Anda di halaman 1dari 12

Laporan Praktikum Pengolahan Pati

MODIFIKASI PATI

Oleh:
Saidatul Wulya; 1705105010005
Sri Muliani; 1705105010041
Fathurrahman Luthfi; 1705105010055

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM, BANDA ACEH
2020
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Jagung dapat menjadi sumber utama karbohidrat dan protein setelah beras.
Seharusnya peluang dalam pemanfaatan jagung dapat lebih ditingkatkan, salah
satunya dengan memanfaatkan pati jagung yang dapat dimodifikasi. Awalnya sifat
dari pati alami yang memiliki kekurangan dalam aplikasinya seperti tidak larut
dalam air dingin, kestabilan yang rendah dan terjadinya pengentalan setelah
pemasakan. Selain itu, terjadinya retrogradasi setelah kehilangan struktur dari pati
gelatinisasi yang menyebabkan sineresis atau pemisahan air pada sistem pangan
(Cui, 2005). Sedangkan, pati termodifikasi merupakan suatu amilum yang sudah
diproses secara kimiawi maupun mekanis, sehingga akan didapatkan pati yang
mempunyai sifat alir dan kompaktibilitas yang lebih baik dari pati alaminya.
Proses modifikasi dapat mengubah struktur dan mempengaruhi ikatan
hidrogen molekul pati secara terkontrol. Modifikasi pati bertujuan untuk
memperoleh produk pati dengan karakteristik fisiko-kimia pati yang diinginkan
termasuk viskositas dan kestabilan produk akhir. Selain itu untuk menstabilkan
granula pati selama proses pengolahan dan untuk membuat pati cocok
diaplikasikan pada berbagai makanan dan industri (Cui, 2005).
Modifikasi pati dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti: secara kimia,
fisik, dan biokimia seperti melalui proses fermentasi (Mangungsong, 2018).
Metode dengan modifikasi tepung jagung secara enzimatik menunjukkan
perubahan sifat fisiko-kimia dan fungsional, yaitu kadar amilosa dan derajat
polimerisasi mengalami penurunan sedangkan gula reduksi dan dekstrosa
equivalen mengalami kenaikan. Tekstur tepung termodifikasi lebih halus
dibanding tepung aslinya dan memiliki sifat gelatinisasi yang berbeda. Selain itu
alternatif untuk dapat memodifikasi pati jagung secara fisik yaitu dengan metode
Autoclaving-Cooling yang bersifat relatif aman dan sederhana untuk dilakukan
dan dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan fungsional dari pati alami.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum adalah untuk dapat melakukan modifikasi
pati secara fisik, kimia, enzimatis dan mempelajari perbedaan sifat-sifat pati alami
dan setelah modifikasi secara fisik, kimia, enzimatis.
BAB II. METODE PRAKTIKUM

2.1 Bahan dan Alat


Adapun bahan yang digunakan adalah jagung varietas lokal, pati jagung
komersial (jagung non transgenik), plastik polietilen, telur, baking powder, CMC,
karet gelang, HCl 1,35%, aquades, larutan lugol, larutan Luff Schoorl, NaOH 0,1
N, KI 20%, H2SO4 6 N, indikator amilum, dan natrium thiosulfate, kultur
Lactobacilus acidophilus, larutan iodium. Sedangkan alat yang digunakan adalah
sendok tanduk, timbangan analitik (Adam afp-360L), cawan porselen, mortir,
stamper, termometer, alat-alat gelas PYREX Iwaki TE-3C, pipet tetes, batang
pengaduk, stirrer (SS 2), mikroskop (Yazumi xsp-12), desikator, oven, stopwatch
(Stop Timer), heater (Corning PC-420D), seperangkat alat pengukur kecepatan
alir dan sudut diam, alat uji distribusi ukuran partikel dengan mesh bertingkat no.
20, 40, 60, dan 80 (Electromagnetic Sieve Shaker EMS-8), alat uji kompaktibilitas
(Electrolab Tap density tester EDT-1020). container chopper, blender, kain
flanel, pengayak mesh no 20, 40, 60, 80 dan 100, pH meter (Oakton pH 510
series), dan loyang alumunium, grinder, stir plate, magnetic stirrer, kertas saring,
viscometer Brookfield, tanur, oven blower, autoclave, gunting, baskom, blender,
Lioyd Instrument, teksture analyser.

2.2 Prosedur Kerja


a. Modifikasi Secara Fisik
Tahap awal sebelum modifikasi pati Autoclaving-Cooling, dilakukan
pemanasan awal pati jagung 20% (b/b) pada suhu 70oC, disertai dengan
pengadukan sampai terbentuk suspensi yang homogen ditandai dengan
peningkatan viskositas. Selanjutnya pati dipanaskan dengan autoklaf selama 15
menit, pada suhu 120oC. Setelah itu didinginkan selama 1 jam pada suhu ruang,
lalu diretrogradasi melalui pendinginan selama 24 jam pada suhu 4oC. Pati
kemudian dikeringkan menggunakan oven (suhu 60oC) selama 16 jam dan
dihaluskan serta diayak dengan ayakan 80 mesh. Pati hasil modifikasi
Autoclaving-Cooling (AC) dilanjutkan dengan proses HMT dengan perlakuan
HMT 15 menit (autoklaf selama 15 menit). Proses HMT dilakukan dengan
tahapan sebagai berikut: Sebanyak 200 g pati jagung termodifikasi AC diatur
kadar airnya hingga mencapai 20% dengan menyemprotkan aquades. Pati basah
yang telah mencapai kadar air 20% (bb) selanjutnya diaduk dan ditempatkan di
dalam plastik HDPE bertutup disimpan (conditioning) di dalam lemari es (suhu
5oC, selama 12 jam) agar penyebaran air pada tepung merata. Selanjutnya Pati
basah diberikan perlakuan HMT dengan cara dipanaskan dalam autoklaf pada
suhu 120oC selama 15 menit (AC-HMT15’) dan 30 menit (AC-HMT60’) untuk
memperoleh pati modifikasi. Selanjutnya, sampel pati dari perlakuan tersebut
dikeringkan dengan cabinet drier selama 2 jam pada suhu 50oC. Sampel yang
sudah kering digiling dan diayak 80 mesh serta dikemas dalam kantung plastik.

b. Modifikasi Kimia
1. Pencampuran (Suspensi pati 30%).
Konsentrasi pati jagung yang digunakan adalah 30% (b/v) dengan
konsentrasi HCl 1,35%. Langkah pertama adalah mensuspensikan 80gram pati
dalam 266,66 ml larutan HCl.
2. Hidrolisis
Suspensi pati kemudian dihidrolisis yaitu dengan cara dipanaskan
menggunakan stir plate pada suhu 80°C (±2°C) untuk mencapai tahap likuifikasi.
Pemanasan dilakukan dengan pengadukan terus menerus untuk menghindari
adanya gel kering yang menempel pada dinding serta untuk menghomogenkan
panas.
3. Pendinginan dan Pengeringan
Setelah waktu pemanasan terpenuhi, gel pati segera diangkat dan
didinginkan. Sampel pati yang sudah dingin dikeringkan untuk menguapkan
sebagian HCl. Pengeringan dilakukan pada suhu 60°C selama ± 48 jam.
4. Penetralan
Gel yang kering dihaluskan dan disuspensikan ke dalam air kembali
kemudian ditambahkan NaOH 0,1 N sampai pH ±7 (netral).
5. Pencucian dan Pengendapan
HCl yang masih tersisa akan bereaksi dengan NaOH membentuk NaCl.
Untuk menghilangkan garam yang terbentuk tersebut maka dilakukan tahap
pencucian dan pengendapan. Endapan diambil untuk dikeringkan sedangkan
garam yang terlarut dalam air cucian dibuang.
6. Pengeringan
Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air dalam maltodekstrin
dengan menggunakan oven listrik pada suhu 60°C selama ±48 jam.
7. Penghalusan
Maltodekstrin yang telah kering hingga kadar air mencapai ± 8%,
kemudian dilakukan penghalusan atau pengecilan ukuran menggunakan grinder.

