Anda di halaman 1dari 15

Laporan Praktikum Teknologi Fermentasi

TEMPE

Oleh :

Nama : Sri Muliani


NIM : 1705105010041
Kelas : Rabu, 10.00 WIB
Kelompok : I (Satu)
Tanggal Praktikum : 4 Maret 2020

Mengetahui Darussalam, 11 Maret 2020


Asisten, Praktikan,

( ) Sri Muliani
BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tempe merupakan pangan tradisional Indonesia yang dihasilkan dari
fermentasi kedelai oleh kapang Rhizopus sp. Kapang yang tumbuh akan
membentuk hifa, yaitu benang putih yang menyelimuti permukaan biji kedelai
dan membentuk jalinan misellium yang mengikat biji kedelai satu sama lain,
membentuk struktur yang kompak dan tekstur yang padat. Tempe memiliki
banyak manfaat bagi tubuh manusia, di antaranya menurunkan flatulensi dan
diare, menghambat biosintesis kolesterol dalam hati, mencegah oksidasi LDL,
menurunkan total kolesterol dan triasilgliserol, meningkatkan enzim antioksidan
SOD, dan menurunkan risiko kanker rectal, prostat, payudara, dan kolon. Tempe
merupakan makanan yang kaya akan sumber protein, hal ini disebabkan kedelai
sebagai bahan baku tempe memiliki kandungan protein yang lebih tinggi
dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lainnya.
Tempe merupakan makanan tradisional yang mengadung gizi yang tinggi.
Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar
kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai di Indonesia
dilakukan dalam bentuk tempe, 40% tahu,dan 10% dalam bentuk lain seperti
tauco, kecap dan lain-lain. Tempe adalah sumber protein yang penting dalam
menu makanan Indonesia yang merupakan bahan makanan lauk pauk nabati atau
sebagai sumber protein nabati.

1.2 Tujuan Praktikum


Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui cara
fermentasi kedelai menjadi tempe dan mengetahui perubahan-perubahan yang
terjadi selama proses fermentasi.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

Kedelai merupakan alternatif sumber protein yang berasal dari golongan


kacang-kacangan dan berperan penting dalam penyediaan protein serta asam
amino sessensial bagi keseimbangan gizi pangan di desa maupun kota. Kedelai
banyak diolah menjadi produk pangan melalui proses fermentasi dengan bantuan
beberapa kapang, antara lain Rhizopus oryzae, Rhizopus oligosporus, R.
stolonifer, R. arrhizus, Aspergilus oryzae, dan mucor. Produk-produk hasil
fermentasi ini dikenal sebagian besar di kawasan Asia seperti Jepang, Cina, dan
Indonesia. Di Indonesia sendiri kedelai diolah menjadi tempe (Astawan dkk.,
2013).
Proses pembuatan tempe dipengaruhi oleh beberapa faktor: suhu,
kelembaban dan waktu pemeraman. Suhu pemeraman tempe yang baik digunakan
untuk proses fermentasi adalah pada suhu kamar 20-37oC dengan kondisi tempat
agak gelap dan suhu maksimal 40oC karena apabila suhu terlalu tinggi
pertumbuhan kapang tempe tidak akan sempurna. Selain suhu pemeraman
dipengaruhi pula kelembaban, untuk mengkondisikan tempe. Kelembaban
dipengaruhi pula oleh lama pemeraman, lama pemeraman bervariasi dari 18-36
jam (Mukhoyaroh, 2015).
Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang dibuat dari kedelai
diinokulasi dengan jamur Rhizopus olygosporus dalam fermentasi padat.
Fermentasi tempe merupakan fermentasi dua tahap yaitu fermentasi oleh aktivitas
bakteri yang berlangsung selama prosses perendaman kedelai, dan fermentasi oleh
kapang yang berlangsung setelah diinokulasi dengan kapang. Komposisi dan
pertumbuhan mikrofloral tempe selama fermentasi sangat menarik untuk
dicermati karena tidak hanya Rhizopus oligosporus yang berperan. Walaupun R.
oligosporus berperan utama dalam pembuatan tempe, yest kemungkinan juga
dapat tumbuh selama fermentasi tempe. Sehingga analisis mikrobiologis sangat
perlu diungkapkan lebih mendetil agar keterlibatan setiap jenis mikroorganisme
dalam pembuatan tempe dapat diketahui dengan jelas (Kustyawati, 2016).
Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat
Indonesia dan mulai digemari pula oleh berbagai kelompok masyarakat Barat.
Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan. Tetapi yang biasa dikenal sebagai tempe
oleh masyarakat pada umumnya ialah tempe yang dibuat dari kedelai, yaitu
mempunyai ciri-ciri berwarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Tempe
dibuat dari kedelai melalui tiga tahap, yaitu hidrasi dan pengasaman biji kedelai
dengan direndam beberapa hari; pemanasan biji kedelai, yaitu dengan perebusan
atau pengukusan dan fermentasi oleh jamur tempe yang banyak digunakan adalah
Rhizopus oligosporus (Sihmawati dkk., 2017).
BAB III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah kompor, panci
+ sendok pengaduk, paku paying + lilin 1 buah, tampah bambu/saringan dan
timbangan. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah kedelai
500 g, tepung tapioka 1 sdm, ragi tempe (laru) 10 g, kertas koran 2 lembar,
pembungkus plastic ukuran ¼ kg (bening) 10 lembar, dan daun pisang 1 pelepah.

