Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit malaria merupakan penyakit infeksi yang memberikan morbiditas

yang cukup tinggi di dunia, dan merupakan infeksi yang ke- 3 teratas dalam jumlah

kematian. Walaupun didalam beberapa Negara yang sudah maju tidak dijumpai lagi

infeksi malaria, tetapi lebih dari 106 negara di dunia masih menangani infeksi

malaria, khususnya di daerah tropic maupun di negara yang sedang berkembang yaitu

di Afrika, sebagian besar Asia, sebagian besar Benua Amerika ( Amerika Latin).

WHO melaporkan dalam tahun 2009 masih terdapat 225 juta penderita malaria

dengan angka kematian 781.000. Di Indonesia sendiri malaria masih merupakan

penyakit infeksi yang menjadi perhatian utama Kementerian Kesehatan untuk

dilakukan eliminasi disamping Infeksi Tuberkulosis dan infeksi HIV/AIDS.

Dalam 10 tahun terakhir ini sudah terjadi perubahan peta endemisitas infeksi

malaria di Indonesia, sebagian daerah dengan endemisitas tinggi di Papua dan

Kalimantan sudah menurun, walaupun demikian kehati- hatian terhadap infeksi

malaria dapat ditemukan di semua daerah / kota di Indonesia tetap dilakukan.

Mobilisasi penduduk yang cukup tinggi dan transfortasi yang semakin cepat

memungkinkan terjadinya kasus-kasus impor di semua daerah yang sudah

tereleminasi malaria.

1
Infeksi malaria tersebar lebuh dari 100 negara di Benua Afrika , Asia,

Amerika ( bagian selatan ) dan daerah Oceania dan Kepulauan Caribia. Lebih dari 1.6

triliun manusia terpapar oleh malaria dengan dugaan morbiditas 200 – 300 juta dan

mortalitas lebih dari 1 juta per tahun. Beberapa daerah yang bebas malaria yaitu

Amerika Serikat, Kanada, Negara di Eropa ( kecuali Rusia ), Israel, Singapura,

Hongkong, Japan, Taiwan, Korea, Brunei dan Australia. Negara tersebut terhindar

dari malaria Karena vector yang kontrolnya baik, walaupun demikian di Negara

tersebut makin banyak dijumpai kasus malaria yang di impor karena pendatang dari

Negara malaria atau penduduknya mengunjungi daerah daerah malaria.

P. falciparum dan P.malariae umumnya dijumpai pada semua Negara

malaria, di Afrika, Haiti dan papua nugini umumnya P.falciparum, P.vivax banyak di

amerika latin. Di amerika selatan, asia tenggara, Negara oceania dan india umumnya

P.falciparum dan P.vivax, P.ovale biasanya hanya di afrika. Di Indonesia kawasan

timur mulai Kalimantan, Sulawesi trngah sampai ke utara, Maluku, irian jaya dan dari

Lombok sampai nusatenggara timur serta timor timur merupakan daerah endemis

malaria dengan P.falciparum dan P.vivax. beberapa daerah di sumatera mulai dari

lampung, riau, jambi dan batam kasus malaria cenderung meningkat. Populasi yang

beresiko terhadap malaria ialah 113 juta dari 218 juta masyarakat Indonesia.

Walaupun demikian jumlah kasus malaria telah menurun dari 2.8 juta tahun 2001

menjadi 1.2 juta kasus pada tahun 2008.

Pemerintah memandang malaria masih sebagai ancaman terhadap status kesehatan

masyarakat terutama pada rakyat yang hidup di daerah terpencil. Hal ini tercermin

dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor: 2 tahun 2015 tentang Rencana

2
Pembangunan Jangka Menengah Naional tahun 2015 - 2019 dimana malaria

termasuk penyakit prioritas yang perlu ditanggulangi.

Malaria tetap menjadi penyebab penting penyakit dan kematian pada anak-

anak dan orang dewasa di Indonesianegara-negara yang endemik. Kontrol malaria

membutuhkan pendekatan terpadu,termasuk pencegahan (terutama pengendalian

vektor) dan perawatan cepat dengan efektifagen antimalaria. Sejak penerbitan edisi

pertama Pedoman untukpengobatan malaria pada tahun 2006 dan edisi kedua pada

tahun 2010, semua negara di Indonesiamalaria endemik P. falciparum mana yang

semakin memperbaharui pengobatannyakebijakan dari penggunaan monoterapi

dengan obat-obatan seperti chloroquine, amodiaquine dansulfadoxine –

pyrimethamine (SP) untuk artemisinin yang saat ini direkomendasikanterapi

kombinasi (ACT). ACT umumnya sangat efektif dan baik ditoleransi. Ini telah

memberikan kontribusi besar terhadap pengurangan morbiditas globaldan kematian

akibat malaria. Resistensi terhadap artemisinin telah munculbaru-baru ini di P.

falciparum di Asia Tenggara, yang mengancam keuntungan ini.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Malaria Vivax

Suatu penyakit infeksi tropis yang agent infeksinya protozoa dari genus

Plasmodium vivax. Penularan malaria dilakukan oleh nyamuk betina Anopheles sp

yang infektif.

2.2Epidemiologi Malaria Vivax

Dengan menggunakan statistik nasional yang dilaporkan oleh kantor

regional Organisasi Kesehatan Dunia, World Health Organization tahun

1999melaporkan memperkirakan bahwa ada antara 72 hingga 80 juta kasus malaria

terhadap P. vivax setiap tahun dengan beban terbesar yang diamati di Asia Selatan

dan Asia Timur (52%), Mediterania Timur (15%) dan Amerika Selatan (13%). Baru-

baru ini statistik ini ditantang oleh analisis menggunakan kombinasi sistem informasi

geografis, epidemiologi malaria, peta historis dan informasi mengenai kepadatan

populasi, lingkungan, dan batas vekto. Direvisi perkiraan beban malaria global

ditemukan hingga 2,5 kali lebih tinggi daripada yang berasal dari statistik nasional.

Dalam pekerjaan pendahuluan, Hay dan rekannya juga menemukan bahwa malaria

non-falciparum, terutama P. vivax, menyumbang 25-40% dari beban malaria global

dengan antara 132 - 391 juta kasus per tahun. Ketika kepadatan populasi daerah

endemik untuk P. vivax diambil sebagai pertimbangan, jumlah orang yang beresiko

infeksi mencapai 2,6 miliar, sedikit lebih besar daripada P. falciparum. Meskipun

4
perdebatan tentang metodologi terus berlanjut, itu kemungkinan bahwa beban

sebenarnya dari malaria vivax telah sangat kurang dihargai dan mungkin di wilayah

seperempat miliar kasus klinis per tahun. Di selatan dan tenggara Asia, di mana

sebagian besar malaria vivax terjadi, P. vivax menyumbang hingga 50% kasus

malaria dengan tingkat prevalensi antara 1-6% dari populasi. Beban vivax yang

proporsional bahkan lebih besar di Amerika Tengah dan Selatan, mencapai 71-81%

dari semua kasus malaria.

Di Afrika bagian timur dan selatan hanya 5% dari infeksi malaria yang

disebabkan oleh P. vivax, meskipun ini masih menyumbang antara 6-15 juta kasus

per tahun. Munculnya P. falciparum yang resisten klorokuin cenderung mengurangi

proporsi kasus malaria karena P. vivax; namun jumlah absolut P.vivax tetap tinggi.

Sebaliknya, di mana strategi pengendalian malaria yang berhasil telah digunakan,

rasio infeksi P. falciparum ke P. vivax telah turun. Di sebagian besar wilayah, beban

penyakit paling besar terjadi pada anak kecil dan bayi dengan kekebalan yang

biasanya berkembang pada 10-15 tahun usia 13. Dalam sebuah studi longitudinal dari

Thailand, tingkat kejadian bervariasi dari lebih dari 800 per 100 orang-tahun pada

anak di bawah 5 tahun hingga 200 per100 orang-tahun pada orang dewasa yang lebih

tua. Dalam pengaturan transmisi rendah ini, premunisi dan carriage asimptomatik

terjadi, meskipun secara keseluruhan 82% pasien dengan P. Vivaxparasitemia masih

ditemukan bergejala. Mengeksplorasi angka ini dengan perkiraan jumlah total infeksi

P. vivax, menunjukkan bahwa ada antara 106 dan 313 juta kasus klinis malaria vivax

setiap tahun.

5
2.3Etiologi Malaria Vivax

Penyebab infeksi malaria vivax ialah plasmodium vivax.

2.4 Patogenesis Malaria

Infeksi parasit malaria pada manusia mulai saat nyamuk anopheles betina

menggigit manusia muali saat nyamuk akan melepaskan sporozoit ke dalam

pembuluh darah dimana sebagian besar dalam dalam waktu 45 menit akan menuju ke

hati dan sebagian kecil sisanya akan mati di darah. Di dalam sel parenkim hati

mulailah perkembangan bentuk aseksual skizon intrahepatic atau skizon pre eritrosit.

Perkembangan ini memerlukan waktu 5.5 hari untuk plasmodium falciparum dan 15

hari untuk plasmodium malariae. Setelah sel parenkim hati terinfeksi, terbentuk

skizon hati apabila pecah akan dapat mengeluarkan 10.000 – 30.000 merozoit ke

sirkulasi darah. Pada P.vivax dan ovale, sebagian parasit di dalam sel hati membentuk

hipnozoit yang dapat bertahan sampai bertahun-tahun, dan bentuk ini yang akan

menyebabkan terjadinya relaps pada malaria.

Setelah berada dalam sirkulasi darah merozoit akan menyerang eritrosit dan

masuk melalui reseptor permukaan eritrosit. Pada P.vivaxreseptor ini berhubungan

dengan factor antigen Duffy Fya atau Fyb. Hal ini menyebabkan individu dengan

golongan darah Duffy negative tidak dapat terinfeksi malaria vivax. Dalamwaktu

kurang dari 12 jam parasit berubah menjadi bentuk ring, pada p. falciparummenjadi

bentuk stereo – headphones, yang mengandung kromatin dalam intinya dikelilingi

sitoplasm. Parasit tumbuh setelah memakan hemoglobin dan dalam metabolisme-nya

membentuk pigmen yang disebut hemozoin yang dapat dilihat secara mikroskopik.

6
Eritrosit yang berparasit menjadi lebih elastic dan dinding berubah menjadi lonjong,

pada P. falciparum dinding eritrosit membentuk tonjolan yang disebut knob yang

nantinya penting dalam proses sitoaderens dan resetting. Setelah 36 jam invasi

kedalam eritrosit, parasit berubah menjadi skizon, bila skizon pecah akan

mengeluarkan 6-36 merozoit dan siap menginfeksi eritrosit yang lain. Siklus aseksual

ini pada P. falciparum, P. Vivax, dan P. ovale ialah 48 jam dan pada P. malariae

adalah 72 jam. Di dalam darah sebagian parasit akan membentuk gamet jantan dan

betina, bila nyamuk menghisap darah manusia yang sakit akan terjadi siklus seksual

dalam tubuh nyamuk. Setelah terjadi perkawinan akan terbentuk zigot dan menjadi

lebih bergerak menjadi ookinet yang menembus dinding perut nyamuk dan akhirnya

menjadi bentuk oocyst yang akan menjadi masak dan mengeluarkan sporozoit yang

akan bermigrasi ke kelenjar ludah nyamuk dan siap menginfeksi manusia (IPD, 2014)

2.5 Gejala Klinis Malaria Vivax

Gejala klinis meliputi menggigil, muntah, malaise, sakit kepala, demam, dan mialgia.

Gejala-gejala ini tidak spesifik dan tidak dapat dibedakan secara akurat dari demam

lain atau malaria lainnya. Demam tinggi lebih sering terjadi pada malaria vivax

daripada malaria falciparum, bersamaan dengan schizont yang pecah. Demam

paroksismal klasik yang berlangsung selama 4-8 jam dan terjadi dengan periodisitas

48-56 jam, memerlukan beberapa siklus aseksual untuk berkembang pada infeksi

primer, walaupun kambuh sering dimulai secara serempak dengan kekakuan.

