Anda di halaman 1dari 65

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN WANITA


PASANGAN USIA SUBUR (PUS) TENTANG KANKER
SERVIKS DENGAN PEMANFAATAN PELAYANAN TES
INSPEKSI VISUAL ASETAT (IVA) DI PUSKESMAS
SANGKRAH, SURAKARTA

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Siti Arifah

G0009200

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Surakarta
commit to user
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PENGESAHAN SKRIPSI

Skripsi dengan judul: Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Pasangan Usia


Subur (PUS) tentang Kanker Serviks dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes
Inspeksi Visual Asetat (IVA) di Puskesmas Sangkrah, Surakarta

Siti Arifah, NIM: G0009200, Tahun: 2013

Telah diuji dan sudah disahkan di hadapan Dewan Penguji Skripsi


Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari Jumat, Tanggal 11 Januari 2013

Pembimbing Utama
Nama : Heru P. Samadi, dr., Sp.OG (K)
NIP : 19650831 199003 1 002 (................................)

Pembimbing Pendamping
Nama : Nur Hafidha Hikmayani, dr., M. Clin.Epid.
NIP : 19761225 2005 01 2 001 (................................)

Penguji Utama
Nama : H. Tri Budi W, dr., Sp.OG (K)
NIP : 19510421 198011 1 002 (................................)

Penguji Pendamping
Nama : Endang Sahir Ies, Dra., M.S., A.And
NIP : 19500107 197903 2 001 (................................)

Surakarta,

Ketua Tim Skripsi Dekan FK UNS

Muthmainah, dr., M.Kes Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR-FINASIM
NIP 19660702 199802 2 001 NIP 19510601 197903 1 002
commit to user

ii
PERNYATAAN

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan
sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Surakarta, 11 Januari 2013

Siti Arifah
NIM G0009200

commit to user
ABSTRAK

Siti Arifah, G.0009200, 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita Pasangan


Usia Subur (PUS) dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA).
Skripsi, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Latar Belakang : Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus
kanker serviks, dan kira-kira sebanyak 8000 kasus di antaranya berakhir dengan
kematian. Tingginya prevalensi kematian akibat kanker serviks di Indonesia
kemungkinan disebabkan oleh keterlambatan diagnosis sehingga saat terdeteksi,
penyakit telah mencapai stadium lanjut. Kondisi ini dikarenakan masih rendahnya
pelaksanaan skrining yaitu <5%, jauh dari target ideal sebesar 80%. Deteksi dini
kanker serviks dengan metode IVA sangat cocok diaplikasikan di negara
berkembang karena selain mudah, murah, efektif, tidak invasif, juga dapat dilakukan
langsung oleh dokter, bidan atau paramedis. Namun dalam pelaksanaannya, metode
ini masih mengalami kendala seperti keraguan akan pentingnya pemeriksaan,
ketakutan merasa sakit saat pemeriksaan, serta kurangnya pengetahuan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan tingkat pengetahuan wanita
Pasangan Usia Subur (PUS) tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan
Tes IVA di Puskesmas Sangkrah, Surakarta.

Metode Penelitian: Desain penelitian ini menggunakan analitik observasional


dengan pendekatan cross sectional. 90 responden didapat dari data wanita PUS di
Puskesmas Sangkrah, Surakarta dengan metode simple random sampling. Instrumen
dalam penelitian ini adalah kuesioner yang telah divalidasi dan digunakan untuk
mengukur pengetahuan tentang kanker serviks meliputi definisi, etiologi, dan faktor
risiko kanker serviks, serta pengetahuan tentang Tes IVA. Tingkat pengetahuan
dibagi dalam 3 kategori , baik (21-30), sedang (15-20), dan rendah (0-14).
Pemanfaatan pelayanan Tes IVA ditanyakan kepada responden dan dikonfirmasi
dengan data Puskesmas. Data dianalisis menggunakan uji Chi-square dengan taraf
signifikansi 0,1.

Hasil Penelitian: Persentase wanita Pasangan Usia Subur yang memanfaatkan


pelayanan Tes IVA adalah 37,8 %. Tidak didapatkan adanya responden dengan
tingkat pengetahuan tentang kanker serviks rendah. Dari 34 responden yang
memanfaatkan pelayanan tes IVA, 20 di antaranya memiliki pengetahuan baik;
hanya 15 reponden berpengetahuan baik yang tidak memanfaatkan pelayanan Tes
IVA. Hasil uji Chi-square menunjukkan hubungan yang signifikan antara
pengetahuan tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes IVA (nilai
χ2=9,137, p=0,003).

Simpulan Penelitian: Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan wanita PUS


tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes IVA dimana wanita PUS
dengan pengetahuan tentang kanker serviks tinggi, lebih cenderung untuk melakukan
pemanfaatan pelayanan Tes IVA.

Kata kunci: tingkat pengetahuan, kacnomkemr istetroviuksse, rtes inspeksi visual asetat
ABSTRACT

Siti Arifah. G.0009200. 2013. Association between Knowledge Level of Cervical


Cancer and Utilization of Visual Inspection with Acetic Acid (VIA) Test among
Women of Reproductive Age Couples at Puskesmas Sangkrah, Surakarta.

Background: In Indonesia, more than 15,000 cases of cervical cancer were detected
each year and approximately 8,000 cases of which were fatal. The high mortality rate
were mostly caused by delays in detection leading to advanced stage of cervical
cancer when diagnosed; these were partly due to the overall low implementation of
screening (<5%), far from the ideal target of 80%. Early detection of cervical cancer
by Visual Inspection with Acetic Acid (VIA) test is cheap, direct, non-invasive, has
high sensitivity and specificity, can be easily done by physicians, midwives or
paramedics, and is therefore suitable to be applied in developing countries. In
practice, however, it faces several problems such as doubt of importance of the
examination, fear of pain during examination, and lack of knowledge. This study
aimed to find the association between knowledge level of cervical cancer and
utilization of VIA test among women of reproductive age couples (RACs) at
Puskesmas Sangkrah, Surakarta.

Methods: This was an observational study with cross sectional approach. Ninety
women were selected from list of RACs at Puskesmas Sangkrah, Surakarta using
simple random sampling method. A modified closed-ended questionnaire was first
validated and used to measure respondents’ knowledge of cervical cancer. The
questionnaire items asked definition, etiology, and risk factor for cervical cancer as
well as issues on VIA test. Knowledge level was classified into good (if respondents
scored 21-30), moderate (15-20), and poor (0-14). Utilization of VIA test was asked
to respondents and was ascertained with Puskesmas data. Data were analyzed using
Chi-Square test at a significance level of 0,1.

Results: Proportion of respondents utilizing VIA test was 37.8%. No respondents


with poor knowledge of cervical cancer were found. Of 34 respondents utilizing VIA
test, 20 women had good knowledge; only 15 respondents not utilizing VIA test had
good knowledge. Result from Chi-Square test showed a significant association
between knowledge of cervical cancer and VIA test utilization (χ 2 value=9,137,
p=0,003).

Conclusions: Knowledge level of cervical cancer was significantly associated with


utilization of VIA test among women of RAC at Puskesmas Sangkrah, Surakarta.
Women with better knowledge of cervical cancer were more likely to utilize VIA
test.

