Anda di halaman 1dari 14

TUGAS DARING KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DAN

KEPERAWATAN KRITIS

POTENSI PENULARAN COVID-19 DAN PENCEGAHANNYA DI RUANG


INTENSIF

oleh:
Denny Dwi Kurnia Putra, S.Kep
NIM 192311101044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
A. Potensi Penularan COVID – 19 di Ruang Intensif

Potensi risiko tertular Covid-19 di ICU yaitu adanya risiko sangat


tinggi terhadap penularan nosokomial karena potensi paparan sekresi
pernapasan aerosolis selama intubasi, pengisapan trakea, bronkoskopi dan
pemutusan sirkuit pernapasan, serta kontaminasi lingkungan (Ling,2020).
Penyebaran utama COVID-19 melalui droplet dan permukaan benda yang
terpapar virus (fomite). Droplet merupakanpartikel yang besar dalam tubuh
sehingga membutuhkan jarak dekat untuk menularkan. Sedangkan aerosol
merupakan partikel kecil dari tubuh dan dapatbertahandiudarauntukwaktu
yang lama. Proses merawat pasien dengan COVID-19 yang berat dan
melakukan tindakan yang menimbulkan aerosolisasi meningkatkan resiko
infeksi bagi petugas kesehatan, berikut beberapa tindakan yang potensial
menyebabkan aerosolisasi virus yang mengkontaminasi cairan tubuh.
Menurut PERDATIN (2020) peristiwa atau tindakan yang dapat
menyebabkan penularan COVID – 19 di ruang ICU yaitu

1) Penggunaan NIV (Non-Invasive Ventilation) dan HFNO (High-Flow Nasal


Oxygen)
Metaanalisis baru ini menunjukkan bahwa mungkin ada peningkatan risiko
penularan virus ke petugas kesehatan yang merawat pasien yang menerima
NIV. Karena cara penularan COVID-19 masih belum jelas dan manfaat
kematian HFNO dan NIV dalam Severepneumonia tidak terbukti, saat ini
kami tidak merekomendasikan penggunaannya pada kasus COVID-19 yang
dicurigai atau dikonfirmasi.
2) Intubasi
Risiko penularan penyakit infeksi pernapasan virus selama intubasi telah
terbukti tinggi. Ambang batas untuk intubasi mungkin lebih rendah pada
COVID-19 karena penggunaan oksigen aliran tinggi (HFNO) atau ventilasi
non-invasif berpotensi meningkatkan risiko penularan ke petugas kesehatan.
3) Resusitasi Jantung Paru
Meningkatnya penularan SARS-CoV ke HCW (healthcare workers) di ruang
ICU yang sebelumnya dilaporkan selama resusitasi kardiopulmoner (CPR)
kemungkinan disebabkan oleh aerosolisasi virus selama ventilasi BVM.

