Anda di halaman 1dari 11

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Isi..................................................................................................i

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................1

1.1 Latar Belakang...........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah......................................................................................4

1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................5

1.3.1 Tujuan Umum.........................................................................................5

1.3.2 Tujuan Khusus.........................................................................................5

1.4 Manfaat Penelitian.....................................................................................5

1.4.1 Manfaat Teoritis......................................................................................5

1.4.2 Manfaat Praktik.......................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.............................................................6

2.1 Konsep Dasar Kecerdasan Emosional.......................................................6

2.1.1 Pengertian Kecerdasan emosional...........................................................6

2.1.2 Wilayah Kecerdasan Emosional..............................................................7

Daftar Pustaka.........................................................................................10
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mahasiswa keperawatan, dengan kesulitan menyesuaikan diri dapat

merupakan stressor tersendiri yang akan menghambat proses belajar mengajar

sehingga mempengaruhi proses belajar (Hamzah B. Uno : 2008). Terdapat dua

faktor yang merupakan sumber stressor mahasiswa keperawatan, yaitu faktor

eksternal maupun internal. Faktor eksternal berasal dari lingkungan mahasiswa

tersebut, berasal dari factor manusia dan bukan manusia (Gunarya, Arlina : 2008).

Faktor bukan manusia seperti fasilitas kampus dan kurikulum yang kurang baik,

sedangkan Faktor dari manusia yaitu faktor keluarga dan dosen. Adapun faktor

internal dapat berupa kondisi kesehatan jasmani maupun kondisi kesehatan psikis

atau emosional (Gunarya, Arlina : 2008). Kecerdasan emosional mahasiswa akan

terlihat melalui cara mahasiswa tersebut menyelesaikan tekanan yang di hadapai

baik dari faktor internal maupun eksternal, karena itu kecerdasan emotional harus

lebih di tingkatkan lagi, yang diharapkan dengan meningkatnya kecerdasan

emotional, kemampuan mahasiswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi

diri, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan

kemampuan untuk membina hubungan (kerjasama) dengan orang labih baik lagi,

sebab kecerdasan emotional mempengaruhi manajemen stres yang digunakan

mahasiswa keperawatan, baik yang adaptif maupun yang mal adaftif. Menurut

Goleman (2002 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan seseorang

mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi : menjaga keselarasan emosi


dan pengungkapannya melalui keterampilan kesadaran diri, pengendalian diri,

motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Fenomena yang terdapat pada

beberapa mahasiswa keperawatan Stikes Katolik St. Vincentius A Paulo Prodi

DIII Keperawatan Semester VI, mahasiwa mengungkapkan bahwa mereka

kesulitan memenajemen waktu karena banyaknya tugas yang diberikan yang

menjadi alasan mereka terlambat dalam menyelesaikan tugas yang diberikan.

Hasil wawancara pada 23 april 2010, dengan10 mahasiswa Semester VI

Prodi DIII Stikes Katolik St. Vincentius A Paulo yang akan melaksanakan ujian

komprehensif menunjukkan bahwa manajemen stres yang dilakukan mahasiswa

keperawatan dalam menghadapi ujian komprehensif, yaitu : 3 orang mengatakan

pergi untuk berjalan-jalan, 1 orang memilih untuk membaca novel, 2 orang

menonton di bioskop hasilnya, mereka mengatakan dapat menyelesaikan tugas

tepat pada waktunya karena mereka sudah memenajemen waktu mereka dengan

baik,dan mendapat dukungan dari keluarga tidak gelisah dan tetap bersemangat

menantikan ujian komprehensif, dan apabila mereka merasa banyak tekanan yang

datang, maka mereka akan berjalan-jalan bersama dengan temannya yang lain,

membaca buku cerita dll, sedangkan 4 orang lainnya mengungkapkan bahwa

mereka kesulitan memenajemen waktu karena banyaknya tugas yang diberikan

yang menjadi alasan mereka terlambat dalam menyelesaikan tugas yang

diberikan, tugas-tugas itu meliputi tugas askep, dan terlambat dalam pencapaian

target keterampilan.

Semua manusia dari semua tingkat jenjang usia, sangat membutuhkan

stimulus atau rangsangan untuk berkembang. Tanpa adanya suatu stimulus,

perkembangan manusia baik secara fisik maupun psikis tidak akan optimal.
Dalam berbagai keadaan mahasiswa hendaknya menyikapi peristiwa apapun

dengan tenang, untuk itu diperlukan kecerdasan emosional sangat berperan dalam

menyelesaikan suatu masalah. Mahasiswa yang memiliki kecerdasan emosional

tinggi, mampu mengendalikan emosinya dalam berkomunikasi, sedangkan orang

yang kecerdasan emotionalnya kurang, maka akan penyesalan, frustasi, bahkan

stress berkepanjangan (Daniel Goleman 1996). Rendahnya kecerdasan emosional

juga bisa berpengaruh terhadap perilaku negatif, hal ini disebabkan karena

rendahnya tingkat kecerdasan emosional menjadikan mereka tidak mampu

mengendalikan dorongan emosi dan tidak mampu menghargai atau berempati

terhadap orang lain (Daniel Goleman 2000). Hal ini membuktikan bahwa

stimulasi atau rangsangan sangat memberi kontribusi dalam tumbuh kembang

manusia, baik negative maupun positif. Respon negative akan memberi pengaruh

pada kondisi stress fisik yang mengarah pada kelemahan tubuh (sakit), hal ini

juga akan menyebabkan rasa jengkel panik dan juga marah yang akan mengarah

kearah (stres mental). Stres sebagai ketidakmampuan seseorang mengatasi

ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia,yang

pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut (National

Safety Council, 2004 : 2). Apabila manajemen stress mahasiswa negative, maka

akan muncul suatu respon negative seperti sakit kepala, mudah tersinggung,

depresi bahkan bisa juga menyebabkan munculnya sikap menarik diri dari orang

lain setiap kali mahasiswa tersebut mempunyai masalah yang sulit

diselesaikannya (Nurul Chomaria, 2009 :16).

Mahasiswa dapat meningkatkan kecerdasan emotional dengan mengikuti

seminar-seminar yang berorientasi terhadap peningkatan masalah kecerdasan


emotional, membuat mading dan buletin yang didalamnya mengulas tentang

kecerdasan emosional. Adapun selain dari mahasiswa itu sendiri, peningkatan

kecerdasan emotional mahasiswa terhadap manajemen stress juga hendaknya

dibantu oleh para dosen. Dosen hendaklah memberi petunjuk ajar kepada

mahasiswa tentang strategi mengendalikan masalah emosi, cara bekerjasama

dengan orang lain, membantu mahasiswa mengenal pasti kelebihan dan

kelemahan pada dirinya,hal dosen juga dapat mengarahkan mahasiwa untuk

mengikuti seminar-seminar tentang cara mengelola kecerdasan emotional yang

baik.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana kecerdasan emotional mahasiswa Semester VI Prodi DIII

Keperawatan Stikes Katolik St. Vincentius A Paulo Surabaya dalam

menghadapi ujian komprehensif?

1.2.2 Bagaimana manajemen stress mahasiswa Semester VI Prodi DIII

Keperawatan Stikes Katolik St. Vincentius A Paulo Surabaya dalam

menghadapi ujian komprehensif?

1.2.3 Apakah hubungan kecerdasan emotional dan Manajemen stress mahasiswa

Semester VI Prodi DIII Keperawatan Stikes Katolik St. Vincentius A Paulo

Surabaya dalam menghadapi ujian komprehensif?


1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Menganalisis hubungan kecerdasan emotional Mahasiswa

Keperawatan terhadap manajemen stress mahasiswa keperawatan.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Mengetahui kecerdasan emotional mahasiswa Semester VI Prodi

DIIIKeperawatan Stikes Katolik St. Vincentius A Paulo Surabaya dalam

menghadapi ujian komprehensif?

