RESUME *)
Komnas Perempuan (Komisi Nasional Perempuan) merupakan salah satu dari LNHAM (Lembaga Nasional Hak Asasi
Manusia) bersama dengan Komnas HAM dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang lahir akibat adanya
tragedi kekerasan pada wanita-wanita etnis Tionghoa tahun 1998. Kejadian tersebut melahirkan respon masyarakat yang
menuntut pertanggung jawaban kepada negara untuk lebih memerhatikan hak asasi dari kaum perempuan. Sehingga
akhirnya, pada tahun 1998 lahirlah Komnas Perempuan dengan landasan Keppres RI Nomor 181 tahun 1998.
Berdasarkan rekomendasi Umum CEDAW No.19 tentang Kekerasan terhadap Perempuan, kekerasan terhadap
perempuan dapat diartikan sebagai kekerasan yang langsung ditujukan pada perempuan karena dia perempuan, atau
kekerasan yang mempengaruhi perempuan secara tidak proporsional. Di dalamnya tercakup tindakan yang menimbulkan
kerugian fisik, mental, atau seksual atau penderitaan, ancaman akan tindakan semacam itu, koersi, dan bentuk-bentuk
perempuan kebebasan lainnya.
Keterangan :
1. Lembar resume ini diserahkan setelah kegiatan selesai kepada petugas
2. Resume dapat ditulis tangan atau diketik
3. Untuk mengetahui jadwal kuliah berikutnya silahkan bergabung di Grup Telegram via tautan: https://t.me/joinchat/UH0m0KzwrrkexnbE
4. Official Line Account @qpu8078z
Kekerasan dapat terjadi dalam tiga ranah, yaitu ranah rumah tangga/relasi personal, komunitas, dan negara. Kekerasan
ranah Rumah Tangga / relasi personal merupakan bentuk kekerasan yang terjadi dalam ikatan perkawinan, ikatan
kekerabatan, dan kehidupan dalam rumah yang sama. Kekerasan relasi personal merupakan kekerasan yang terjadi
dalam relasi personal antarmanusia seperti dalam hubungan pacarana, dll. Kekerasan di ranah komunitas merupakan
kekerasan yang terjadi tanpa ada hubungannya dengan ikatan perkawinan, relasi personal, ikatan kekerabatan, dan
tinggal dalam satu rumah. Kekerasan ranah komunitas dapat terjadi di lingkungan sekolah, tetangga, dll. Kemudian,
terdapat kekerasan di ranah negara. Hal ini merupakan bentuk ketidakmampuan negara dalam menciptakan lingkungan
yang aman bagi masyarakatnya dan terjadinya perampasan terhadap hak-hak asasi masyarakatnya.
Dampak KBG sangatlah beragam. Kekerasan berbasis gender dapat menyerang fisik, mental, seksual dan ekonomi
korban. Diantara contoh dampak kekerasan berbasis gender yang sering terjadi adalah :
1. Dampak terhadap fisik : kematian, menjadi disabilitas, cedera fisik (luka, patah tulang), keguguran kandungan, dll.
2. Dampak terhadap mental : Post trauma syndrome, depresi, bunuh diri, menjadi Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ),
penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang, kehilangan rasa percaya diri, menarik diri dari kehidupan sosial
3. Dampak terhadap seksual : Infeksi Menular Seksual (IMS), HIV/AIDS, sindrom trauma perkosaan, hasrat seksual
rendah, nyeri selama berhubungan seksual, otot vagina mengejang
4. Dampak terhadap ekonomi : kehilangan pendapatan, ketergantungan ekonomi, kehilangan pekerjaan, biaya perawatan
kesehatan
Maraknya pembahasan tentang KBG terhadap perempuan bukan berarti menandakan bahwa tidak adanya kekerasan
yang terjadi terhadap laki-laki. Namun, dikarenakan konstruksi sosial kita menyatakan bahwa laki-laki itu kuat, maco, dll.
,
Banyak laki-laki yang tidak mau melaporkan kekerasan yang ia alami, sehingga sulit mendapatkan data terkait hal
tersebut. Namun, umunya kekerasan berbasis gender terjadi pada perempuan dan anak perempuan. Hal yang harus juga
dijadikan sebagai perhatian adalah dari tahun 2017-2020 terjadi peningkatan kekerasan berbasis gender siber yang
sangat signifikan, dari 16 kasus menjadi 786 kasus.
Kekerasan terhadap perempuan merupakan manifestasi dari hubungan yang secara historis tidak setara antara laki-laki
dan perempuan yang menghasilkan dominasi dan diskriminasi terhadap perempuan oleh laki-laki dan pencegahan akan
kemajuan perempuan. Hal ini dilanggengkan dan dibakukan oleh individu, keluarga, masyarakat, hingga kekerasan
terhadap perempuan dinaggap sebagai suatu kewajaran. Dengan demikian, akar penyebab terjadinya kekerasan
terhadap perempuan adalah keberadaan perempuan pada poisisi subordinasi (dinomor dua kan) sehingga tidak memiliki
relasi yang setara dengan laki-laki, termasuk tidak dapat mengontrol tubuh, organ seksual, dan reproduksinya,
Lalu, apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah kekerasan berbasis gender ?
Kekerasan berbasis gender terjadi karena marginalisasi, subordinasi, pelabelan negatif, kekerasan, dan beban kerja
berlebih. Pencegahan, penanganan dan pemulihan KBG haruslah dilakukan secara komprehensif dan terpadu yang
dimulai dari keluarga, komunitas, dan negara. Negara pun memiliki kewajiban untuk membuat peraturan perundang-
undangan yang tepat dan mampu memberikan perlindungan hukum terhadap hak perempuan.
Masyarakat pun dapat berperan dalam mencegah, menangani, melindungi, dan memulihkan korban kekerasan berbasis
gender, seperti melakukan sosialisasi peraturan perundangan-undangan edukasi, komunikasi, dan informasi,
memberikan informasi kepada korban untuk mengakses lembaga penyedia layanan yang dapat memberikan pertolongan
darurat, membantu korban dalam mengajukan permohonan perlindungan, membantu korban dalam mendapatkan
layanan pemulihan fisik, psikis, ekonomi, dll.
Sebagai seorang individu, apa yang bisa kita lakukan untuk membantu korban kekerasan seksual ?
Hal pertama yang harus dilakukan pada korban kekerasan seksual adalah :
1. Tidak menyalahkan korban, hal ini juga sekaligus dapat memberikan ruang kepada korban untuk menceritakan apa
yang dialaminya kepada kita
2 Berupaya menyelesaikan di jalur hukum merupakan keputusan korban, kita bisa membantu korban untuk mencari
informasi dan layanan tentang hal tersebut
3. Membantu korban untuk mendapatkan akses layanan psikologis
4. Jika kekerasan seksual baru terjadi, segera lakukan intervensi darurat ( amankan barang bukti seperti pakaian, tas,
aksesoris, larang korban untuk mandi dan membilas organ kemaluannya, kemudian segera ajak korban ke Rumah Sakit).
Kekerasan berbasis gender masih sering terjadi hari ini. Kekerasan berbasis gender dapat terjadi di mana saja, bahkan
ruang publik. Kita sebagai individu berperan dengan agency masing-masing harus berupaya untuk mencegah segala
usaha kekerasan berbasis gender, karena fenomena ini jika terus terjadi tentunya akan membawa dampak yang sangat
negatif untuk kemajuan Indonesia di masa yang akan datang. Apakah mungkin negara kita bisa berjaya di tahun 2045
sedangkan masyarakatnya saja tidak sehat secara fisik, mental, seksual, dan ekonominya ?