B. Pencegahan COVID – 19 di Ruang Intensif

Penyakit COVID-19 di Ruang ICU menyerang melalui mukosa pernapasan


dan menginfeksi sel-sel lain, menginduksi badai sitokin secara sistemik. Beberapa
pasien dapat berkembang dengan cepat dengan ARDS, diseminasi koagulasi
intravaskular (DIC), syok septik, dan akhirnya gagal organ multipel. Karena itu,
identifikasi awal dan penanganan tepat waktu untuk kasus-kasus kritis adalah
sangat penting. Terapi berbasis bukti dan perawatan suportif di ICU adalah
andalan untuk manajemen penyakit COVID-19 yang parah dan mengancam jiwa.
Penyakit parah dan kritis dengan COVID-19 harus dirawat di ICU di rumah sakit
dengan kontrol infeksi nosokomial. Manajemen volume yang ketat, evaluasi
fungsi multi-organ, perawatan kritis dari penilaian nutrisi / dukungan nutrisi yang
tepat sangat penting untuk pasien ini di ICU. Selain itu, perhatian harus diberikan
kepada pasien yang berbaring di tempat tidur untuk mencegah trombosis vena
dalam. Beberapa tindakan pencegahan menurut PERDOKI (2020) yang dapat
dilakukan terhadap penularan covid-19 terkait prosedur risiko tinggi di ruang ICU
yaitu:
1) Pencegahan pada pengunaan NIV dan HDNO
Pencegahan yang dapat dilakukan jika NIV dan HFNO digunakan yaitu
pasien harus dipantau secara ketat di ICU atau area perawatan tinggi, dan
tindakan pencegahan pernapasan melalui udara harus dipatuhi dengan ketat.
2) Pencegahan pada pengunaan Intubasi
a) Beberapa tindakan tambahan untuk mengurangi risiko penularan termasuk
intubasi dalam AIIR (Airborne Infection Isolation Rooms), dan
membatasi staf yang tidak penting untuk mengurangi waktu paparan.
b) Menempatkan filter bakteri / virus dalam sirkuit dan antara resusitasi
masker dan bag valve mask (BVM) selama ventilasi masker manual dapat
berfungsi untuk mengurangi dispersi partikel virus ke udara.
c) Intubasi pada pasien COVID-19 harus dilakukan oleh petugas kesehatan
yang berpengalaman dalam manajemen jalan napas untuk meningkatkan
keberhasilan first-pass.
d) Video laringoskopi meningkatkan tingkat intubasi dan memungkinkan
operator untuk berada jauh dari orofaring pasien.
e) Penggunaan standar induksi urutan cepat untuk menghindari atau
meminimalkan ventilasi BVM mungkin lebih sering digunakan karena
BVM dikaitkan dengan infeksi nosokomial SARS-CoV.
f) Disarankan saat pra-oksigenasi dalam kondisi ini menggunakan BVM
yang tersegel dengan baik dengan filter virus yang tepat. Langsung
menghubungkan sirkuit ventilator ke tabung ET segera setelah intubasi,
daripada resusitasi BVM, menghilangkan kebutuhan untuk menyambung
kembali dan memfasilitasi pemulung gas kadaluwarsa. 'Sistem pengisapan
tertutup' in-line harus digunakan untuk memelihara sirkuit tertutup.
3) Pencegahan pada tindakan resusitasi
Langkah-langkah pencegahan mungkin termasuk menggunakan oksigenasi
apnoeic selama CPR, atau ventilasi BVM dua orang dengan hati-hati untuk
memungkinkan segel wajah yang efektif dengan memegang dua masker
tangan (dengan filter bakteri / virus inline), dan intubasi dini ketika
ditunjukkan. Penggunaan perangkat CPR mekanis untuk menggantikan
Petugas CPR dapat mengurangi risiko kebocoran masker wajah untuk petugas
kesehatan, dan mengurangi ventilasi menit mereka sendiri, sehingga
berpotensi mengurangi risiko penularan penyakit. Untuk pasien yang sudah
menerima ventilasi mekanis di ICU, ventilator dapat diatur ke kontrol
volume, dengan pemicu tekanan negatif yang besar dan pengaturan alarm
tekanan tinggi untuk menghindari kebutuhan untuk pemutusan dan mengubah
ke ventilasi BVM manual.
4) Manajemen krisis
Salah satu tantangan terbesar dalam epidemi yang muncul adalah
ketidakpastian di kalangan petugas kesehatan tentang risiko penularan, dan
rasa takut menjadi korban dari wabah penyakit. ICU adalah area berisiko
tinggi di mana sejumlah besar prosedur 'risiko transmisi tinggi' dilakukan.
Beberapa manajemen krisis yang dapat dilakukan di ruang ICU adalah:
a) Komunikasi dan kepemimpinan yang jelas dan ringkas sangat penting
untuk mengatasi stres, ketakutan, berita palsu dan ketidakpercayaan
selama krisis.
b) Semangat staf dan dukungan emosional harus tersedia secara proaktif.
Staf garis depan harus dibuat merasa aman dengan paparan terus menerus
terhadap protokol yang jelas dan pelatihan yang keras.
c) Perluasan tempat perawatan kritis untuk mengatasi peningkatan jumlah
pasien dengan membuka lebih banyak tempat tidur ICU, dan mengubah
bangsal dan daerah lain yang dipantau untuk penyediaan ICU sering
direkomendasikan dalam rencana bencana wabah. Namun, pengalaman
dari SARS-CoV menunjukkan bahwa ekspansi yang cepat dan berlebihan
dapat membanjiri staf, menyebabkan infeksi berlebih pada petugas
kesehatan, dan perawatan kompromi. Dengan demikian, ekspansi harus
diimbangi dengan penempatan staf yang aman untuk menjamin kualitas
perawatan yang tepat dan keselamatan staf, yang tentu saja membatasi
ekspansi.
d) membatasi perawatan kritis normal untuk hanya menyediakan inti dan
ketentuan penting, dapat memungkinkan ekspansi yang lebih besar dan
lebih banyak pasien memiliki intervensi yang mempertahankan hidup
yang terbatas dalam kondisi sumber daya yang terbatas.
e) Jika langkah-langkah ini kewalahan, triase dalam perawatan ICU yang
tepat akan diperlukan untuk memberikan manfaat terbesar bagi jumlah
pasien yang banyak. Diperlukan pendekatan triase terstruktur yang
menggabungkan kriteria penerimaan triase yang dapat beradaptasi
dengan skala krisis, bersifat mudah beradaptasi tergantung pada evolusi
wabah dan perubahan dalam menanggapi tekanan sumber daya
diperlukan.
f) Disarankan proses pengembangan dan implementasi yang menyediakan
transparansi, mekanisme banding, dokumentasi keputusan dan yang
sensitif secara budaya dan sosial

2. Menurut PERDOKI (2020) cara pencegahan agar tidak terinfekai COVID


– 19 di ruang ICU yaitu dengan:
1) Pengendalian teknis
a. Rumah sakit harus menyediakan ruang ICU isolasi untuk pasien
dengan gejala Covid-19 dengan ventilasi sesuai standar Airborne
Infection Isolation Rooms (AIIR).
b. Melakukan perawatan secara optimal dan rutin dengan sistem
HVAC (heating, ventilation, and air conditioning).
c. Jika memungkinkan saat melakukan tindakan yang potensial
menimbulkan aerosol gunakan alat pembatas (barrier) yang
terbuat dari plastik atau acrylic.
d. Jika mungkinkan rumah sakit menyediakan alat-alat medis
portable untuk pemeriksaan medis, seperti X-ray portable, untuk
membatasi transportasi/pemindahan pasien keluar ruangan isolasi.
2) Pengendalian Administratif
Menyiapkan ruangan ICU isolasi untuk memisahkan pasien dengan
gejala COVID-19.
a. Membuat jadwal visite untuk meminimalisir petugas yang
memasuki ruang isolasi.
b. Membuat pengaturan shift petugas saat berada di ruang isolasi
(misalnya pergantian bertugas setiap 3 jam).
c. Petugas kesehatan harus menjaga jarak fisik 1 – 2 meter dengan
pasien agar menghindari kontak penularan, kecuali bila memang
diperlukan untuk mendekat/kontak langsung.
d. Harus menggunakan masker bedah untuk pasien dengan gejala
COVID-19 atau gejala infeksi saluran nafas lainnya.
e. Mematuhi etika kebersihan pernapasan dan batuk serta cuci
tangan untuk pasien dengan gejala COVID-19 atau gejala
infeksi saluran nafas lainnya.
f. Melakukan pelatihan dan edukasi untuk petugas kesehatan yang
berjaga di ruang ICU Isolasi tentang prosedur kerja, pencegahan
dan pengendalian infeksi (PPI), termasuk cara penggunaan
respirator N95 yang benar, cara pemakaian dan pelepasan APD,
serta peringatan untuk tidak menyentuh wajah, hidung, dan
mulut dengan tangan yang belum dicuci.
g. Hindari makan/minum dan penggunaaan handphone selama
pemeriksaan saat melakukan pemeriksaan.
h. Melakukan pembersihan dan disinfeksi ruang ICU isolasi 2 – 3
kali/hari maksimal setiap 2 jam sekali terutama pada bagian
yang sering disentuh (handle pintu, saklar lampu, meja, dll).
i. Melakukan disinfeksi dan pembersihan peralatan medis secara
berkala segera setelah penggunaan.
j. Melakukan pembersihan menggunakan desinfektan personal
peralatan pribadi (ballpoint, keyboard, mouse, dll) sebelum
digunakan.
k. Melakukan cuci tangan yang benar sesuai 6 langkah cuci tangan
pada 5 moment cuci tangan, sebelum memakai dan melepas
APD, dan setelah melepas sarung tangan.

