Anda di halaman 1dari 34

GANGGUAN PERSYARAFAN PADA ANAK

DISUSUN OLEH :

PUTRI AGUSTINA HUTABARAT (012019013)

STIKES SANTA ELISABETH MEDAN

DIII KEPERAWATAN TK.2

TP.2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah “Keperawatan Anak”.

Dalam penyusunan makalah ini,saya mengucapkan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada


Ibu Nagoklan Simbolon dan tim selaku dosen mata kuliah Keperawatan Anak.

Saya menyadari dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan,oleh karena itu saya
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna penyempurnaan makalah ini.

Demikian yang saya sampaikan,kurang dan lebihnya saya mohon maaf atas perhatiannya saya
mengucapkan terimakasih.

Medan,16 February 2021

Putri Agustina Hutabarat

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................................i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...............................................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................................2

1.3 Tujuan ............................................................................................................................................2

BAB II KAJIAN TEORI

2.1 Konsep Medis Kejang Demam,Meningitis,Encephalitis Hydrocephalus,dan Epilepsi .................3

2.2 Konsep Askep Kejang Demam,Meningitis,Encephalitis Hydrocephalus,dan Epilepsi ..............21

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................................30

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................31

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kejang demam adalah kejang yang muncul akibat demam pada bayi atau anak kecil
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke/ NINDS, 2013). Kejang demam
adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.

Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak


dan medula spinalis(Muttaqin, 2008). Meningitis dapat menyerang semua
kelompok umur, meskipun pada kenyataannya kelompok umur yang
paling rawan terkena penyakit ini adalah anak- anak usia balita dan orang
tua (Andareto, 2015). Insidens 90 % dari semua kasus meningitis bakterial
terjadi pada anak yang berusia kurang dari 5 tahun, insiden puncak
terdapat pada rentang usia 6 sampai 12 bulan. Rentang usia dengan angka
morbiditas tertinggi adalah dari lahir sampai 4 tahun(Betz & Sowden,
2009).

Ensefalitis adalah suatu radang otak sebagai hasil salah satu penyakit karena virus
atau CNS infeksi/ peradangan. Ensefalitis juga dapat berarti ada inflamasi jaringan otak,
seringkali sebagai akibat infeksi virus. Ensefalitis adalah inflamsi pada jaringan otak dan
kemungkinan meninges.

Epilepsi merupakan salah satu penyakit syaraf yang sering dijumpai, terdapat pada semua
bangsa, segala usia dimana laki – laki sedikit lebih banyak dari wanita. Insiden tertinggi terdapat
pada golongan usia dini yang akan menurun pada gabungan usia dewasa muda sampai setengah
tua kemudian meningkat lagi pada usia lanjut.

1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana Konsep Medis Kejang Demam,Meningitis,Encephalitis Hydrocephalus,dan
Epilepsi?
2. Bagaimana Konsep Askep Kejang Demam,Meningitis,Encephalitis Hydrocephalus,dan
Epilepsi?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Konsep Medis Kejang Demam,Meningitis,Encephalitis
Hydrocephalus,dan Epilepsi
2. Untuk mengetahui Konsep Askep Kejang Demam,Meningitis,Encephalitis
Hydrocephalus,dan Epilepsi.

2
BAB II
KAJIAN TEORI

2.1 Konsep Medis Penyakit Kejang Demam


a. Pengertian
Kejang demam adalah kejang yang muncul akibat demam pada bayi atau anak kecil
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke/ NINDS, 2013). Kejang demam
adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C)
yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
b. Etiologi/Penyebab
Penyebab pasti belum diketahui dan sering disebabkan karena infeksi seperti ISPA, otitis
media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi saluran kemih.
c. Tanda-tanda & Gejala :

Gejala kejang demam adalah:

 Napas berjeda selama lebih dari 15 sampai 20 detik atau mengalami kesulitan bernapas
yang parah

 Kejang lebih dari 3 menit, atau anak mengalami kejang kedua

 Demam, muntah, sakit kepala parah

 Kantuk

 Leher kaku

 Benjolan lembut pada kepala bayi

d. Penatalaksanaan Kejang Demam (Rencana Keperawatan)


Penatalaksanaan kejang demam menurut (Ngastiyah, 2014) yaitu :
1. Penatalaksanaan medis
a. Bila pasien datang dalam keadaan kejang, obat pilihan utama yaitu diazepam untuk
memberantas kejang secepat mungkin yang diberikan secara intravena.
b. Untuk mencegah edema otak, berikan kortikosteroid dengan dosis 20-30 mg/kg

3
BB/hari dibagi dalam 3 dosis atau sebaliknya glukortikoid misalnya deksametazon 0,5-1
ampul setiap 6 jam.
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Baringkan pasien di tempat yang rata, kepala dimiringkan.
b. Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar pasien.
c. Lepaskan pakaian yang menganggu pernapasan.
d. Jangan memasang sudip lidah (tongue spatel), karena risiko lidah tergigit kecil.
Sudip lidah dapat membatasi jalan napas.
e. Bila pasien sudah sadar dan terbangun berikan minum hangat.
f. Pemberian oksigen untuk mencukupi perfusi jaringan.
g. Bila suhu tinggi berikan kompres hangat.

e. Komplikasi kejang demam


Komplikasi kejang demam menurut (Waskitho,2013 dalam wulandari &
erawati,2016)yaitu :
1. Kerusakan neurotransmitter
Lepasnya muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
ataupun sel yang menyebabkan kerusakan pada neuron.
2. Epilepsi
Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang
yang berlangsung lama dapat menjadi matang di kemudian hari sehingga terjadi
serangan epilepsy yang spontan.
3. Kelainan anatomis di otak
Serangan kejang yang berlangsung lama yang dapat menyebabkan kelainan di otak
yang lebih banyak terjadi pada anak barumur 4-5 tahun.
4. Mengalami kecacatan atau kelainan neurologis karena disertai demam
5. Kemungkinan mengalami kematian.

