Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH

STUDIUM GENERALE KU-4078

PERAN MAHASISWA SELAKU GENERASI TERPELAJAR DALAM


MEMBERANTAS HOAKS SEBAGAI BENTUK RASA CINTA TANAH AIR

Disusun Oleh :

Faridatul Ummi (11617021)


Kelas 08
Prodi Farmasi Klinik dan Komunitas

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


2021
PERAN MAHASISWA SELAKU GENERASI TERPELAJAR DALAM
MEMBERANTAS HOAKS SEBAGAI BENTUK RASA CINTA TANAH AIR

A. ABSTRAK
Penyebaran informasi atau berita yang tidak benar semakin marak terjadi. Munculnya
beragam saluran penyebaran informasi, seperti media sosial dan aplikasi chatting
memungkinkan terjadinya penyebaran informasi secara cepat dan masif yang dapat
menjadi salah satu sarana bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk
menyebarkan hoaks. Fenomena hoaks yang terjadi dapat menimbulkan berbagai
dampak negatif dalam kehidupan bermasyarakat. Hoaks dapat menimbulkan rasa
cemas dan takut yang tidak seharusnya, menimbulkan destruksi demokrasi, dan bahkan
perpecahan di tubuh masyarakat yang dapat mengganggu keutuhan NKRI. Mahasiswa
merupakan sekelompok manusia terpelajar yang diharapkan dapat membawa
perubahan bangsa menuju lebih baik. Dengan kapasitas yang mereka miliki, mahasiswa
diharapkan dapat mengambil peran dalam pemberantasan hoaks. Penelitian sederhana
dengan metode kajian pustaka ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana
penyebaran hoaks di Indonesia dan apa solusi yang dapat dilakukan oleh mahasiswa
untuk mengatasi penyebaran hoaks tersebut.
Kata Kunci : Berantas, hoaks, mahasiswa, solusi

B. PENDAHULUAN
Saat ini manusia hidup dalam era dimana informasi dapat diperoleh secara mudah.
Penyebaran informasi pun berlangsung dengan sangat cepat, terutama melalui media
sosial. Adanya media sosial memungkinkan semua orang di dunia untuk saling
terhubung dan menyebarkan informasi satu sama lain. Fenomena ini dapat diibaratkan
seperti pisau bermata dua. Di satu sisi, fenomena ini dapat membawa banyak dampak
positif dalam perluasan pengetahuan dan wawasan masyarakat. Namun, di sisi lain,
fenomena ini dapat menimbulkan banyak dampak negatif pula, seperti tersebar luasnya
informasi yang tidak benar dan munculnya ujaran-ujaran kebencian yang dapat
menimbulkan perpecahan dalam masyarakat.
Kata “hoaks” merupakan kata yang tidak lagi asing terdengar di telinga masyarakat
Indonesia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), hoaks merupakan
informasi bohong atau berita yang tidak benar. Menurut kepala Biro Penerangan
Masyarakat Divisi Humas Polri yang dimuat melalui portal berita kominfo.go.id ,
pelaku penyebar hoaks dapat dikenakan hukum positif berupa hukum yang telah diatur
di dalam KUHP, Undang-Undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, Undang-Undang No.40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras
dan Etnis, serta tindakan ketika ujaran kebencian telah menyebabkan terjadinya konflik
sosial. Ujaran kebencian yang dimaksud dapat berupa penghinaan, pencemaran nama
baik, penistaan, perbuatan tidak menyenangkan, tindakan memprovokasi, menghasut,
dan menyebarkan berita bohong.
Hoaks dapat memecah belah kesatuan bangsa. Toleransi antar sesama anak bangsa
pun dapat terkikis dengan mudah disebabkan oleh berita yang berisi konten fitnah dan
adu domba. Bahkan, kesehatan dan keselamatan pun dapat terancam. Contohnya saja,
berdasarkan informasi yang diperoleh dari portal berita okezone.com, menurut Kadiv
Humas Polri Irjen Argo Yuwono, sepanjang tahun 2020 terdapat 352 kasus hoaks
terkait COVID-19 yang ditangani oleh pihak kepolisian. Di tengah ketakutan yang
melanda masyarakat akibat pandemi yang tak kunjung usai, hoaks akan dapat
memperkeruh suasana seperti tersebarnya informasi menyimpang yang dapat
membahayakan kesehatan dan munculnya ketakutan-ketakutan yang tidak seharusnya
di kalangan masyarakat.
Penyebaran hoaks yang tidak terkendali tidak boleh terus dibiarkan. Kesadaran
masyarakat untuk berhati-hati dalam menerima informasi pun harus ditingkatkan.
Masyarakat harus mampu menyaring informasi yang beredar dan tidak boleh mudah
percaya, terutama jika informasi tersebut berasal dari sumber yang tidak dapat
dipercaya. Mahasiswa sering dicirikan sebagai agent of change, generasi pembawa
perubahan yang diharapkan dapat memberikan solusi dari permasalahan yang ada.
Dengan kemampuan menyeleksi dan mengolah informasi secara benar karena
kemampuan berpikir kritis dan wawasan yang dimiliki, mahasiswa diharapkan mampu
menjadi pionir dalam pemberantasan hoaks di negeri tercinta ini agar terbentuk rakyat
Indonesia yang beradab dan unggul.