Key words: knowledge level, cervical cancer, visual inspection with acetic acid
(VIA) test
commit to user
PRAKATA

Segala puji bagi Allah, atas rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang “Hubungan Tingkat Pengetahuan Wanita
Pasangan Usia Subur (PUS) tentang Kanker Serviks dengan Pemanfaatan
Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) Di Puskesmas Sangkrah,
Surakarta” Shalawat dan salam tercurah kepada Rasulullah Muhammad dan
keluarganya yang suci.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat
dalam menyelesaikan program pendidikan dokter di FK UNS Surakarta. Dalam
proses penyusunan skripsi ini, penulis tak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., SpPD-KR-FINASIM selaku Dekan FK
UNS Surakarta.
2. Muthmainah, dr., M.Kes, selaku Ketua Tim Skripsi FK UNS Surakarta.
3. Heru Priyanto Samadi, dr., Sp. OG (K), selaku Pembimbing Utama yang
telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis dalam penelitian ini.
4. Nur Hafidha Hikmayani, dr., M. Clin.Epid., selaku Pembimbing Pendamping
yang telah memberikan bimbingan dan motivasi bagi penulis dalam
penelitian ini.
5. H. Tri Budi W., dr., Sp. OG (K), selaku Penguji Utama yang telah
memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
6. Endang Sahir Ies, Dra., M.S., A.And., selaku Penguji Pendamping yang telah
memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
7. Seluruh Dosen dan Staf Bagian Obstetri Ginekologi RSUD Dr. Moewardi,
Surakarta dan Bagian Skripsi FK UNS Surakarta.
8. Seluruh Staf Puskesmas Sangkrah Surakarta yang telah banyak membantu
dalam pelaksanaan penelitian skripsi ini.
9. Keluarga tercinta, Ayah, Mama, dan Mas Tosa yang menjadi motivator utama
penulis dalam menyusun skripsi ini.
10. Sahabat-sahabat yang tak tergantikan Regina, Fiqih, Laili, dan Rully yang
telah memberikan dukungan dan motivasi dan selalu membantu penulis.
11. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Surakarta, Januari 2013

Siti Arifah

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

PRAKATA......................................................................................................... vi
DAFTAR ISI...................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL.............................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................ 3
C. Tujuan Penelitian.................................................................................4
D. Manfaat Penelitian...............................................................................4
BAB II LANDASAN TEORI............................................................................5
A. Tinjauan Pustaka..................................................................................5
B. Kerangka Pemikiran.............................................................................29
C. Hipotesis.............................................................................................. 30
BAB III METODE PENELITIAN.....................................................................31
A. Jenis Penelitian....................................................................................31
B. Lokasi dan Waktu Penelitian...............................................................31
C. Subjek Penelitian.................................................................................31
D. Rancangan Penelitian..........................................................................33
E. Definisi Operasional, Variabel Penelitian, dan Skala Pengukuran......33
G. Metode dan Alat Pengumpulan Data...................................................34
H. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data........................................37
BAB IV HASIL PENELITIAN.........................................................................40
A. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas Kuesioner....................................40
B. Karakteristik Subjek Penelitian............................................................41
C. Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks.....................................42
D. Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA).................44

commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

viii

E. Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks dengan


Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA)................46
BAB V PEMBAHASAN................................................................................... 48
A. Validitas dan Realibilitas Kuesioner Tingkat Pengetahuan tentang
Kanker Serviks....................................................................................48
B. Karakteristik Sosiodemografis Responden..........................................49
C. Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks dan Pemanfaatan
Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA)......................................50
D. Kelemahan Penelitian..........................................................................53
BAB VI PENUTUP........................................................................................... 54
A. Simpulan.............................................................................................. 54
B. Saran.................................................................................................... 54
Daftar Pustaka.................................................................................................... 55
Lampiran

commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1. Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO 2000...............................22

Tabel 2. 2. Klasifikasi IVA Sesuai Temuan Klinis...........................................26

Tabel 4. 1. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Umur......................41

Tabel 4 2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pendidikan41

Tabel 4. 2. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Tingkat Pengetahuan

tentang Kanker Serviks...................................................................42

Tabel 4. 4. Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan tentang Kanker

Serviks dengan Umur......................................................................43

Tabel 4. 5. Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan tentang Kanker

Serviks dengan Tingkat Pendidikan...............................................44

Tabel 4. 6. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pemanfaatan

Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA).................................45

Tabel 4. 7. Tabulasi Silang antara Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual

Asetat (IVA) dengan Umur............................................................45

Tabel 4. 8. Tabulasi Silang antara Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual

Asetat (IVA) dengan Tingkat Pendidikan......................................46

Tabel 4. 9. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Wanita PUS tentang Kanker

Serviks dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes IVA..........................46

commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.1 d
i

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kanker atau dalam bahasa medisnya biasa disebut karsinoma adalah

sekelompok penyakit yang ditandai oleh pertumbuhan dan perkembangan sel-

sel yang tidak terkontrol dan tidak normal (Price dan Wilson, 2005). Kanker

dapat dicetuskan oleh faktor eksternal dan faktor internal yang memicu

terjadinya proses karsinogenesis (proses pembentukan kanker). Faktor

eksternal dapat berupa infeksi, radiasi, zat kimia tertentu, dan konsumsi

tembakau, sedangkan faktor internal meliputi mutasi (baik yang diturunkan

maupun akibat metabolisme), hormon, dan kondisi sistem imun (American

Cancer Society, 2008).

Pada wanita, kanker juga dapat menyerang berbagai organ reproduksi.

Salah satunya yaitu kanker serviks. Kanker reproduktif wanita ini diperkirakan

membunuh lebih dari 26.400 wanita di Amerika Serikat setiap tahunnya,

sekitar 15.800 adalah kasus baru kanker serviks invasif yang dapat

menyebabkan 4800 kematian (Brunner dan Suddarth, 2001).

Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), infeksi Human Papilloma

Virus (HPV) merupakan faktor risiko utama kanker leher rahim. Setiap tahun,

ratusan ribu kasus HPV terdiagnosis di dunia dan ribuan wanita meninggal

karena kanker serviks, yang disebabkan oleh infeksi HPV. Saat ini penyakit

kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker


commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac2.
id

yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap

tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks, dan kira-kira sebanyak

8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Sedangkan setiap hari

sekitar 40-45 kasus baru ditemukan dan 20-25 perempuan meninggal dunia

akibat penyakit tersebut. Temuan ini menempatkan Indonesia sebagai negara

dengan jumlah penderita kanker serviks yang tertinggi di dunia. (WHO,2007)

Menurut Departemen Kesehatan RI (2008), insidensi kanker serviks adalah 100

per 100.000 perempuan pertahun. Dari data laboratorium patologi anatomi

seluruh Indonesia, dilaporkan frekuensi kanker serviks adalah paling tinggi di

antara kanker yang ada di Indonesia (Aziz, 2002).

Tingginya prevalensi kanker serviks di Indonesia kemungkinan

disebabkan oleh keterlambatan diagnosis sehingga saat terdeteksi, penyakit

telah mencapai stadium lanjut. Hampir 70% kasus kanker serviks ditemukan

dalam kondisi stadium lanjut (>stadium IIB). Kondisi ini dikarenakan masih

rendahnya pelaksanaan skrining yaitu <5%, jauh dari target ideal sebesar 80%

(Samadi, 2011).

Beberapa jenis tes untuk deteksi dini kanker leher rahim untuk saat ini,

antara lain : deteksi HPV onkogenik, tes pap smear, kolposkopi, servikografi,

dan Inspeksi Visual Asetat (IVA) (Sukardja, 2000).

Deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA sangat cocok

diaplikasikan di negara berkembang karena selain mudah, murah, efektif, tidak

invasif, juga dapat dilakukan langsung oleh dokter, bidan atau paramedis.

commit to
user
Hasilnya pun langsung didapat, dan sensitivitas serta spesifitasnya cukup baik

(Samadi, 2011).

Namun dalam pelaksanaannya, metode ini masih mengalami kendala

seperti keengganan wanita diperiksa karena malu. Penyebab lain seperti

keraguan akan pentingnya pemeriksaan, kurangnya pengetahuan, serta

ketakutan merasa sakit saat pemeriksaan (Irawan, 2010). Pengetahuan tentang

kanker serviks di Indonesia masih tergolong rendah, hanya sekitar 2% dari

wanita di Indonesia yang tahu tentang kanker serviks (Retnosari, 2006).

