DISUSUN OLEH :
TP.2020/2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah “Keperawatan Anak”.
Saya menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,oleh karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan makalah ini.
Demikian yang saya sampaikan,kurang dan lebihnya saya mohon maaf atas perhatiannya saya
mengucapkan terimakasih.
i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Ensefalitis adalah suatu radang otak sebagai hasil salah satu penyakit karena virus
atau CNS infeksi/ peradangan. Ensefalitis juga dapat berarti ada inflamasi jaringan otak,
seringkali sebagai akibat infeksi virus. Ensefalitis adalah inflamsi pada jaringan otak dan
kemungkinan meninges.
Epilepsi merupakan salah satu penyakit syaraf yang sering dijumpai, terdapat pada semua
bangsa, segala usia dimana laki – laki sedikit lebih banyak dari wanita. Insiden tertinggi terdapat
pada golongan usia dini yang akan menurun pada gabungan usia dewasa muda sampai setengah
tua kemudian meningkat lagi pada usia lanjut.
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Medis Kejang Demam,Meningitis,Encephalitis Hydrocephalus,dan
Epilepsi?
2. Bagaimana Konsep Askep Kejang Demam,Meningitis,Encephalitis Hydrocephalus,dan
Epilepsi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Konsep Medis Kejang Demam,Meningitis,Encephalitis
Hydrocephalus,dan Epilepsi
2. Untuk mengetahui Konsep Askep Kejang Demam,Meningitis,Encephalitis
Hydrocephalus,dan Epilepsi.
2
BAB II
KAJIAN TEORI
Napas berjeda selama lebih dari 15 sampai 20 detik atau mengalami kesulitan bernapas
yang parah
Kantuk
Leher kaku
3
BB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaliknya glukortikoid misalnya deksametazon 0,5-1
ampul setiap 6 jam.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Baringkan pasien di tempat yang rata, kepala dimiringkan.
b. Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasien.
c. Lepaskan pakaian yang menganggu pernapasan.
d. Jangan memasang sudip lidah (tongue spatel), karena risiko lidah tergigit kecil.
Sudip lidah dapat membatasi jalan napas.
e. Bila pasien sudah sadar dan terbangun berikan minum hangat.
f. Pemberian oksigen untuk mencukupi perfusi jaringan.
g. Bila suhu tinggi berikan kompres hangat.
4
Konsep Askep Pada Anak dan Kejang Demam
A. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Greenberg (1980 : 122-
128)
1.Riwayat Keperawatan
Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga
Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia, gastroenteriks,
Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.
Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh
a. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat
b. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
c. Adanya kelemahan dan keletihan
d. Adanya kejang
e. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium, jumlah cairan
cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning
2. Riwayat Psikososial atau Perkembangan
a. Tingkat perkembangan anak terganggu
b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun panas
c. Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum mengenai anaknya pada waktu sakit.
3. Pengetahuan keluarga
a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya
Pengkajian neurologik :
1. Tanda – tanda vital
a.Suhu
b. Pernapasan
c.Denyut jantung
5
d. Tekanan darah
e.Tekanan nadi
2. Hasil pemeriksaan kepala
a.Fontanel : menonjol, rata, cekung
b. Lingkar kepala : di bawah 2 tahun
c.Bentuk Umum
3. Reaksi pupil
a.Ukuran
b. Reaksi terhadap cahaya
c.Kesamaan respon
4. Tingkat kesadaran
a.Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
b. Iritabilitas
c.Letargi dan rasa mengantuk
d. Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5. Afek
a.Alam perasaan
b. Labilitas
6. Aktivitas kejang
a.Jenis
b. Lamanya
7. Fungsi sensoris
a.Reaksi terhadap nyeri
b. Reaksi terhadap suhu
8. Refleks
a.Refleks tendo superfisial
b. Reflek patologi
9. Kemampuan intelektual
a.Kemampuan menulis dan menggambar
b. Kemampuan membaca.
6
B.Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes, dkk (1999 : 876), Angram (1999 : 629 – 630) dan carpenito (2000 :
132), diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam
1. Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
2. Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak
4. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan
pengobatan bd kurangnya informasi
a. Pengertian
Meningitis adalah inflamasi pada lapisan meningen yang disebabkan oleh bakteri atau viral.