3. Menurut PERDATIN (2020) alat pelindung diri (APD) yang digunakan di


ruang Intensif yaitu APD tingkat 3 seperti:
1) Masker N95 atau ekuivalen
Masker sekali pakai yang melindungi pemakai dari paparan cairan
yang berukuran droplet dan aerosol. Masker jenis ini pun memiliki
face seal fit yang ketat sehingga mendukung pemakai terhindar dari
paparan aerosol asalkan seal fit dipastikan terpasang dengan benar.
2) Gaun/gown dan Celemek (apron
Terbuat dari bahan kain katun poliester yang dapat digunakan
kembali. Saat penggunaan gown ini dipastikan tidak menyentuh
permukaan luar gaun selama perawatan.
3) Sarung tangan karet steril sekali pakai
Dapat terbuat dari bahan lateks karet, polyvinyl chloride (PVC),
nitrile, polyurethane, merupakan pelindung tangan tenaga kesehatan
dari kontak cairan infeksius pasien selama melakukan perawatan pada
pasien. Sarung tangan yang ideal harus tahan robek, tahan bocor,
biocompatibility (tidak toksik) dan pas di tangan. Sarung tangan yang
digunakan merupakan sarung tangan yang rutin digunakan dalam
perawatan, bukan sarung tangan panjang.
4) Pelindung mata (goggles) atau Pelindung wajah (face shield)
Melindungi mata dari paparan bahan kimia berbahaya, percikan darah
dan cairan tubuh, uap panas, sinar ultraviolet (UV) maupun pecahan
kaca. Terdiri dari beberapa macam, yaitu google, face shield, safety
glass, dan respirator seluruh muka (Full-face respirators).
5) Pelindung kepala/headcap
Untuk melindungi kulit kepala, leher dan rambut dari kontaminasi
virus dan penularan tidak dikenal ke mukosa mata, hidung atau
mulut. Beberapa kriteria headcap yang dipakai yaitu,sekali pakai,
tahan cairan, dapat disesuaikan atau tidak mudah bergerak, Terdapat
bagian terbuka (bagian wajah) yang tidak elastis. Selain menutupi
wajah, panjang bagian ini adalah mencapai bagian atas gaun.
6) Sepatu pelindung atau Boots
Sepatu boot dari bahan karet berfungsi untuk memberikan
perlindungan optimal saat lantai basah, melindungi dari cedera saat di
ruang perawatan atau operasi, mudah dibersihkan dengan desinfektan.
Beberapa kriteria sepatu boot yang digunakan adalah Nonslip,
memiliki sol PVC yang sepenuhnya tersegel; Berukuran lebih tinggi
dari tepi bawah gaun; Warna terang dapat mendeteksi kemungkinan
kontaminasi; Terdapat berbagai ukuran untuk meningkatkan
kenyamanan dan menghindari trauma pada kaki.

