MATERI I
HOSPITAL PHARMACY : GLOBAL PRESPECTIVE
Pemateri : apt. Dra. Yulia Trisna, M.Pharm, FISQua
(Vice-President South East Asia, FIP Hospital Pharmacy Section, Kepala Instalasi Farmasi Rumah
Sakit RSCM)
FIP (International Pharmaceutical Federation) merupakan federasi farmasi global yang diwakili oleh apoteker
dari seluruh dunia.
FIP memiliki perkawilan di masing-masing wilayah regional, yaitu :
- Eastern Mediterranean (EMRO)
- Europe (EURO)
- South East Asia (SEARO), Indonesia termasuk di SEARO
- Western Pacific (WPRO)
- Pan America (PARO)
- Africa (AFRO)
Berdasarkan data dari FIP 2015-2017, rata-rata apoteker yang bekerja di Rumah Sakit hanya sebesar 13%
dan yang bekerja di apotek (komunitas) sebesar 75%, dan bekerja di sektor lain sekitar 12%. Persebaran
apoteker pada lingkungan masyarakat di negara-negara SEARO masih kecil, yaitu hanya terdapat 3
apoteker pada 10.000 penduduk. Jika dibandingkan dengan standar FIP, yaitu harus terdapat 8 apoteker
dari 10.000 penududuk dapat kita jadikan pacuan agar dapat mencetak apoteker yang hebat dan mampu
membawa kesehatan Indonesia kea rah yang positif.
Farmasi Rumah Sakit merupakan penunjang utama pelayanan kesehatan di Rumah Sakit yang sangat
mempengaruhi :
- Kualitas pelayanan kesehatan
- Keselamatan pasien, dan
- Biaya
Permasalahan yang sering terjadi dalam dunia kefarmasian rumah sakit adalah Medication Error.
Faridatul Ummi – 11617021 Resume Webinar Pengenalan Profesi Farmasi
Berdasarkan Institute for Safe Medicine Practice, strategi yang dapat digunakan untuk mereduksi error yaitu
: (diurutkan berdasarkan strategi terkuat hingga terlemah)
1. Fail-safes dan constraints
2. Fungsi Pemaksaan
3. Automasi dan komputerisasi
4. Standardisasi
5. Redundansi
6. Reminders dan checklist
7. Peraturan dan Kebijakan
8. Edukasi dan pemberian informasi
9. Saran untuk lebih berhati-hati dan waspada
Acuan yang digunakan untuk melaksanakan good hospital pharmacy :
- Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit PMK 72/2016
- Standar PKPO SNARS Edisi 1.1/MMU JCI Edisi 7 (merupakan standar akreditasi Rumah Sakit
nasional)
- Basel Statements (HPS-FIP)
Basel statements merupakam hasil konsensus farmasis sedunia tentang kebijakan farmasi rumah
sakit
- Good Pharmacy Practice (FIP/WHO)
Fungsi Farmasi Rumah Sakit secara garis besar terbagi atas penyediaan dan penggunaan obat. Dalam
fungsi penyediaan obat, Farmasi RS berperan dalam pemilihan, pembelian, dan penyimpanan obat. Pada
tahap penggunaan obat, Farmasi RS berperan dalam penyiapan dan dispensing, peresepan, dosis,
transcribing, administrasi, monitoring, evaluasi, dan edukasi.
Pengkajian Resep
Edukasi Obat
Instalasi Farmasi Rumah Sakit diperbolehkan untuk melakukan In-House Production (Meproduksi obat
sendiri) dengan persyaratan :
- Tidak ada di pasaran
- Formulasi khusus
- Tidak stabil dalam jangka waktu yang lama
- Untuk penelitian
Tahap repacking merupakan tahapan preparasi sediaan yang juga penting untuk memudahkan penggunaan,
meminimalkan terjadiny DRP, menghemat biaya, memudahkan perhituhgan biaya
Dalam melakukan dispensing IV Admixture, Sitostatika, dan Nutrisi parenteral perlu dilakukan teknik aseptic.