C. METODOLOGI
Dalam pembuatan makalah ini, penulis melakukan kajian pustaka melalui informasi-
informasi yang diperoleh dari data yang dipublikasikan oleh pemerintah, artikel-artikel,
dan laporan penelitian yang dapat diakses dari internet untuk dijadikan sebagai
referensi. Berdasarkan Meriam Library, (2015) untuk menentukan suatu informasi
bersifat akurat dan bisa digunakan sebagai referensi dapat menggunakan uji CRAAP.
Uji CRAAP berisi daftar kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu
informasi layak untuk digunakan. Kriteria yang terdapat pada uji CRAAP adalah
sebagai berikut.
1. Currency
Kriteria ini berkaitan dengan keterbaruan sumber informasi yang akan digunakan.
Hal-hal yang harus diperhatikan adalah kapan informasi tersebut dipublikasikan,
apakah informasi tersebut sudah direvisi atau diperbarui, apakah informasi tersebut
bersifat up to date, apakah link website masih dapat digunakan, dll.
2. Relevance
Kriteria ini berkaitan dengan seberapa penting informasi tersebut untuk digunakan
dalam penelitian. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah apakah informasi tersebut
berkaitan dengan topik penelitian, apakah informasi tersebut berada pada tingkatan
yang sesuai dengan kebutuhan, dll.
3. Authority
Kriteria ini berkaitan dengan pihak yang menulis sumber informasi. Hal-hal yang
harus diperhatikan adalah siapakah penulis/penerbit/sumber/sponsor dari informasi
tersebut, apakah penulis terkualifikasi untuk menulis topik tersebut, dll.
4. Accuracy
Kriteria ini berkaitan dengan kebenaran dari konten informasi yang disajikan. Hal-
hal yang harus diperhatikan adalah darimana informasi tersebut berasal, apakah
informasi tersebut didukung oleh bukti tertentu, apakah informasi tersebut dapat
diverifikasi melalui sumber lain atau dari pengetahuan anda, dll.
5. Purpose
Kriteria ini berkaitan dengan alasan mengapa informasi tersebut disajikan. Hal-hal
yang harus diperhatikan adalah apakah penulis menjelaskan maksud dan tujuannya
dalam menyajikan informasi tersebut secara jelas, apakah informasi tersebut berupa
fakta, pendapat, atau propaganda, apakah sudut pandang yang digunakan bersifat
objektif dan tidak memihak, dll.