Karena alasan inilah, peneliti ingin memahami lebih jauh tentang

pemanfaatan pelayanan metode IVA sebagai metode pencegahan kanker

serviks di Puskesmas Sangkrah, Surakarta dan menghubungkannya dengan

tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur tentang kanker serviks itu

sendiri.

Puskesmas Sangkrah dipilih karena memiliki klinik Infeksi Menular

Seksual (IMS) yang menyediakan layanan tes Inspeksi Visual Asetat (IVA).

Layanan ini sudah cukup banyak dimanfaatkan oleh wanita Pasangan Usia

Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah dibandingkan Puskesmas lainnya

di Surakarta.

B. Perumusan Masalah

Adakah hubungan tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur

(PUS) tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan tes Inspeksi

Visual Asetat (IVA) di Puskesmas Sangkrah, Surakarta?


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac4.
id

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat pengetahuan

wanita Pasangan Usia Subur (PUS) tentang kanker serviks dengan

pemanfaatan pelayanan tes Inspeksi Visual Asetat (IVA) di Puskesmas

Sangkrah, Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi ilmiah mengenai

hubungan antara tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur (PUS)

tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan tes Inspeksi Visual

Asetat (IVA).

2. Manfaat aplikatif

a. Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh petugas kesehatan untuk

mengetahui gambaran tingkat pengetahuan wanita tentang deteksi dini

kanker serviks dengan tes IVA di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah,

Surakarta sehingga dapat direncanakan suatu strategi pelayanan

kesehatan untuk menindaklanjutinya.

b. Hasil penelitian ini dapat menambah tingkat pengetahuan masyarakat

tentang deteksi dini kanker serviks dengan tes IVA sehingga

menumbuhkan perilaku positif untuk pencegahan kanker serviks melalui

skrining dengan tes IVA.commit to user


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.5
id

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yaitu indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan

yang siap pakai membantu seseorang untuk berpikir cepat dan tepat

(Notoadmojo, 2003). Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia

(2005) pengetahuan (knowledge) didefinisikan sebagai kepandaian atau

segala sesuatu yang diketahui. Pengetahuan juga bisa didefinisikan

sebagai informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh

seseorang (Depdiknas, 2005)

b. Cara Memperoleh Pengetahuan

Berbagai macam cara yang telah digunakan sepanjang sejarah

manusia untuk memperoleh pengetahuan maka dapat dikelompokkan

menjadi dua yakni cara tradisional (non ilmiah) melalui cara coba salah

(trial and error), kekuasaan atau otoritas, pengalaman pribadi, serta

commit to 5
user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac6.
id

jalan pikiran dan dengan cara modern (cara ilmiah) (Notoadmojo,

2005).

Cara tradisional yang pertama yakni cara coba-salah dipakai

orang sebelum mengenal kebudayaan bahkan mungkin peradaban. Cara

coba-salah ini digunakan dalam pemecahan masalah dan apabila tidak

berhasil kemungkinan pemecahan yang lain, begitu seterusnya. Cara

tradisional lain yakni kekuasaan atau otoritas adalah pengetahuan yang

diperoleh berdasarkan kehidupan sehari-hari dan tradisi-tradisi yang

dilakukan orang tanpa adanya penalaran apakah yang dilakukan itu baik

atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini selalu diwariskan turun-temurun ke

generasi berikutnya. Pengetahuan berdasarkan pengalaman pribadi

diperoleh setelah terjadi pada seseorang dan diulangi lagi keadaan

tersebut untuk memecahkan masalah seperti yang lalu (Notoadmojo,

2005). Sumber pengetahuan dapat didefinisikan dari beberapa aspek, di

antaranya kepercayaan berdasarkan tradisi, kesaksian orang lain, panca

indera, rasionalisme dan intuisi (Suhartono, 2005). Kepercayaan

berdasarkan tradisi, merupakan pengetahuan yang bersumber dari

kepercayaan yang menunjukkan bahwa pengetahuan itu diperoleh

melalui cara mewarisi apa saja yang ada di dalam suatu kehidupan

masyarakat, adat istiadat, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan

kehidupan dalam beragama atau dengan kata lain pengetahuan itu

diperoleh berdasarkan pemahaman atas situasi baru dengan berpegang

pada kepercayaan yang telah dibenarkan. Kesaksian orang lain,


commit to
user
termasuk pengetahuan yang masih tetap ada dalam susunan kehidupan

yang terdahulu pada orang-orang tertentu yang dapat dipercaya, karena

sudah dianggap memiliki pengetahuan yang benar, lalu menjadi

panutan yang handal bagi orang lain pada umumnya dalam hal-hal

bagaimana memandang, bersikap dan cara hidup serta bagaimana

bertingkah laku (Suhartono, 2005).

Panca indera bagi manusia merupakan alat vital dalam

kehidupan sehari-hari, dapat dikatakan bahwa hampir seluruh persoalan

hidup sehari-hari bisa diatasi dengan menggunakan alat panca indera.

Rasionalisme merupakan sumber satu-satunya dari pengetahuan

manusia berdasarkan akal budi. Rasio memberikan pengetahuan melalui

observasi. Sedangkan intuisi merupakan pengetahuan yang berasal dari

dalam dirinya sendiri (Suhartono, 2005).

Cara ilmiah dilakukan dengan melalui proses deduksi dan

induksi yang dilakukan secara sistematis dan memenuhi 6 kriteria yaitu,

berdasarkan fakta, bebas dari prasangka, menggunakan prinsip-prinsip

analisis, menggunakan hipotesis, menggunakan ukuran obyektif, serta

menggunakan teknik kuantitatif (Gulo, 2002).

c. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan yaitu:

1) Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya atau mengingat kembali (recall) sesuatu


yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang

paling rendah. Kata kerja yang bisa digunakan antara lain

menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan menyatakan dan

sebagainya.

2) Memahami (comprehension) merupakan suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat

menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang

sudah paham suatu materi atau objek harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya

terhadap objek yang telah dipelajari.

3) Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi

yang sebenarnya (real). Misalnya penggunaan rumus, hukum-

hukum, metode, prinsip dan sebagainya.

4) Analisis (analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi

atau objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu

struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

Biasanya menggunakan kata kerja membedakan, memisahkan,

mengelompokkan dan sebagainya.

5) Sintesis (syntesis), menunjuk kepada kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis adalah


kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-

formulasi yang ada. Contoh sintesis adalah, dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan

sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah

ada.

6) Evaluasi (evaluation) berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian

tersebut didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri

ataupun yang telah ada. Misalnya, dapat membandingkan antara

anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi.

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Secara umum, pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh beberapa

faktor, di antaranya:

1) Pendidikan

Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku

seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia

melalui upaya pengajaran dan pelatihan, yang bertujuan untuk

mencerdaskan manusia. Melalui pendidikan seseorang akan

memperoleh pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan

formal seseorang maka semakin berkualitas hidupnya di mana

seseorang akan dapat berpikir logis dan memahami informasi yang

diperolehnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a1c0
.id

2) Media

Media adalah sarana yang dapat dipergunakan oleh seseorang dalam

memperoleh pengetahuan, misalnya televisi, radio, koran, dan

majalah.

3) Paparan Informasi

Informasi adalah data yang diperoleh dari observasi terhadap

lingkungan sekitar yang diteruskan melalui komunikasi dalam

kehidupan sehari-hari (Meliono, 2007).