4
Konsep Askep Pada Anak dan Kejang Demam
A. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan kejang demam menurut Greenberg (1980 : 122-
128)
1.Riwayat Keperawatan
 Adanya riwayat kejang demam pada pasien dan keluarga

 Adanya riwayat infeksi seperti saluran pernafasan atis, OMA, pneumonia, gastroenteriks,
Faringiks, brontrope, umoria, morbilivarisela dan campak.
 Adanya riwayat peningkatan suhu tubuh

 Adanya riwayat trauma kepala


1. Pengkajian fisik

a. Adanya peningkatan : suhu tubuh, nadi, dan pernafasan, kulit teraba hangat
b. Ditemukan adanya anoreksia, mual, muntah dan penurunan berat badan
c. Adanya kelemahan dan keletihan
d. Adanya kejang
e. Pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan adanya peningkatan kalium, jumlah cairan
cerebrospiral meningkat dan berwarna kuning
2. Riwayat Psikososial atau Perkembangan
a. Tingkat perkembangan anak terganggu
b. Adanya kekerasan penggunaan obat – obatan seperti obat penurun panas
c. Pengalaman tantang perawatan sesudah/ sebelum mengenai anaknya pada waktu sakit.
3. Pengetahuan keluarga
a. Tingkatkan pengetahuan keluarga yang kurang
b. Keluarga kurang mengetahui tanda dan gejala kejang demam
c. Ketidakmampuan keluarga dalam mengontrol suhu tubuh
d. Keterbatasan menerima keadaan penyakitnya
Pengkajian neurologik :
1. Tanda – tanda vital
a.Suhu
b. Pernapasan
c.Denyut jantung

5
d. Tekanan darah
e.Tekanan nadi
2. Hasil pemeriksaan kepala
a.Fontanel : menonjol, rata, cekung
b. Lingkar kepala : di bawah 2 tahun
c.Bentuk Umum
3. Reaksi pupil
a.Ukuran
b. Reaksi terhadap cahaya
c.Kesamaan respon
4. Tingkat kesadaran
a.Kewaspadaan : respon terhadap panggilan
b. Iritabilitas
c.Letargi dan rasa mengantuk
d. Orientasi terhadap diri sendiri dan orang lain
5. Afek
a.Alam perasaan
b. Labilitas
6. Aktivitas kejang
a.Jenis
b. Lamanya
7. Fungsi sensoris
a.Reaksi terhadap nyeri
b. Reaksi terhadap suhu
8. Refleks
a.Refleks tendo superfisial
b. Reflek patologi
9. Kemampuan intelektual
a.Kemampuan menulis dan menggambar
b. Kemampuan membaca.

6
B.Diagnosa Keperawatan
Menurut Doengoes, dkk (1999 : 876), Angram (1999 : 629 – 630) dan carpenito (2000 :
132), diagnosa yang mungkin muncul pada pasien dengan kejang demam
1. Resiko tinggi terhadap cidera b.d aktivitas kejang
2. Hipertermi bd efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3. Perfusi jaringan cerebral tidak efektif bd reduksi aliran darah ke otak
4. Kurang pengetahuan orang tua tentang kondisi, prognosis, penatalaksanaan dan kebutuhan
pengobatan bd kurangnya informasi

2. Konsep Medis penyakit Meningitis

a. Pengertian

Meningitis adalah inflamasi pada lapisan meningen yang disebabkan oleh bakteri atau viral.
Meningitis infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan dalam selaput
otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan otak dan medula
spinalis yang superfisial.Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, meningitis tediri
dari meningitis serosa dan meningitis purulenta. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri
adalah meningitis yang bersifat akut dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan
disebabkan oleh bakteri spesifik maupun virus. Meningitis meningococcus merupakan
meningitis purulenta yang paling sering terjadi.

b. Penyebab/Etiologi

Organisme penyebab tergantung usia anak, meningitis pada neonatus adalah Kuman Escherichia
coli, Haemophilus influenza, streptococcus tipe B, neisseria meningiditis, dan streptococcus
pneumonia. Pada bayi dan anak mudah terserang oleh kuman haemophilus influenza, neisseria
meningiditis, dan streptococcus pneumonia. Sedangkan adolesen berisiko terpapar kuman
neisseria meningiditis, streptococcus pneumonia, herpes, adenovirus, dan arbovirus. Penyebab
lain bisa diikuti oleh penetrasi karena trauma atau pembedahan tetapi bisa juga karena infeksi
lain seperti otitis media, sinusitis, paringitis celulitid, pneumonia, dan carries gigi.

7
c. Tanda dan gejala Miningitis

gejala berikut ini:

-Demam dengan kaki dan tangan dingin

-Menangis, merintih atau mengerang tidak seperti biasa

-Muncul bintik atau ruam di kulit

-Sensitif pada cahaya

-Napas menjadi cepat

-Rewel atau mudah marah

-Tidak mau makan, lesu, wajah memucat

-Muncul benjolan lunak di kepala

-Kaku pada leher atau tubuh

-Kejang, muntah, mengantuk atau sulit bangun

d. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan Medis
Pemberian antibiotik diberikan segera setelah pemeriksaan diagnostik, tergantung jenis kuman,
diberikan selama 7 sampai 10 hari dan pemberian biasanya melalui intravena. Obat
kortikosteroid seperti dexamentasone diberikan 4 hari pertama untuk mengurangi
responsinflamasi. Jika ada kejang berikan obat antikejang sesuai prosedur. Untuk demam, sakit
kepala nyeri sendi maka diberikan golongan antipiretik seperti acetaminopen (Potts dan
Mandleco, 2006).