Plasmodium vivax memiliki reputasi sebagai infeksi jinak, jika dibandingkan dengan

manifestasi yang lebih banyak ini sering diamati dengan P. falciparum yang tidak

7
diobati. Namun pada era pra-antibiotik, vivax malaria mengakibatkan penyakit

demam kronis yang melemahkan yang dapat berlangsung selama bertahun-tahun dan

dikaitkan dengan hipoproteinemia dan edema serta penurunan berat badan yang

dramatis. Bahkan saat ini dengan akses ke antimalaria yang efektif, infeksi parah dan

fatal dapat terjadi dengan P. vivax. Telah lama diketahui bahwa ruptur limpa

merupakan komplikasi yang mengancam jiwa, meskipun jarang. Baru-baru ini P.

vivax telah terbukti menyebabkan anemia, gangguan pernapasan, kekurangan gizi dan

mungkin koma.

Di daerah endemik untuk P. vivax, prevalensi biasanya mencapai

puncaknya pada bayi muda dan anak-anak. Hemolisis berulang (baik dari sel darah

merah baik yang dipasparasi maupun yang tidak di ingangi parasit) dan

diserythropoesis akibat kekambuhan malaria vivax memperburuk anemia

multifaktorial ini. Meskipun sebagian besar penelitian belum menghitung proporsi

yang disebabkan oleh malaria vivax, di beberapa daerah infeksi P.vivax cenderung

menjadi penentu terpenting anemia pada bayi. Contoh kasus berasal dari papua

selatan, Indonesia di mana hampir 38% pasien yang dirawat di rumah sakit karena

malaria adalah anemia (Hb <7g / dl). Di wilayah ini 40% anemia berat (Hb <5 g / dl)

pada bayi dapat dikaitkan dengan infeksi P. vivax, tingkat hampir tiga kali lipat lebih

tinggi daripada P. falciparum. Temuan serupa di Venezuela juga menunjukkan bahwa

anemia mungkin lebih parah dan sering pada infeksi P.vivax daripada P. falciparum.

Ketika diperparah oleh fungsi pernafasan ringan dan malnutrisi derajat anemia seperti

itu cenderung menjadi kontributor penting untuk morbiditas, perawatan di rumah

sakit dan bahkan kematian.

8
Wanita hamil sangat rentan terhadap malaria. Beban kehamilan awal P. vivax kurang

dijelaskan dengan baik. P. vivax tampaknya tidak menyita dalam plasenta 36 dan

dikaitkan dengan perubahan histologis yang kurang jelas dalam plasenta, proses

utama adalah meningkatkan deposisi hemozoin. Namun P.vivax masih dapat

memberikan efek buruk pada janin melalui anemia ibu dan induksi respons inflamasi

lokal yang kuat, yang keduanya mengganggu hemodinamik utero-plasenta. Temuan

klinis dari Thailand dan India telah menunjukkan bahwa malaria vivax selama

kehamilan menyebabkan maternalanemia dan penurunan berat badan rata-rata yang

signifikan (sekitar 110 g) yang sekitar 60% dari yang diamati dengan malaria

falciparum ini hampir pasti berkontribusi pada kematian bayi. Menariknya, berbeda

dengan malaria falciparum, penurunan berat badan lahir lebih besar pada

multigravidae daripada primigravidae pada malaria vivax.

2.6 Diagnosis Malaria

Diagnosis pasti malaria harus ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan darah

secara mikroskopis atau uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test=RDT).

A. Anamnesis

Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:

a. Keluhan : demam, menggigil, berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual,

muntah, diare dan nyeri otot atau pegal-pegal.

b. Riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria.

c. Riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria.

9
d. Riwayat tinggal di daerah endemis malaria.

B. Pemeriksaan fisik

a. Suhu tubuh aksiler ≥ 37,5 °C

b. Konjungtiva atau telapak tangan pucat

c. Sklera ikterik

d. Pembesaran Limpa (splenomegali)

e. Pembesaran hati (hepatomegali)

C. Pemeriksaan laboratorium

1) Pemeriksaan dengan mikroskop

Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/lapangan/ rumah

sakit/laboratorium klinik untuk menentukan:

i. Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif).

ii. Spesies dan stadium plasmodium.

iii. Kepadatan parasit.

2)Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)

Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan

menggunakan metoda imunokromatografi. Sebelum menggunakan RDT perlu

dibaca petunjuk penggunaan dan tanggal kadaluarsanya. Pemeriksaan dengan

RDT tidak digunakan untuk mengevaluasi pengobatan.

10
2.7 Pemeriksaan Penunjang Malaria

1) Pemeriksaan tetes darah untuk malaria:

i. Tetesan preparat darah tebal

pemeriksaan parasit dilakukan selama 5 menit (diperkirakan 100 lapang

pandangan dengan pembesaran kuat). Preparat dinyatakan negative bila

setelah diperiksa 200 lapang pandangan dengan pembesaran kuat (700-1000)

kali tidak ditemukan parasit. Hitung parasit dapat dilakukan pada tetes tebal

dengan menghitung jumlah parasit per 200 leukosit . Bila leukosit 10.000/ul

maka hitung parasitnya dikalikan 50 merupakan jumlah parasit per mikro-liter

darah.

ii. Hapusan darah tipis

Hapusan ini digunakan untuk membedakan jenis plasmodium, bila dengan

preparat darah tebal sulit. Kepadatan parasit dinyatakan sebagi hitung parasit

(parasite count), dapat dilakukan berdasarkan jumlah eritrosit yang

mengandung parasit per 1000 sel darah merah. Bila jumlah parasit >

100.000/ul darah menandakan infeksi berat. Hitung parasit penting untuk

menentukan prognosis penderita malaria, walaupun komplikasi juga dapat

timbul dengan jumlah parasit yang minimal. Pengecatan dilakukan dengan cat

Giemsa, atau Leishman’s atau Field’s dan juga Romanowsky.Pengecatan

Giemsa yang umum dipakai pada beberapa laboratorium dan merupakan

pengecatan yang mudah dengan hasil yang cukup baik.

11
2) Tes Antigen

Ada 2 jenis antigen yaitu Histidine Rich Protein IImendeteksi antigen dari

P.falciparum dan antigen LDH (Laktate Dehydrogenase) yang terdapat pada

plasmodium lainnya. Deteksi sangat cepat hanya 3-5 menit, tidak memerlukan

latihan khusus, sensitivitasnya baik, tidak memerlukan alat khusus. Ada 86 tes

RDT dari 28 perusahaan. Beberapa tes mendeteksi antigen spesifik terhadap P.

falciparum sedang yang lain deteksi pan-spesifik antigen (aldolase atau pan-

malaria pLDH). Sensitivitas sampai 95% dan hasil positif palsu lebih rendah dari

tes cepat (Rapid Test). Karena sensitivitas dan spesivitasnya tinggi tes ini sangat

bermanfaat untuk tes penyaring dan dapat dipakai sebagai tes deteksi parasit

untuk pemberian obat malaria ACT. Tes ini tidak dapat dipakai untuk

monitoring maupun mendeteksi adanya hiperparasitemia.

3) Tes Serologi

Tes serologi mulai diperkenalkan sejak tahun 1962 dengan memakai teknik

immune fluorescentantibody (IFA). Tes ini berguna mendeteksi adanya antibody

spesifik terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat sedikit

jumlahnya. Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antiboodi

baru terjadi setelah 2 minggu terjadinya infeksi dan menetap 3-6 bulan. Tes ini

sangat spesifik dan sensitive, manfaat tes serologi terutama untuk digunakan

pada penelitian epidemiologi atau alat uji saring donor darah. Titer > 1:200

dianggap sebagai infeksi baru dan tes > 1:20 dinyatakan positif terinfeksi.

Metode tes serologi lain adalah indirect haemagglutinationtest,immune-

precipitation techniques, ELISA test, radioimmunoassay.

12
4) Tes Diagnosis Molekular

Pemeriksaan ini dianggap sangat peka dengan teknologi amplifikasi DNA,

waktu dipakai cukup cepat dan sensitivitas maupun spesifitasnya tinggi.