4. Menurut PERDATIN, 2020 ada rekomendasi mengenai standar


penggunaan APD berdasarkan lokasi dan prosedur tindakan antara lain:
1) Tingkat 1
Lokasi : Triase pra-pemeriksaan, poliklinik, kegiatan yang tidak
menimbulkan aerosol. Standar penggunaan APD : Masker bedah 3
lapis, baju kerja, sarung tangan sekali pakai.

Gambar 1.1 Prosedur Pemakaian APD Level 1


2) Tingkat 2
Lokasi : Ruang perawatan pasien, UGD post-triase, kegiatan yang
tidak menimbulkan aerosol. Standar penggunaan APD : Masker bedah
3 lapis, pelindung mata, penutup kepala, sarung tangan sekali pakai,
gown.

Gambar 1.2 Prosedur Pemakaian APD Level 2


3) Tingkat 3
Lokasi : Ruang prosedur dan tindakan operasi pada pasien dengan
kecurigaan atau sudah terkonfirmasi COVID-19, kegiatan yang
menimbulkan aerosol. Standar penggunaan APD : Masker N95 atau
ekuivalen, pelindung mata, penutup kepala, sarung tangan sekali
pakai, gown all coverdan apron, boots.

Gambar 1.3 Prosedur Pemakaian APD Level 3


Petugas kesehatan yang memiliki risiko penularan tinggi harus
menggunakan APD yang telah memenuhi standar mutu dan
keamanan. APD yang tepat untuk digunakan diruang intensif adalah
APD Level-3. APD Level-3 merupakan APD dengan tingkat akhir /
penggunaan APD lengkap karena resiko terpapar virus sangat tinggi.
Berikut gambaran APD yang digunakan di ruang Intensif:
Gambar 1.4 APD Level-3 di Ruang Intensif (Gugus Tugas Percepatan
Penanganan COVID-19. 2020)

5. Menurut Kemendagri, 2020 SOP Penggunaan Alat Pelindung Diri yaitu:


1) Lepaskan semua barang pribadi (perhiasan, jam tangan, dan
telephone)
2) Pakailah baju scrub dan sepatu bot karet diruang ganti
3) Pindah ke area bersih di titik masuk unit isolasi
4) Lihat dan pastikan semua ukuran APD benar dan kualitas sesuai
5) Lakukan prosedur pemakaian APD di bawah panduan dan
pengawasan petugas terlatih (rekan kerja)
6) Terapkan kebersihan tangan dengan mencucui tangan
7) Pakailah sarung tangan
8) Pakailah coverall
9) Pakailah masker wajah
10) Pakailah pelindung wajah atau kacamata pelindung
11) Pakailah penutup kepala dan leher. Topi bedah yang menutupi leher
dan sisi kepala lebih baik dengan pelindung wajah atau pelindung
kepala
12) Pakailah apron kedap air sekali pakai jika tidak tersedia gunakan
heavy duty, apron kedap air yang dapat digunakan kembali
13) Pakailah sarung tangan kedua (lebih baik manset panjang) diatas
manset
Keterangan :
1) Jika sepatu bot tidak tersedia gunakan sepatu tertutup (anti selip tanpa
tali sepatu, menutupi dorsum kaki dan pergelangan kaki) dan penutup
sepatu (anti selip dan kedap air)
2) Jangan gunakan plester untuk merekatkan sarung tangan. Jika sarung
tangan coverall tidak cukup panjang. Buat lubang ibu jari (atau jari
tengah) didalam lengan coverall untuk memastikan lengan bawah
anda tidak terpapar saat banyak bergerak. Beberapa model coverall
memiliki lingkaran jari yang melekat pada lengan.