1.3.2.2 Mengetahui manajemen stress mahasiswa Semester VI Prodi DIII

Keperawatan Stikes Katolik St. Vincentius A Paulo Surabaya dalam

menghadapi ujian komprehensif?

1.3.2.3 Mencari hubungan kecerdasan emotional dan Manajemen stress

mahasiswa Semester VI Prodi DIII Keperawatan Stikes Katolik St.

Vincentius A Paulo Surabaya dalam menghadapi ujian komprehensif ?

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Untuk memperkuat teori yang sudah ada tentang hubungan

kecerdasan emotional dengan manajemen stress.

1.3.1 Praktis

Bagi bidang akademik, dapat memberi masukan kepada pihak

akademik sebagai salah satu evaluasi terhadap pentingnya kecerdasan

emotional dalam manajemen stress bagi mahasiwa keperawatan.


BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Kecerdasan Emosional

2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosional

Menurut Daniel Goleman (2000 : 411) emosi merujuk pada suatu perasaan dan

pikiran yang khas, suatu keadaan biologis dan psikologis dan serangkaian

kecenderungan untuk bertindak.

Salovey dan Mayer mendefinisikan kecerdasan emosional atau yang sering

disebut EQ sebagai himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan

kemampuan memantau perasaan sosial yang melibatkan kemampuan pada orang lain,

memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing

pikiran dan tindakan (Shapiro, 1998:8).

Sebuah model pelopor lain yentang kecerdasan emosional diajukan oleh Bar-

On pada tahun 1992 seorang ahli psikologi Israel, yang mendefinisikan kecerdasan

emosional sebagai serangkaian kemampuan pribadi, emosi dan sosial yang

mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam mengatasi tututan dan

tekanan lingkungan (Goleman, 2000 :180).

Menurut Goleman (2000 : 512), kecerdasan emosional adalah kemampuan

seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our

emosional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya

(the appropriateness of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran

diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial.


Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah

kemampuan mahasiswa untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi diri,

memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain (empati) dan kemampuan untuk

membina hubungan (kerjasama) dengan orang lain.

2.1.2 Wilayah Kecerdasan Emosional

Goleman mengutip Salovey (2000 : 58-59) menempatkan menempatkan

kecerdasan pribadi Gardner dalam definisi dasar tentang kecerdasan emosional yang

dicetuskannya dan memperluas kemapuan tersebut menjadi lima kemampuan utama,

yaitu :

2.1.2.1 Mengenali Emosi Diri

Mengenali emosi diri sendiri merupakan suatu kemampuan untuk mengenali

perasaan sewaktu perasaan itu terjadi. Kemampuan ini merupakan dasar dari

kecerdasan emosional, para ahli psikologi menyebutkan kesadaran diri sebagai

metamood, yakni kesadaran seseorang akan emosinya sendiri. Menurut Mayer

(Goleman, 2000 : 64) kesadaran diri adalah waspada terhadap suasana hati maupun

pikiran tentang suasana hati, bila kurang waspada maka individu menjadi mudah larut

dalam aliran emosi dan dikuasai oleh emosi. Kesadaran diri memang belum

menjamin penguasaan emosi, namun merupakan salah satu prasyarat penting untuk

mengendalikan emosi sehingga individu mudah menguasai emosi.

2.1.2.2 Mengelola Emosi

Mengelola emosi merupakan kemampuan individu dalam menangani perasaan

agar dapat terungkap dengan tepat atau selaras, sehingga tercapai keseimbangan
dalam diri individu. Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan

kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi berlebihan, yang meningkat dengan

intensitas terlampau lama akan mengoyak kestabilan kita (Goleman, 2000 : 77-78).

Kemampuan ini mencakup kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan

kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang

ditimbulkannya serta kemampuan untuk bangkit dari perasaan-perasaan yang

menekan.

2.1.2.3 Memotivasi Diri Sendiri

Presatasi harus dilalui dengan dimilikinya motivasi dalam diri individu, yang

berarti memiliki ketekunan untuk menahan diri terhadap kepuasan dan

mengendalikan dorongan hati, serta mempunyai perasaan motivasi yang positif, yaitu

antusianisme, gairah, optimis dan keyakinan diri.

2.1.2.4 Mengenali Emosi Orang Lain

Kemampuan untuk mengenali emosi orang lain disebut juga empati. Menurut

Goleman (2000 :57) kemampuan seseorang untuk mengenali orang lain atau peduli,

menunjukkan kemampuan empati seseorang. Individu yang memiliki kemampuan

empati lebih mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi yang

mengisyaratkan apa-apa yang dibutuhkan orang lain sehingga ia lebih mampu

menerima sudut pandang orang lain, peka terhadap perasaan orang lain dan lebih

mampu untuk mendengarkan orang lain. Rosenthal dalam penelitiannya menunjukkan

bahwa orang-orang yang mampu membaca perasaan dan isyarat non verbal lebih

mampu menyesuiakan diri secara emosional, lebih populer, lebih mudah beraul, dan

lebih peka (Goleman, 2000 : 136). Nowicki, ahli psikologi menjelaskan bahwa anak-
anak yang tidak mampu membaca atau mengungkapkan emosi dengan baik akan

terus menerus merasa frustasi (Goleman, 2000 : 172). Seseorang yang mampu

membaca emosi orang lain juga memiliki kesadaran diri yang tinggi. Semakin

mampu terbuka pada emosinya sendiri, mampu mengenal dan mengakui emosinya

sendiri, maka orang tersebut mempunyai kemampuan untuk membaca perasaan orang

lain.

2.1.2.5 Membina Hubungan

Kemampuan dalam membina hubungan merupakan suatu keterampilan yang

menunjang popularitas, kepemimpinan dan keberhasilan antar pribadi (Goleman,

2000 : 59). Keterampilan dalam berkomunikasi merupakan kemampuan dasar dalam

keberhasilan membina hubungan. Individu sulit untuk mendapatkan apa yang

diinginkannya dan sulit juga memahami keinginan serta kemauan orang lain.

Orang-orang yang hebat dalam keterampilan membina hubungan ini akan

sukses dalam bidang apapun. Orang berhasil dalam pergaulan karena mampu

berkomunikasi dengan lancar pada orang lain. Orang-orang ini populer dalam

lingkungannya dan menjadi teman yang menyenangkan karena kemampuannya

berkomunikasi (Goleman, 2002 :59). Ramah tamah, baik hati, hormat dan disukai

orang lain dapat dijadikan petunjuk positif bagaimana mahasiswa mampu membina

hubungan dengan orang lain. Sejauhmana kepribadian mahasiswa berkembang dilihat

dari banyaknya hubungan interpersonal yang dilakukannya.


DAFTAR PUSTAKA

Abraham, C. (1997). Psikologi Sosial Untuk Perawat. Jakarta: EGC.

Aziz, A. H. (2007). Riset Keperawatan Dan Tekhnik Penulisan Ilmiah

(Ed 2 ed.). Jakarta: Salemba Medika.

Dwi, S. P. (2010). Tes IQ dan EQ Plus. Jogyakarta: Buku Biru.

Goleman, D. (2000). Emotional Intelegence (Terjemahan). Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Gunarya, A. (2008). Manajemen Stres Mahasiswa. Makasar: Modul

MD08.

Hamzah, B. (2008). Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran.

Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Heri, P. (1995). Pengantar Statistik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Mark, D. (2008). Tes EQ Anda, Bagaimana Menemukan Kecerdasan

Anda Yang Sebenarnya. Jakarta: Mitra Media.

National, S. (2004.). Manajemen Stres. Jakarta: EGC.

Nursalam. (2003). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. .

Jakarta: CV. Sagung Seto.

Anda mungkin juga menyukai