3.2 Prosedur Percobaan


Adapun cara kerja yang dilakukan pada praktikum adalah :
3.2.1 Metode 1
Kedelai yang bermutu baik dibersihkan dari kerikil, ranting, biji busuk,
kotoran lainnya dan dicuci dengan air bersih. Kemudian direndam dengan air
yang volumenya 2 kali volume kedelai selama 30 menit. Lalu kedelai direbus
selama 45 menit dan air rebusan dibuang dan diganti dengan yang baru sampai
terendam seluruhnya dan dibiarkan 1 malam (±12 jam). Setelah itu, air rendaman
dibuang dan diganti dengan yang baru sambil kacang diremas-remas hingga kulit
ari terlepas. Kemudian direbus kembali selama 30 menit dan ditiriskan dengan
tirisan dan dituang kedalam tampah. Setelah agak dingin, kedelai dihamparkan
diatas koran dan ditambahkan 1 sdm tapioka dan ditaburkan ragi tempe 1 gr, 1,5
gr dan 2 gr setiap 500 gr kedelai dan diaduk hingga merata. Kemudian dibungkus
dengan plastik yang telas ditusuk-tusuk terlebih dahulu dan dengan daun pisang.
Lalu diinkubasi di tempat yang hangat pada suhu ruang selama 2-3. Lalu diamati
perubahan yang terjadi pada kedelai selama fermentasi meliputi aroma, warna,
penampakan, ada tidaknya kontaminan pada produk, tekstur.
3.2.2 Metode 2
Alat yang akan digunakan dicuci dan dikeringkan. Kacang kedelai
dibersihkan, dicuci hingga bersih dan direndam selama 12-18 jam dengan air
dingin. Kulit biji kedelai dilepaskan, dicuci lagi dengan menggunakan air bersih
dan dikukus biji hingga empuk. Kemudian biji tersebut dituang ke tampah dan
diangin-anginkan sambil diaduk hingga terasa hangat. Ragi tempe ditaburkan
sedikit demi sedikit sambil diaduk (1,5 gr ragi untuk 2 kg kedelai). Kemudian
kedelai dimasukkan kedalam plastik yang telah diberi lubang kecil. Proses
fermentasi dilakukan pada suhu kamar selama satu atau dua hari hingga seluruh
permukaan ditutupi jamur.
BAB IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Pengamatan


Tabel 1. Parameter Pembuatan Tempe.
Parameter
No Perlakuan Ragi Penam- Konta-
Aroma Tekstur Warna
pakan minasi
Daun Tempe Keras Putih Terurai
_
1 Pisang 0,25 g
Plastik " " " Menyatu _
Daun
" " " " _
2 Pisang 0,5 g
Plastik " " " " _
Daun Busuk Lembek Coklat Berlendir

3 Pisang 0,75 g
Plastik Busuk Lembek Coklat Berlendir √
Daun Kuning Tidak
Busuk keras _
Pisang pudar terurai
4 1g
Belum
Plastik " " " √
menyatu

