pencegah agar Wajib Pajak tidak melanggar norma
perpajakan.
Pengenaan sanksi perpajakan diberlakukan untuk menciptakan kepatuhan Wajib
Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Itulah sebabnya, penting bagi
Wajib Pajak memahami sanksi-sanksi perpajakan sehingga mengetahui konsekuensi
hukum dari apa yang dilakukan ataupun tidak dilakukan. Untuk dapat memberikan
gambaran mengenai hal-hal apa saja yang perlu dihindari agar tidak dikenai sanksi
perpajakan, di bawah ini akan diuraikan tentang jenis-jenis sanksi perpajakan dan perihal
pengenaannya.

Sanksi pajak terdiri dari dua jenis yaitu:

a) Sanksi administrasi merupakan pembayaran kerugian kepada Negara, khususnya


berupa bunga dan kenaikan.
b) Sanksi pidana merupakan siksaan atau penderitaan dan merupakan suatu alat terakhir
atau benteng hukum yang digunakan fiskus agar norma perpajakan dipatuhi.

Namun pemberian imbalan apabila wajib pajak patuh dan telah memasukan Surat
Pemberitahuan tepat pada waktunya belum diperhatikan. Saat ini DJP masih berfokus
pada pemberian sanksi negatif dalam menuntut wajib pajak agar patuh terhadap
peraturan perpajakan. Apabila dikaitkan dengan UU Perpajakan yang berlaku, menurut
Ilyas dan Burton (2010) terdapat empat hal yang diharapkan atau dituntut dari para wajib
pajak, yaitu:

 Dituntut kepatuhan (compliance) wajib pajak dalam membayar pajak yang


dilaksanakan dengan kesadaran penuh.
 Dituntut tanggung jawab (responsibility) wajib pajak dalam menyampaikan atau
memasukan Surat Pemberitahuan tepat waktu.
 Dituntut kejujuran (honesty) wajib pajak dalam mengisi Surat pemberitahuan
sesuai dengan keadaan sebenarnya.
 Memberikan sanksi (law enforcement) yang lebih berat kepada wajib pajak yang
tidak taat pada ketentuan yang berlaku.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat kami simpulkan pajak merupakan kontribusi wajib kepada
negara yang terutang oleh otang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Pajak mempunyai
peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam
pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk
membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan.
DAFTAR PUSTAKA

http://masalahpajak.blogspot.com/2007/11/pembayaran-pemotonganpemungutan-dan.html?m=1

https://www.pajakku.com/read/5ddfa630387af773a9e011de/Belajar-Pajak:-NPWP-dan-Pengukuhan-
PKP

https://www.google.com/amp/s/www.hestanto.web.id/sanksi-pajak/amp/

http://masalahpajak.blogspot.com/2007/11/pembayaran-pemotonganpemungutan-dan.html?m=1

Anda mungkin juga menyukai