2.8 Infeksi Campuran Malaria Vivax

Di daerah di mana infeksi spesies campuran P. falciparum dan P. vivax hidup

bersama dan jarang dilaporkan. Survei biasanya melaporkan tingkat kurang dari

2% dan penelitian klinis yang cermat mencatat tingkat hingga 30% dan angka ini

bahkan lebih tinggi ketika metode deteksi PCR digunakan. Infeksi bersamaan

dengan spesies plasmodium yang berbeda mungkin memiliki implikasi penting

pada respons inang dan pengembangan spesies lintas. imunitas. Memang di

Thailand di mana ini telah dipelajari secara khusus, infeksi campuran dengan P.

vivax tampaknya mengurangi keparahan penyakit dengan P. falciparum

mengurangi risiko malaria parah, mengurangi risiko kegagalan pengobatan,

menurunkan kereta gametosit dan mengurangi risiko penyakit. prevalensi

anaemia. Namun di daerah penularan yang lebih tinggi dan daerah resistansi obat

yang muncul, beban tambahan anemia malaria berat dan malaria ibu belum

dibahas secara rinci. Potensi P. vivax untuk melemahkan malaria falciparum

membutuhkan karakterisasi lebih lanjut, dan memiliki implikasi yang signifikan

untuk strategi vaksinasi saja vivax, dan penyebaran obat-obatan seperti klorokuin

yang telah kehilangan kemanjuran terhadap P.falciparum tetapi tetap

mempertahankannya terhadap P. Vivax

13
Jumlah tablet per hari menurut berat badan
<4 kg 4-6kg >6-10 kg 11-17 18-30 31-40 41-59 ≥60 kg
Hari Jenis obat kg kg kg kg
0-1 2-5 <6-11 1-4 5-9 10-14 ≥15 ≥15
bulan bulan bulan tahun tahun tahun tahun tahun
1-3 DHP ⅓ ½ ½ 1 1½ 2 3 4

1-14 Primakui - - 1 1
¼ ¼ ½ ¾
n

Catatan :

a. Sebaiknya dosis pemberian obat berdasarkan berat badan, apabila penimbangan

berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan

kelompok umur.

b.Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan),
maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.

c. Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal.

d.Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

2.9 Penatalaksanaan Malaria Vivax

Tujuan dari pengobatan antimalaria di P. vivax adalah mengurangi risiko

langsung pada inang, memberantas parasitemia aseksual perifer, mencegah

infeksi berulang, dan mengganggu siklus penularan. Infeksi berminggu-minggu

hingga berbulan-bulan setelah infeksi tahap awal, memberikan tantangan besar

pada pemberantasan parasit secara lengkap dari tubuh. Karena tidak ada obat

14
tunggal yang mencapai semua tujuan ini, kombinasi antimalaria diperlukan untuk

menargetkan berbagai elemen kunci spesifik dari siklus hidup parasit.

Pengobatan tahap eritrositik aseksual P.vivax, pengobatan malaria vivax

tanpa komplikasi.Pada daerah di mana P.vivax dikenal peka terhadap klorokuin,

WHO merekomendasikan 3 hari klorokuin atau pengobatan kombinasi

artemisinin ditambah 2 minggu PQ (disediakan pengaruhnya yang terpengaruh).

Individu yang tidak kekurangan G6PD, klorokuin tetap menjadi pengobatan lini

pertama di sebagian besar dunia karena ketersediaannya yang luas, biaya rendah,

dan terminal eliminasi panjang seumur hidup. Namun, di daerah co-endemik

malaria, menempatkan pendekatan pengobatan terpisah untuk P.falciparum dan

P.vivax. Obat antimalaria yang paling umum digunakan juga aktif terhadap tahap

aseksual P.vivax, dengan pengecualian sebagai antifolat, yang bertindak lambat

dan rentan untuk mengembangkan resistensi obat dengan cepat.Mefloquine,

atovaquone + proguanil, halofantrine, piperaquine, dan pyronaridine, dapat

menunjukkan khasiat yang baik terhadap resistansi Kloroquinepada individu yang

terinfeksi P.vivax yang merupakan kombinasi terapi.