Meningitis infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput
otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula
spinalis yang superfisial.Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis tediri
dari meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri
adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan
disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis meningococcus merupakan
meningitis purulenta yang paling sering terjadi.
b. Penyebab/Etiologi
Organisme penyebab tergantung usia anak, meningitis pada neonatus adalah Kuman Escherichia
coli, Haemophilus influenza, streptococcus tipe B, neisseria meningiditis, dan streptococcus
pneumonia. Pada bayi dan anak mudah terserang oleh kuman haemophilus influenza, neisseria
meningiditis, dan streptococcus pneumonia. Sedangkan adolesen berisiko terpapar kuman
neisseria meningiditis, streptococcus pneumonia, herpes, adenovirus, dan arbovirus. Penyebab
lain bisa diikuti oleh penetrasi karena trauma atau pembedahan tetapi bisa juga karena infeksi
lain seperti otitis media, sinusitis, paringitis celulitid, pneumonia, dan carries gigi.
7
c. Tanda dan gejala Miningitis
d. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
Pemberian antibiotik diberikan segera setelah pemeriksaan diagnostik, tergantung jenis kuman,
diberikan selama 7 sampai 10 hari dan pemberian biasanya melalui intravena. Obat
kortikosteroid seperti dexamentasone diberikan 4 hari pertama untuk mengurangi
responsinflamasi. Jika ada kejang berikan obat antikejang sesuai prosedur. Untuk demam, sakit
kepala nyeri sendi maka diberikan golongan antipiretik seperti acetaminopen (Potts dan
Mandleco, 2006).
Penatalaksanaan Keperawatan
Perawatan diberikan awalnya di emergensi sampai kondisi anak stabil kemudian di ruangan,
perawatan yang diberikan meliputi:
8
1)Observasi satus pernafasan anak.
2)Observasi status neurologis.
e. Komplikasi Meningitis
1. Gangguan pendengaran (tuli)
2. Gangguan penglihatan (buta)
3. Gangguan bicara perkembangan
4. Kejang-kejang
5. Ketidakmampuan dalam belajar
6. Kelumpuhan
7. Penurunan fungsi mental
8. Gangguan pada jantung, ginjal, dan kelenjar
9. Kematian
9
beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, anak ke, jumlah saudara dan
identitas orang tua.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam tinggi, sakit kepala berat, kejang
dan penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit saat ini
Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa sakit kepala dan demam.Keluhan kejang
perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat
timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah
diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Terkadang pada sebagian anak
mengalami penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran, Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi, sesuai dengan perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsif dan
koma.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit yang meliputi; infeksi jalan nafas
bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah
saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh imunologis pada masa sebelumya. Meningitis
tuberkulosis perlu dikaji tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di ketahui
seperti pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib pada anak. Selain itu pengkajian tentang riwayat
kehamilan pada ibu diperlukan untuk melihat apakah ibu pernah mengalami penyakit infeksi
pada saat hamil (Muttaqin, 2008).
4) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Pada pasien dengan meningitis organ yang mengalami gangguan adalah organ yang berdekatan
dengan fungsi memori, fungsi pengaturan motorik dan sensorik, maka kemungkinan besar anak
mengalami masalah ancaman pertumbuhan dan perkembangan ketidakmampuan menggerakkan
tangan maupun kaki (paralisis). Akibat gangguan tersebut anak dapat mengalami keterlambatan
dalam mencapai kemampuan sesuai dengan tahapan usia.
10
c. Pemeriksaan Fisik
1) Tingkat Keadaran
kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS yang berkisar antara 3 sampai
dengan 9 (GCS normal 15) (Riyadi & Sukarmin, 2009
2) Tanda-tanda vital
Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal.
penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK, pernapasan
meningkat > 30 /menit dan tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda
peningktan TIK.(suhu normal 36,5-37,40 C, pernapasan normal : untuk anak 2 bulan -< 12 bulan
< 50 x/menit, 12 bulan-<5 tahun < 40x/menit) (Muttaqin, 2008).
3) Kepala
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada anak yang lebih besar jarang di
temukan kelainan. Pada pemeriksaan meningeal pada anak dengan meningitis akan ditemukan
kuduk kaku. Terkadang perlu dilakukan pemeriksaan lingkar kepala untuk mengetahui apakah
ada pembesaran kepala pada anak (Wong, dkk,
2009).
4) Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi pupil biasanya tidak ada
kelainan, sedangkan pada pasien dengan penurunan kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi
dan reaksi pupil mungkin akan di temukan,dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis
11
8) Dada
a) Thoraks
1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu penapasan.
2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan dan biasanya tidak ditemukan
kelainan.
3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada pasien dengan meningitis
tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.
b) Jantung
penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan denyut jantung yang terkesan lemah <
100x/menit. (normal 100-140x/i).
9) Kulit
Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi purpura sampai ekimosis pada
daerah luas. Selain itu turgor kulit mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
10) Ekstremitas
Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap lanjut anak mengalami
gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat gerak.
11)Genitalia, jarang di temukan kelainan.
12)Pemeriksaan saraf kranial
a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi penciuman tidak ada kelainan.
b) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses
serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama.
c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien dengan meningitis yang
tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang
telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di
dapatkan. Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia
atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di dapatkan paralis pada otot wajah
dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah sismetris.
f) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
12
g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari pasien
untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
i) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi serta indra
pengecap normal.
13) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada alat gerak, anak bisa mengalami
hemiplegi dan/atau hemiparise.
14) Pemeriksaan ransangan meningeal
a) Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena
adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda kernig positif
Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinski
Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan, maka dihasilnya fleksi lutut dan pinggul,
bila di lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama
terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan (Muttaqin, 2008).
13
e. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.
f. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, proses inflamasi.
g. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
h. Resiko cedera berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang optimal.
3. Rencana Keperawatan
Untuk mengatasi meningitis pada anak yang disebabkan oleh virus, umumnya dokter akan
meminta anak beristirahat, tanpa pemberian antibiotik, sambil memberikan terapi
suportif. Pada kasus yang jarang terjadi, virus menyebabkan peradangan pada otak, dokter
bisa memberikan obat antivirus.
1. Pengertian
Ensefalitis adalah suatu radang otak sebagai hasil salah satu penyakit karena virus
atau CNS infeksi/ peradangan. Ensefalitis juga dapat berarti ada inflamasi jaringan otak,
seringkali sebagai akibat infeksi virus. Ensefalitis adalah inflamsi pada jaringan otak dan
kemungkinan meninges.
Invasi susunan saraf pusat oleh virus dapat menimbulkan syndrome, berikut ini :
14
d. Syndrome radikular → adanya peningkatan khas protein les tanpa pleositosis, otot-otot
lemah, otot proksimal sering lebih terkena dari pada distol.
2. Etiologi
Penyebab ensefalitis dapat bekteri, virus, protizoa, atau jamur. Entertovirus adalah
penyebab yang paling sering diikuti dengan arbovirus. Banyak virus dapat ditularkan melalui
nyamuk, ensefalitis juga dapat diakibatkan oleh invasi langsung cairan serebrospinal selama
lumbal pungsi. Beberapa penyebab ensefalitis lainnya duhubungkan dengan suatu penyakit
yang terdahulu. Macam-macam penyakit karena virus seperti herpes simplex, penykit anjing
gila, campak, chickenpox, penyakit gondong, dan rubella semua telah mencakup. Herpes
simplex adalah yang paling umum pada periode neonatal. Virus RNA dan Virus DNA juga
dapat menjadi penyebab ensefalitis.
b) Fase akut
Ditujukan dengan demam tinggi, kejang (10-20 % terjadi pada anak), tremor tidak
disadari seperti pada parkinson sedang kekakuan jarang terjadi. Adanya perubahan cepat
tanda sistem saraf sentral seperti hiperefleksi atau hiporefleksi pada status sensori
ditemukan adanya bingung, disorientasi, delirium, somnoka sampai koma. Selama fase
ini lumbal fungsi menunjukan kenaikan jumlah leukosit yang mulanya polimorfonuklear
menjadi dominasi limfosit, biasanya dalam 10 hari pasien meninggal.
d) Konvalesen
15
Adanya kelemahan, lesu, inkordinasi, tremor dan neurosis, frekuensi sekuele dilaporkan
berkisar dari 5-7 % dengan adanya pemburukan mental, ketidakstabilan emosi berat,
perubahan kepribadian, kelainan maotorik dan gangguan bicara sekuele paling sering pada
anak dibawah 10 tahun dan pada bayi lebih berat daripada anak yang lebih tua.