c. Modifikasi Enzimatis
Biji jagung yang telah bersih dihancurkan menjadi butiran kasar dengan
menggunakan cooper, kemudian ditimbang sebanyak 16 kg dan diblender sampai
hancur dengan bantuan aquades dengan perbandingan jagung: aquades (2:1 b/v).
Bahan kemudian disaring menggunakan kain flanel ke dalam suatu tempat
kemudian ampas diperas sampai tidak mengeluarkan air perasan lagi. Suspensi
atau filtrat yang dihasilkan kemudian didekantasi (diendapkan) selama 24 jam.
Ambil endapan amilum, dicuci berulang-ulang dengan air hingga diperoleh
amilum berwarna putih. Amilum dikeringkan dalam oven bersuhu 50 oC selama 24
jam. Kemudian pati diayak dengan ayakan mesh no. 20. Dari amilum jagung yang
didapat, kemudian dibuat amilum modifikasi dengan cara memfermentasi amilum
alami menggunakan bakteri Lactobacilus acidophilus sebanyak 3%. Amilum
modifikasi dishaker dengan kecepatan 100rpm serta dinkubasi pada suhu ruangan,
setelah itu amilum disaring dengan kain flannel dan dikeringkan dalam oven
dengan suhu 50oC selama 24 jam sampai terbentuk slug (lembaran padatan) dari
amilum jagung terfermentasi, kemudian dipecah-pecah dan diayak menggunakan
ayakan mesh no. 20. 84 jam dengan tiga kali pengulangan. Dari proses tersebut
diperoleh sekitar 80% amilum terfermentasi.
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Data Hasil Pengamatan


1. Modifikasi Secara Fisik
Jenis Bentuk Densitas Absorbs Absorbs Kelaruta Swellin Warna Rasa Aroma pH
bahan granula kamba i air (%) i minyak n (%) g power
baku (g/ml) (%) (%)
Jagun Melingka 0,62 - - 1,18 39,65 Putih Hamba Tak 5,08
g r r berbau
2. Modifikasi Secara Kimia
Jenis Bentuk Densitas Absorbs Absorbs Kelaruta Swellin Warna Rasa Aroma pH
bahan granula kamba i air (%) i minyak n (%) g power
baku (g/ml) (%) (%)
Jagun Poligonal 0,41 1,10 0,80 86,79 8,23 Kuning Hamba Tak 1,8
g r berbau
3. Modifikasi Secara Enzimatis
Jenis Bentuk Densitas Absorbs Absorbs Kelaruta Swellin Warna Rasa Aroma pH
bahan granula kamba i air (%) i minyak n (%) g power
baku (g/ml) (%) (%)
Jagun Poligonal 0,81 117,80 149,56 4,72 13,80 Putih Tidak Tak 4,63
g berasa berbau
3.2 Pembahasan
3.2.1 Modifikasi Secara Fisik
Pada modifikasi secara fisik, pati jagung alami memiliki kadar amilosa
yang rendah, sehingga untuk pengembangan penggunaannya dalam produk
pangan, pati jagung harus dilakukan modifikasi yaitu modifikasi secara fisik yang
bersifat aman, sederhana dan mudah penggunaannya yaitu AC-HMT. Pati jagung
mengalami peningkatan kadar amilosanya setelah dilakukan modifikasi sehingga
mengubah struktur dan mempengaruhi ikatan hidrogen molekul pati menjadi lebih
kompak dan kuat. Pati hasil modifikasi AC-HMT digunakan sebagai bahan
formulasi pembuatan instant noodle. Pati jagung alami memiliki kelemahan
sebagai bahan instant noodle dengan perlakuan modifikasi Autoclaving-Cooling
dan Heat Moisture Treatment (AC-HMT) agar dapat menghasilkan instant noodle
yang lebih baik. Pati jagung yang sudah dimodifikasi untuk dijadikan instant
noodle memiliki kelarutan 1,18%, swelling power 39,65% dengan warna putih,
rasa hambar, dan aroma yang tidak berbau. Swelling power pengembangan
menggambarkan kapasitas pengikatan air oleh pati. Semakin banyak tepung
jagung yang ditambahkan maka kekuatan pengembangan instant noodle semakin
berkurang dengan pH sebesar 5,08 (Mangunsong, 2018). Sedangkan densitas
kamba pati jagung termodifikasi secara fisik sebesar 0,62 g/ml. Densitas kamba
adalah perbandingan bobot bahan dengan volume yang ditempatinya, termasuk
ruang kosong diantara butiran bahan (Atmaka dan Bambang, 2010). Pati dalam
jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butiran) yang berbeda-beda. Bentuk
butiran pati secara fisik berupa semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit
amorf. Pada pati jagung termodifikasi memiliki bentuk granula yang melingkar
atau poligonal. Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula (butiran)
yang berbeda-beda (Syamsir dkk., 2012).

3.2.2 Modifikasi Secara Kimia


Selama hidrolisis, asam memecah ikatan glikosidik dan memperpendek
rantai pati. Modifikasi asam terdiri dari dua tahap penyerangan granula. Pada
tahap awal, terjadi serangan cepat pada daerah amorf pati yang mengandung
ikatan α-1,6. Penambahan fraksi linear pada pati ditemukan di tahap ini. Hidrolisis
berjalan lebih lambat pada daerah kristal selama tahap kedua. Hidrolisis asam
memproduksi glukosa bebas yang tinggi dan maltodekstrin yang terbentuk
memiliki kecenderungan yang kuat untuk retrogradasi sehingga menghasilkan
larutan yang kabur. Pengaruh waktu hidrolisis terhadap kelarutan yaitu 86,79%
dan semakin menurun seiring dengan semakin singkatnya hidrolisis. Hidrolisis
akan menyebabkan pemotongan molekul pati menjadi polimer yang lebih pendek
yaitu maltosa, oligosakarida dan dekstrin serta dapat menghasilkan glukosa
dengan derajat keasaman (pH) sebesar 1,8. Pada pati jagung termodifikasi
memiliki bentuk granula poligonal. Pada pati yang telah mengalami modifikasi
memiliki warna putih kekuningan yang disebabkan oleh terbentuknya gula-gula
pereduksi yaitu maltosa dan glukosa saat proses hidrolisis. Semakin lama waktu
pemanasan, gula reduksi yang terbentuk akan semakin banyak sehingga warna
larutan akan semakin keruh dan berwarna kecoklatan. Selain itu juga memiliki
rasa yang hambar dan aroma tidak berbau seperti pada pati umumnya. Densitas
kamba tepung jagung termodifikasi sebesar 0,4175g/mL (Marta dkk., 2017).
Kapasitas penyerapan air sebesar 1,10% dan kapasitas penyerapan minyak
sebesar 0,8%. Kapasitas penyerapan air menentukan jumlah air yang tersedia
untuk proses gelatinisasi pati selama pemanasan. Jika jumlah air kurang maka
pembentukan gel tidak akan mencapai kondisi optimum. Kapasitas penyerapan
minyak juga dipengaruhi oleh struktur pati. Pati jagung yang mengembang akibat
menyerap air selama perendaman dapat memudahkan penyerapan minyak karena
pecahnya molekul kompleks menjadi lebih sederhana. Daya serap air suatu pati
dapat mempengaruhi swelling power. Semakin besar daya serap air maka akan
menyebabkan swelling power meningkat. Pada pati jagung yang termodifikasi
secara kimia memiliki swelling power sebesar 8,23% (Sakinah dan
Kurniawansyah, 2018).