4) Pengalaman

Pengetahuan yang didapat dari pengalaman langsung (first hand

knowlegde) adalah pembentuk sikap yang sangat kuat (Gregory,

2004).

e. Pengetahuan tentang Kanker Serviks

Pengetahuan tentang kanker serviks merupakan pencapaian

individu terhadap salah satu dari 6 tingkat pengetahuan di atas tentang

pengertian, penyebab, tanda dan gejala, faktor risiko, serta upaya

pencegahan kanker serviks. Pengetahuan terhadap penyakit kanker

serviks dapat diperoleh individu melalui cara masing-masing, dan

umumnya berkorelasi dengan tingkat pendidikan, paparan informasi

mengenai kanker serviks baik berupa penyuluhan, iklan, maupun ada

tidaknya keluarga yang menderita kanker serviks. Pengukuran

pengetahuan tersebut dapat dilakukan dengan teknik wawancara atau

menanyakan isu dasar seputar kanker serviks kepada subjek yang


commit to
user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a1c
1.id

dikehendaki. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur

dapat disesuaikan dengan 6 tingkatan pengetahuan (Notoatmodjo,

2003).

Beberapa penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat

pengetahuan tentang kanker serviks yang memiliki persentase paling

besar adalah tingkat pengetahuan cukup. Tingkat pengetahuan tentang

kanker serviks di Kelurahan Campaka, Bandung dengan kategori baik

sebanyak 14,7%, sedang 56,9%, dan kurang sebanyak 14,7% (Huda,

2011). Di Kelurahan Joho, Kabupaten Sukoharjo, terdapat 23,9%

sampel dengan tingkat pengetahuan baik, 50,3% dengan tingkat

pengetahuan cukup dan 25,8% dengan tingkat pengetahuan kurang

(Dewi, 2010).

2. Pasangan Usia Subur

Pasangan Usia Subur (PUS) adalah pasangan yang wanitanya berusia 15-

49 tahun dimana kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan

hubungan seksual (Suratun, 2008).

3. Kanker Serviks

a. Pengertian

Kanker serviks adalah kanker yang tumbuh dan berkembang pada

serviks atau mulut rahim, khususnya berasal dari lapisan epitel atau lapisan

terluar permukaan serviks. (Samadi, 2011)


commit to
user
b. Penyebab

Penyebab utama kanker serviks adalah infeksi Human Papilloma

Virus (HPV). Pada lebih dari 90% kanker serviks ditemukan DNA virus

HPV (Edianto, 2006)

HPV adalah anggota famili paporidae, yaitu sekelompok virus

heterogen yang memiliki untaian ganda DNA tertutup. Gen virus ini

mengkode 6 protein pembaca kerangka pembuka awal (early open reading

fame protein) yaitu E1, E2, E3, E4, E5, E6 dan E7 yang berfungsi sebagai

protein pengatur. Selain itu, gen virus ini juga mengkode 2 protein pembaca

kerangka pembuka lambat (late open reading frame protein) L1 dan L2

yang menyusun kapsid virus (Garcia, 2009).

Menurut risiko dalam menimbulkan kanker serviks, HPV

diklasifikasikan sebagai berikut (Samadi, 2011):

1) Risiko rendah: tipe 6, 11, 42, 43, 44, disebut tipe non-onkogenik. Jika

terinfeksi, hanya menimbulkan lesi jinak, misalnya kutil dan jengger

ayam.

2) Risiko tinggi: tipe 16, 18, 31, 33, 35, 39,45, 51, 52, 56, 58, 59, 68,

disebut tipe onkogenik. Jika terinfeksi dan tidak diketahui ataupun tidak

diobati, bisa menjadi kanker. HPV risiko tinggi ditemukan pada hampir

semua kasus kanker serviks (99%).

Sel kanker serviks pada awalnya berasal dari sel epitel serviks yang

mengalami mutasi genetik sehingga mengubah perilakunya. Sel yang

bermutasi ini melakukan pembelahan sel yang tidak terkendali,


immortal,
dan menginvasi jaringan stroma di bawahnya. Keadaan yang menyebabkan

mutasi genetik yang tidak dapat diperbaiki akan menyebabkan terjadinya

pertumbuhan kanker ini. Komponen DNA (Deoxyribonucleic acid) virus

HPV telah terdeteksi dalam lebih dari 90 % Lesi Intraepitel Squamosa (LIS)

dan kanker serviks invasif dibandingkan dengan presentase yang lebih

rendah didapat pada kontrol. Baik penelitian yang menggunakan hewan

coba maupun menggunakan bukti biologi molekuler, keduanya menyatakan

bahwa virus HPV berpotensi menginduksi transformasi maligna dari lesi

(Garcia, 2009).

Infeksi HPV terjadi dalam presentase yang besar pada wanita yang

aktif secara seksual. Kebanyakan dari infeksi virus ini sembuh sempurna

dalam beberapa bulan hingga tahun dan hanya sebagian kecil saja yang

berkembang menjadi suatu kanker. Ini berarti bahwa diperlukan faktor-

faktor penting lainnya yang harus ada untuk mencetuskan suatu proses

karsinogenik (Garcia, 2009). Terdapat tiga faktor utama yang

mempengaruhi terjadinya proses keganasan serviks uteri akibat infeksi

HPV. Termasuk dalam hal ini adalah durasi dan tipe HPV yang

menginfeksi, kondisi imunitas pejamu (host), dan faktor-faktor lingkungan.

Sebagai tambahan, berbagai variasi ginekologik seperti usia menarke, usia

pertama kali melakukan koitus, dan jumlah pasangan seksual, secara

signifikan meningkatkan risiko kejadian kanker serviks (Garcia, 2009).


c. Patogenesis

Virus HPV genitalis risiko tinggi dimulai saat virus masuk ke dalam

tubuh melalui epitel skuamosa yang mengalami luka mikro saat koitus atau

melalui epitel skuamosa yang immature di daerah zona transisional (T zone)

(Garcia, 2009). Menurut Mardjikoen (2005), T zone atau Squamous

Collumnar Junction (SCJ) adalah daerah peralihan epitel skuamosa yang

terdapat di ektoserviks (porsio) menjadi epitel kolumnar yang terdapat di

endoserviks.

Pada awalnya virus menempel di permukaan sel, kemudian virus

melakukan penetrasi melalui membran plasma sel. Virus memasukkan

DNA-nya ke dalam sel dan melakukan uncoating atau pelepasan kapsid.

DNA virus yang telah memasuki sel kemudian melakukan penyisipan

(insertion) pada protoonkogen DNA manusia (Garcia, 2009). Protoonkogen

yang telah mengalami mutasi tersebut selanjutnya disebut sebagai onkogen

(Garcia, 2009).

Pada sel normal, protoonkogen mengkode pembuatan peptida yang

merangsang pertumbuhan dan diferensiasi sel, tetapi tidak menimbulkan

kanker. Sebaliknya, protoonkogen yang telah mengalami transformasi

menjadi onkogen mengkode pembuatan peptida yang dapat menimbulkan

kanker (Sukardja, 2000). Onkogen tersebut menyebabkan terjadinya mutasi

pada gen penekan tumor (tumor cupressor gene) TP53 (sehingga terjadi

degradasi protein p53 melalui pengikatan dengan E6) dan RB (melalui

pengikatan dan penginktivasian protein Rb oleh E7) sehingga sel mengalami


resistensi terhadap apoptosis, menyebabkan pertumbuhan sel yang tak

terkontrol setelah terjadinya kerusakan DNA. Akhirnya, hal inilah yang

menyebabkan terjadinya malignasi (Garcia, 2009).

d. Patologi

Sebagian besar kanker serviks terjadi pada epitel skuamosa bertingkat

yang menunjukkan perubahan prakanker. Displasia diketahui dengan adanya

kelainan sitologik pada hapusan serviks dan dipastikan melalui biopsi

serviks. Perubahan sitologik meliputi peningkatan ukuran inti, peningkatan

rasio inti sitoplasma, hiperkromatisme, penyebaran kromatin abnormal dan

kelainan membran inti (Chandrasoma, 2005).