4. Kompliksi
Komplikasi awal ensefalitis meliputi sistem jantung, pernafasan, neurologik biasanya
mengenai batang otak. Komplikasi lain dapat menyebabkan defek neurologik sisa setelah
pemulihan, pemulihan komplet dapat terjadi namun kebanyakan kondisi kesehatan dan
kemampuan anak mungkin berubah selamanya.
1. Pengkajian
a. Kaji Tanda-tanda Vital
b. Kaji Pola nafas
c. Suhu tubuh tinggi.
d. Kaji pola nutrisi
e. Pada pemeriksaan elektroensefalogram ditemukan inflamasi otak yang menyebar.
2. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan
Diagnosa keperawatan berikut ini dan dugaan yang benar berdasarkan pengkajian
terhadap anak dengan ensefalitis :
16
Rasional : tingkat kesadaran adalah indikator penting dari peningkatan TIK
Intervensi : ajarkan keluarga tentang tanda-tanda PTIK dan kapan harus memberitahu
praktisi kesehatan
Intervensi : biarkan anak mengambil posisi yang nyaman, gunakan posisi miring, bila
dapat ditoleransi
Rasional : karena hal itu sering menjadi posisi yang paling tidak nyaman
c. DX III : pola nafas tidak efektif sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
dan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan : klien anak menunjukan tanda-tanda fungsi pernafasan yang adekuat
17
Intervensi : bila pasien memakai trakeostomi, ganti dan pertahankan sesuai dengan
kebutuhan
Intervensi : oksigenasi sebelum suction dan batasi 10-15 detik untuk pasien apnea,
gunakan mekanika ventilator bila perlu
Rasional : untuk memonitor perkembangan nutrisi dan cairan didalam tubuh dan
penting untuk pemberian cairan yang tepat
18
Intervensi : perkaya makanan denga suplemen nutrisi seperti susu bubuk atau suplemen
yang dijual bebas
19
g. DX VII : kurangnya pengetahuan sehubngan denga proses peradangan dengan kondisi
anak
Tujuan : keluarga faham dan dapat menjelaskan tentang kondisi anak, berpartisifasi
dalam peratan anak
Rasional : keluarga klien akan mengerti dan dapat mengatasi kecemasan mereka
Rasional : agar keluarga dapat segera memberitahu perawat atau staf kesehatan lainnya
sehingga tindakan dapat segera dilakukan
h. DX VIII : Perubahan pada keadaan keluarga sehubungan dengan sakit anak yang
serius
Tujuan : pasien dan keluarga mendapatkan dukungan yang adekuat
Intervensi : yakinkan keluarga bahwa awitan ensefalitis bersifat tiba-tiba dab bahwa
mereka sudah bertindak dengan penuh tanggung jawab dengan mencari
bantuan medis
Intervensi : pertahankan agar keluarga tetap mendapat infromasi tentang kondisi anak,
kemajuan prosedur dan tindakan
20
4.Konsep Medis Epilepsi
1.Pengertian Epilepsi
Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang
dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel
saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena
sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik (Doengos, 2000).
2.Etiologi
Perlu diketahui bahwa epilepsi bukanlah suatu penyakit, tetapi suatu gejala yang dapat
timbul karena penyakit. Secara umum serangan epilepsi dapat timbul jika terjadi pelepasan
aktifitas energi yang berlebihan dan mendadak dalam otak, sehingga mengganggu kerja
otak. Otak akan segera mengoreksinya dan kembali normal dalam beberapa saat.
1. Epilepsi primer (idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada
jaringan otak. Diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan
sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Faktor genetik dimana bila salah satu orang
tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua
orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%.
21
h. Kelainan pembuluh darah, malformasi dan penyakit kolagen.
i. Keracunan oleh timbal, kamper/kapur barus, fenotiazin.
j. Lain-lain seperti penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi cerebral
Faktor precipitasi atau faktor pencetus atau yang mempermudah terjadinya gejala
a. Faktor sensoris seperti cahaya yang berkedip-kedip (fotosensitif), bunyi-bunyi yang
mengejutkan, air, dan lain-lain.
b. Faktor sistemis seperti demam, penyakit infeksi, obat-obatan tertentu (fenotiazin,
klorpropamid, barbiturat, valium), perubahan hormonal (hipoglikemia), kelelahan fisik.
c. Faktor mental seperti stress, gangguan emosional, kurang tidur.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mengakibatkan kejang epilepsi klinik,
walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron di serebellum di bagian bawah batang
otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan,
namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mengakibatkan kejang epilepsi. Sampai saat
ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk
melepas muatan secara sinkron dan berlebihan.
kejang juga tidak selalui ditandai dengan entakan kaki atau tangan.