3.2.3 Modifikasi Secara Enzimatis


Aktifitas dari enzim α-amilase mulai terlihat pada waktu fermentasi
selama 24 jam. Pada saat itu enzim α-amilase bekerja dengan cara memutus ikatan
α-1,4 D-glukosa sehingga mengakibatkan permukaan bagian dalam amilum
terkikis seluruhnya, kemudian dilanjutkan dengan pengikisan bagian luar amilum
dalam jumlah kecil. Pada waktu 48 jam enzim α-amilase yang dihasilkan oleh
bakteri telah mengikis seluruh bagian dalam amilum dan mengikis bagian luar
amilum tidak terlalu dalam. Aktivitas enzim untuk menghidrolisis amilum
tersebut menjadi bentuk gula-gula sederhana sehingga setiap pemutusan ikatan
glikosidik oleh enzim α-amilase akan menarik air ke dalam molekul gula
sederhana dan air yang semula bebas akan terikat dan ikut menjadi bahan kering
sehingga kadar air dapat berkurang. Densitas kamba yang dimiliki jagung secara
enzimatis yaitu 0,81 g/ml. Waktu fermentasi yang semakin lama dapat
mengakibatkan pH yang dihasilkan semakin asam, dan pada penelitian ini terlihat
bahwa fermentasi dengan menghasilkan pH yang paling asam sebesar 4,63
(Priyanta dkk., 2013).
Tepung jagung termodifikasi memiliki kapasitas penyerapan air berkisar
117,8%, kapasitas penyerapan minyak 149,5%, dan swelling power sebesar13,8%.
Kapasitas penyerapan air juga mempengaruhi kemudahan dalam penghomogenan
adonan tepung ketika dicampurkan dengan air. Tepung dengan daya serap air
yang tinggi cenderung lebih cepat dihomogenkan. Adonan homogen ini akan
berpengaruh terhadap kualitas hasil pengukusan. Tepung yang homogen, setelah
dikukus akan mengalami gelatinisasi yang merata yang ditandai tidak terdapatnya
spot-spot putih atau kuning pucat pada adonan yang telah dikukus. Pada pati
jagung termodifikasi memiliki bentuk granula polygonal dengan warna putih,
tidak memiliki rasa, dan tidak memiliki aroma. Adapun kelarutan yang diperoleh
pada modifikasi pati jagung secara enzimatis sebesar 4,72% (Aini dkk., 2013).
BAB IV. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah :
1. Pada modifikasi secara fisik, pati jagung memiliki kelarutan 1,18%, swelling
power 39,65% dengan warna putih, rasa hambar, dan aroma yang tidak berbau
dengan pH sebesar 5,08. Absorpsi air dan minyak pada pati jagung
termodifikasi secara fisik tidak diperoleh.
2. Densitas kamba yang dimiliki jagung secara enzimatis sebesar 0,81 g/ml. Pada
penelitian ini terlihat bahwa fermentasi dengan menghasilkan pH yang paling
asam sebesar 4,63. Tepung jagung termodifikasi memiliki kapasitas
penyerapan air berkisar 117,8%, kapasitas penyerapan minyak 149,5%, dan
swelling power sebesar13,8%. Kelarutan pati jagung secara enzimatis sebesar
4,72%.
3. Pengaruh waktu hidrolisis terhadap kelarutan yaitu 86,79% dan semakin
menurun seiring dengan semakin singkatnya hidrolisis, serta dapat
menghasilkan glukosa dengan derajat keasaman (pH) sebesar 1,8. Pada pati
jagung termodifikasi memiliki bentuk granula poligonal. Pada pati yang telah
mengalami modifikasi memiliki warna putih kekuningan. Selain itu juga
memiliki rasa yang hambar dan aroma tidak berbau seperti pada pati umumnya.
Densitas kamba tepung jagung termodifikasi sebesar 0,4175g/mL. Kapasitas
penyerapan air sebesar 1,10% dan kapasitas penyerapan minyak sebesar 0,8%.
Pada pati jagung yang termodifikasi secara kimia memiliki swelling power
sebesar 8,23%
DAFTAR PUSTAKA

Aini, N., G. Wijonarko dan B. Sustriawan. 2013. Sifat Fisik, Kimia, dan
Fungsional Tepung Jagung yang Diproses Melalui Fermentasi.
AGRITECH. 36(2): 160-169.
Atmaka, W dan S.A. Bambang. 2010. Kajian Karakterikstik Fisikokimia Tepung
Instan Beberapa Varietas Jagung (Zea mays L.). Jurnal Teknologi Hasil
Pertanian. 3(1): 13-20.
Cui, S.W. 2005. Food Carbohydrates. Taylor & Francis Group, New York.
Mangunsong, L. 2018. Karakteristik Instant Noodle dari Pati Jagung
Termodifikasi. Jurnal Teknologi Pangan. 9(1): 28-33.
Marta, H., Tensiska dan L. Riyanti. 2017. Karakterisasi Maltodekstrin dari Pati
Jagung (Zea mays) Menggunakan Metode Hidrolisis Asam pada Berbagai
Konsentrasi. Chimica et Natura Acta. 5(1): 13-20.
Priyanta, R.B.S., C. I. S. Arisanti dan I G.N. Jemmy Anton P. 2013. Sifat Fisik
Granul Amilum Jagung yang Dimodifikasi Secara Enzimatis dengan
Lactobacilus acidophilus pada Berbagai Waktu Fermentasi. Jurnal
Penelitian dan Farmasi. 3(1): 67-74.
Sakinah, A.R dan I. S. Kurniawansyah. 2018. Isolasi, Karakterisasi Sifat
Fisikokimia, dan Aplikasi Pati Jagung dalam Bidang Farmasetik. Farmaka.
16(2): 430-442.
Syamsir, E., Hariyadi, P., Fardiaz, D., Andarwulan, N. dan Kusnandar, F. 2012.
Pengaruh Proses Heat Moisture Treatment (HMT) terhadap Karakteristik
Fisikokimia Pati. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 28(1): 100-106.

Anda mungkin juga menyukai