Displasia serviks adalah pertumbuhan sel abnormal yang mencakup

berbagai lesi epitel yang secara baik sitologi maupun histologi berbeda

dibandingkan epitel normal, tidak mengenai epitel basalis, dan belum

menunjukkan kriteria karateristik keganasan. Karateristik keganasan

tersebut adalah peningkatan selularitas, abnormalitas nukleus, dan

peningkatan rasio nukleus/sitoplasma. Keadaan ini harus dibedakan dengan

metaplasia normal yang secara alami terjadi pada serviks normal.

Metaplasia pada serviks normal terjadi akibat saling desak kedua jenis epitel

yang melapisi serviks. Dengan masuknya mutagen, porsio yang mengalami

metaplasia fisiologik dapat berubah menjadi patologik (displastik-

diskariotik) (Mardjikoen, 2005).

Secara histopatologi, sebagian besar (90%) kanker berasal dari sel

skuamosa, sedangkan sisanya (10%) berasal dari sel kelenjar serviks.


Kebanyakan kanker sel skuamosa melibatkan ostium uteri eksternum

sehingga dapat terlihat pada pemeriksaan dengan menggunakan spekulum.

Lesi dapat berupa eksofitik maupun endofitik. Kanker sel skuamosa invasif

berbeda-beda berdasarkan derajat diferensiasi selularnya, tetapi umumnya

terlihat sebagai jaringan berkeratin (Pitkin, 2003).

Tumor pada penyakit ini dapat tumbuh secara eksofitik, endofitik,

maupun ulseratif. Pertumbuhan eksofitik terjadi bila tumor tumbuh mulai

dari Squamous Collumnar Junction (SCJ) ke arah lumen vagina sebagai

masa poliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis. Dikatakan

sebagai pertumbuhan endofitik bila pertumbuhan dimulai dari SCJ

kemudian tumor tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung merusak

struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal forniks vagina untuk

menjadi ulkus yang luas disebut sebagai pertumbuhan ulseratif (Mardjikoen,

2005).

Angka harapan hidup 5 tahun jika kanker ini diketahui dan diobati

pada stadium I adalah 85%, pada stadium II sebesar 60%, pada stadium III

hanya 33%, dan pada stadium IV menjadi 7%. Sedangkan jika penyakit

ditemukan saat masih lesi pra kanker, penderita bisa diobati secara

sempurna (Price dan Wilson, 2005).

Gambaran patologis perkembangan kanker serviks adalah sebagai

berikut:

1) Didahului oleh lesi prekanker yang disebut displasia (Cervical

Intraepithel Neoplasm). Displasia ditandai dengan adanya perubahan


morfologi berupa gambaran sel-sel imatur, inti sel yang atipik, perubahan

rasio inti/ sitoplasma dan kehilangan polaritas yang normal. Displasia

bukan merupakan suatu bentuk kanker tetapi akan mengganas menjadi

kanker bila tidak diatasi (Hacker, 2005). Displasia dikelompokkan lagi

menjadi 3 berdasarkan perkembangan luas perubahan morfologi yang

terjadi pada epitel leher rahim. yaitu:

a) Displasia ringan (CIN I) : sel-sel yang mengalami perubahan

morfologi hanya sebatas 1/3 bagian atas dari lapisan epithelium

serviks;

b) Displasia sedang (CIN II) : ditandai dengan perubahan morfologi sel

yang telah mencapai 2/3 bagian dari lapisan atas epithelium serviks;

c) Displasia berat (CIN III) : ditandai dengan lebih banyaknya variasi

dari sel dan ukuran inti, orientasi yang tidak teratur, dan hiperkromasi

yang telah melebihi 2/3 lapisan atas epithelium serviks, namun belum

menginvasi jaringan stroma di bawahnya.

2) Perkembangan terakhir adalah bila perubahan displasia berlanjut hingga

menginvasi jaringan stroma di bawahnya, maka perubahan ini disebut

karsinoma in situ atau kanker (Aziz, 2002).

e. Faktor Risiko

Faktor risiko kanker serviks adalah segala sesuatu yang berhubungan

dengan inisiasi transformasi atipik serviks dan perkembangan dari displasia.

Transformasi atipik merupakan daerah atipik (abnormal) yang terletak di

antara perbatasan sel-sel squamouscolumnar serviks yang asli dengan sel-sel


yang baru terbentuk akibat metaplasia sel columnar menjadi sel squamous

(Azis, 2002).

Penyakit keganasan khusus wanita ini merupakan penyakit menular

seksual yang berasosiasi dengan infeksi kronik Human Papiloma Virus

(HPV) tipe onkogenik. Oleh sebab itu, faktor risiko kanker serviks

cenderung sama dengan faktor risiko penyakit menular seksual lainnya

(Randall, 2005).

Beberapa faktor-faktor yang menyebabkan perempuan terpapar HPV

(sebagai penyebab dari kanker leher rahim) adalah sebagai berikut:

1) Hubungan seks pada usia muda

Faktor ini merupakan salah satu faktor risiko terpenting karena

penelitian para pakar menunjukkan bahwa semakin muda wanita

melakukan hubungan seksual maka semakin besar risiko terkena kanker

leher rahim. Wanita yang melakukan hubungan seks pertama sekali

pada usia kurang dari 17 tahun mempunyai risiko 3 kali lebih besar

daripada wanita yang berhubungan seksual pertama sekali pada usia

lebih dari 20 tahun (Sukaca, 2009).

2) Multipartner seksual

Risiko terkena kanker serviks meningkat 10 kali lipat pada wanita

yang mempunyai teman seksual 6 orang atau lebih. Bukan hanya ini

saja, bila seorang suami juga berganti-ganti pasangan seksual dengan

wanita lain misalnya Wanita Tuna Susila (WTS), maka suaminya dapat

membawa virus HPV kepada istrinya (Sukaca, 2009).


3) Jumlah paritas

Paritas merupakan keadaan di mana seorang wanita pernah

melahirkan bayi yang dapat hidup (viable). Paritas yang berisiko adalah

dengan memiliki jumlah anak lebih dari 2 orang atau jarak persalinan

terlampau dekat. Hal ini dikarenakan persalinan yang demikian dapat

menyebabkan timbulnya perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim.

Jika jumlah anak yang dilahirkan melalui jalan normal banyak, maka

dapat menyebabkan terjadinya perubahan sel abnormal dari epitel pada

mulut rahim, dan dapat berkembang menjadi keganasan (Sukaca, 2009).

4) Pemakaian alat kontrasepsi

Penggunaan kontrasepsi oral dalam jangka waktu lama (5 tahun

atau lebih) meningkatkan risiko kanker leher rahim hingga 2 kali lipat

(Sukaca, 2009). Dalam hal ini, yang dimaksud adalah kontrasepsi yang

hanya mengandung progestin (Smith et al, 2003).

5) Riwayat merokok

Risiko kanker serviks tipe skuamosa oleh tipe HPV tipe 16 atau

HPV tipe 18 meningkat pada perokok berat (Kapeu, 2009). Tembakau

mengandung bahan-bahan karsinogenik baik yang dihisap sebagai

rokok maupun yang dikunyah. Asap rokok menghasilkan polycylic

aromatic hydrocarbons heterocylic amine yang sangat karsinogenik dan

mutagenik, sedangkan bila dikunyah akan menghasilkan nitrosamine.