Ada banyak variasi kejang sebagai ciri-ciri atau tanda epilepsi yang mungkin terjadi pada anak,
seperti:
Anak tampak bengong atau melamun beberapa saat kemudian hilang kesadaran
4. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis
22
a. Farmakoterapi : anti kovulsion untuk mengontrol kejang
b. Pembedahan : untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali
vaskuler
c. Jenis obat yang sering digunakan
1) Phenobarbital (luminal).
2) Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.
3) Difenilhidantoin (dph, dilantin, phenytoin).
4) Carbamazine (tegretol).
Mempunyai khasiat psikotropik yang mungkin disebabkan pengontrolan
bangkitan epilepsi itu sendiri atau mungkin juga carbamazine memang
mempunyai efek psikotropik.
Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering
disertai gangguan tingkah laku.
5) Diazepam.
Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status
konvulsi.).
Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat.
Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.
6) Nitrazepam (inogadon).
7) Ethosuximide (zarontine)
Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal
8) Na-valproat (dopakene)
Obat pilihan kedua pada petit mal
Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
Obat ini dapat meninggikan kadar gaba di dalam otak.
Efek samping mual, muntah, anorexia
9) Acetazolamide (diamox).
Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.
Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga ph otak menurun,
influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.
23
10) ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.
2. Penatalaksanaan keperawatan
Cara menanggulangi kejang epilepsi:
1) Selama kejang
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b. Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau
panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk
mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
e. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya,
karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah,
dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi
jalan pernapasannya.
f. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda-tanda awal munculnya epilepsi atau yang
biasa disebut “aura”. Jika penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti
melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat
atau tidur.
g. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat,
bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.
2) Setelah kejang
a. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa
jalan napas tidak mengalami gangguan.
b. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal.
c. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang.
d. Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan
24
e. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yang hilang selama kejang dan
biarkan penderita beristirahat.
f. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang
lembut
g. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian
pengobatan oleh dokter.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medikamentosa dan
perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana meminimalisasikan dampak
yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma
masyarakat tentang penderita epilepsi.
5. Komplikasi
Menurut Elizabeth (2010) dan Pinzon (2007) komplikasi epilepsi dapat terjadi:
1. Kerusakan otak akibat hipoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang yang
berulang
3. Cedera kepala
4. Cedera mulut
5. Fraktur
25
1) Keluhan utama: keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian.
2) Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk RS
(Apa yang terjadi selama serangan).
3) Riwayat kesehatan yang lalu: sejak kapan serangan seperti ini terjadi, pada usia berapa
serangan pertama terjadi, frekuensi serangan, adakah faktor presipitasi seperti demam,
kurang tidur emosi, riwayat sakit kepala berat, pernah menderita cidera otak, operasi
atau makan obat-obat tertentu/alkoholik).
4) Riwayat kesehatan keluarga: adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota
keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetik maupun tidak.
5) Riwayat sebelum serangan: adakah gangguan tingkah laku, emosi apakah disertai
aktifitas atonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar, adakah aura yang mendahului
serangan baik sensori, auditorik, olfaktorik.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Pemeriksaan Persistem
a) Sistem Persepsi dan Sensori
Apakah pasien menggigit lidah, mulut berbuih, sakit kepala, otot-otot sakit, adakah
halusinasi dan ilusi, yang disertai vertigo, bibir dan muka berubah warna, mata dan
kepala menyimpang pada satu posisi, berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi
atau sifatnya berubah pada satu posisi/keduanya.
b) Sistem Persyarafan
Selama serangan: Penurunan kesadaran/pingsan? Kehilangan kesadaran / lena?
Disertai komponen motorik seperti kejang tonik, klonik, mioklonik, atonik,
berapa lama gerakan tersebut? Apakah pasien jatuh kelantai.
Proses Serangan: Apakah pasien letarsi, bingung, sakit kepala, gangguan bicara,
hemiplegi sementara, ingatkah pasien apa yang terjadi sebelum selama dan
sesudah serangan, adakah perubahan tingkat kesadaran, evaluasi kemungkinan
terjadi cidera selama kejang (memer, luka gores)
c) Sistem Pernafasan: Apakah terjadi perubahan pernafasan (nafas yang dalam).
d) Sistem Kardiovaskuler: Apakah terjadi perubahan denyut jantung.