Artesunat Combinate Therapy (ACT) yang direkomendasikan oleh WHO

termasuk artemeter-lumefantrine, artesunat-amodiakuin, artesunat-mefloquine,

dan dihydroartemisinin (DHA) -piperaquine. ACT kelima, pyronaridine-

artesunat, saat ini telah memperoleh hasil yang positif dari European Medica

Agency untuk perawatan malaria vivax, tetapi belum direkomendasikan oleh

WHO. Artemisinin dalam kombinasi dengan obat pasangan yang efektif telah

menunjukkan tingkat penyembuhan yang sangat baik dalam infeksi HPV.

15
Penerapan strategi berbasis ACT memungkinkan kebijakan yang tidak

disatukan untuk menangani infeksi P.falciparum dan P.vivax, menawarkan

pendekatan pragmatis dengan efisiensi operasi. Kebijakan terpadu juga

mengurangi frekuensi kesalahan diagnosis spesies dalam praktik rutin.

Munculnya dan penyebaran malaria vivax sudah menyebabkan sejumlah negara

mencoba ACT sebagai pengobatan lini pertama untuk malaria vivax.Ini termasuk

DHA-piperaquine di Indonesia dan Kamboja, dan artemether-lumefantrine di

Papua Nugini, SolomonIslands, Sudan, Namibia, Afrika Selatan, dan Vanuatu.

Telah dilaporkan terdapat malaria vivax yang parah, dari Indonesia, Papua

Nugini, India, dan Brasil. Manifestasi utama adalah anemia dan gangguan

pernapasan, syok hingga koma, dan disfungsi ginjal dan hati yang berhubungan

dengan malaria vivax juga telah dilaporkan. Plasmodium vivax sangat sensitif

terhadap artemisinin dan turunannya.

Pengobatan antimalaria spesifik yang direkomendasikan pada malaria vivax

berat meliputi yang berikut ini sesuai urutan pilihan:

• Artesunat: 2,4 mg / kg berat badan, diberikan secara intravena atau

intramuskularsatu kali dilamjut 12 dan 24 jam, dan kemudian sekali sehari.

• Artemeter: 3,2 mg / kg berat badan, diberikan secara intramuskuler satu kali,

kemudian 1,6 mg / kg berat badan per hari.

• Kina: 20 mg garam kina / kg berat badan satu kali (infus intravena pada

dekstrosa 5%) / dekstrosa saline selama periode 4 jam) diikuti dengan dosis

pemeliharaan 10 mg / kg berat badan 8 jam (laju infus maksimum 5 mg garam /

kg / jam). Antimalaria parenteral harus diberikan setidaknya 24 jam. Setelah

16
pasien dapat menerima terapi oral, ACT oral lengkap harus diberikan kepada

pasien. Rincian lengkap tersedia di Pedoman Pengobatan Malaria terbaru.

Jumlah tablet per hari menurut berat badan


<4 kg 4-6kg >6-10 kg 11-17 kg 18-30 kg 31-40 kg 41-59 kg ≥60 kg
Hari Jenis obat
0-1 2-5 <6-11 1-4 5-9 10-14 ≥15 ≥15
bulan bulan bulan tahun tahun tahun tahun tahun
1-3 DHP ⅓ ½ ½ 1 1½ 2 3 4

1-14 Primakuin - - ¼ ¼ ½ ¾ 1 1

Catatan :

Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila penimbangan

berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok

umur.

a. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan),
maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.

b.Apabila pasien P.falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam waktu 2

bulan setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif

P.falciparum, maka diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan menjadi 5 tablet/hari

selama 3 hari.

17
2.10 Pencegahan Malaria

Pencegahan bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila

terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Pencegahan ini ditujukan kepada orang

yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama,

seperti turis, peneliti, pegawai kehutanan dan lain-lain Untuk kelompok atau individu

yang akan bepergian/tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan

personaI protection seperti pemakaian kelambu, repellent, kawat kassa dan Iain-lain.

Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin dengan dosis 5 mg/kgbb setiap

minggu. Obat tersebut diminum satu minggu sebelum masuk ke daerah endemis

sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak menggunakan klorokuin lebih

dan 3-6 bulan.

18

Anda mungkin juga menyukai