4.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pembuatan tempe dengan konsentrasi
ragi yang berbeda-beda, yaitu 0,25 g, 0,5 g, 0,75 g, dan 1 g dengan dua perlakuan
yaitu menggunakan daun pisang dan plastik. Pada pembuatan tempe
menggunakan daun pisang dengan konsentrasi ragi 0,25g, dapat dilihat bahwa
terjadi pertumbuhan jamur dengan terbentuknya miselia pada permukaan biji
kedelai. Tetapi miselia yang tumbuh tidak optimal sehingga dibagian tengah
kacang kedelainya masih terurai tidak terikat dengan miselium. Menurut (Radiati
dan Sumarto, 2016) pembuatan lubang kemasan (aerasi) berperan dalam
penyediaan oksigen untuk pertumbuhan kapang. Aerasi yang terlalu sedikit
menyebabkan kapang kekurangan oksigen sehingga pertumbuhannya terhambat.
Sehingga menyebabkan bagian tengah tempe belum padat dan terurai. Sedangkan
pada pembuatan tempe menggunakan plastik dan daun pisang dengan konsentrasi
ragi 0,5g menghasilkan tempe yang bagus yaitu aroma khas tempe, berwarna puti,
teksturnya keras, penampakannya menyatu dan tidak terdapat kontaminan. Pada
pembuatan tempe menggunakan plastik dengan konsentrasi ragi 0,75g dan 1g
menghasilkan aroma busuk, teksturnya lembek, warna coklat dan kuning pudar,
penampakan yang berlendir dan tidak menyatu serta adanya kontaminan. Hasil ini
juga dialami oleh (Radiati dan Sumarto, 2016) dalam pembuatan tempe
menggunakan plastik lubang yang terlalu banyak memperlihatkan terdapatnya
warna hitam. Ketika lubang kemasan terlalu banyak, kapang akan tumbuh dengan
cepat dan terjadi sporulasi.
Sporulasi akan menyebabkan munculnya spora berwarna hitam pada permukaan
tempe. Menurut Sulistyowati dkk (2014) perubahan warna tempe menjadi
kecoklatan karena terjadi proses pembusukan tempe dan perubahan flavor yang
disebabkan karena degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amonia.
Kandungan lemak kedelai sebesar 18-20% sebagian besar terdiri atas asam
lemak (88,10%). Selain itu terdapat senyawa fosfolipida (9,8%) dan glikolipida
(1,6%) yang merupakan komponen utama membrane sel. Protein kedelai
mengandung 18 asam amino, yaitu 9 jenis asam amino essensial dan 9 jenis asam
amino nonessensial. kedelai mengandung asam amino essensial meliputi sistin,
isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan dan valin. Di
samping itu, kandungan asam amino dalam kedelai juga ditunjang dengan adanya
asam amino non essensial seperti alanin, glisin, arginin, histidin, prolin, tirosin,
asam aspartate dan asam glutamate (Dwinaningsih, 2010; Astawan dkk., 2013).
Antioksidan yang terdapat dalam tempe berupa isoflavon dalam bentuk aglikon
dan glukosida. Senyawa aglikon di antaranya adalah genistein, daidzein, dan
glisitein serta isoflavone. Dalam 100 g kedelai mentah mengandung 128,35 mg
isoflavon. Isoflavon yang terdapat dalam kedelai berbeda-beda, tergantung
genetik, umur benih, dan lokasi penanaman. Komponen isoflavon malonyl dalam
kedelai akan menurun seiring dengan lamanya pemasakan. Perendaman,
pemasakan, dan fermentasi menurunkan kadar isoflavon glukosida dan malonyl,
tetapi meningkatkan bioavailabilitas isoflavone (Astawan dkk., 2013).
Perendaman, bertujuan agar terjadi fermentasi asam laktat dan terjadinya
kondisi asam sehingga mendorong pertumbuhan mold tempe, yang akan tercapai
jika pH sekitar 3,5–5,2. Adanya campuran kulit kacang dalam tempe akan
menghambat pertumbuhan bakteri asam laktat selama perendaman dan
menurunkan acidification kacang. Pertumbuhan bakteri ditandai dengan keluarnya
bau asam saat perendaman serta adanya busa dipermukaan air perendaman.
Sedangkan perebusan bertujuan untuk membuat biji kacang semakin lunak. Selain
itu juga akan membunuh bakteri yang hidup dan berkembang biak selama
perendaman. Kacang dengan dua kali perebusan akan lebih bersih, lebih lama
daya simpannya, dan rasa tidak asam (Radiati dan Sumarto, 2016).
Ternyata bahan baku pembuatan tempe tidak hanya dari kacang kedelai
saja, tetapi ada juga inovasi tempe yang berbahan baku non-kedelai. Seperti pada
penelitian (Radiati dan Sumarto, 2016), yang mengembangkan tempe dari kacang
merah, kacang hijau, kacang bogor, dan kacang tanah. Selain itu Andaka dkk
(2016) menjadikan limbah biji nagka sebagai alternatif bahan baku pembuatan
tempe dan (Dwinaningsih, 2010) membuat tempe dari campuran beras dan
angkak.
Tempe yang berkualitas tergantung dari penggunaan ragi dan waktu
fermentasi yang sesuai. Ciri-ciri tempe yang berkualitas yaitu memiliki warna
yang putih yang disebabkan adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan
biji kedelai. Memiliki struktur yang kompak dan padat yang disebabkan oleh
miselia jamur yang menghubungkan biji-biji kedelai tersebut. Memiliki aroma
yang segar dan khas kedelai, permukaan tempe hangat ketika disentuh, tidak
berlendir dan tidak ada serabut yang berwarna hitam ataupun abu-abu (Sihmawati
dkk., 2017).
BAB V. KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum ini adalah :