D. DATA DAN ANALISIS


Berdasarkan data yang diperoleh dari Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi
(PPID) Kementrian Komunikasi dan Informatika, pada periode Agustus 2018 hingga
Maret 2020, terdapat 5.156 temuan isu hoaks dengan rincian data sebagai berikut.
Data Statistik Hoaks Agustus 2018 - Maret 2020
359
Februari '20 290
310
Desember '19 286
260
Oktober '19 295
280
Agustus '19 271
348
Juni '19 330
402
April '19 501
453
Februari '19 353
175
Desember '18 75
63
Oktober '18 53
26
Agustus '18 26

Sumber : PPID Kominfo, 2020


Berdasarkan data statistik jumlah kasus hoaks yang terjadi pada Bulan Agustus 2018
hingga Maret 2020, jumlah isu hoaks mengalami peningkatan hingga mencapai puncak
isu hoaks terbanyak pada Bulan April 2019. Menurut Henri Subaktio Staf Ahli
Komunikasi dan Informatika, peningkatan isu hoaks yang sangat signifikan hingga
April 2019 disebabkan oleh maraknya informasi yang tidak benar terkait pemilihan
umum (pemilu) legislatif dan pemilihan presiden yang diadakan pada 17 April 2019.
Hal ini menunjukkan bahwa hoaks masih sering dijadikan sebagai sarana untuk
memprovokasi masyarakat luas agar memilih kandidat-kandidat tertentu demi
kepentingan golongan mereka. Setelah Bulan April 2019 hingga bulan Maret 2020
jumlah hoaks mulai menurun, namun perubahannya cenderung fluktuatif.

Isu Hoaks berdasarkan Kategori Agustus


2018 - Maret 2020
Politik 1025
922
Kesehatan 853
411
Kejahatan 390
292
Internasional 283
258
Penipuan 265
208
Mitos 182
34
Pendidikan 33

Sumber : PPID Kominfo, 2020


Berdasarkan data diatas hoaks yang beredar di masyarakat didominasi oleh isu
politik, pemerintahan, dan kesehatan. Peredaran hoaks terkait isu politik dan
pemerintahan yang tidak terkontrol dapat disebabkan oleh perilaku oknum-oknum yang
tidak bertanggung jawab. Oknum-oknum tersebut menggunakan penyebaran hoaks
sebagai sarana untuk memenangkan pihak-pihak tertentu yang mereka kehendaki dan
menjatuhkan lawan politiknya. Selain itu, isu hoaks sering kali digunakan untuk
menjatuhkan pemerintah. Sejak pandemi COVID-19 mulai bermunculan, isu hoaks di
bidang kesehatan pun semakin meningkat. Berdasarkan data dari Kominfo, dari Bulan
Januari hingga Agustus 2020 tercatat telah terdapat 1028 informasi yang tidak benar
mengenai COVID-19. Isu hoaks yang muncul sangatlah beragam, mulai dari informasi
tentang terapi COVID-19 yang tidak benar, informasi tentang kematian pasien yang
didramatisir dan tidak sesuai fakta dengan fakta di lapangan, informasi yang tidak benar
terkait peran pemerintah dalam menangani pandemi, dll. Isu-isu bohong tersebut jika
terus dibiarkan tentu akan dapat menimbulkan keresahan dan ketidakpercayaan
masyarakat terhadap pemerintah.

Saluran Penyebaran Berita Hoaks (%)

100

80

60
92,4
40
62,8
20 34,9
1,2 8,7 3,1 5
0
Radio Televisi E-Mail Media Sosial Situs Aplikasi
Cetak Media Web Chatting

Sumber : Mastel Indonesia, 2017

Berdasarkan data diatas, sosial media, aplikasi chatting, dan situs web merupakan
saluran yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan isu hoaks. Fenomena
tersebut sangatlah wajar mengingat jumlah pengguna internet di Indonesia periode
2019 hingga kuartal II 2020 berdasarkan survey APJII mencapai 196,7 juta orang.
Bahkan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh perusahaan media asal Inggris,
We Are Social yang bekerja sama dnegan Hootsuite menyatakan bahwa pada tahun
2021 masyarakat Indonesia menghabiskan waktu selama 30,8 jam perbulan untuk
menggunakan Whatsapp, 17 jam per bulan untuk Facebook, 17 jam per bulan untuk
Instagram, dan 8,1 jam per bulan untuk Twitter. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan media sosial dan aplikasi chatting merupakan sarana komunikasi dan
penyebaran informasi yang sangat banyak dipakai oleh rakyat Indonesia, sehingga
hoaks pun dapat dengan mudah tersebar melalui saluran-saluran tersebut.

Maraknya peredaran berita yang tidak benar di media sosial dapat dikaitkan dengan
penyimpangan dalam etika menggunakan internet, salah satunya freedom of speech.
Freedom of speech merupakan tradisi dari negara-negara penganut paham liberal
yang memperbolehkan siapa saja untuk mengemukakan pendapatnya, menyalahkan
seseorang di depan umum, memuji orang dengan setinggi-tingginya, dll (Rahadi,
2017). Freedom of speech dapat menimbulkan peredaran berita-berita palsu dan
tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya di kalangan masyarakat. Oleh
karena itu, penyimpangan etika ini harus dapat diberantas.

Berdasarkan penelitian psikologis, terdapat dua faktor yang menyebabkan pengguna


media sosial cenderung mudah dalam mempercayai informasi hoaks, yaitu ketika
informasi yang diperoleh sesuai dengan opini mereka dan ketika informasi yang
mereka peroleh sesuai dengan sikap yang ingin mereka ambil (Respati, 2017).

Penyebaran hoaks jika terus dibiarkan dapat menyebabkan terjadinya destruksi


demokrasi dan disintegrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Peredaran
berita hoaks yang sangat tidak terkendali menjelang pemilihan umum serentak pada
Bulan April 2019 menunjukkan telah terjadinya penurunan kualitas demokrasi di
Indonesia. Munculnya berita bohong, konten-konten yang mengandung unsur
SARA, dan ujaran kebencian digunakan sebagai alat untuk menggiring opini
masyarakat, sehingga hasil pemilu yang merupakan salah satu parameter
keberhasilan demokrasi menjadi tidak akurat. Lebih jauh lagi, hal tersebut dapat
menimbulkan krisis kepercayaan di tengah masyarakat, bahkan dapat berakibat pada
hancurnya keutuhan bangsa (Febriansyah dan Muksin, 2020).

Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sesuatu yang harus terus
diperjuangkan. Jika seseorang mengaku bahwa ia merupakan sosok yang mencintai
Indonesia, tentu ia tidak ingin negara ini terpecah belah dan saling membenci karena
berita yang sama sekali tidak dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Pemberantasan hoaks sangat penting dilakukan demi menjaga keutuhan negeri yang
kita cintai ini.
Mahasiswa merupakan sekelompok orang yang mendapatkan kesempatan lebih
untuk menimba ilmu pengetahuan pada tingkat yang lebih tinggi. Di era serba digital
ini, tentunya mahasiswa merupakan komunitas yang sangat paham dalam
penggunaan teknologi informasi, termasuk dalam menggunakan media sosial.
Pemberantasan hoaks tidak dapat kita bebankan hanya pada pemerintah. Dalam
mengatasi masalah ini dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk
mahasiswa untuk mengawasi dan melaporkan hoaks yang beredar di kalangan
masyarakat. Dengan kemampuan berpikir kritis dan wawasan luas yang telah dilatih
selama duduk di bangku perkuliahan, mahasiswa diharapkan dapat menjadi solusi
dari permasalahan penyebaran hoaks di Indonesia.

