Anda di halaman 1dari 11

PORTOFOLIO

Kasus 1

Topik : Gagal Jantung Kongestif + Probable Covid 19


Tanggal (kasus) : 07 Juni 2021 Presenter : dr. Septi Rosalina
TanggalPresentasi : Pendamping : dr. Huratio nelson,Sp.PA
TempatPresentasi :
ObjektifPresentasi :
□ Keilmuan □ Keterampilan □ Penyegaran □ TinjauanPustaka
□ Diagnostik □ Manajemen □ Masalah □ Istimewa
□ Neonatus □ Bayi □ Anak □ Remaja □Dewasa □ Lansia □ Bumil
Tn. S 61tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari smrs. Menurut os
□ Deskripsi : semakin memberat sejak tadi pagi. Sesak saat istirahat, terbangundari tidur malam
akibat sesak. Os memiliki riwayat hipertensi terkontrol sejak 1 tahun terakhir.
□ Tujuan : Memberikan tatalaksana pada kasus gagal jantung kongestif dengan tepat
Bahan
□ TinjauanPustaka □ Riset □ Kasus □ Audit
Bahasan :
Cara □
□ Diskusi □ E-mail □ Pos
Membahas : PresentasidanDiskusi
Data Pasien : Nama :Tn. S/Lk/61tahun No. Registrasi : 358238
NamaKlinik : IGD RSUD Sekayu Telp : Terdaftarsejak : 07 Juni 2021
Data UtamauntukBahanDiskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis : Tn. S 61tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari
smrs. Menurut os semakin memberat sejak tadi pagi. Sesak saat istirahat, terbangundari tidur
malam akibat sesak. Pasien mengeluh kaki dan perut membengkak. Pasien juga mengeluh
batuk pada malam hari dan tidak berdahak. Pasien juga merasa cepat lelah. Os memiliki
riwayat hipertensi terkontrol sejak 1 tahun terakhir.
2. Pemfisik :kesadaran compos mentis, TD: 227/140 mmhg RR : 36x/menit, Kusmaul,
pernafasan cepat dan dalam. JVP (5+0) CmH20, ronki basah halus pada bagian basal kedua
lapangan paru, kardiomegali, asites, edema pretibia
3. RiwayatPengobatan : Pasien berobat ke pkm untuk kontrol hipertensi. Dan mendapatkan obat
captopril.
4. RiwayatKesehatan : Menderita penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya (-),
Hipertensi 1 tahun yang lalu
5. RiwayatKeluarga : Menderita penyakit dengan keluhan yang sama (-), Diabetes melitus
disangkal
6. RiwayatLingkungan : tidak ada
7. RiwayatImunisasi : lengkap
DaftarPustaka :
1. Ghanie, Ali. Ed: Aru W. Sudoyo, dkk. 2006. Gagal Jantung Kronik dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 1511-1514.
2. O'Brien, Terrence. Congestive Heart Failure. South Carolina: Medical University of South
Carolina:2006.AvailablefromURL:http://www.emedicinehealth.com/congestive_heart_failure/
article_em.htm. Diakses pada tanggal 7 November 2014.
3. American Heart Association. 2010. Heart Disease And Stroke Statistics -2010 Update.
Available from: http://www.americanheart.org. [Diakses pada tanggal 7 November 2014].
4. Figueroa, Michael S. Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiology, therapy, and
Implications for Respiratory Care. San Antonio: University of Texas Health Science: 2006. p;
403–412.
5. Dickstain A, Filippatos G, Cohen SA, et al. Guidelines for the diagnosis and treatment of
acute and chronic heart failure 2008. European Society Cardiology. European Heart Journal
(2008) 29. 2388-2442.
6. Behavioural Modification. In: Management of chronic heart failure: A national clinical
guideline. Edinburgh: Scottish Intercollegiate Guidelines Network: 2007. p; 10-13.
HasilPembelajaran :
1. Dapat menatalaksana pasien gagal jantung kongestif dengan tepat

SUBJEKTIF

Tn. S 61tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari smrs. Menurut os semakin
memberat sejak tadi pagi. Sesak saat istirahat, terbangundari tidur malam akibat sesak. Pasien
mengeluh kaki dan perut membengkak. Pasien juga mengeluh batuk pada malam hari dan
tidak berdahak. Pasien juga merasa cepat lelah. Os memiliki riwayat hipertensi terkontrol
sejak 1 tahun terakhir..