Penatalaksanaan Keperawatan

Perawatan diberikan awalnya di emergensi sampai kondisi anak stabil kemudian di ruangan,
perawatan yang diberikan meliputi:

8
1)Observasi satus pernafasan anak.
2)Observasi status neurologis.

3)Tempatkan anak dengan posisi miring atau terlentang.

4)Pertahankan hidrasi dengan memberikan cairan peroral.

5)Lindungi untuk mengatasi terjadinya komplikasi

6)Tempatkan anak di ruang isolasi dan gunakan standar precaustion.

7)Batasi pengunjung dan kurangi stimulus (cahaya dan bising).

e. Komplikasi Meningitis
1. Gangguan pendengaran (tuli)
2. Gangguan penglihatan (buta)
3. Gangguan bicara perkembangan
4. Kejang-kejang
5. Ketidakmampuan dalam belajar
6. Kelumpuhan
7. Penurunan fungsi mental
8. Gangguan pada jantung, ginjal, dan kelenjar
9. Kematian

Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Meningitis


1. Pengkajian

Pengkajian pada pasien dengan kasus meningitis meliputi :


a. Identitas Pasien
Identitas pasien yang perlu dikaji meliputi; nama, tempat tanggal lahir/umur,jenis kelamin,

9
beratbadan lahir, serta apakah bayi lahir cukup bulan atau tidak, anak ke, jumlah saudara dan
identitas orang tua.

b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
Alasan anak di bawa ke rumah sakit karena mengalami demam tinggi, sakit kepala berat, kejang
dan penurunan kesadaran.
2) Riwayat penyakit saat ini
Biasanya pasien meningitis keluhan gejala awal berupa sakit kepala dan demam.Keluhan kejang
perlu mendapat perhatian untuk dilakukan pengkajian lebih mendalam, bagaimana sifat
timbulnya kejang, stimulus apa yang sering menimbulkan kejang dan tindakan apa yang telah
diberikan dalam upaya menurunkan keluhan kejang tersebut. Terkadang pada sebagian anak
mengalami penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran, Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi, sesuai dengan perkembangan penyakit dapat terjadi letargi, tidak responsif dan
koma.
3) Riwayat penyakit dahulu
Pasien meningitis biasanya pernah memiliki riwayat penyakit yang meliputi; infeksi jalan nafas
bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah
saraf, riwayat trauma kepala dan adanya pengaruh imunologis pada masa sebelumya. Meningitis
tuberkulosis perlu dikaji tentang riwayat sakit TB. Riwayat imunisasi juga perlu di ketahui
seperti pemberian imunisasi BCG dan DPT Hib pada anak. Selain itu pengkajian tentang riwayat
kehamilan pada ibu diperlukan untuk melihat apakah ibu pernah mengalami penyakit infeksi
pada saat hamil (Muttaqin, 2008).
4) Pengkajian pertumbuhan dan perkembangan anak
Pada pasien dengan meningitis organ yang mengalami gangguan adalah organ yang berdekatan
dengan fungsi memori, fungsi pengaturan motorik dan sensorik, maka kemungkinan besar anak
mengalami masalah ancaman pertumbuhan dan perkembangan ketidakmampuan menggerakkan
tangan maupun kaki (paralisis). Akibat gangguan tersebut anak dapat mengalami keterlambatan
dalam mencapai kemampuan sesuai dengan tahapan usia.

10
c. Pemeriksaan Fisik
1) Tingkat Keadaran
kesadaran anak menurun apatis sampai dengan koma. Nilai GCS yang berkisar antara 3 sampai
dengan 9 (GCS normal 15) (Riyadi & Sukarmin, 2009

2) Tanda-tanda vital

Pada pasien dengan meningitis biasanya di dapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal.
penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK, pernapasan
meningkat > 30 /menit dan tekanan darah biasanya normal atau meningkat karena tanda-tanda
peningktan TIK.(suhu normal 36,5-37,40 C, pernapasan normal : untuk anak 2 bulan -< 12 bulan
< 50 x/menit, 12 bulan-<5 tahun < 40x/menit) (Muttaqin, 2008).
3) Kepala
Pada neonatus di temukan ubun-ubun menonjol, sedangkan pada anak yang lebih besar jarang di
temukan kelainan. Pada pemeriksaan meningeal pada anak dengan meningitis akan ditemukan
kuduk kaku. Terkadang perlu dilakukan pemeriksaan lingkar kepala untuk mengetahui apakah
ada pembesaran kepala pada anak (Wong, dkk,
2009).
4) Mata
Pada pasien dengan kesadaran yang masih baik fungsi dan reaksi pupil biasanya tidak ada
kelainan, sedangkan pada pasien dengan penurunan kesadaran tanda-tanda perubahan dari fungsi
dan reaksi pupil mungkin akan di temukan,dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis

mengeluh mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.


5) Hidung

Biasanya tidak ditemukan kelainan.


6) Mulut
Mukosa bibir kering akibat kehilangan cairan melalui proses evaporasi.
7) Telinga
Terkadang di temukan keluarnya cairan dari telinga pada anak dengan meningitis pneumokokus
dan sinus dermal kongenital terutama di sebabkan oleh infeksi E.colli.

11
8) Dada
a) Thoraks
1. Inspeksi, akan nampak penggunaan otot bantu penapasan.
2. Palpasi, pada pasien dengan meningitis jarang dilakukan dan biasanya tidak ditemukan
kelainan.
3. Auskultasi, ditemukannya bunyi nafas tambahan seperti ronkhi pada pasien dengan meningitis
tuberkulosa dengan penyebaran primer dari paru.
b) Jantung
penurunan kesadaran pada anak akan di ikuti dengan denyut jantung yang terkesan lemah <
100x/menit. (normal 100-140x/i).
9) Kulit
Pada kulit saat inspeksi akan ditemukan ruam petekia dengan lesi purpura sampai ekimosis pada
daerah luas. Selain itu turgor kulit mengalami penurunan akibat peningkatan kehilangan cairan.
10) Ekstremitas
Kekuatan otot menurun dan mengalami opistotonus. Pada tahap lanjut anak mengalami
gangguan koordinasi dan keseimbangan pada alat gerak.
11)Genitalia, jarang di temukan kelainan.
12)Pemeriksaan saraf kranial

a) Saraf I, biasanya pada pasien dengan meningitis fungsi penciuman tidak ada kelainan.
b) Saraf II, tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal.
Pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses
serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK berlangsung lama.
c) Saraf III, IV dan VI, pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada pasien dengan meningitis yang
tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis yang
telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan di
dapatkan. Dengan alasan yang tidak di ketahui pasien meningitis mengeluh mengalami fotofobia
atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
d) Saraf V, pada pasien dengan meningitis biasanya tidak di dapatkan paralis pada otot wajah
dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
e) Saraf VII, persepsi pengecapan dalam batas normal dan wajah sismetris.
f) Saraf VIII, tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.

12
g) Saraf IX dan X, kemampuan menelan baik.
h) Saraf XI, tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari pasien
untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk.
i) Saraf XII, lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi serta indra
pengecap normal.
13) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, mengalami gangguan koordinasi pada alat gerak, anak bisa mengalami
hemiplegi dan/atau hemiparise.
14) Pemeriksaan ransangan meningeal
a) Kaku kuduk
Kaku kuduk adalah tanda awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena
adanya spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
b) Tanda kernig positif
Ketika pasien di baringkan dengan paha dalam keadaan fleksi
kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
c) Tanda brudzinski
Tanda ini di dapatkan apabila leher pasien di fleksikan, maka dihasilnya fleksi lutut dan pinggul,
bila di lakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama
terlihat pada sisi ekstremitas yang berlawanan (Muttaqin, 2008).

2. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul

Berdasarkan Diagnosis Keperawatan Nanda 2015-2017,diagnosa keperawatan yang mungkin


muncul antara lain:
a. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b/d proses inflamasi, edema pada otak.
b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
c. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, penurunan
kesadaran.
d. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan depresi pusat pernapasan di otak,
perubahan tingkat kesadaran.

13
e. Nyeri akut berhubungan dengan iritasi selaput dan jaringan otak.
f. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme, proses inflamasi.
g. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran
h. Resiko cedera berhubungan dengan kejang berulang, fiksasi kurang optimal.

3. Rencana Keperawatan
Untuk mengatasi meningitis pada anak yang disebabkan oleh virus, umumnya dokter akan
meminta anak beristirahat, tanpa pemberian antibiotik, sambil memberikan terapi
suportif. Pada kasus yang jarang terjadi, virus menyebabkan peradangan pada otak, dokter
bisa memberikan obat antivirus.

3.Konsep Medis Ensefalitis

1. Pengertian
Ensefalitis adalah suatu radang otak sebagai hasil salah satu penyakit karena virus
atau CNS infeksi/ peradangan. Ensefalitis juga dapat berarti ada inflamasi jaringan otak,
seringkali sebagai akibat infeksi virus. Ensefalitis adalah inflamsi pada jaringan otak dan
kemungkinan meninges.

Invasi susunan saraf pusat oleh virus dapat menimbulkan syndrome, berikut ini :

a. Syndrome meningitis → identik dengan meningitis aseptik


b. Syndrome ensefalitis → adanya gejala nyeri kepala, mengantuk sampai koma, demam
delirium, paralisis otot dan gagguan autonom. Pemulihan bisa
terjadi, tetapi biaanya ada gejala sisa seperti hemiplegia,
gangguan tingkah laku dan cacat mental.
c. Syndrome mielitik → medula spinalis yang lebih dominan diserang oleh virus, dapat
terjadi peresthesia dan kelemahan ektrimitas, gangguan
sphincter vesica urinaria.

14
d. Syndrome radikular → adanya peningkatan khas protein les tanpa pleositosis, otot-otot
lemah, otot proksimal sering lebih terkena dari pada distol.
2. Etiologi
Penyebab ensefalitis dapat bekteri, virus, protizoa, atau jamur. Entertovirus adalah
penyebab yang paling sering diikuti dengan arbovirus. Banyak virus dapat ditularkan melalui
nyamuk, ensefalitis juga dapat diakibatkan oleh invasi langsung cairan serebrospinal selama
lumbal pungsi. Beberapa penyebab ensefalitis lainnya duhubungkan dengan suatu penyakit
yang terdahulu. Macam-macam penyakit karena virus seperti herpes simplex, penykit anjing
gila, campak, chickenpox, penyakit gondong, dan rubella semua telah mencakup. Herpes
simplex adalah yang paling umum pada periode neonatal. Virus RNA dan Virus DNA juga
dapat menjadi penyebab ensefalitis.

3. Tanda dan Gejala


Sesudah masa inkubasi yang bervariasi antara 4 dan 14 hari, gejala-gejala pada
ensefalitis yang muncul dibagi ke dalam 4 fase :

a) Sakit prodromal (2-3) hari


Dengan gejala nyeri mendadak, anoreksia, mual, nyeri perut, muntah dan
perubahan sensori.

b) Fase akut
Ditujukan dengan demam tinggi, kejang (10-20 % terjadi pada anak), tremor tidak
disadari seperti pada parkinson sedang kekakuan jarang terjadi. Adanya perubahan cepat
tanda sistem saraf sentral seperti hiperefleksi atau hiporefleksi pada status sensori
ditemukan adanya bingung, disorientasi, delirium, somnoka sampai koma. Selama fase
ini lumbal fungsi menunjukan kenaikan jumlah leukosit yang mulanya polimorfonuklear
menjadi dominasi limfosit, biasanya dalam 10 hari pasien meninggal.