Hal ini bertujuan untuk :
- Menjamin sterilitas larutan
- Meminimalkan kesalahan pengobatan
- Menjamin kompatibilitas dan stabilitas
- Menghindari pemaparan zat berbahaya
- Menghindari pencemaran lingkungan
- Meringankan beban kerja perawat
Faridatul Ummi – 11617021 Resume Webinar Pengenalan Profesi Farmasi
MATERI 2
PERAN APOTEKER DALAM PENANGANAN PASIEN KANKER
Pemateri : apt. Dra. Yuri Pertama Sari, MARS
(Kepala Instalasi Farmasi RS Kanker Dharmais)
- Kemoterapi
- Radioterapi
- Imunoterapi
- Targeted Therapy
- Terapi hormonal
- Transplantasi stem cell
Peran apoteker yang sangat terasa dalam pengobatan kanker pada pasien adalah dalam pemberian
kemoterapi. Hal yang harus dipahami terkait kemoterapi :
- Alur pemberian kemoterapi melibatkan multidisiplin sehingga membutuhkan proses komunikasi
yang baik dan jelas
- Dosis dan regimen kemoterapi bersifat individualized
- Penyiapan regimen kemoterapi memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi dibanding penyiapan obat
lainnya
- Kesalahan pemberian kemoterapi (medication error) berakibat fatal
- Adanya faktor resiko dalam penanganan obat kemoterapi pada petugas
- Pelayanan kemoterapi semakin meningkat (BPJS)
▪ Sediaan non-steril
Apoteker berperan penting dalam penanganan penyakit kanker dengan melakukan pengelolaan
obat, pemantauan terapi obat, dan menjamin 2M 2K (Mutu, Manfaat, Khasiat, dan Keamanan).
3. Siklus Pengelolaan Obat Kemoterapi
a. Seleksi/Pemilihan
• Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis sediaan farmasi, alat kesehatan, dan
bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan
• Pemilihan obat merupakan suatu proses kerja sama/kolaboratif yang mempertimbangkan
baik kebutuhan dan keselamatan pasien maupun kondisi ekonominya
• Pemilihan yang tepat dapat meningkatkan benefit dalam penggunaan obat dan
meminimalkan toksisitas
• Dilakukan oleh Komite/Tim/Panitia Farmasi dan Terapi atas usulan dari Staf Medis
Fungsional
• Outputnya adalah Formularium RS
• Formularium dievaluasi 1x setahun
d. Prescribing
Di Rumah Sakit, medication error masih sering terjadi pada kisaran 2-6 %. Chemoterapy Error
dilaporkan 3 – 16%, yang mana kejadian lebih banyak terjadi pada tahap ordering, yang diikuti
dengan tahap administering dan dispensing.
Dalam peresepan obat kemoterapi, perlu diterapkan kebijakan :
Faridatul Ummi – 11617021 Resume Webinar Pengenalan Profesi Farmasi
• Peresepan obat kemoterapi oral dan parenteral harus dilakukan secara tertulis oleh dokter
yang sudah ditetapkan oleh institusi yang mempunyai kompetensi dalam memberikan
kemoterapi
• Tidak diperbolehkan memberikan obat kemoterapi secara lisan kecuali untuk instruksi
penundaan atau penghentian pemberian kemoterapi
• Terapi baru atau perubahan terapi harus terdokumentasi dalam rekam medik pasien
Peresepan juga dapat dilakukan dengan elektronik order dan harus melalui proses verifikasi.
