PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dalam upaya peningkatan
mutu pelayanan, rumah sakit wajib dilakukan akreditasi berkala minimal 3 (tiga) tahun
sekali. Salah satu lembaga akreditasi yang ada di Indonesia adalah Komisi Akreditasi
Rumah Sakit (KARS) yang mulai tahun 2012 merubah sistem dan konsep dari standar
pelayanan berfokus pada provider menjadi berfokus kepada pasien dan berkesinambungan
antar pelayanan dan menjadikan keselamatan pasien sebagai standar utama. Standar
akreditasi tersebut dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok standar pelayanan berfokus
pada pasien, kelompok standar manajemen rumah sakit, sasaran keselamatan pasien rumah
sakit, sasaran millenium development goals. Salah satu kelompok akreditasi adalah standar
manajemen rumah sakit yang berisi 6 (enam) bab yang salah satunya adalah manajemen
komunikasi dan informasi yang berisi 15 (lima belas) sub kelompok standarisasi yang salah
satunya adalah standar MKI. Perubahan paradigma standar akreditasi baru diaplikasikan
pada pelayanan berfokus pasien, patient safety menjadi standar utama, kesinambungan
pelayanan harus dilakukan baik saat merujuk keluar maupun serah terima pasien di dalam
RS, proses akreditasi bukan hanya meneliti secara cross sectional tetapi juga longitudinal,
serta hasil survey pencapaian RS terhadap skoring yang ditentukan berupa level-level
pencapaian pratama, madya, utama dan paripurna. Manfaat langsung dari akreditasi baru,
yaitu RS mendengarkan pasien dan keluarganya, menghormati hak-hak pasien, dan
melibatkan pasien dalam proses perawatan sebagai mitra; meningkatkan kepercayaan
publik bahwa RS telah melakukan upaya peningkatan mutu pelayanan dan keselamatan
pasien; menyediakan lingkungan kerja yang aman dan efisien yang memberikan kontribusi
terhadap kepuasan karyawan; modal negosiasi dengan asuransi kesehatan dan sumber
pembayar lainnya dengan data tentang mutu pelayanan menciptakan budaya yang terbuka
untuk belajar dari pelaporan yang tepat dari kejadian yang tidak diharapkan; dan
membangun kepemimpinan kolaboratif yang menetapkan prioritas pada kualitas dan
keselamatan pasien di semua tingkat. Memberikan asuhan pasien adalah suatu upaya yang
kompleks yang sangat tergantung pada komunikasi dan informasi. Komunikasi tersebut
kepada dan dengan komunitas, pasien dan keluarganya, serta dengan tenaga kesehatan
professional lainnya. Kegagalan dalam berkomunikasi merupakan salah satu akar penyebab
masalah yang paling sering menyebabkan insiden keselamatan pasien. Memberikan,
mengkoordinasikan dan mengintegrasikan pelayanan, pelayanan rumah sakit mengandalkan
informasi tentang asuhan yang ilmiah, individu pasien, pemberi asuhan dan kinerja mereka
sendiri. Seperti sumber daya manusia, material dan sumber daya uang, maka informasi juga
merupakan suatu sumber yang harus dikelola secara efektif oleh pimpinan rumah sakit.
Setiap rumah sakit menggali, mendapatkan, mengelola dan menggunakan informasi untuk
meningkatkan outcome pasien, sebaiknya dengan kinerja individual maupun kinerja rumah
sakit secara keseluruhan. Seiring waktu, rumah sakit akan menjadi semakin efektif dalam
mengidentifikasi kebutuhan informasi, merancang sistem manajemen informasi,
B. Tujuan
Tujuan umum
Untuk mengetahui bagaimana persiapan yang dilakukan untuk menuju akreditasi 2012
khususnya untuk manajemen komunikasi dan informasi di rumah sakit.
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui program kerja tim PKRS dan pedoman PKRS di RS. Royal Progress
2. Untuk mengetahui pedoman pengoorganisasian rekam medis dan pedoman panduan
rekam medis.
3. Untuk mengetahui form-form penunjang apa saja yang harus dilampirkan di berkas
rekam medis untuk menuju akreditasi 2012.
BAB II
PELAYANAN FARMASI
Pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem
pelayanan kesehatan rumah sakit yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan fa rmasi klinik yang terjangkau bagi semua
c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan.
d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.
e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan, pasien/keluarga.
f. Memberi konseling kepada pasien/keluarga.
g. Melakukan pencampuran obat suntik.
h. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah.
i. Melakukan pencatatan setiap kegiatan.
BAB III
OBAT OBATAN HIGH ALERT
A. Pengertian
Obat high alert adalah obat yang memiliki resiko tinggi, menimbulkan bahaya pada
pasien secara signifikan jika digunakan secara tidak tepat.
1. CEFotaxime CEFtriaxone
4. PHENOBARBITAL PHENITOIN
5. CEFIXIME CEPHALEXIN
6. AMPICILLIN AMINOPHYLLINE
Banyak berbagai macam obat obatan yang ada dengan bentuk sediaan dan kekuatan dosis
yang beraneka macam lagi lagi jumlahnya. Obat-obat yang mirip ( LASA), singkatan dari look-alike
sound-alike drugs, atau NORUM. Obat-obatan lasa ini berbahaya, dikarenakan bentuknya yang
mirip atau namanya yang mirip jika dituliskan atau diucapkan. Maka dari itu diperlukan upaya
pengendalian untuk mencegah hal yang tidak diinginkan.
Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah
dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk
memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi.
Selain cara tersebut berikut adalah upaya pengendalian yang dapat dilakukan:
1) Tambahkan merk dagang dan nama generiknya pada resep, terutama untuk obat
yang sering bermasalah.
2) Tulis secara jelas, dengan menggunakan huruf kapital.
3) Hindari singkatan-singkatan
4) Tambahkan bentuk sediaan juga di resep
5) Sertakan kekuatan obat.
6) Sertakan petunjuk penggunaan.
7) Tambahkan juga tujuan/indikasi pengobatan, supaya semakin jelas
b. Permintaan Lisan
1) Batasi permintaan verbal, hanya untuk obat tertentu, misalnya hanya dalam keadaan
emergency.
1. Tidak menyimpan obat lasa secara alfabet. Letakkan di tempat terpisah, misalnya
tempat obat fast moving.
2. Resep harus menyertakan semua elemen yang diperlukan, misalnya nama obat,
kekuatan dosis, bentuk sediaan, frekuensi, dll.
3. Cocokkan indikasi resep dengan kondisi medis pasien sebelum dispensing atau
administering.
4. Membuat strategi pada obat tertentu yang penyebab errornya diketahui, misalnya pada
obat yang kekuatannya beda-beda, atau pada obat yang kemasannya mirip-mirip.
5. Laporkan eror yang aktual dan potensial (berpeluang terjadi error).
6. Diskusikan penyebab terjadinya eror dan strategi ke depannya.
7. Sewaktu penyerahan, tunjukkan obat sambil diberikan informasi, supaya pasien
mengetahui wujud obatnya dan untuk mereview indikasinya.
Upaya peningkatan mutu pelayanan dengan pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit
merupakan upaya yang sangat tepat untuk dapat memuaskan setiap pemakai jasa pelayanan
kesehatan.
Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen
harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obat-obatan
yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering
menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang
berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome)
seperti obat-obat yang terlihat mirip dankedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Soun Alike/LASA).
Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian
tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu
diwaspadai, mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat
daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit.