Anda di halaman 1dari 3

Al-Gazali mengakui masalah yang melekat terkait dengan persoalan uang komoditas, yaitu

masalah pemalsuan dan penurunan nilai mata uang, yaitu dengan kandungan emas atau perak
yang tidak sesuai dengan ketentuan pemerintah (mencampur ataupun memotong/mengikis
muatan logamnya). Menurutnya mencetak atau mengedarkan uang palsu lebih berbahaya
daripada mencuri seribu dirham, perbuatan mencuri adalah salah satu dosa sedangkan mencetak
dan mengedarkan uang palsu adalah dosa yang berlipat setiap uang tersebut digunakan dalam
transaksi dan beredar di masyarakat. Hal tersebut lebih jauh dijelakan dalam pernyataan Al-
Gazali berikut:

”Suatu kezaliman yang besar dengan memasukkan uang palsu dalam peredaran. Karena
semua orang yang menerima uang tersebut dalam transaksi pasti dirugikan. Peredaran satu
dirham yang palsu lebih buruk daripada mencuri seribu dirham, karena tindakan mencuri
merupakan suatu dosa yang langsung berakhir setelah diperbut. Tetapi peredaran uang palsu
akan berdampak pada banyak orang yang menggunakan dalam transaksi”.

Selain itu dampak dari pemalsuan uang bukan hanya terkait dengan dosa pada tingkat individu
namun juga berpotensi negative terhadap masyarakat umum. Salah satunya menjadikan turunnya
nilai mata uang dalam peredarannya sebagai media pertukaran dan standar nilai. Lebih lanjut Al-
Gazali memberikan pemahaman tentang penurunan nilai uang, beliau menyatakan:

“Akibat pemalsuan (dengan logam campuran, atau penurunan nilai uang), maksudnya
adalah unit yang yang sama sekali tidak mengandung perak, hanya polesan, atau dinar yang
tidak mengandung emas. Jika sekeping koin mengandung perak, tetapi dicampur dengan
tembaga, dan koin tersebut ditetapkan oleh negara,maka mata uang ini dapat diterima, baik
muatan peraknya diketahui ataupun tidak. Namun, jika koin itu bukan mata uang yang
ditetapkan dalam suatu negara, koin itu dapat diterima hanya jika muatan peraknya diketahu”.

Dari pernyataan tersebut Al-Gazali menyatakan secara tersirat bahwa suatu negara berhak
menetapkan kebijakan dalam pencetakan uang dan harus diketahui oleh semua penggunanya
baik perubahan bentuk maupun pencampuran logam dalam koin. Namun jika penuruan nilai
mata uang yang terjadi karena tindakan curang oleh warga yakni salah satunya dengan
mencampur logam berkualitas rendah atau memotong/mengikis muatan logamnya (memalsukan
uang) maka pelakunya harus dihukum. Dengan demikian, beliau membolehkan kemungkinan
penggunaan uang representative (token money).

KEBIJAKAN MONETER

Yang lele ketik

Dalam teori ini dinyatakan bahwa tampaknya Al-Gazali tidak menyadari adanya keterkaitan
antara jumlah uang emas dan perak dalam peredaran dengan tingkat harga yang berlaku pada
umunya ketika uang tersebut beredar dalam skala kecil ataupun besar. Singkatnya dalam teori
yang berkembang ketika emas atau perak semakin banyak ditemukan maka uang yang beredar
akan bertambah banyak dan harga barang-barang pun menjadi meningkat. Sebaliknya, ketika
uang (emas dan perak) juga digunakan sebagai perhiasan maka uang dalam peredarannya pun
akan berkurang dan mungkin harga menjadi turun, sehingga satu koin uang dapat membeli lebih
banyak barang.

Namun permasalahan tersebut nampaknya terjawab melalui salah satu pendapat Al-Gazali yang
telah disinggung diatas, beliau secara tersierat menyatakan bahwa pada dasarnya pemerintah
memiliki kekuatan penuh dalam pengendalian uang termasuk dalam menjaga kestabilan nilai
dalam mata uang tersebut dengan tidak berpatokan pada konsep teori konvensional mengenai
uang logam yang menganggap bahwa uang (emas dan perak) yang bisa mengendalikan harga
adalah apabila uang (emas dan perak) tersebut juga dianggap sebagai komoditas. Salah satu
pengendalian yang dapat dilakukan pemerintah adalah dengan menetapkan standar pencetakan
uang yang resmi di negara tersebut dan memastikan semua pengguna mengetahuinya. Dengan
demikian akan mempermudah pemerintah untuk menjaga kestabilan ekonomi dan kesejahteraan
rakyat melalui peredaran uang dan harga barang.

Ibnu Khaldun juga menyoroti permasalahan tersebut dengan mendukung standar logam dan
harga emas dan perak yang konstan agar tidak menjadi bibit masalah dalam kenaikan harga-
harga barang akibat banyaknya uang beredar. Dalam hal ini beliau berpendapat bahwa dalam
suatu negara ada sebuah lembaga percetakan yang tidak tunduk pada aturan-aturan temporal
karena percetakannya merupakan sebuah kantor keagamaan.
“Kantor percetakan mengurusi dan memerhatikan koin-koin yang digunakan oleh umat
muslim dalan transaksi (komersial), dengan menjamin agar tidak terjadi kemungkinan
pemalsuan atau kualitasnya di bawah standar (pemotongan) ketika jumlah kepingannya (dan
bukan berat logamnya) digunakan dalam transaksi”.

Ibnu Khaldun mendukung penggunaan emas dan perak sebagai standar moneter. Baginya,
pembuatan uang logam hanyalah jaminan yang diberikan oleh pemerintah bahwa sekeping uang
logam mengandung sejumlah kandungan emas dan perak tertentu.

“(Standar logam) bukanlah sesuatu yang ditetapkan secara kaku tetapi tergantung pada
penilaian secara independen. Begitu penduduk dari suatu bagian atau wilayah telah
memutuskan suatu standar kemurnian, maka mereka mematuhinya”.

Anda mungkin juga menyukai