1. Lubang udara yang sedikit pada pembuatan tempe daun dengan konsentrasi
ragi 0,25 menghasilkan tempe yang tidak padat dan terurai dibagian tengah.
2. Lubang udara yang terlalu banyak pada pembuatan tempe menggunakan
plastik dengan konsentrasi ragi 0,75g dan 1g membuat tumbuhnya spora hitam.
3. Pembuatan tempe menggunakan daun dan plastik dengan konsentrasi ragi 0,75
menghasilkan aroma busuk, warna coklat, lembek, dan berlendir.
4. Pembuatan tempe mengguakan daun dan plastik dengan konsentrasi ragi 1g
menghasilkan tempe yang berwarna kuning pucat dan tidak menyatu.
5. Perlakuan terbaik pada praktikum kali ini yaitu pembuatan tempe
menggunakan plastik dan daun dengan konsentrasi ragi 0,5g.
DAFTAR PUSTAKA

Sihmawati, R. R., T. W. S. Panjaitan dan D. A. Rosida. 2017. Valuasi Sifat


Fisikokimia Tempe Warna dengan Penggunaan Kunyit Sebagai Pewarna
Alami dan Penambahan Sdb ( Sabouraud Dextrose Broth). Jurnal Teknik
Industri HEURISTIC. 14(1):17-30.
Radiati, A dan Sumarto. 2016. Analisis Sifat Fisik, Sifat Organoleptik, dan
Kandungan Gizi pada Produk Tempe dari Kacang Non-Kedelai. Jurnal
Aplikasi Teknologi Pangan. 5(1):16-22.
Andaka, G., P. O. Nareswary dan F. Budilaksana. 2016. Pemanfaatan Limbah Biji
Nangka sebagai Bahan Alternatif dalam Pembuatan Tempe. Agritech.
25(4):205-208.
Astawan, M., T. Wresdiyati dan S. Widowati. 2013. Karakteristik Fisikokimia dan
Sifat Fungsional Tempe yang Dihasilkan dari Berbagai Varietas Kedelai.
Pangan. 22(3):241-252.
Dwinaningsih, E. A. 2010. Karakteristik Kimia dan Sensori Tempe dengan
Variasi Bahan Baku Kedelai/Beras dan Penambahan Angkak serta
Variasi Lama Fermentasi. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret, Surakarta.
Sulistyowati, E., R. Arianingrum dan D. Salirawati. Studi Pengaruh Lama
Fermentasi Tempe Kedelai terhadap Aktivitas Tripsin. Laporan
Penelitian. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Negeri Yogyakarta.
LAMPIRAN

A. Diagram Alir
1. Metode I

Bahan

Dibersihkan dari kerikil, rantai dan kotoran lainnya

Dicuci dengan air bersih

Direndam dalam air dengan volume 2 kali volume


kedelai selama 30 menit

Direbus selama 45 menit

Dibuang air rebusan dan diganti air baru

Direndam
semalaman

Dibuang air rendaman dan diganti air bari baru

A
A

Diremas kacang hingga kulit ari terkelupas


(disarankan biji terbelah)

Direbus kedelai dengan air baru selama 30 menit


sampai mendidih

Ditiris dengan saringan

Dituangkan dalam tampah

Ragi tempe
Digemparkan merata pada kertas karton Tapioka
1 gr, 0,5 gr,
1sdm
2 gr

Diaduk sampai merata

Dibungkus dengan plastik yang


telah ditusuk lidi Dibungkus dengan daun pisang

Diinkubasi
dengan suhu
ruang (2-3hari)

A
A

Diamati perubahan warna, aroma, penampakan,


tekstur, ketahanan dan kontaminasi

Hasil

2. Metode II

Bahan

Dicuci hingga bersih

Dicuci alat dan dikeringkan

Direndam air
12-18 jam

Dilepas kulit kedelai dan dicuci

Direbus biji hingga empuk

A
A

Dituangkan dalam tampah dan dianginkan


hingga sedikit dingin

Dibungkus dengan plastik yang telah


berlubang dan daun pisang

Hasil

B. Dokumentasi

Gambar 1. Fermentasi tempe didalam Gambar 1. Fermentasi tempe didalam


Plastik. Daun Pisang.

Anda mungkin juga menyukai