c) Fase sub akut


Adanya pneumonia ortostatik, infeksi sel kencing atau dekubitus, adanya defisit
fungsi saraf seperti paralisis spastik, lemah, fasikulasi, kelainan traktus extra piramidalis.

d) Konvalesen

15
Adanya kelemahan, lesu, inkordinasi, tremor dan neurosis, frekuensi sekuele dilaporkan
berkisar dari 5-7 % dengan adanya pemburukan mental, ketidakstabilan emosi berat,
perubahan kepribadian, kelainan maotorik dan gangguan bicara sekuele paling sering pada
anak dibawah 10 tahun dan pada bayi lebih berat daripada anak yang lebih tua.
4. Kompliksi
Komplikasi awal ensefalitis meliputi sistem jantung, pernafasan, neurologik biasanya
mengenai batang otak. Komplikasi lain dapat menyebabkan defek neurologik sisa setelah
pemulihan, pemulihan komplet dapat terjadi namun kebanyakan kondisi kesehatan dan
kemampuan anak mungkin berubah selamanya.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ensefalitis

1. Pengkajian
a. Kaji Tanda-tanda Vital
b. Kaji Pola nafas
c. Suhu tubuh tinggi.
d. Kaji pola nutrisi
e. Pada pemeriksaan elektroensefalogram ditemukan inflamasi otak yang menyebar.
2. Diagnosa Keperawatan dan Rencana Keperawatan
Diagnosa keperawatan berikut ini dan dugaan yang benar berdasarkan pengkajian
terhadap anak dengan ensefalitis :

a. Tujuan : klien tidak DX I : Perubahan perfusi jaringan (cerebral) sehubngan


denga peningkatan tekanan intrakranial
mengalami peningkatan tekanan intrakranial

Intervensi : observasi dengan cermat adanya tanda-tanda peningkatan tekanan


intrakranial

Rasional : untuk mencegah keterlambatan tindakan

Intervensi : hindari sedasi

16
Rasional : tingkat kesadaran adalah indikator penting dari peningkatan TIK

Intervensi : ajarkan keluarga tentang tanda-tanda PTIK dan kapan harus memberitahu
praktisi kesehatan

Rasional : untuk mencegah keterlamatan tindakan.

b. DX II : Nyeri sehubungan dengan iritasi meningkat


Tujuan : klien/anak tidak mengalami mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai
tingkat yang dapat diterima anak

Intervensi : biarkan anak mengambil posisi yang nyaman, gunakan posisi miring, bila
dapat ditoleransi

Rasional : karena kaku kuduk

Intervensi : tinggikan sedikit kepala tempat tidur tanpa menggunakan bantal

Rasional : karena hal itu sering menjadi posisi yang paling tidak nyaman

Intervensi : berikan analgetik sesuai ketentuan, terutama asetaminofen dengan kodein

Rasional : untuk mengurangi nyeri otot, sendi dan punggung

Intervensi : gelapkan ruangan dan beri kompres dingin di kepala

Rasional : untuk mengurangi nyeri kepala

c. DX III : pola nafas tidak efektif sehubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial
dan penurunan tingkat kesadaran
Tujuan : klien anak menunjukan tanda-tanda fungsi pernafasan yang adekuat

Intervensi : sediakan alat resositasi disamping tempat tidur

Rasional : untuk digunakan pada malfungsi ventilator

17
Intervensi : bila pasien memakai trakeostomi, ganti dan pertahankan sesuai dengan
kebutuhan

Rasional : untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas

Intervensi : pantau fungsi pernafaan termasuk bunyi nafas

Rasional : untuk mengevaluasi keadekuatan ventilasi dan mendeteksi perubahan


oksigenasi

Intervensi : oksigenasi sebelum suction dan batasi 10-15 detik untuk pasien apnea,
gunakan mekanika ventilator bila perlu

Rasional : transportasi oksigen ke otak berkurang karena berkurangnya aliran darah

d. DX IV : perubahan nutrisi; kehilangan cairan tubuh sehubungan dengan penurunan


tingkat kesadaran
Tujuan : kebutuhan nutrisi dan cairan tubuh terpenuhi

Intervensi : perhatikan intake dan output pada anak

Rasional : untuk memonitor perkembangan nutrisi dan cairan didalam tubuh dan
penting untuk pemberian cairan yang tepat

Intervensi : kaji apakah ada oedema dan timbang BB

Rasional : sebagai indikasi terjadinya kelebihan cairan

Intervensi : monitor tanda-tanda vital

Rasional : menurunnya tekanan darah menandakan adanya pendarahan

Intervensi : sajikan makanan yang menarik

Rasional : agar nafsu makan klien meningkat

18
Intervensi : perkaya makanan denga suplemen nutrisi seperti susu bubuk atau suplemen
yang dijual bebas

Rasional : untuk memaksimalkan qualitas masukan

e. DX V : ketidak efektifan bersihan jalan nafas sehubungan dengan perubahan tingkat


kesadaran
Tujuan : aspirasi sekret dapat dihindari

Intervensi : monitor terus menerus pasien kejang/delirium, pertahankan keututuhan jalan


nafas pada pasien dengan tik meningkat; suction secret; lakukan perawatan
endoktrakeal.

Rasional : untuk mencegah aspirasi

f. DX VI : potensial injuri (cedera) sehubungan dengan perubahan tingkat kesadaran


Tujuan : pasien anak tidak akan mengalami cedera (injuri)

Intervensi : - awasi terus pasien yang kejang dan delirium

- beri bantalan dan ikatan pada pasien delirium

- jaga agar rel sisi tempat tidur tetap berdiri

- cegah aspirasi atau injuri selama kejang

Rasional : untuk mencegah injury

Intervensi : pertahankan lingkungan yang tenang

Rasional : rangsangan yang berlebihan dapat mencetuskan kejang

19
g. DX VII : kurangnya pengetahuan sehubngan denga proses peradangan dengan kondisi
anak
Tujuan : keluarga faham dan dapat menjelaskan tentang kondisi anak, berpartisifasi
dalam peratan anak

Intervensi : berikan penjelasan pada keluarga tentang perkembangan kesehatan anak

Rasional : keluarga klien akan mengerti dan dapat mengatasi kecemasan mereka

Intervensi : berikan penjelasan tentang tanda-tanda jika anak kritis

Rasional : agar keluarga dapat segera memberitahu perawat atau staf kesehatan lainnya
sehingga tindakan dapat segera dilakukan

h. DX VIII : Perubahan pada keadaan keluarga sehubungan dengan sakit anak yang
serius
Tujuan : pasien dan keluarga mendapatkan dukungan yang adekuat

Intervensi : beri dorongan pada keluarga untuk mendiskusikan perasaan

Rasional : untuk meminimalkan rasa bersalah dan saling menyalahkan

Intervensi : yakinkan keluarga bahwa awitan ensefalitis bersifat tiba-tiba dab bahwa
mereka sudah bertindak dengan penuh tanggung jawab dengan mencari
bantuan medis

Rasional : untuk meminimalkan rasa bersalaha dan saling menyalahkan

Intervensi : pertahankan agar keluarga tetap mendapat infromasi tentang kondisi anak,
kemajuan prosedur dan tindakan

Rasional : untuk mengurangi kecemasan

20
4.Konsep Medis Epilepsi

1.Pengertian Epilepsi

Epilepsi adalah gangguan kronik otak dengan ciri timbulnya gejala-gejala yang datang
dalam serangan-serangan, berulang-ulang yang disebabkan lepas muatan listrik abnormal sel-sel
saraf otak, yang bersifat reversibel dengan berbagai etiologi (Arif, 2000).
Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena
sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik (Doengos, 2000).

2.Etiologi
Perlu diketahui bahwa epilepsi bukanlah suatu penyakit, tetapi suatu gejala yang dapat
timbul karena penyakit. Secara umum serangan epilepsi dapat timbul jika terjadi pelepasan
aktifitas energi yang berlebihan dan mendadak dalam otak, sehingga mengganggu kerja
otak. Otak akan segera mengoreksinya dan kembali normal dalam beberapa saat.
1. Epilepsi primer (idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada
jaringan otak. Diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan
sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal. Faktor genetik dimana bila salah satu orang
tua epilepsi (epilepsi idiopatik) maka kemungkinan 4% anaknya epilepsi, sedangkan bila kedua
orang tuanya epilepsi maka kemungkinan anaknya epilepsi menjadi 20%-30%.

2. Epilepsi sekunder (simtomatik)


a. Faktor herediter, seperti neurofibromatosis, hipoparatiroidisme, dan hipoglikemia.
b. Faktor genetik seperti pada kejang demam.
c. Kelainan congenital otak seperti atropi, agenesis korpus kolosum.
d. Gangguan metabolic seperti hipoglikemia, hipoklasemia, hiponatremia, hipernatremia.
e. Infeksi seperti radang yang disebabkan virus atau bakteri pada otak dan selaputnya
seperti toksoplasmosis, meningitis.
f. Trauma seperti contusio cerebri, hematoma sub arachnoid, hematoma subdural.
g. Neoplasma otak dan selaputnya.

21
h. Kelainan pembuluh darah, malformasi dan penyakit kolagen.
i. Keracunan oleh timbal, kamper/kapur barus, fenotiazin.
j. Lain-lain seperti penyakit darah, gangguan keseimbangan hormon, degenerasi cerebral
Faktor precipitasi atau faktor pencetus atau yang mempermudah terjadinya gejala
a. Faktor sensoris seperti cahaya yang berkedip-kedip (fotosensitif), bunyi-bunyi yang
mengejutkan, air, dan lain-lain.
b. Faktor sistemis seperti demam, penyakit infeksi, obat-obatan tertentu (fenotiazin,
klorpropamid, barbiturat, valium), perubahan hormonal (hipoglikemia), kelelahan fisik.
c. Faktor mental seperti stress, gangguan emosional, kurang tidur.
Tidak semua sel neuron di susunan saraf pusat dapat mengakibatkan kejang epilepsi klinik,
walaupun ia melepas muatan listrik berlebihan. Sel neuron di serebellum di bagian bawah batang
otak dan di medulla spinalis, walaupun mereka dapat melepaskan muatan listrik berlebihan,
namun posisi mereka menyebabkan tidak mampu mengakibatkan kejang epilepsi. Sampai saat
ini belum terungkap dengan pasti mekanisme apa yang mencetuskan sel-sel neuron untuk
melepas muatan secara sinkron dan berlebihan.

3. Tanda dan Gejala :

kejang juga tidak selalui ditandai dengan entakan kaki atau tangan.

Ada banyak variasi kejang sebagai ciri-ciri atau tanda epilepsi yang mungkin terjadi pada anak,
seperti:

 Anggota badan jadi kaku seolah tak bisa digerakkan

 Muncul sensasi kedutan di sebelah mata atau sebagian wajah

 Anak tampak bengong atau melamun beberapa saat kemudian hilang kesadaran

 Anak tiba-tiba terjatuh seperti kehilangan tenaga

 Mengalami gangguan pernapasan bahkan sampai berhenti

4. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan medis

22
a. Farmakoterapi : anti kovulsion untuk mengontrol kejang
b. Pembedahan : untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali
vaskuler
c. Jenis obat yang sering digunakan
1) Phenobarbital (luminal).
2) Primidone (mysolin)
Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.
3) Difenilhidantoin (dph, dilantin, phenytoin).
4) Carbamazine (tegretol).
 Mempunyai khasiat psikotropik yang mungkin disebabkan pengontrolan
bangkitan epilepsi itu sendiri atau mungkin juga carbamazine memang
mempunyai efek psikotropik.
 Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering
disertai gangguan tingkah laku.
5) Diazepam.
 Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status
konvulsi.).
 Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat.
Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.
6) Nitrazepam (inogadon).
7) Ethosuximide (zarontine)
Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal
8) Na-valproat (dopakene)
 Obat pilihan kedua pada petit mal
 Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.
 Obat ini dapat meninggikan kadar gaba di dalam otak.
 Efek samping mual, muntah, anorexia
9) Acetazolamide (diamox).
 Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.
 Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga ph otak menurun,
influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.

23
10) ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.

2. Penatalaksanaan keperawatan
Cara menanggulangi kejang epilepsi:
1) Selama kejang
a. Berikan privasi dan perlindungan pada pasien dari penonton yang ingin tahu
b. Mengamankan pasien di lantai jika memungkinkan
c. Hindarkan benturan kepala atau bagian tubuh lainnya dari bendar keras, tajam atau
panas. Jauhkan ia dari tempat / benda berbahaya.
d. Longgarkan bajunya. Bila mungkin, miringkan kepalanya kesamping untuk
mencegah lidahnya menutupi jalan pernapasan.
e. Biarkan kejang berlangsung. Jangan memasukkan benda keras diantara giginya,
karena dapat mengakibatkan gigi patah. Untuk mencegah gigi klien melukai lidah,
dapat diselipkan kain lunak disela mulut penderita tapi jangan sampai menutupi
jalan pernapasannya.
f. Ajarkan penderita untuk mengenali tanda-tanda awal munculnya epilepsi atau yang
biasa disebut “aura”. Jika penderita mulai merasakan aura, maka sebaiknya berhenti
melakukan aktivitas apapun pada saat itu dan anjurkan untuk langsung beristirahat
atau tidur.
g. Bila serangan berulang-ulang dalam waktu singkat atau penyandang terluka berat,
bawa ia ke dokter atau rumah sakit terdekat.

2) Setelah kejang
a. Pertahankan pasien pada salah satu sisi untuk mencegah aspirasi. Yakinkan bahwa
jalan napas tidak mengalami gangguan.
b. Biasanya terdapat periode ekonfusi setelah kejang grand mal.
c. Periode apnea pendek dapat terjadi selama atau secara tiba- tiba setelah kejang.
d. Pasien pada saat bangun, harus diorientasikan terhadap lingkungan

24
e. Beri penderita minum untuk mengembalikan energi yang hilang selama kejang dan
biarkan penderita beristirahat.
f. Jika pasien mengalami serangan berat setelah kejang (postiktal), coba untuk
menangani situasi dengan pendekatan yang lembut dan member restrein yang
lembut
g. Laporkan adanya serangan pada kerabat terdekatnya. Ini penting untuk pemberian
pengobatan oleh dokter.
Penanganan terhadap penyakit ini bukan saja menyangkut penanganan medikamentosa dan
perawatan belaka, namun yang lebih penting adalah bagaimana meminimalisasikan dampak
yang muncul akibat penyakit ini bagi penderita dan keluarga maupun merubah stigma
masyarakat tentang penderita epilepsi.

5. Komplikasi

Menurut Elizabeth (2010) dan Pinzon (2007) komplikasi epilepsi dapat terjadi:

1. Kerusakan otak akibat hipoksia dan retardasi mental dapat timbul akibat kejang yang
berulang

2. Dapat timbul depresi dan keadaan cemas

3. Cedera kepala

4. Cedera mulut

5. Fraktur

Konsep Asuhan Keperawatan Epilepsi


a. Pengkajian Pasien
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan
tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek
epilepsi pada gaya hidup dikaji. Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan
membantu dalam mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan

25
1) Keluhan utama: keluhan yang dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian.
2) Riwayat kesehatan sekarang: Riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk RS
(Apa yang terjadi selama serangan).
3) Riwayat kesehatan yang lalu: sejak kapan serangan seperti ini terjadi, pada usia berapa
serangan pertama terjadi, frekuensi serangan, adakah faktor presipitasi seperti demam,
kurang tidur emosi, riwayat sakit kepala berat, pernah menderita cidera otak, operasi
atau makan obat-obat tertentu/alkoholik).
4) Riwayat kesehatan keluarga: adakah riwayat penyakit yang sama diderita oleh anggota
keluarga yang lain atau riwayat penyakit lain baik bersifat genetik maupun tidak.
5) Riwayat sebelum serangan: adakah gangguan tingkah laku, emosi apakah disertai
aktifitas atonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar, adakah aura yang mendahului
serangan baik sensori, auditorik, olfaktorik.

b. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
2) Pemeriksaan Persistem
a) Sistem Persepsi dan Sensori
Apakah pasien menggigit lidah, mulut berbuih, sakit kepala, otot-otot sakit, adakah
halusinasi dan ilusi, yang disertai vertigo, bibir dan muka berubah warna, mata dan
kepala menyimpang pada satu posisi, berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi
atau sifatnya berubah pada satu posisi/keduanya.
b) Sistem Persyarafan
 Selama serangan: Penurunan kesadaran/pingsan? Kehilangan kesadaran / lena?
Disertai komponen motorik seperti kejang tonik,            klonik, mioklonik, atonik,
berapa lama gerakan tersebut? Apakah pasien jatuh kelantai.
 Proses Serangan: Apakah pasien letarsi, bingung, sakit kepala, gangguan bicara,
hemiplegi sementara, ingatkah pasien apa yang terjadi sebelum selama dan
sesudah serangan, adakah perubahan tingkat kesadaran, evaluasi kemungkinan
terjadi cidera selama kejang (memer, luka gores)
c) Sistem Pernafasan: Apakah terjadi perubahan pernafasan (nafas yang dalam).
d) Sistem Kardiovaskuler: Apakah terjadi perubahan denyut jantung.

26
e) Sistem Gastrointestinal: apakah terjadi inkontinensia feses, nausea.
f) Sistem Integumen: adakah memar, luka gores.
g) Sistem Reproduksi.
h) Sistem Perkemihan: adakah inkontinensia urin

c. Istirahat & Aktivitas


1) Gejala: Keletihan, kelemahan umum.
Keterbatasan dalam aktivitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri / orang
terdekat.
2) Tanda: Perubahan tonus / kekuatan otot.
3) Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot.

d. Sirkulasi
1) Gejala: Iktal: Hypertensi, peningkatan nadi, sianosis.
Postiktal: Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan.

e. Integritas Ego
1) Gejala: Stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan / atau
penanganan. Peka rangsang; perasaan tidak ada harapan / tidak berdaya. Perubahan
dalam berhubungan.
2) Tanda: Pelebaran rentang respons emosional.

f. Eliminasi
1) Gejala: Inkontinensia episodik.
2) Tanda: Iktal: peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Postiktal: otot relaksasi yang mengakibatkan inkontinensia (baik urine / fekal).

g. Cairan Makanan
1) Gejala: Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang berhubungan dengan
aktivitas kejang.
2) Tanda: Kerusakan jaringan lunak / gigi (cedera selama kejang).

27
Hyperplasia gingival (efek samping pemakaian Dilantin jangka panjang)
h. Neurosensori
1) Gejala: Riwayat sakit kepala, aktivitas kejang berulang, pingsan, pusing. Riwayat
trauma kepala, anoksia dan infeksi serebral.
Adanya aura (rangsangan visual, auditorius, area halusinogenik).
2) Postiktal: kelemahan, nyeri otot, area parestese / paralisis.
3) Tanda: karakteristik kejang.

i. Nyeri / Kenyamanan
1) Gejala: sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode postiktal.
Nyeri abnormal paroksismal selama fase iktal.
2) Tanda: sikap / tingkah laku yang berhati-hati
Perubahan tonus otot.
Tingkah laku gelisah / distraksi.

j. Pernafasan
1) Gejala: fase iktal: gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun / cepat; peningkatan
sekresi mukus.
Fase postiktal: apnea.

k. Keamanan
1) Gejala: riwayat terjatuh / trauma, fraktur.
Adanya alergi.
2) Tanda: trauma pada jaringan lunak / ekimosis.
Penurunan kekuatan / tonus otot secara menyeluruh.

l. Interaksi Sosial
1) Gejala: masalah dalam hubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan
sosialnya. Pembatasan / penghindaran terhadap kontak sosial.

m. Pembelajaran & Penyuluhan

28
1) Gejala: Adanya riwayat epilepsi pada keluarga.
Penggunaan / ketergantungan obat (termasuk alkohol).

2. Diagnosa Keperawatan
1. Pola napas tidak efektif b/d depresi pusat pernapasan
2. Resiko cedera b/d perubahan fungsi psikomotor, kelemahan keseimbangan, keterbatasan
kognitik/perubahan kesadaran.
3. Kurang pengetahuan b/d kurang kekurangan informasi.
4. Risiko harga diri rendah situasional b.d gangguan gambaran diri

3. Perencanaan Keperawatan
Perencanaan merupakan suatu proses penyusunan berbagai intervensi keperawatan yang
dibutuhkan untuk mencegah, menurunkan atau mengurangi masalah-masalah klien (Hidayat,
2008).
1. Resiko tinggi trauma/cidera berhubungan dengan kelemahan, perubahan kesadaran,
kehilangan koordinasi otot sekunder akibat aktivitas kejang
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, risiko trauma/cidera tidak terjadi
Kriteria Hasil : Tidak ada tanda-tanda terjadi cidera
Rencana Tindakan :
a. Kaji dengan keluarga berbagai stimulasi kejang
b. Observasi keadaan umum sebelum, selama dan sesudah kejang
c. Catat tipe kejang dan aktivitas kejang
d. Berikan tindakan kenyamanan dan keamanan bagi klien
e. Kaji penilaian neurologi dan tandatanda vital setelah kejang membran mukosa, turgor
kulit, haluaran urin)
c. Gunakan teknik untuk meningkatkan asupan kalori dan nutrisi serta ajarkan keluarga
untuk mengubah posisi, modifikasi makan, makanan lunak atau campuran, beri waktu
tambahan)
d. Kaji sistem pernafasan
e. Pantau terhadap mual dan muntah dan beri obat jika di programkan

29
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Sedangkan Meningitis adalah inflamasi pada lapisan meningen yang disebabkan oleh
bakteri atau viral. Meningitis infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter
(lapisan dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan
mengenai jaringan otak dan medula spinalis yang superfisial.
Ensefalitis adalah suatu radang otak sebagai hasil salah satu penyakit karena virus atau
CNS infeksi/ peradangan. Ensefalitis juga dapat berarti ada inflamasi jaringan otak,
seringkali sebagai akibat infeksi virus.

Epilepsi adalah suatu gejala atau manifestasi lepasnya muatan listrik yang berlebihan di sel
neuron saraf pusat yang dapat menimbulkan hilangnya kesadaran, gerakan involunter, fenomena
sensorik abnormal, kenaikan aktivitas otonom dan berbagai gangguan fisik (Doengos, 2000).

30
DAFTAR PUSTAKA

Doenges E. Marylin, 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC: Jakarta.


Price A. Sylvia, 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit Edisi 6. EGC:
Jakarta.
Betz, Cecily L & Sowden Linda A. (2002). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Ngastiyah.( 1997 ). Perawatan Anak Sakit Jakarta : EGC
Smeltzer dan Bare (2005). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Wong (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC
Wilkinson, J., M., Ahern., N.R (2014). Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

31

Anda mungkin juga menyukai