Anda di halaman 1dari 58

INFEKSI LEHER DALAM YANG

BERHUBUNGAN DENGAN
KELAINAN OROMAKSILOFASIAL
Prof. Dr. dr. Farhat, M.Ked (ORL-HNS), Sp. T.H.T.K.L (K)

Fakultas Kedokteran Gigi


Universitas Sumatera Utara
2021
TOPIK
• Anatomi Leher Dalam
• Etiologi dan Patofisiologi infeksi leher dalam
• Diagnosis infeksi leher dalam
• Komplikasi infeksi leher dalam
• Penanganan infeksi leher dalam

5/25/2021 2
ANATOMI LEHER DALAM
• Leher bagian dalam memiliki anatomi paling kompleks karena mencakup
struktur penting seperti saluran pencernaan dan pembuluh besar.
• Beberapa lapisan fasia servikal membungkus isi leher dan membentuk
ruang potensial kepala dan leher.
• Fasia penting sebagai pembatas yang mencegah penyebaran infeksi namun
dapat menjadi penyebar infeksi bila pertahanan fasia rusak.
• Pemahaman anatomi yang terlibat dalam kasus infeksi leher dalam
merupakan hal penting untuk penentuan terapi dan pencegahan komplikasi.

Vieira et al, 2008, Tuli, 2013


5/25/2021 3
ANATOMI LEHER DALAM
• Leher terdiri dari dua fasia:
1. Fasia servikal superfisial
2. Fasia servikal profunda:
a. Lapisan superfisial
b. Lapisan media (lapisan viseral)
c. Lapisan profunda (lapisan prevertebral)

Tuli, 2013, Flint et al., 2010, Bansal, 2012


5/25/2021 4
ANATOMI LEHER DALAM
Fasia servikal superfisial
• Fasia servikal superfisial melapi platisma dan otot ekspresi wajah.
• Jauh ke dalam platisma, terdapat ruang potensial yang memisahkan fasia
servikal superfisial dengan fasia servikal profunda.
• Ruang potensial berisi jaringan adiposa, nervus sensorik, pembuluh darah
seperti vena jugular anterior dan eksterna, limfatik superfisial, dan
memfasilitasi pergerakan bebas dari kulit.

Tuli, 2013, Flint et al., 2010


5/25/2021 5
ANATOMI LEHER DALAM
Fasia servikal profunda
• Fasia servikal profunda terdiri lapisan superfisial, lapisan media (lapisan
viseral/lapisan pretrakeal), dan lapisan profunda (lapisan prevertebral)
1. Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda memiliki perlekatan
sebagai berikut:
Ke superior: garis nuchal superior, tulang oksipital, proses mastoid, arkus
zigomatik, batas inferior mandibula, hyoid dan proses spinosus dari vertebra
servikal.
Ke inferior: manubrium, klavikula, akromium dan spina skapula.

Watkinson and Clarke, 2019


5/25/2021 6
ANATOMI LEHER DALAM
Fasia servikal profunda
Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda membentuk batas fasia
paling superfisial dari leher dalam dan merupakan penghalang penyebaran
infeksi.
Disfungsi fasia menyebabkan penyebaran infeksi seperti abses ke fasia
lebih dalam atau bahkan ke mediastinum.
Akumulasi abses pada lapisan superfisial dari fasia servikal profunda dapat
menyebabkan kompresi struktur di dalamnya.
Akumulasi abses dapat menyebabkan gangguan jalan napas.

Watkinson and Clarke, 2019


5/25/2021 7
ANATOMI LEHER DALAM
Fasia servikal profunda
2. Lapisan media dari fasia servikal profunda (lapisan viseral/lapisan
pretrakeal) melapisi visera pada leher seperti faring, laring, esofagus,
trakea, kartilago tiroid, dan struktur neurovaskular yang berhubungan
dengan arteri karotis.
3. Lapisan profunda dari fasia servikal profunda (lapisan prevertebral)
terdiri dari lapisan prevertebralis dan lapisan alar:
Lapisan prevertebralis terletak di anterior korpus vertebra servikalis secara
medial dan menutupi otot prevertebralis secara lateral.
Ruang antara lapisan prevertebralis dan fasia buccofaringeal adalah ruang
retrofaringeal atau ruang Gillette yang memanjang dari dasar tengkorak ke
mediastinum.
Lapisan alar terletak di antara lapisan prevertebralis dan fasia
buccofaringeal dari lapisan viseral.
Tuli, 2013
5/25/2021 8
ANATOMI LEHER DALAM
Fasia servikal profunda
Lapisan alar memisahkan ruang retrofaringeal dengan “danger space”
dan melapisi trunkus simpatetik servikal.
Perlekatan fasia yang padat setinggi C2 dan C3 mencegah penyebaran
infeksi ke mediastinum.