RiwayatPengobatan : Pasien berobat ke pkm untuk kontrol hipertensi. Dan


mendapatkan obat captopril.
RiwayatKesehatan : Menderita penyakit dengan keluhan yang sama sebelumnya
(-), Hipertensi 1 tahun yang lalu
RiwayatKeluarga : Menderita penyakit dengan keluhan yang sama (-), Diabetes
melitus disangkal

OBJEKTIF
Vital Sign
KeadaanUmum : Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanandarah : 227/141 mmHg
Nadi : 126x/menit
Pernafasan : 36x/menit, pernafasan cepat dan dalam
Temp : 37.1C

Keadaan Spesifik
Kulit
Warna sawo matang, efloresensi (-), Scar (-), Ikterus pada kulit (-), pucat pada telapaktangan
dan kaki (+), eritema palmar (-), pertumbuhan rambut normal.
KGB
Tidak ada pembesaran KGB pada daerah axilla, leher, inguinal dan submandibula serta
tidakada nyeri penekanan.
Kepala
Bentuk oval, simetris, ekspresi sakit sedang, deformasi (-).
Mata
Eksophtalmus dan endopthalmus (-), edema palpebra (-), konjungtiva palpebra pucat
(+),sklera ikterik (-), pupil isokor, refleks cahaya normal, pergerakan mata ke segala arah
baik.Edema subkonjungtiva (-).
Hidung
Bagian luar tidak ada kelainan, septum dan tulang-tulang dalam perabaan baik,
tidakditemukan penyumbatan maupun perdarahan.
Telinga
Tophi (-), nyeri tekanprocessus mastoideus(-), pendengaran baik.
Mulut
Tonsil tidak ada pembesaran, pucat pada lidah (-), atrofi papil (-), hipertofi ginggiva (-),
gusiberdarah(-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau napas khas (-), faring tidak ada kelainan.
Leher
Pembesaran tiroid tidak ada, JVP (5+0) cmH2O, kaku kuduk (-)
Dada
Bentuk dada simetris, nyeri tekan (-), nyeri ketok (-), krepitasi (-), Spider nevi (-).
Paru-paru
I : Statis, dinamis simetris kanan sama dengan kiri, sela iga tidak melebar
P : Stem fremitus kanan=kiri
P : Sonor pada kedua lapangan paru kanan dan kiri
A: Vesikuler (+) normal, ronkhi basah halus pada bagian basal kedua lapangan paru (+),
wheezing (-)
Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus cordis tidak teraba
P : Batas atas jantung ICS II, batas kanan jantung linea sternalis dextra, batas kiri jantung
linea axillaris anterior sinistra
A : HR = 126x/menit, iregular, murmur (-), gallop (-)

Perut
I : Datar
P : Lemas, hepar teraba 2 jari dibawah arcus costae, tepi tumpul permukaan rata konsistensi
kenyal, lien tidak teraba
P : Shifting dullness (+)
A : Bising usus (+) Normal
Extremitas
Edemapretibial (+)
Alat kelamin : tidak diperiksa

HasilLaboratorium( Juni 2021)


Darah Rutin :
 Hb: 7.2 gr/dl
 Leukosit: 11.500/mm3
 Trombosit : 266.000/mm3
 LED : 12
 Hematokrit : 20,3%
 MCV : 89.8
 MCH : 31.9
 MCHC : 35.5
 HitungJenis : 0/0/95/2/3
Kimia darah Gula darah : 139 mg/dl
Ureum : 247 mg/dl
Kreatinin : 17.70 mg/dl
Natrium : 140 mmol/L
Kalium : 5.80 mmol/L
PEMERIKSAAN EKG
Interpretasi : SR, Axis kiri, HR 88x/mnt, gel P normal, PR interval < 0,2 sec, QRS
kompleks < 0,12 sec, R/S V1<1, SV1+RV5/V6>35.
Kesan : Left Ventricular Hypertrophy

PEMERIKSAAN RONTGEN THORAX


Kesan:Kardiomegali dengan LVH (Left Ventricular Hypertrophy)+edema paru

ASSESMENT
Gagal Jantung Kongestif + probable covid 19

PLANNING
- O2 15 lpm dengan NRM
- Drip lasix 8 amp dalam D5% 100cc gtt X tpm mikro (maintanance)
- Farmabes 4 vial dalam D5% 100cc gtt X tpm mikro titasi maximal gtt 40 target
TDS 160mmhg
- Herbesser 1x200mg
- Valsartan 1x160mg
- Renxamin infus 1x1 gtt XX tpm mikro
- Drip resfar 1x1
- Drip azytromicin 1x1
- Drip moxifloxacin 1x400mg
- Pasang kateter urine
TINJAUAN PUSTAKA
PENATALAKSANAAN GAGAL JANTUNG KONGESTIF

Pengobatan dilakukan agar penderita merasa lebih nyaman dalam melakukan aktivitas
fisik, dan bisa memperbaiki kualitas hidup serta meningkatkan harapan hidupnya.
Penatalaksanaan pasien gagal jantung kongestif ini meliputi terapi nonfarmakologi dan
farmakologi.
a. Penatalaksanaan Nonfarmakologis1,2,3
Perubahan gaya hidup ditujukan untuk kesehatan penderita dan untuk mengurangi
gejalanya, memperlambat progresifitas gagal jantung kongestif, dan memperbaiki kualitas
hidup penderita. Hal ini berdasarkan rekomendasi American Heart Association dan
organisasi jantung lainnya.
1. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kardiomiopati
khususnya pada laki-laki dan usia 40 ke atas. Walaupun jumlah alkohol yang dapat
menyebabkan kardiomiopati tidak dapat ditegaskan, namun konsumsi alkohol lebih dari
11 unit per hari lebih dari 5 tahun dapat menjadi faktor risiko terjadinya kardiomiopati.
Semua penderita gagal jantung kongestif harus diberikan masukan untuk menghindari
konsumsi alkohol.
2. Merokok
Tidak ada penelitian prospektif yang menunjukkan adanya efek merokok terhadap
gagal jantung kongestif. Namun, merokok dapat memperburuk keadaan gagal jantung
kongestif pada beberapa kasus. Dengan demikian, penderita dengan gagal jantung
kongestif harus menghindari rokok.
3. Aktifitas fisik
Pada salah satu penelitian, dibuktikan bahwa penderita gagal jantung kongestif yang
melakukan aktifitas fisik memberikan outcome yang lebih baik daripada penderita gagal
jantung kongestif yang hanya ditatalaksana seperti biasa. Penderita gagal jantung
kongestif yang sudah stabil perlu dilakukan motivasi untuk dapat melakukan aktifitas
fisik dengan intensitas yang rendah secara teratur.
4. Pengaturan diet
 Membatasi konsumsi garam dan cairan
Pembatasan konsumsi garam pada penderita gagal jantung kongestif memiliki efek
baik terhadap tekanan darah. Penderita gagal jantung kongestif harus membatasi garam
yang dikonsumsi tidak boleh lebih dari 6 gram per hari.
 Monitor berat badan per hari
Belum ada percobaan klinis yang membuktikan adanya keterkaitan antara monitor
berat badan per hari dan penatalaksanaan gagal jantung kongestif. Namun, monitor
terhadap berat badan ini perlu dilakukan untuk mengidentifikasi perolehan berat
badan atau kehilangan berat badan per hari pada penderita gagal jantung kongestif.