e. Dispensing Sediaan Steril
Yang termasuk sediaan steril adalah chemotherapy drug reconstitution, non- chemotherapy drug
reconstitution (TPN, IV Admixture), dan radiofarmasetika
Pada PERMENKES RI NO. 1799/2010 tentang Industri Farmasi Pasal 2 dinyatakan bahwa :
1. Proses pembuatan obat dan atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh industry farmasi
2. Selain industri farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1), Instalasi Farmasi Rumah Sakit
dapat melakukan proses pembuatan obat untuk keperluan pelaksanaan pelayanan
kesehatan di RS yang bersangkutan
3. Instalasi Farmasi Rumah Sakit sebagaimana dimaksud pada ayat 2), harus terlebih dahulu
memenuhi persyaratan CPOB yang dibuktikan dengan sertifikat CPOB
c. Melindungi personal dan lingkungan yang terlibat dari paparan bahan berbahaya
d. Meningkatkan efisiensi biaya dan efisiensi waktu perawat
Paparan dari obat sitotoksik dapat menimbulkan bahaya pada farmasis dan perawat, karena
obat tersebut bersifat karsinogenik, mutagenic, teratogenic, toksisitas reproduksi,
genotoksisitas, dan toksisitas organ
Paparan dapat terjadi disebabkan oleh adanya kebocoran wadah, adanya tumpahan di
permukaan meja tempat pencampuran, bed pasien, lantai pasien, lantai kamar perawatan,
wadah-wadah tempat pencampuran, uap atau semburan cairan saat membuka vial dan ampul,
ekskreta pasien, dll.
Dispensing obat kemoterapi harus melibatkan :
a. Petugas yang terlatih dalam handling hazardous product dan aseptic technic, pemeriksaan
kesehatan, dan bukan wanita hamil dan menyusui
b. Alat Pelindung Diri yang terdiri dari gown (material tidak tembus air dan tidak melepas serat),
sarung tangan tebal dan panjang, sarung tangan nitril, goggle, masker N95
c. Ruangan dan instrument yang terdiri dari clean room, menggunakan cytotoxic drug safety
cabinet atau isolator, dan dilengkapi pass box dan HEPA filter
Pengiriman obat ke ruangan dan serah terima antara petugas farmasi dengan perawat TK menyiapkan
obat kemoterapi
▪ Jika penggunaan obat oral kemoterapi cantumkan : cara pasien meminum, jumlah
obat dalam kemasan, dan cara menyimpan
f. Administering
Sebelum pengadministrasian obat kemoterapi :
▪ Dokter atau perawat melakukan verifikasi (dilakukan minimal 2 orang petugas/double
check) , meliputi :
1. Nama pasien
2. Nama obat, dosis, dan volume larutan
3. Rute pemberian dan kecepatan pemberian obat disesuaikan dengan pengaturan
infuse pump
4. Batas kedaluarsa sediaan terutama bentuk obat-obat yang mempunyai batas
kedaluarsa yang pendek
▪ Semua kegiatan yang dilakukan pada verifikasi diatas (double check) harus
terdokumentasi
KESIMPULAN
1. Organisasi Apoteker di seluruh dunia memiliki nama FIP (International Pharmaceutical Federation)
yang telah menghasilkan Basel Statements dan Bangkok Statements
2. Basel Statements dan Bangkok Statements dapat dijadikan pedoman bagi berbagai negara di dunia
untuk Menyusun kebijakan terkait pelayanan kefarmasian dan kesehatan di masing-masing negara
3. Fungsi Farmasi Rumah Sakit secara garis besar terbagi atas penyediaan dan penggunaan obat.
Dalam fungsi penyediaan obat, Farmasi RS berperan dalam pemilihan, pembelian, dan
penyimpanan obat. Pada tahap penggunaan obat, Farmasi RS berperan dalam penyiapan dan
dispensing, peresepan, dosis, transcribing, administrasi, monitoring, evaluasi, dan edukasi.
4. Apoteker dalam pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit mempunyai peranan penting dalam
kolaborasi profesi dalam perawatan pasien
5. Peran apoteker dalam pengelolaan obat dan pemantauan terapi obat pada pasien diharapkan
berperan dalam menghasilkan outcome yang baik dalam pengobatan penyakit kanker
6. Peran dalam pengobatan penunjang penyakit kanker serta edukasi kepada pasien dapat
menghasilkan kualitas hidup yang lebih baik pada penderita kanker