Tuli, 2013, Flint et al., 2010


5/25/2021 9
ANATOMI LEHER DALAM
Fasia servikal profunda

Potongan sagittal menunjukkan fasia servikalis profunda Bansal, 2012


5/25/2021 yang terdiri dari tiga lapisan 10
ANATOMI LEHER DALAM
Fasia servikal profunda

Potongan transversal menunjukkan fasia servikalis Bansal, 2012


5/25/2021 profunda yang terdiri dari tiga lapisan 11
ANATOMI LEHER DALAM
Fasia servikal profunda

Potongan sagittal menunjukkan fasia buccofaringeal, Watkinson and Clarke, 2019


5/25/2021 ruang retrofaringeal, alar fasia, dan danger space. 12
ANATOMI LEHER DALAM
• Struktur di dalam leher dan fasia di atasnya membentuk ruang sejati dan
juga ruang potensial.
• Ruang pada leher dibagi berdasarkan lokasinya yaitu:
Wajah: bukal, canine, mastikator, parotis
Leher suprahyoid: peritonsillar, submandibular, sublingual, parafaringeal
Leher infrahyoid: viseral anterior
Sepanjang leher: retrofaringeal, danger, prevertebral, karotid
• Berikut beberapa ruang potensial pada leher dalam:

Flint et al., 2010, Watkinson and Clarke, 2019


5/25/2021 13
ANATOMI LEHER DALAM DAN PATOFISIOLOGI
Ruang Peritonsilar
• Ruang peritonsillar berisi jaringan konektif longgar yang terletak di antara
kapsul tonsil dengan otot konstriktor superior.
• Batas anterior ruang peritonsillar merupakan pilar anterior sedangkan batas
posterior merupakan pilar posterior.
• Batas inferior ruang peritonsillar merupakan lidah posterior.
• Dinding medial dari ruang parafaringeal merupakan dinding lateral ruang
peritonsillar yang dibentuk oleh otot konstriktor superior.
• Infeksi pada ruang peritonsillar dapat menyebar ke ruang parafaringeal
melalui pembuluh darah atau limfa yang melewati otot konstriktor superior.

Tuli, 2013, Flint et al., 2010, Watkinson and Clarke, 2019


5/25/2021 14
ANATOMI LEHER DALAM DAN PATOFISIOLOGI
Ruang Parafaringeal
• Ruang parapharyngeal membentuk sebuah kerucut terbalik dengan dasarnya
dibatasi oleh bagian petrous tulang temporal dan apeks setinggi hyoid.
• Batas ruang parafaringeal:
Medial: fasia buccofaringeal yang menutupi otot konstriktor superior.
Dinding medial dari ruang parafaringeal merupakan dinding lateral ruang
peritonsillar.
Posterior: fasia prevertebral yang menutupi otot prevertebral dan processus
transversus vertebra servikal.
Lateral: otot pterygoid medial dan mandibula pada bagian anterior dan
permukaan dalam kelenjar parotid pada bagian posterior.
Watkinson and Clarke, 2019, Bansal, 2012
5/25/2021 15
ANATOMI LEHER DALAM DAN PATOFISIOLOGI
Ruang Parafaringeal
• Ruang parafaringeal dilalui oleh processus styloideus yang membagi ruang
menjadi kompartemen pra (anterior) dan post (posterior) styloid.
• Kompartemen anterior mengandung lemak, jaringan ikat, arteri maksilaris,
saraf alveolar inferior, saraf lingual dan saraf auriculotemporal.
• Kompartemen posterior mengandung arteri karotis, vena jugularis interna,
rantai simpatis, nervus kranial IX, X, XI, dan XII.
• Bagian posterior ruang parafaringeal berhubungan langsung dengan ruang
retrofaringeal sedangkan bagian anteriornya berhubungan dengan ruang
submandibular.