6. Menurut Kemendagri, 2020 SOP melepaskan alat pelindung diri adalah


sebagai berikut:
a. Selalu melepaskan APD dibawah panduan dan pengawasan
petugas terlatih, pastikaan tersedia tempat sampah infeksius pada
area pelepasan pembuangan APD yang aman. Tempat pembuangan
terpisah harus tersedia untuk barang yang digunakan kembali.
b. Terapkan kebersihan tangan pada tangan yang bersarung
c. Lepaskan apron dengan tubuh condong kedepan dan hati-hati
untuk menghindari kontaminasi tangan saat melepas apron sekali
pakai, robek pada bagian leher dan gulung ke bawah tanpa
menyentuh area depan. Lalu lepaskan bagian belakang dan gulung
kedepan
d. Terapkan kebersihan tangan pada tangan yang bersarung
e. Lepaskan penutup kepala dan leher dengan hati-hati untuk
menghindari kontaminasi wajah. Dimulai dari bawah pelindung
kepala kebelakang ke depan dan dari bagian dalam ke bagian luar,
lalu buang secara aman
f. Terapkan kebersihan tangan pada tangan yang bersarung
g. Lepaskan coverall dan sarung tangan luar
h. Terapkan kebersihan tangan pada tangan yang bersarung
i. Lepaskan pelindung mata dengan menarik tali dari belakang kepala
dan buang dengan aman
j. Terapkan kebersihan tangan pada tangan yang bersarung
k. Lepaskan masker dari belakang kepala dengan terlebih dahulu
melepaskan tali bagian bawah keatas kepala dan biarkan
menggantung di depan, berikutnya lepas tali bagian atas dari
bagian belakang kepala dan buang dengan aman
l. Terapkan kebersihan tangan pada tangan yang bersarung
m. Lepaskan sepatu bot karet tanpa menyentuhnya atau buka sepatu
jika memakai sepatu. Jika sepatu bot yang sama akan digunakan
diluar area risiko tinggi, tetap gunakan tetapi bersihkan dan
dekontaminasi secara benar sebelum meninggalkan area pelepasan
n. Terapkan kebersihan tangan pada tangan yang bersarung
o. Lepaskan sarung tangan secara berhati-hati dengan tehnik yang
tepat dan buang dengan aman
p. Terapkan kebersihan tangan pada tangan yang bersarung

Keterangan :
1) Saat bekerja pada ruangan perawatan pasien, sarung tangan luar
harus diganti antar pasien dan sebelum keluar (ganti setelah
merawat pasien terakhir)
2) Tehnik ini memerlukan ukuran sarung tangan yang sesuai. Saat
sarung tangan luar terlalu ketat atau sarung tangan luar terlalu
longgar dan/atau tangan terlalu berkeringat , sarung tangan luar
mungkin perlu dilepas secara terpisah setelah melepaskan apron
3) Dekontaaminasi sepatu bot yang tepat meliputi mencelupkan
sepatu ke larutan klorin 0,5% (dan bersihkan kotoran dengan sikat
toilet jika terlalu banyak lumpur dan atau material organic) dan
bersihkan semua sisi dengan larutan klorin 0,5%. Setidaknya sekali
sehari sepatu bot harus didesinfeksi dengan merendam dalam
larutan klorin 0,5% selama 30 menit kemudian dibilas dan
dikeringkan
DAFTAR PUSTAKA

PERDATIN. 2020. Buku Pedoman Penanganan Pasien Kritis COVID – 19.


Jakarta: Perhimpunan Dokter Anestesi dan Terapi Intensif (PERDATIN)

PERDOKI. 2020. Panduan Perlindungan Bagi Pekerja di Fasilitas Pelayanan


Kesehatan Dalam Masa Pandemi COVID – 19. Jakarta: Perhimpunan
Spesialis Kedokteran Okupasi Indonesia (PERDOKI)

Kementrian Dalam Negeri. 2020. Pedoman Umum Menghadapi Pandemi


COVID-19. Tim Kerja Kementrian Dalam Negeri.

Kemenkes RI. 2020. Petunjuk Teknis Penggunaan Alat Perlindungan Diri (APD)
dalam Menghadapi Wabah COVID-19. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pelayanan Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai