Anda di halaman 1dari 4

31.

Wanita usia 18 tahun datang dengan keluhan mata kiri merah dan buram sejak 1 minggu
yang lalu disertai dengan rasa nyeri. Awalnya mata kiri terasa tidak nyaman setelah pasien
lupa melepaskan lensa kontak waktu tidur. Pemeriksaan oftalmologis menunjukkan AVOD
6/6 sc, AVOS 1/300, mata kanan dalam batas normal. Mata kiri didapatkan adanya kemosis
konjungtiva, infiltrat supuratif pada kornea ukuran 5 mm x 6 mm di sentral dengan
kedalaman defek epitel 2/3 stroma, dan kornea edema. Terdapat reaksi radang di bilik mata
depan dengan hipopion 3 mm. Lensa, vitreus dan retina sulit dinilai. Pemeriksaan mikroskop
pada jaringan kornea yang terinfeksi, kemungkinan besar akan mendapatkan hal di bawah
ini:

a. Badan inklusi

b. Sel batang gram negatif

c. Amebic cyst

d. Filamentous bacilli

e. Sel diplokokus gram negatif

Pembahasan:

Pada kasus diatas pasien dengan keluhan mata kiri merah, terasa nyeri, dan pandangan
kabur dengan penurunan tajam penglihatan. Pasien memilki riwayat pemakaian lensa
kontak dan lupa melepasnya saat tidur 1 minggu yang lalu. Dari anamnesis, dan
pemeriksaan fisik yang dijumpai maka diagnosis pasien ini adalah “ Contact lens–related
infectious keratitis”. Biasanya etiologi patogen adalah P aeruginosa. Bakteri patogen
bersifat encapsulated, gram-negative, aerobic, dan rod-shaped.

Gejala klinis berupa nyeri akut disertai dengan injeksi konjungtiva, fotofobia, dan penurunan tajam
penglihatan terutama pada pasien dengan ulkus kornea bakteri. Progresifitas gejala tergantung
virulensi organisme yang menginfeksi. Ulkus kornea bakteri berupa infiltrat tunggal dan demarkasi
tajam epitel dengan dasar padat, inflamasi stroma supuratif, yang disertai dengan edema. P
aeruginosa biasanya menyebabkan nekrosis stroma dengan permukaan tidak rata dan eksudat
mukupurulen. Plak inflamasi endotel, rekasi COA, dan hipopion.

32. Apabila sel tersebut di atas ditemukan maka terapi empiris inisial yang diberikan
sebaiknya adalah:

a. Cefazolin 50 mg/mL

b. Tobramisin 9-14 mg/mL

c. Clarithromycin 10 mg/mL

d. Polyhexamethylene biguanide

e. Tetrasiklin 1%

Pembahasan:

Pada semua kasus keratitis, tujuan utamanya adalah menjaga tajam penglihatan. Bakteri patogen
dapat menyebabkan sikatrik kornea irreversible akibat proses pertumbuhan bakteri yang cepat,
enzim keratolitik, dan destruksi respons imun penderita. Terapi utamanya adalah pemberian
antibiotik topikal spektrum luas. Pada ulkus kornea biasanya diberikan monoterapi berupa topikal
fluoroquinolones dimana memberikan hasil yang setara dengan terapi kombinasi. Hal ini karena
kemampuan penetrasi yang lebih baik. Antibiotik ini diberikan setiap 30-60 menit dan kemudian
diturunkan dosisnya sampai tercapai respons klinis yang diinginkan. Pada kasus berat, pemberian
dapat diberikan setiap 5 menit selama 30 menit sebagai (loading dose) agar tercapai konsentrasi
terapeutik yang dapat menembus stroma kornea. Generasi kedua fluoroquinolones (ciprofloxacin,
ofloxacin) dapat dilanjutkan sebagai terapi pada Pseudomonas namun memiliki efek kurang baik
pada gram-positive. Generasi ketiga dan keempat fluoroquinolones (eg, moxifloxacin, gatifloxacin,
levofloxacin, and besifloxacin) dapat bermanfaat pada gram-positive dan atypical mycobacterial
coverage namun terbatas pada MRSA. Sebagai alternatif, kombinasi terapi topikal untuk golongan
bakteri gram positif dan negatif dapat diberikan sebagai terapi inisial seperti pada tabel dibawah ini.
33. Setelah pemberian obat di atas dan ditambah dengan sulfas atropin tetes mata, mulai
terlihat bahwa terjadi penurunan densitas inflitrat stroma, edema kornea berkurang,
hipopion berkurang dan kornea mengalami reepitelisasi dan tidak lagi menipis dan obat
tetes mulai dikurangi. Dalam perjalanan waktu, makin lama pasien makin merasa ada
keluhan mata kiri kembali merah, berair, walaupun tidak senyeri saat pertama kali
mengalami keluhan. Pemeriksaan oftalmologis didapatkan AVOS 1/300, kelopak edema
minimal, terdapat folikel di konjungtiva tarsal superior dan terutama di inferior, serta folikel
di konjungtiva bulbi. Lesi di kornea telah menjadi sikatriks, tidak didapatkan reaksi
peradangan di bilik mata depan. Penatalaksanaan yang sebaiknya dilakukan:

a. Obat-obatan yang diberikan sebelumnya kembali ditingkatkan dosis dan frekuensinya.

b. Stop seluruh obat-obatan, berikan air mata buatan tanpa pengawet

c. Scraping ulang spesimen kornea untuk sediaan langsung dan kultur resistensi

d. Teruskan obat-obatan dan observasi terlebih dahulu

e. Berikan tambahan obat tetes steroid dengan kekuatan ringan.

Pembahasan:

Beberapa parameter klinis yang dapat digunakan untuk memonitor respons terapi antibiotik adalah:

- Berkurangnya infiltrat stroma


- Penurunan densitas infiltrat stroma
- Penurunan edema stroma dan plak inflamasi endotel

- Penurunan inflamasi pada COA


- Reepitelisasi

- Penghentian penipisan kornea

Dalam kasus diatas sudah dijumpai adanya berupa respons terapi sebagai parameter
dari terapi, maka bila sudah dijumpai adanya pembentukan sikatrik. Maka terapi yang
dapat dilakukan adalah penghentian obat-obatan dan berikan air mata buatan tanpa
pengawet.

Anda mungkin juga menyukai