Tuli, 2013, Flint et al., 2010, Watkinson and Clarke, 2019, Bansal, 2012
5/25/2021 16
ANATOMI LEHER DALAM DAN PATOFISIOLOGI
Ruang Retrofaringeal
• Ruang retrofaringeal memiliki dibatasi anterior oleh lapisan media dari fasia
servikalis profunda dan posterior oleh lapisan alar dari lapisan profunda dari
fasia servikalis profunda
• Ruang retrofaringeal memanjang dari dasar tulang tengkorak hingga
bifurkasio trakea.
• Ruang ini dibagi menjadi dua kompartemen (spaces of Gillette) oleh raphe
fibrosa.
• Ruang retrofaringeal mengandung kelenjar getah bening yang biasanya
hilang pada usia 3-4 tahun.
• Ruang ini berhubungan langsung dengan ruang parafaringeal dan secara
limfatik dengan sinus paranasal, regio nasofaring terutama pada anak.
Tuli, 2013, Flint et al., 2010, Watkinson and Clarke, 2019, Bansal, 2012
5/25/2021 17
ANATOMI LEHER DALAM DAN PATOFISIOLOGI
Danger Space
• Disebut danger space karena potensi untuk penyebaran infeksi secara
inferior yang cepat ke mediastinum posterior melalui jaringan areolar yang
memanjang dari dasar tulang tengkorak ke diafragma.
• Ruang ini terletak antara ruang retrofaringeal dan ruang prevertebral.
• Batas anterior danger space adalah lapisan alar sedangkan batas posterior
dibentuk oleh lapisan prevertebral.
• Lateral dari ruang danger space adalah processus transversus vertebra.
• Trunkus simpatis melewati danger space.
• Infiltrasi infeksi dari ruang retrofaringeal, parafaringeal, atau ruang
prevertebral merupakan sumber primer penyebaran infeksi ke danger space.
Flint et al., 2010, Watkinson and Clarke, 2019, Bansal, 2012
5/25/2021 18
ANATOMI LEHER DALAM DAN PATOFISIOLOGI
Ruang Prevertebral
• Ruang prevertebralis dikelilingi oleh fasia prevertebralis, korpus vertebralis dan
dan processus transversus, dan meluas dari clivus dasar tulang tengkorang hingga
coccyx.
• Ruang prevertebralis terletak di belakang danger space.
• Pada ruang prevertebralis terdapat otot paraspinous, prevertebral, dan scalenus,
arteri dan vena vertebralis, pleksus brakialis, dan saraf frenikus.
• Sumber infeksi pada ruang prevertebralis adalah infeksi korpus vertebra dan luka
tembus.
• Tuberkulosis tulang belakang dapat menembus ke ruang prevertebral dan
menyebabkan abses (Pott’s disease).

Flint et al., 2010


5/25/2021 19
ANATOMI LEHER DALAM DAN PATOFISIOLOGI
Ruang Submandibular dan Sublingual
• Ruang submandibular dan sublingual secara fungsional merupakan satu ruang.
• Batas ruang submandibular:
Superior: Mukosa dasar mulut
Inferior: otot digastrik dan tulang hyoid
Anterior: otot mylohyoid dan anterior belly dari digastrik
Posterior: posterior belly dari digastrik dan ligamen stylomandibular
Medial: otot hyoglossus, mylohyoid, styloglossus, genioglossus, dan geniohyoid
Lateral: platysma dan mandibula

Flint et al., 2010, Watkinson and Clarke, 2019, Bansal, 2012


5/25/2021 20
ANATOMI LEHER DALAM DAN PATOFISIOLOGI
Ruang Submandibular dan Sublingual
• Ruang submandibular dibagi oleh otot mylohyoid menjadi kompartemen
sublingual pada superior dan kompartemen submaksilari pada inferior.
• Kompartemen sublingual disebut ruang sublingual berisi kelenjar sublingual dan
ductus Wharton.
• Ruang sublingual terletak lateral dari otot geniohyoid dan genioglossus dan
berhubugan langsung dengan kompartemen submaksilari disekitar tepi posterior
mylohyoid.
• Kompartemen submaksilari disebut ruang submandibular mengandung kelenjar
submandibular dan kelenjar getah bening.

Flint et al., 2010


5/25/2021 21
ANATOMI LEHER DALAM DAN PATOFISIOLOGI
Ruang Submandibular dan Sublingual
• Hubungan mylohyoid dengan apeks gigi menunjukkan sumber infeksi yang
odontogenik pada kasus infeksi ruang submandibular.
• Apeks gigi molar kedua terletak superior terhadap mylohyoid dan melibatkan
ruang sublingual.
• Infeksi molar kedua dan ketiga melibatkan ruang submandibular atau parafaring,
karena akar gigi meluas di bawah garis mylohyoid.

Flint et al., 2010


5/25/2021 22
ANATOMI LEHER DALAM DAN PATOFISIOLOGI

Ruang submanfibular, sublingual, dan bukal

\Watkinson and Clarke, 2019


5/25/2021 23
ANATOMI LEHER DALAM DAN PATOFISIOLOGI
Ruang Mastikator
• Batas ruang mastikator:
Superior: dasar tulang tengkorak
Inferior: tepi bawah mandibula
Lateral: lapisan superfisial dari fasia servikalis profunda
Medial: otot masseter, otot pterygoid medial dan lateral, insersi otot temporalis,
dan mandibula
• Ruang mastikator megandung otot yang berfungsi untuk mastikasi dan cabang
nervus trigeminal, arteri maksilaris interna.
• Infeksi pada ruang mastikator biasanya berasal dari gigi molar mandibula.

Flint et al., 2010, Watkinson and Clarke, 2019, Bansal, 2012


5/25/2021 24
ANATOMI LEHER DALAM DAN PATOFISIOLOGI

Ruang mastikator terdiri atas ruang masseterik dan ruang pterygoid

\Watkinson and Clarke, 2019


5/25/2021 25
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
INFEKSI LEHER DALAM
• Di era pra-antibiotik, 70% dari infeksi ruang leher dalam disebabkan oleh
faringotonsilitis dan 20% oleh infeksi odontogenik.
• Saat ini, infeksi odontogenik merupakan faktor etiologi umum yang menyebabkan
infeksi leher dalam.
• Beberapa faktor etiologi lain adalah menelan benda asing, penyakit komorbid
seperti diabetes melitus (DM), infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan
penyalahgunaan obat intravena (IV), fraktur mandibula, sialolithiasis, parotitis dan
infeksi tiroid.
• Pada anak, penyebab paling sering adalah tonsilitis akut dan faringitis.
• Rinosinusitis akut pada anak, dapat menyebabkan limfadenitis yang jika
mengalami supurasi dapat menyebabkan abses leher.
Flint et al., 2010, Watkinson and Clarke, 2019, Bansal, 2012
5/25/2021 26
ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI
INFEKSI LEHER DALAM
• Bakteri penyebab infeksi leher dalam sering merupakan campuran
organisme aerob dan anaerob.
• Bakteri tersebut umumnya merupakan flora normal yang berhubugan
dengan infeksi odontogenik streptokokus viridans, stafilokokus epidermidis,
stafilokokus aureus, streptokokus pyogenes, bakteroides, fusobakterium,
dan peptostreptokokus.
• Penyebab lain adalah neisseria, pseudomonas, escherichia, dan hemofilus.
• Saat ini, bakteri methicillin resistant staphylococcus aureus (MRSA) juga
diketahui berhubungan dengan infeksi leher dalam.

Flint et al., 2010


5/25/2021 27
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Manifestasi Klinis
• Nyeri merupakan gejala paling umum dan biasanya terfokus pada ruang
leher dalam yang terlibat.
• Keluhan lain yang umum antara lain demam, bengkak dan kemerahan pada
leher.
• Keluhan lain sesuai dengan ruang leher dalam yang terlibat seperti
odinofagia, disfagia, salivasi berlebihan, “hot potato” voice, trismus,
tortikolis, dan nyeri telinga.