b. Penatalaksanaan Farmakologis1,4-6
Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEI)
ACEI dianjurkan sebagai obat lini pertama baik dengan atau tanpa keluhan dengan
fraksi ejeksi 40-45% untuk meningkatkan survival, memperbaiki simptom, mengurangi
kekerapan rawat inap di rumah sakit. Harus diberikan sebagai terapi awal bila tidak ditemui
retensi cairan. Bila disertai retensi cairan harus diberikan bersama diuretik. Harus segera
diberikan bila ditemui tanda dan gejala gagal jantung, segera sesudah infark jantung, untuk
meningkatkan survival, menurunkan angka reinfark serta kekerapan rawat inap.
ACEI harus digunakan pada semua pasien dengan gagal jantung yang simtomatik dan
LVEF < 40%. Pasien yang harus mendapatkan ACEI :
 LVEF < 40%, walaupun tidak ada gejala.
 Pasien gagal jantung disertai dengan regurgitasi
Kontraindikasi yang patut diingat antara lain :
 Riwayat adanya angioedema
 Stenosis bilateral arteri renalis
 Konsentrasi serum kalsium > 5.0 mmol/L
 Serum kreatinin > 220 mmol/L (>2.5 mg/dl)
 Stenosis aorta berat

Angiotensin Receptor Blocker (ARB)


Pada pasien dengan tanpa kontraindikasi dan tidak toleran dengan ACE, ARB
direkomendasikan pada pasien dengan gagal jantung dan LVEF < 40% yang tetap simtomatik
walau sudah mendapatkan terapi optimal dengan ACEI dan BB, kecuali telah mendapat
antagonis aldosteron.
Pasien yang harus mendapatkan ARB:
 Left ventrikular ejection fraction (LVEF)< 40%
 Sebagai pilihan lain pada pasien dengan gejala ringan sampai berat (kelas fungsional
II-IV NYHA) yang tidak toleran terhadap ACEI.
 Pasien dengan gejala menetap (kelas fungsionaal II-IV NYHA) walaupun sudah
mendapatkan pengobatan dengan ACEI dan bete bloker.

β-bloker / Penghambat sekat-β (BB)


Alasan penggunaan beta bloker (BB) pada pasien gagal jantung adalah adanya gejala
takikardi dan tingginya kadar katekolamin yang dapat memperburuk kondisi gagal jantung.
Pasien dengan kontraindikasi atau tidak ditoleransi, BB harus diberikan pada pasien gagal
jantung yang simtomatik, dan dengan LVEF < 40%.
Manfaat beta bloker dalam gagal jantung melalui:
 Mengurangi detak jantung : memperlambat fase pengisian diastolik sehingga
memperbaiki perfusi miokard.
 Meningkatkan LVEF
 Menurunkan tekanan baji kapiler pulmonal
Pasien yang harus mendapat BB:
 LVEF < 40%
 Gejala gagal jantung sedang-berat (NYHA kelas fungsional II-IV), pasien dengan
disfungsi sistolik ventrikel kiri setelah kejadian infark miokard.
 Dosis optimal untuk ACEI dan/atau ARB (dan aldosterone antagonis jika
diindikasikan).
 Pasien harus secara klinis stabil (tidak terdapat perubahan dosis diuresis). Inisiasi
terapi sebelum pulang rawat memungkinkan untuk diberikan pada pasien yang baru
saja masuk rawat karena gagal jantung akut, selama pasien telah membaik dengan
terapi lainnya, tidak tergantung pada obat inotropik intravenous, dan dapat diobservasi
di rumah sakit setidaknya 24 jam setelah dimulainya terapi BB.
Kontraindikasi :
 Asthma (COPD bukan kontranindikasi).
 AV blok derajat II atau III, sick sinus syndrome (tanpa keberadaan pacemaker), sinus
bradikardi (<50 bpm).
Diuretik
Loop diuretic, tiazid, metolazon
 Penting untuk pengobatan simtomatik bila ditemukan beban cairan berlebihan,
kongesti paruu, dan edema perifer.
 Tidak ada bukti dalam memperbaiki survival, dan harus dikombinasi dengan ACEI
atau β-bloker
Penggunaan diuretik pada gagal jantung :
 Periksa selalu fungsi ginjal dan serum elektrolit.
 Kebayakan pasien diresepkan loop diuretik dibandingkan thiazid karena
efektivitasnya yang lebih tinggi dalam memicu diuresis dan natriuresis.
 Selalu mulai dengan dosis rendah dan tingkatkan hingga terrdapat perbaikan klinis
dari segi tanda dan gejala gagal jantung. Dosis harus disesuaikan, terutama setelah
berat badan kering normal telah tercapai, hindari risiko disfungsi ginjal dan dehidrasi.
Upayakan untuk mencapai hal ini dengan menggunakan dosis diuretik serendah
mungkin.
 Penyesuaian dosis sendiri oleh pasien berdasarkan pengukuran berat badan harian dan
tanda-tanda klinis lainnya dari retensi cairan harus selalu disokong pada pasien gagal
jantung rawat jalan. Untuk mencapai hal ini diperlukan edukasi pasien.

Antagonis Aldosteron
Pasien yang seharusnya mendapat antagonis aldosteron :
 LVEF < 35%
 Gejala gagal jantung sedang- berat ( kelas fungsional III-IV NYHA)
 Dosis optimal BB dan ACEI atau ARB
Memulai pemberian spironolakton :
 Periksa fungsi ginjal dan elektrolit serum
 Pertimbangkan peningkatan dosis setelah 4-8 minggu. Jangan meningkatkan dosis
jika terjadi penurunan fungsi ginjal atau hiperkalemia.

Hydralizin & Isosorbide Dinitrat (ISDN)


Pasien yang harus mendapatkan hidralizin dan ISDN berdasarkan banyak uji klinis
adalah
 Sebagai alternatif ACEI/ARB ketika keduanya tidak dapat ditoleransi.
 Sebagai terapi tambahan terhdap ACEI jika ARB atau antagonis aldosteron tidak
dapat ditoleransi.
 Manfaat pengobatan lebih jelas ditemukan pada keturunan Afrika-Amerika.
Kontraindikasinya antara lain hipotensi simtomatik, sindroma lupus, gagal ginjal berat
(pengurangan dosis mungkin dibutuhkan).

Glikosida Jantung (Digoxin)


Digoksin memberikan keuntungan pada terapi gagal jantung dalam hal :
 Memberikan efek inotropik positif yang menghasilkan perbaikan dan fungsi ventrikel
kiri.
 Menstimulasi baroreseptor jantung
 Meningkatkan penghantaran natrium ke tubulus distal sehingga menghasilkan
penekanan sekresi renin dari ginjal.
 Menyebabkan aktivasi parasimpatik sehingga menghasilkan peningkatan vagal tone.
 Pasien atrial fibrilasi dengan irama ventrikular saat istirahat> 80x/menit, dan saat
aktivitas > 110-120x/ menit harus mendapatkan digoksin.
 Pasien dengan irama sinus dan disfungsi sistolik ventrikel kiri (LVEF < 40%) yang
mendapatkan dosis optimal diuretik, ACEI atau/ dan ARB, beta bloker dan antagonis
aldosteron jika diindikasikan, yang tetap simtomatis, digoksin dapat dipertimbangkan.

Antikoagulan (Antagonis Vit-K)


Temuan yang perlu diingat :
 Pada pasien atrial fibrilasi yang dilibatkan pada serangkaian uji klinis acak, termasuk
pada pasien dengan gagal jantung, warfarin ditemukan dapat mengurangi risiko stroke
dengan 60-70%.
 Warfarin juga lebih efektif dalam mengurangi risiko stroke dibanding terapi
antiplatelet, dan lebih dipilih pada pasien dengan risiko stroke yang lebih tinggi,
seperti yang ditemukan pada pasien dengan gagal jantung.
 Tidak terdapat peranan antikoagulan pada pasien gagal lainnya, kecuali pada mereka
yang memiliki katup prostetik.
 Pada analisis dua uji klinis skala kecil yang membandingkan efektifitas warfarin dan
aspirin pada pasien dangan gagal jantung, ditemukan bahwa risiko perawatan kembali
secara bermakna lebih besar pada pasien yang mendapat terapi aspirin, dibandingkan
warfarin.

Anda mungkin juga menyukai