26
e) Sistem Gastrointestinal: apakah terjadi inkontinensia feses, nausea.
f) Sistem Integumen: adakah memar, luka gores.
g) Sistem Reproduksi.
h) Sistem Perkemihan: adakah inkontinensia urin
d. Sirkulasi
1) Gejala: Iktal: Hypertensi, peningkatan nadi, sianosis.
Postiktal: Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.
e. Integritas Ego
1) Gejala: Stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan / atau
penanganan. Peka rangsang; perasaan tidak ada harapan / tidak berdaya. Perubahan
dalam berhubungan.
2) Tanda: Pelebaran rentang respons emosional.
f. Eliminasi
1) Gejala: Inkontinensia episodik.
2) Tanda: Iktal: peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Postiktal: otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik urine / fekal).
g. Cairan Makanan
1) Gejala: Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan dengan
aktivitas kejang.
2) Tanda: Kerusakan jaringan lunak / gigi (cedera selama kejang).
27
Hyperplasia gingival (efek samping pemakaian Dilantin jangka panjang)
h. Neurosensori
1) Gejala: Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat
trauma kepala, anoksia dan infeksi serebral.
Adanya aura (rangsangan visual, auditorius, area halusinogenik).
2) Postiktal: kelemahan, nyeri otot, area parestese / paralisis.
3) Tanda: karakteristik kejang.
i. Nyeri / Kenyamanan
1) Gejala: sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode postiktal.
Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal.
2) Tanda: sikap / tingkah laku yang berhati-hati
Perubahan tonus otot.
Tingkah laku gelisah / distraksi.
j. Pernafasan
1) Gejala: fase iktal: gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat; peningkatan
sekresi mukus.
Fase postiktal: apnea.
k. Keamanan
1) Gejala: riwayat terjatuh / trauma, fraktur.
Adanya alergi.
2) Tanda: trauma pada jaringan lunak / ekimosis.
Penurunan kekuatan / tonus otot secara menyeluruh.
l. Interaksi Sosial
1) Gejala: masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan
sosialnya. Pembatasan / penghindaran terhadap kontak sosial.
28
1) Gejala: Adanya riwayat epilepsi pada keluarga.
Penggunaan / ketergantungan obat (termasuk alkohol).
2. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan
2. Resiko cedera b/d perubahan fungsi psikomotor, kelemahan keseimbangan, keterbatasan
kognitik/perubahan kesadaran.
3. Kurang pengetahuan b/d kurang kekurangan informasi.
4. Risiko harga diri rendah situasional b.d gangguan gambaran diri
3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang
dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien (Hidayat,
2008).
1. Resiko tinggi trauma/cidera berhubungan dengan kelemahan, perubahan kesadaran,
kehilangan koordinasi otot sekunder akibat aktivitas kejang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, risiko trauma/cidera tidak terjadi
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda terjadi cidera
Rencana Tindakan :
a. Kaji dengan keluarga berbagai stimulasi kejang
b. Observasi keadaan umum sebelum, selama dan sesudah kejang
c. Catat tipe kejang dan aktivitas kejang
d. Berikan tindakan kenyamanan dan keamanan bagi klien
e. Kaji penilaian neurologi dan tandatanda vital setelah kejang membran mukosa, turgor
kulit, haluaran urin)
c. Gunakan teknik untuk meningkatkan asupan kalori dan nutrisi serta ajarkan keluarga
untuk mengubah posisi, modifikasi makan, makanan lunak atau campuran, beri waktu
tambahan)
d. Kaji sistem pernafasan
e. Pantau terhadap mual dan muntah dan beri obat jika di programkan
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Sedangkan Meningitis adalah inflamasi pada lapisan meningen yang disebabkan oleh
bakteri atau viral. Meningitis infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter
(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan
mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.
Ensefalitis adalah suatu radang otak sebagai hasil salah satu penyakit karena virus atau
CNS infeksi/ peradangan. Ensefalitis juga dapat berarti ada inflamasi jaringan otak,
seringkali sebagai akibat infeksi virus.
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena
sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik (Doengos, 2000).
30
DAFTAR PUSTAKA
31