Flint et al., 2010, Watkinson and Clarke, 2019


5/25/2021 28
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Manifestasi Klinis
• Infeksi ruang peritonsil
Umumnya merupakan komplikasi tonsilitis
Gejala berupa nyeri saat membuka mulut atau trismus akibat keterlibatan
otot pterygoid internal, demam, nyeri telinga karena tonsil dan telinga
dipersarafi oleh nervus yang sama yaitu nervus IX, odinofagia, hot potato
voice, dan halitosis.
Tonsil pada pemeriksaan tampak merah, bengkak, disertai eksudat, uvula
dapat mengalami deviasi pada kasus berat.
Pembengkakan pada leher yang ipsilateral dengan infeksi tonsil
Tortikolis
Ballenger et al, 2003, Watkinson and Clarke, 2019
5/25/2021 29
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Manifestasi Klinis
• Infeksi ruang parafaringeal
Dapat terinfeksi primer atau sekunder karena penyebaran infeksi dari ruang
submandibular atau retrofaringeal, faringitis, tonsilitis, adenoiditis,
sialadenitis, parotitis.
Infeksi gigi, komplikasi otitis media, luka tusuk pada leher juga dapat
menyebabkan abses parafaringeal.
Gejala umum berupa demam, nyeri menelan, tortikolis.
Gejala lain sesuai dengan kompartemen pada ruang parafaringeal yang
terlibat.

Ballenger et al, 2003, Watkinson and Clarke, 2019, Tuli et al, 2013
5/25/2021 30
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Manifestasi Klinis
• Infeksi ruang parafaringeal
Manifestasi infeksi pada kompartemen anterior:
Prolaps tonsil
Trismus
Bengkak pada bagian belakang sudut rahang
Odinofagia

Ballenger et al, 2003, Watkinson and Clarke, 2019


5/25/2021 31
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Manifestasi Klinis
• Infeksi ruang parafaringeal
Manifestasi infeksi pada kompartemen posterior:
Penonjolan pada faring dibelakang pilar posterior.
Disfungsi nervus kranialis IX, X, XI, XII menimbulkan manifestasi
disfagia, suara serak, regurgitasi nasal, palsi pada palatum, laring, dan lidah.
Sindrom Horner akibat keterlibatan rantai simpatetik yaitu adanya
anhidrosis, ptosis, enoftalmus, konstriksi pupil ipsilateral.
Bengkak pada area parotis.

Ballenger et al, 2003, Watkinson and Clarke, 2019, Bansal, 2012


5/25/2021 32
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Manifestasi Klinis
• Infeksi ruang retrofaringeal
Pada dewasa, infeksi umumnya disebabkan oleh penusukan pada dinding
mukosa posterior faring atau esofagus servikal.
Pada anak, umumnya merupakan sekunder dari supurasi kelenjar getah
bening retrofaringeal akibat infeksi saluran pernapasan atas.
Gejala yang muncul adalah demam, disfagia, iritabilitas, tortikolis, sulit
menelan, dan disfagia dan pada kasus berat dapat terjadi drooling dan
stridor.
Pada pemeriksaan, dijumpai adanya penonjolan unilateral pada posterior
dinding faring.
Abses dapat menyebabkan gangguan jalan napas. Watkinson and Clarke, 2019, Bansal, 2012, Tuli et al, 2013
5/25/2021 33
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Manifestasi Klinis
• Infeksi ruang submandibula
Gejala yang muncul adalah sulit menelan, odinofagia, trismus, bengkak
pada pipi dan leher yang nyeri, demam, dan salivasi berlebihan, dispnea
dapat muncul bila infeksi memberat.
Bengkak pada dasar rongga mulut.
Lidah terangkat ke belakang pada infeksi yang melibatkan ruang
sublingual.
Penyebaran infeksi hingga ruang submaksilari dan submental menyebabkan
selulitis pada area submandibular yang disebut Ludwig Angina.
Ludwig angina dapat menyebabkan gangguan jalan napas.
Watkinson and Clarke, 2019, Bansal, 2012, Tuli et al, 2013
5/25/2021 34
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Manifestasi Klinis
• Infeksi ruang mastikator
Umumnya merupakan sekunder dari infeksi odontogenik, namun juga dapat
disebabkan oleh infeksi pada ruang parotid, ruang submandibular, atau
ruang peritonsillar.
Gejala paling umum adalah trismus.

Watkinson and Clarke, 2019


5/25/2021 35
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah lengkap, hitung jenis
leukosit, elektrolit, urin.
Kultur darah, tenggorokan, dan luka bila dibutuhkan.