Hal-hal yang dapat dilakukan mahasiswa dalam memberantas hoaks adalah :

1. Membudayakan penggunaan internet yang beretika. Freedom of speech tidak


seharusnya dilakukan. Mahasiswa diharapkan dapat mengontrol dirinya dalam
melakukan segala bentuk interaksi melalui internet agar tidak menimbulkan
dampak negatif bagi khalayak umum.
2. Meningkatkan kapasitas diri melalui banyak membaca, memperkaya ilmu
pengetahuan, dan berpikir kritis sebelum bertindak. Hal ini dapat dijadikan
sebagai modal utama untuk terhindar dari hoaks dan membantu masyarakat
untuk terhindar dari hoaks.
3. Bertindak sebagai penyaring dan pengawas informasi. Dikarenakan kapasitas
yang dimiliki, mahasiswa harus dapat bertindak sebagai penyaring informasi
yang beredar. Ketika menemukan hoaks, mahasiswa akan berusaha untuk
memastikan lingkungan sekitarnya tidak terpengaruh oleh berita tersebut. Selain
itu, mahasiswa dapat berperan untuk membantu pemerintah dalam memberantas
hoaks dengan cara mengawasi informasi yang beredar dan melaporkannya
kepada pihak berwenang ketika terjadi hal-hal yang tidak benar.

E. KESIMPULAN
Berdasarkan kajian pustaka yang dilakukan, penyebaran hoaks di Indonesia pada
periode Agustus 2018 hingga Maret 2020 paling banyak terjadi pada bulan April 2019
dengan kategori hoaks terbanyak berasal dari isu politik, pemerintahan, dan kesehatan.
Saluran yang paling banyak digunakan untuk menyebarkan berita hoaks adalah media
sosial, aplikasi chatting, dan situs web.
Peran yang dapat dilakukan mahasiswa untuk mengatasi permasalahan hoaks di
Indonesia adalah dengan membudayakan penggunaan internet yang beretika,
meningkatkan kapasitas diri, dan bertindak sebagai penyaring serta pengawas informasi
yang beredar.

F. REFERENSI
Diandra. 2017. Penebar Hoaks Bisa Dijerat Segudang Pasal. Diakses dari :
https://kominfo.go.id/content/detail/8863/penebar-hoax-bisa-dijerat-segudang-
pasal/0/sorotan_media
Febriansyah, dan Nani Nurani Muksin. 2020. Fenomena Media Sosisal : Antara Hoax,
Destruksi Demokrasi, dan Ancaman Disintegrasi Bangsa. Sebatik 1410-3737, 193-
200.
Hootsuite. 2021. Indonesian Digital Report 2020. Diakses dari :
https://datareportal.com/reports/digital-2020-indonesia
Kominfo. 2020. Data Statistik Hoaks Agustus 2018 – Maret 2020. Diakses dari
https://eppid.kominfo.go.id/informasi_publik/Informasi%20Publik%20Setiap%20S
aat/detail/57
Maulana, Riezky. 2021. Sepanjang 2020, Polisi Tangani 352 Kasus Hoaks Terkait
COVID-19. Diakses dari :
https://nasional.okezone.com/read/2021/02/05/337/2357374/sepanjang-2020-
polisi-tangani-352-kasus-hoaks-terkait-covid-19
Masyarakat Telematika (Mastel) Indonesia. 2017. Hasil Survey tentang Wabah Hoaks
Nasional. Diakses dari : https://mastel.id/hasil-survey-wabah-hoax-nasional-2017/
Meriam Library (2015): Evaluating Information – Applying the CRAAP Test, California
State University, Chico, retrieved from internet:
https://www.csuchico.edu/lins/handouts/eval_websites.pdf, 17.
Rahadi, Dedi Rianto. 2017. Perilaku Pengguna dan Informasi Hoax di Media Sosial.
Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, 5(1), 58-70.
Respati, S. 2017. Mengapa Banyak Orang Mudah Percaya Berita Hoax?.
Kompas.com. Diakses dari
http://nasional.kompas.com/read/2017/01/23/18181951/mengapa.banyak.orang.mu
dah.percaya.berita.hoax.

Anda mungkin juga menyukai