Watkinson and Clarke, 2019


5/25/2021 36
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Radiologi
1. Pemeriksaan foto polos merupakan pemeriksaan yang tidak mahal, cepat,
dan tersedia luas di fasilitas kesehatan.
Pemeriksaan jaringan lunak anteroposterior dan lateral leher untuk menilai
keterlibatan infeksi ruang retrofaringeal.
Gambaran jaringan lunak retrofaringeal yang lebih lebar dari 7mm atau
jaringan lunak retrotrakeal lebih lebar dari 13mm menunjukkan
kemungkinan infeksi pada ruang retrofaringeal.
Udara di jaringan retropharyngeal/ air fluid level biasanya menunjukkan
adanya abses.
Ballenger et al, 2003, Flint et al., 2010
5/25/2021 37
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Radiologi

Air fluid level pada abses retrofaringeal.


Tuli et al, 2013
5/25/2021 38
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Radiologi
2. Foto panoramik perlu dilakukan untuk identifikasi sumber infeksi dental
pada kasus yang diduga akibat infkesi odontogenik.
3. Pemeriksaan foto toraks dilakukan pada kasus dengan dispnea, takikardia,
batuk untuk identifikasi aspirasi atau mediastinitis.

Ballenger et al, 2003, Flint et al., 2010


5/25/2021 39
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Radiologi
4. Pemeriksaan CT scan
Pemeriksaan CT scan dengan kontras merupakan modalitas pencitraan
‘gold standard’ untuk kasus infeksi leher dalam dan dilakukan bila jalan
napas aman atau sudah diamankan
Adalah alat diagnostik yang sangat baik untuk membedakan selulitis ruang
leher dalam dengan abses.
Abses memiliki gambaran sebagai rim enhancement lesion.
Selulitis memiliki gambaran adanya cairan dan lemak pada jaringan
subkutan di sepanjang fasia.
Ballenger et al, 2003, Flint et al., 2010, Watkinson and Clarke, 2019
5/25/2021 40
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Radiologi
4. Pemeriksaan CT scan
CT scan membantu identifikasi ruang leher dalam yang terlibat sehingga
diketahui ruang leher dalam yang akan dieksplorasi dan dilakukan drainase
saat tindakan operasi.
Mediastinum ikut dimasukkan ke dalam bidang CT scan oleh karena infeksi
pada ruang submandibular dapat menyebar melewati lapisan superfisial
fasia servikal profunda ke klavikula dan selanjutnya menginfeksi
mediastinum menyebabkan mediastinitis.

Ballenger et al, 2003, Flint et al., 2010, Watkinson and Clarke, 2019
5/25/2021 41
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Radiologi

Rim enhancement lesion pada CT scan kasus abses parafaringeal. Ouattassi et al, 2015
5/25/2021 42
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Radiologi
5. Pemeriksaan MRI
MRI tidak rutin digunakan pada kasus infeksi leher dalam karena memakan
waktu lebih lama dan kurang toleran terhadap pasien dengan nyeri atau
kesulitan menelan dan mempertahankan jalan napas pada posisi supine.
MRI memberikan informasi tambahan bila infeksi melibatkan rongga
intracranial, parotis, dan ruang prevertebral.

Flint et al., 2010,


5/25/2021 43
DIAGNOSIS INFEKSI LEHER DALAM
Pemeriksaan Penunjang
• Pemeriksaan Radiologi
6. Pemeriksaan ultrasonografi (USG)
USG membantu untuk menentukan apakah suatu abses dapat didrainase
atau tidak.
USG dilakukan disertai dengan aspirasi jarum halus yang mungkin
membantu mendapatkan sampel kultur dan terapi drainase.
Tindakan USG tidak dapat dilakukan pada kasus dengan edema leher yang
signifikan atau infeksi pada ruang leher dalam yang tidak dapat diakses.

Flint et al., 2010,


5/25/2021 44
KOMPLIKASI INFEKSI LEHER DALAM
• Komplikasi umum terjadi pada pasien dengan penyakit komorbid.
• Abses retrofaringeal dan angina Ludwig memiliki risiko tinggi untuk
obstruksi saluran napas dan membutuhkan trakeostomi.
• Berikut keadaan yang terjadi sebagai komplikasi infeksi leher dalam:
1. Lemierre’s Syndrome
2. Cavernous Sinus Thrombosis
3. Carotid Artery Pseudoaneurysm or Rupture
4. Mediastinitis
5. Necrotizing Fasciitis

Flint et al., 2010,


5/25/2021 45
KOMPLIKASI INFEKSI LEHER DALAM
1. Lemierre’s Syndrome
Sindrom Lemierre adalah tromboflebitis langka pada vena jugularis interna
yang paling sering disebabkan oleh bakteri basilus gram negatif, anaerob
yaitu Fusobacterium necrophorum.
Sindrom muncul setelah periode faringitis yang berkembang menyebabkan
gejala demam, lesu, nyeri dan edema pada leher lateral, trismus, dan emboli
septik dan paling banyak terlihat sebagai infiltrat nodular bilateral pada foto
toraks.
Bakteri diduga menyebar melalui vena tonsillar ke sistem jugularis interna
lalu menginduksi agregasi platelet dan pembentukan trombus septik.
Diagnosa dengan CT scan kontras pada leher.
Flint et al., 2010,
5/25/2021 46
KOMPLIKASI INFEKSI LEHER DALAM
2. Trombosis sinus kavernosa
Trombosis sinus kavernosa adalah infeksi yang mengancam jiwa dengan
tingkat moralitas 30% sampai 40% yang disebabkan oleh penyebaran
infeksi retrograde dari gigi atas atau sinus paranasal melalui sistem vena
oftalmikus tanpa katup ke sinus kavernosa.
Gejala termasuk demam, letargi, nyeri orbital, proptosis, berkurangnya
mobilitas ekstraokular, dan dilatasi pupil dengan refleks cahaya pupil yang
lambat.
Diagnosis paling baik dengan MRI disertai kontras.

Flint et al., 2010,


5/25/2021 47
KOMPLIKASI INFEKSI LEHER DALAM
3. Pseudoaneurisma atau ruptur arteri karotis
Pseudoaneurisma atau ruptur arteri karotis merupakan kejadian langka dan
pernah ditemukan pada kasus dengan penyebaran infeksi dari ruang
retropharyngeal atau parafaringeal ke ruang karotis.
Ciri khas dari komplikasi ini adalah massa leher yang berdenyut, sindrom
Horner, kelumpuhan saraf kranial IX sampai XII, hematoma yang meluas
atau ekimosis leher, atau keluar darah berwarna merah cerah dari hidung
atau mulut.
Tindakan bedah ligase arteri segera perlu dilakukan.

Flint et al., 2010,


5/25/2021 48
KOMPLIKASI INFEKSI LEHER DALAM
4. Mediastinitis
Mediastinitis adalah komplikasi yang relatif jarang dari infeksi leher dalam
dengan angka kematian 30% sampai 40% yang disebabkan oleh penyebaran
infeksi sepanjang bidang retropharyngeal dan prevertebral dari leher ke
mediastinum atas.
Manifestasi kasus berupa edema leher difus, dispnea, nyeri pleuritik dengan
pernapasan yang dalam, takikardia, dan hipoksia.
Pada foto toraks tampak adanya pelebaran mediastinum atau efusi pleura.
CT scan toraks dengan kontras menunjukkan adanya akumulasi cairan, air
fluid level atau infiltrasi lemak mediastinal.

Flint et al., 2010,


5/25/2021 49
KOMPLIKASI INFEKSI LEHER DALAM
5. Necrotizing Fasciitis
Necrotizing fasciitis adalah bentuk parah dari infeksi leher dalam yang
terjadi lebih sering pada kelompok usia yang lebih tua (usia lebih dari 60
tahun) dan pasien dengan gangguan sistem imun, terutama pasien dengan
diabetes yang tidak terkontrol dengan baik.
Asal infeksi umumnya odontogenik dan melibatkan flora aerobik dan
anaerobik campuran.
Presentasi klinis adalah selulitis progresif cepat dengan pitting neck edema
dan tampilan seperti kulit jeruk akibat gangguan limfatik dermal dengan
atau tanpa krepitasi subkutan.
CT leher dengan kontras intravena menunjukkan adanya gas, difus, dan area
hipodens tanpa adanya penyengatan perifer. Flint et al., 2010,
5/25/2021 50
PENANGANAN INFEKSI LEHER DALAM
1. Mengamankan dan evaluasi patensi jalan napas
• Tindakan awal yang penting dilakukan pada pasien dengan infeksi leher
dalam adalah mengamankan jalan napas.
• Antisipasi terhadap gangguan jalan napas perlu dilakukan terutama bila
infeksi melibatkan dasar mulut, ruang parafaringeal dan ruang
retrofaringeal.
• Evaluasi saluran napas menggunakan endoskopi fiberoptik biasanya dapat
mengidentifikasi komplikasi saluran napas yang sedang berkembang
sebelum gangguan jalan napas terjadi.
• Oksimetri perlu dilakukan untuk monitoring.

Flint et al., 2010, Watkinson and Clarke, 2019


5/25/2021 51
PENANGANAN INFEKSI LEHER DALAM
1. Mengamankan dan evaluasi patensi jalan napas
• Pemberian oksigen, injeksi steroid dan nebulisasi dengan epinefrin
merupakan lini awal terapi jalan napas dan umumnya berhasil pada
gangguan jalan napas ringan sambil tetap dalam pengawasan.
• Gangguan jalan napas berat dengan stridor, dispnea, retraksi, disertai edema
berat pada faring, elevasi lidah, edema jalan napas, atau kompresi jalan
napas akibat abses memerlukan tindakan intubasi maupun trakeostomi.
• Monitoring jalan napas dilakukan minimal hingga 48 jam setelah intervensi
bedah karena adanya potensi edema paska operasi.

Flint et al., 2010, Watkinson and Clarke, 2019


5/25/2021 52
PENANGANAN INFEKSI LEHER DALAM
2. Pemberian cairan
• Disfagia, odinofagia, dan trismus pada infeksi leher dalam menyebabkan
asupan cairan yang tidak adekuat.
• Pemberian cairan kristaloid 1-2liter memberikan manfaat pada banyak
pasien dengan infeksi leher dalam.

Flint et al., 2010, Watkinson and Clarke, 2019


5/25/2021 53
PENANGANAN INFEKSI LEHER DALAM
3. Pemberian antibiotik
• Infeksi leher dalam memerlukan antibiotik intravena karena penyebaran
infeksi yang progresif.
• Antibiotik yang diberikan umumnya merupakan antibiotik spektrum luas
karena etiologi bakteri penyebab kasus tersebut adalah campuran bakteri
flora normal gram positif atau negatif dengan atau tanpa bakteri anaerob.
• Bila terjadi perbaikan klinis yang signifikan oleh pemberian antibiotik
intravena setelah 48 sampai 72 jam, maka terapi dilanjutkan selama 24 jam
dan diikuti dengan antibiotik oral selama 2 minggu.
• Pasien yang membutuhkan pembedahan biasanya membutuhkan antibiotik
intravena selama 48 sampai 72 jam pasca operasi sebelum dipulangkan ke
rumah dengan terapi oral. Flint et al., 2010
5/25/2021 54
PENANGANAN INFEKSI LEHER DALAM
Tabel 1. Pemilihan antibiotik untuk kasus infeksi leher dalam berdasarkan bakteri penyebab.

Flint et al., 2010, Watkinson and Clarke, 2019


5/25/2021 55
PENANGANAN INFEKSI LEHER DALAM
4. Tindakan bedah
• Insisi dan drainase dilakukan pada kasus infeksi leher dalam.
• Indikasi:
a. Air fluid level pada leher atau ada bukti organisme penyebab merupakan
penghasil gas.
b. Adanya abses pada ruang leher dalam.
c. Ancaman gangguan jalan nafas akibat abses atau phlegmon.
d. Tidak ada respon dalam 48-72 jam setelah pemberian antibiotik intravena
empirik.

Flint et al., 2010


5/25/2021 56
PENANGANAN INFEKSI LEHER DALAM
4. Tindakan bedah
• Insisi transoral dilakukan untuk akses ke ruang bukal dan ruang mastikator.
• Insisi transservikal yaitu insisi leher horizontal memberikan akses ke ruang
mastikator, parafaringeal, pterygoid, submandibular, prevertebral,
retrofaringeal, karotid, dan lateral leher.
• Setelah mencapai ruang leher dalam, cairan atau pus yang diperoleh harus
dikultur dan diikuti dengan irigasi dengan cairan salin normal.
• Pada kasus dengan penyebaran akibat infeksi odontogenik, perlu dilakukan
penanganan pada gigi tersebut.

Flint et al., 2010


5/25/2021 57
TERIMAKASIH

5/25/2021 58

Anda mungkin juga menyukai