Bahan dari tembakau yang dihisap terdapat pada getah serviks wanita

perokok dan dapat menjadi kokarsinogen infeksi HPV. Selain itu,


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c0
.id

bahan-bahan pada tembakau tersebut juga dapat menyebabkan

kerusakan DNA epitel serviks (Rasjidi, 2007). Fey (2004) menyatakan

bahwa wanita yang merokok lebih dari 10 batang per hari memiliki

risiko tinggi memperoleh lesi prakanker tingkat tinggi.

f. Tanda dan Gejala

Tidak ada tanda atau gejala spesifik untuk kanker serviks. Karsinoma

servikal prainvasif tidak memiliki gejala, namun karsinoma invasif dini

dapat menyebabkan sekret vagina atau perdarahan vagina. Walaupun

perdarahan adalah gejala yang signifikan, perdarahan tidak selalu muncul

pada saat-saat awal, sehingga kanker dapat sudah dalam keadaan lanjut pada

saat didiagnosis. Jenis perdarahan vagina yang paling sering adalah

pascakoitus atau bercak antara menstruasi (Price dan Wilson, 2005).

Selain perdarahan abnormal, keputihan juga merupakan gejala yang

sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan

berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Warnanya pun menjadi

kekuningan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif

(Mardjikoen, 2005).

Perdarahan spontan saat defekasi dapat pula ditemukan. Hal ini terjadi

akibat tergesernya tumor eksofitik dari serviks oleh skibala. Adanya

perdarahan abnormal pervaginam saat defekasi perlu dicurigai kemungkinan

adanya kanker serviks tingkat lanjut (Mardjikoen, 2005). Gejala-gejala

hematuria atau perdarahan per rektal timbul bila tumor sudah menginvasi

vesika urinaria atau rektum. Jika terjadi perdarahan kronik, maka penderita
commit to
user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c
1.id

akan mengalami anemia, kehilangan berat badan, lelah dan gejala

konstitusional lainnya (Randall, 2005).

Pasien kanker serviks dapat mengeluhkan nyeri yang berat. Nyeri

dapat dirasakan saat penderita melakukan hubungan seksual. Nyeri di pelvis

atau di hipogastrium dapat disebabkan oleh tumor yang nekrotik atau radang

panggul. Bila muncul nyeri di daerah lumbosakral maka dapat dicurigai

terjadinya hidronefrosis atau penyebaran ke kelenjar getah bening yang

meluas ke arah lumbosakral. Nyeri di epigastrium timbul bila penyebaran

mengenai kelenjar getah bening yang lebih tinggi (Randall, 2005).

Pada pemeriksaan fisik dapat terlihat lesi pada daerah serviks.

Beberapa lesi dapat tersembunyi di kanal bagian endoserviks, namun dapat

diketahui melalui pemeriksaan bimanual. Semakin lebar diameter lesi maka

semakin sempit jarak antara tumor dengan dinding pelvis (Randall, 2005).

g. Stadium Kanker Serviks

Setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan, pemeriksaan

histopatologi jaringan biopsi dapat dilakukan untuk penentuan stadium.

Stadium kanker serviks juga dapat ditentukan melalui pemeriksaan klinis

dan sebaiknya dilakukan di bawah pengaruh anastesi umum. Penentuan

stadium kanker serviks menurut FIGO (Federation of Gynecology and

Obsetrics) masih berdasarkan pemeriksaan klinis praoperatif ditambah

dengan foto toraks, sistoskopi, serta rektoskopi (Edianto, 2006).

commit to
user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c
2.id

Tabel 2. 1. Stadium Kanker Serviks Menurut FIGO 2000 (Edianto,

2006)

Stadium Keterangan

Stadium 0 Karsinoma in situ, karsinoma intraepithelial

Stadium I Karsinoma masih terbatas di serviks

(penyebaran ke korpus uteri diabaikan)

Stadium Ia Invasi kanker ke stroma hanya dapat dikenali

secara mikroskopik, lesi yang dapat dilihat

secara langsung walau dengan invasi yang

sangat superfisial dikelompokkan sebagai

stadium Ib. Kedalaman invasi stroma tidak

lebih dari 5 mm dan lebarnya tidak lebih dari 7

mm

Stadium Ia1 Invasi ke stroma dengan kedalaman tidak lebih

dari 3 mm dan lebar tidak lebih dari 7 mm

Stadium Ia2 Invasi ke stroma dengan kedalaman lebih dari 3

mm tapi kurang dari 5 mm dan lebar tidak lebih

dari 7 mm

Stadium Ib Lesi terbatas di serviks atau secara mikroskopis

lebih dari Ia

Stadium Ib1 Besar lesi secara klinis tidak lebih dari 4

cm Stadium Ib2 Besar lesi secara klinis lebih dari 4 cm

Stadium II T e l ah m e li b a tkan vagina, tetapi belum


c o m mit to u s e r
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c
3.id

melibatkan parametrium

Stadium IIb Infiltrasi ke parametrium, tetapi belum

mencapai dinding panggul

Stadium III Telah melibatkan 1/3 bawah vagina atau

adanya perluasan sampai dinding panggul.

Kasus dengan hidronefrosis atau gangguan

fungsi ginjal dimasukkan dalam stadium ini,

kecuali kelainan ginjal dapat dibuktikan oleh

sebab lain.

Stadium IIIa Keterlibatan 1/3 bawah vagina dan infiltrasi

parametrium belum mencapai dinding panggul

Stadium IIIb Perluasan sampai dinding panggul atau adanya

hidronefrosis atau gangguan fungsi ginjal

Stadium IV Perluasan ke luar organ reproduksi

Stadium IVa Keterlibatan mukosa kandung kemih atau

mukosa rektum

Stadium IVb Metastase jauh atau telah keluar dari rongga

panggul

h. Deteksi Dini Kanker Leher Rahim

Deteksi dini kanker serviks merupakan upaya pencegahan sekunder

kanker serviks. Skrining dilakukan dengan menggunakan tes tertentu untuk

mendeteksi dini kanker serviks pada fase prakanker.


commit to
user
Menurut Octiyanti (2006), deteksi dini kanker serviks perlu dilakukan

karena:

1) Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

penting di negara-negara berkembang dengan sumber daya terbatas.

2) Fase prakanker dapat dikenali dan dideteksi sehingga dapat ditatalaksana

secara aman, efektif dan dengan cara yang dapat diterima.

3) Perkembangan dari fase prakanker menjadi kanker dapat membutuhkan

waktu relatif lama (hingga sepuluh tahun) sehingga cukup waktu untuk

melakukan deteksi dan terapi.

4) Terapi pada fase prakanker amat murah dibandingkan dengan

penatalaksanaan bila sudah terjadi kanker.

5) Target deteksi dini adalah menemukan lesi prakanker serviks.

6) Bila dilakukan terapi pada lesi prakanker serviks, kesembuhan dapat

mencapai 100%.

Deteksi dini kanker serviks direkomendasikan bagi seluruh wanita

yang telah aktif secara seksual dan dapat dimulai dalam tiga tahun setelah

koitus pertama (Zeller, 2007). Rasjidi (2007) menyebutkan beberapa cara

deteksi dini kanker serviks adalah melalui:

1) Pemeriksaan Pap smear, merupakan pemeriksaan sitologi dari serviks

dan porsio untuk melihat adanya perubahan atau keganasan pada epitel

serviks atau porsio yang ditandai dengan adanya displasia. Pemeriksaan

ini dilakukan dengan mengambil contoh sel epitel serviks melalui

kerokan dengan spatula khusus, kemudian hasil kerokan dihapuskan pada


kaca objek tersebut selanjutnya diamati di bawah mikroskop oleh ahli

patologi (American Cancer Society, 2008).

2) Pemeriksaan Inspeksi Visual Asetat (IVA), pemeriksaan ini mendeteksi

kanker serviks dengan cara mengoleskan larutan asam asetat 3%-5%

pada serviks sebelum melakukan inspeksi visual. Penilaian serviks

dilakukan setelah beberapa menit pasca pengolesan asam asetat dengan

menggunakan penerangan yang layak. Serviks normal akan terlihat

merah muda pada bagian entoserviks dan kemerahan di bagian

endoserviks, sedangkan serviks yang mengalami lesi prakanker akan

terlihat putih di sekitar porsio serviks (Carr, 2004).

3) Kolposkopi, merupakan pemeriksaan visual serviks dengan

menggunakan alat optik khusus yang disebut kolposkop. Pemeriksaan ini

dapat mengenali displasia maupun kanker dengan baik, baik in situ

maupun invasif (Randall, 2005).

4) Pemeriksaan HPV-DNA, merupakan pengambilan sampel untuk dengan

menggunakan lidi kapas atau sikat kemudian dilakukan pemeriksaan

biomolekular dengan metode Hybrid Capture 2 yang mampu mendeteksi

HPV pada sel serviks (Kampono, 2006).

4. Tes IVA

a. Definisi

Tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka (asam asetat

2%) dan larutan iodium lugol pada leher rahim dan melihat perubahan
warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya untuk melihat

adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu metode

skrining kanker leher rahim (Amrantara, 2009).

b. Interpretasi Hasil

Adapun hasil temuan IVA dapat diklasifikasikan sesuai dengan

temuan klinis yang diperoleh, sebagai berikut:

Tabel 2. 2. Klasifikasi IVA Sesuai Temuan Klinis (Nuranna, 2006)

Klasifikasi IVA Temuan Klinis

Normal licin, merah muda, bentuk porsio normal

Atipik servisitis (inflamasi, hiperemis) banyak fluor

ektropion polip atau ada cervical wart

Abnormal plak putih

epitel acetowhite

Kanker serviks masa seperti bunga kol

masa mudah berdarah

Gambar 1. Serviks normal


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c
7.id

Gambar 2. Gambaran acetowhite

Gambar 3. Kanker serviks

Pengolesan asam asetat pada epitel abnormal serviks dapat

memberikan gambaran bercak putih yang disebut acetowhite.

Gambaran ini muncul karena tingginya kepadatan inti dan konsentrasi

protein. Hal ini memungkinkan pengenalan bercak putih pada serviks

dengan mata telanjang (tanpa pembesaran). Membran sel terdiri dari

lipid bilayer dengan protein yang tersisip di dalamnya atau terikat

pada permukaan sitoplasma. Protein integral membran tertanam kuat

dalam lapisan lipid. Sebagian lain tertanam dalam lapisan luar atau

lapisan ganda lipid protein perifer dan terikat secara longgar pada

permukaan internal mceommbmraint .toPaudsearsel yang mengalami

onkogenesis,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c
8.id

protein yang awalnya normal berubah menjadi onkoprotein. Pada

onkoprotein, terjadi perubahan susunan asam amino sehingga sel

mudah mengalami destruksi oleh asam yang menyebabkan terjadinya

koagulasi. Pemberian asam asetat akan menyebabkan peningkatan

osmolaritas cairan ekstrasel sehingga cairan intrasel tertarik keluar dan

jarak antarsel makin dekat. Akibatnya bila permukaan mendapat sinar,

maka sinar tidak diteruskan ke dalam stroma namun akan dipantulkan

keluar sel. Asam asetat juga mempunyai efek koagulasi protein pada

sitoplasma dan inti. Epitel abnormal memiliki inti dengan kepadatan

tinggi sehingga menghambat cahaya menembus epitel. Hal ini

menimbulkan gambaran bercak putih (acetowhite) pada sel (Nuranna,

2006).

c. Keunggulan

Menurut Amrantara (2009), keunggulan tes IVA antara lain :

1) Akurasi tes IVA pada beberapa penelitian terbukti cukup baik.

2) Sensitivitas setara dengan tes Pap untuk mendeteksi lesi derajat

tinggi.

3) Pelatihan IVA untuk tenaga medis lebih cepat dan sederhana

dibandingkan sitoteknisi.

4) Hasil pemeriksaan dapat segera diketahui.

5) Murah dan sederhana.

6) Dapat dikerjakan pada fasilitas kesehatan dengan sumber daya

terbatas.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c
9.id

7) Dapat dikerjakan kapan saja, tidak perlu persiapan klien.

d. Keterbatasan

Adapun keterbatasan tes IVA adalah sebagai berikut (Amrantara,

2009) :

1) Spesifisitas lebih rendah dari tes Pap (positif palsu lebih tinggi).

Angka hasil tes positif tinggi (10-35%).

Nilai prediksi positif untuk hasil tes positif rendah (10-30%).

Terapi akan berlebihan bila dilakukan skrining dan terapi sekaligus.


Kemampuan yang amat terbatas untuk mendeteksi lesi pada endoserviks.

B. Kerangka Pemikiran
Penyebab dan faktor risiko
Pemeriksaan DNA HPV
Pengetahuan tentang kanker serviks
Pencegahan
Kolposkopi
Deteksi dini
Pap Smear

Tes IVA

Pengetahuan
tentang tes IVA

Keterangan :

Tidak diteliti Perilaku

: Diteliti commit to user Melakukan Tes IVA


Tidak melakukan Tes IVA

:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a3c0
.id

C. Hipotesis

. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia

Subur (PUS) tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes

Inspeksi Visual Asetat (IVA) di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah,

Surakarta.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id id

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Desain penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan

cross sectional.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah,

Surakarta. Penelitian ini dijadwalkan akan dimulai pada minggu ke-1

hingga minggu ke-4 bulan Desember tahun 2012.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi target

Populasi target dalam penelitian ini adalah wanita Pasangan

Usia Subur (PUS) yang pernah atau sedang memeriksakan diri di

Klinik Kesehatan Ibu dan Anak Puskesmas Sangkrah, Surakarta.

2. Kriteria Inklusi dan Eksklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum yang harus dimiliki

setiap subjek dari suatu populasi target yang akan diteliti (Nursalam,

2003). Adapaun kriteria inklusi sampel yang akan diteliti yaitu:

a. Wanita Pasangan Usia Subur usia 15-49 tahun

b. Tidak buta huruf

c. Sedang dalam keadaan sehat dan tidak terganggu jiwanya


commit to user

31
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a3c
2.id

d. Bersedia menjadi responden dan telah menandatangani informed

consent

Kriteria eksklusi adalah keadaan yang menyebabkan subjek

memenuhi kriteria inklusi tetapi tidak dapat diikutsertakan dalam

penelitian (Nursalam, 2003). Adapaun kriteria eksklusi dalam

penelitian ini adalah:

a. Tenaga medis

b. Mahasiswa di bidang kesehatan.

3. Sampel dan Teknik Sampling

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan

menggunakan simple random sampling (SRS).

Penetapan jumlah sampel dengan menggunakan rumus

Notoatmodjo (2005) dimana jumlah populasi target adalah 857

orang.

N
顈 1 Nd
857
顈 1 857 0,1
顈 89,6 90 orang
n : jumlah sampel yang akan diteliti

N : jumlah populasi

d : tingkat kepercayaan dan ketepatan 10% (0,1)

Berdasarkan perhitungan di atas diperoleh sampel sebanyak 90

responden.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a3c
3.id

D. Rancangan Penelitian
Populasi

Kriteria Inklusi/ Eksklusi

Simple Random Sampling

Sampel

Tingkat Pengetahuan Baik Tingkat Pengetahuan Sedang Tingkat Pengetahuan Kurang

Pemanfaatan Pelayanan Tes IVA

Pemanfaatan + Pemanfaatan -

Analisis Data

E. Definisi Operasional, Variabel Penelitian, dan Skala Pengukuran

1. Variabel Bebas

Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks adalah kemampuan

responden dalam memahami kanker serviks yang dinilai menggunakan

kuesioner (Lampiran 1). Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks

dibagi menjadi kategori rendah (skor 0-14), sedang (skor 15-20) dan

tinggi (skor 21-30).


c o m m i t t o user
Skala pengukuran variabe l : o rd i n a l
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a3c
4.id

2. Variabel Terikat

Pemanfaatan pelayanan tes IVA merupakan suatu tindakan yang

dilakukan wanita Pasangan Usia Subur dalam menyikapi adanya

pelayanan tes IVA. Pemanfaatan tes IVA dikategorikan menjadi 2 yaitu

memanfaatkan layanan dan tidak memanfaatkan layanan yang dinilai dari

jawaban atas pertanyaan dalam kuesioner (Lampiran 1) dan dikonfirmasi

dengan data dari Puskesmas Sangkrah. Jika terdapat perbedaan, maka

data yang dipakai adalah data dari Puskesmas.

Skala pengukuran variabel: nominal

3. Variabel Luar

Variabel luar (tidak dikendalikan) yang mempengaruhi hasil penelitian ini adalah

tingkat pendidikan, paparan informasi, dan pengalaman.

F. Metode dan Alat Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Untuk bisa melakukan pencuplikan sampel dengan teknik SRS,

diperlukan sampling frame (kerangka sampel) terlebih dahulu.

Sampling frame diperoleh dari Puskesmas Sangkrah, berupa data wanita

usia subur di Wilayah Kerjanya. Pencuplikan acak dari sampling frame

dilakukan dengan bantuan program SPSS. Sesuai ukuran sampel yang

telah ditetapkan, individu yang terpilih akan menjadi sampel

(responden) penelitian.

commit to
user
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data pada

penelitian ini adalah dengan pemberian kuesioner pada responden

penelitian. Data primer diperoleh peneliti secara langsung dari

responden dengan menggunakan kuesioner yang berisi pertanyaan yang

berhubungan dengan kanker serviks. Sebelum kuesioner diberikan

kepada responden, responden diberikan penjelasan tentang tujuan

penelitian kemudian diminta kesediaan untuk tanda tangan pada lembar

persetujuan. Peneliti datang sendiri ke responden yang berada di

Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah Surakarta dan selama mengisi

kuesioner didampingi oleh peneliti, bila ada yang tidak jelas maka dapat

ditanyakan kepada peneliti.

2. Instrumen

Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini

adalah kuesioner yang meliputi pertanyaan-pertanyaan berkaitan

dengan tingkat pengetahuan mengenai kanker serviks dan pemanfaatan

pelayanan tes IVA. Kuesioner yang dipakai adalah modifikasi dari

kuesioner penelitian berjudul Tingkat Pengetahuan dan Sikap Petugas

Kesehatan terhadap Bahaya Kanker Serviks di Rumah Sakit Pelabuhan

Medan Belawan (Hisworo, 2010) dan penelitian berjudul Pengetahuan

dan Sikap Wanita yang Telah Menikah terhadap Pemeriksaan IVA

untuk Mendeteksi Kanker Leher Rahim di Puskesmas Medan Area

Selatan (Ningsih, 2011). Beberapa item pertanyaan ditambahkan sesuai

dengan teori yang ada seputar kanker serviks.


3. Uji Coba Instrumen

Sebelum instrumen digunakan dilakukan uji coba terlebih dahulu

yaitu dengan pengujian validitas dan reliabilitas.

a. Uji Validitas Instrumen

Menurut Notoatmodjo (2002), validitas adalah suatu indeks

yang menunjukkan alat ukur itu benar-benar mengukur apa yang

seharusnya diukur. Kuesioner tentang kanker serviks yang telah

dimodifikasi akan dibagikan kepada sekelompok individu yang

memiliki kesamaan dengan sampel penelitian, dalam hal ini

kuesioner diujicobakan kepada wanita Pasangan Usia Subur di

Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan, Surakarta. Uji validitas

dilakukan dengan penghitungan korelasi item-total dengan bantuan

sofware SPSS 21.0 for Windows. Korelasi item-total (item-total

correlation) menilai konsistensi internal alat ukur dengan

mengorelasikan masing-masing item dan total pengukuran, minus

item yang bersangkutan. Karena dikurangi dengan item yang

bersangkutan, maka korelasi item-total disebut juga korelasi item-

sisa (item-rest correlation). Prinsipnya, suatu item dapat digunakan

dalam alat ukur jika memiliki korelasi item-total > 0,20. Item yang

berkorelasi lebih rendah hendaknya disingkirkan, atau ditulis ulang.

Tetapi item yang berkorelasi terlalu tinggi (> 0,90) juga perlu

dicermati karena mungkin merupakan akibat dari redundansi


(duplikasi) pengukuran, sehingga salah satu item perlu disingkirkan

(Murti, 2011).

b. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Uji reliabilitas

dilakukan untuk menguji item pertanyaan yang telah dilakukan uji

validitasnya. Data dikatakan reliabel jika nilai Alpha Cronbach ≥

0,60. Apabila nilai yang diperoleh di bawah angka kritis, maka

kuesioner tersebut tidak reliabel sebagai alat ukur (Ghozali, 2006).

G. Metode Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Metode Pengolahan Data

Pada penelitian ini, data yang sudah dikumpulkan diolah sedemikian

rupa sehingga jelas sifat-sifat yang dimiliki oleh data tersebut. Adapun

langkah-langkah pengolahan data sebagai berikut:

a. Entry data

Kuesioner yang telah diisi oleh responden terlebih dahulu

diperiksa untuk mengecek kebenaran data berdasarkan pengisian

kuesioner. Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan

kelengkapan data yang ada terutama dalam kelengkapan data

kuesioner.
b. Skoring

Pada tahap ini dilakukan penilaian pada data yaitu untuk skor

pengetahuan kanker serviks. Untuk masing-masing item

pertanyaan diberi nilai 1 jika jawaban responden benar, dan diberi

nilai 0 jika jawaban salah. Selanjutnya dilakukan perhitungan skor

total untuk tiap responden.

c. Coding

Dilakukan dengan memberi tanda pada masing-masing jawaban

dengan kode berupa angka, sehingga memudahkan proses

pemasukan data di komputer. Dalam hal ini, tingkat pengetahuan

mengenai kanker serviks dikode sebagai 2 (tinggi), 1 (sedang),

dan 0 (rendah). Pemanfaatan pelayanan Tes IVA dikode sebagai

1 (memanfaatkan) dan 0 (tidak memanfaatkan).

d. Cleaning

Cleaning adalah kegiatan pengecekan kembali data penelitian,

apakah ada kesalahan dalam entry, skoring dan coding. Kesalahan

dapat terjadi pada saat data diproses ke dalam komputer.

e. Processing

Processing adalah proses pengolahan data agar dapat dianalisis

secara statistik.
2. Analisis Data

Analisis data terdiri dari analisis deskriptif dan analitik. Analisis

deskriptif menjelaskan karakter sampel penelitian, sedangkan analisis

analitik terdiri dari analisis univariat dan bivariat.

a. Analisis Univariat

Analisis ini digunakan untuk mendeskripsikan frekuensi dan

persentase masing-masing variabel, baik variabel bebas maupun

variabel terikat.

b. Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk menjelaskan hipotesis hubungan

variabel bebas dengan variabel terikat. Hubungan antara variabel

bebas (tingkat pengetahuan kanker serviks) dengan variabel

terikat (pemanfaatan pelayanan tes IVA) dianalisis dengan uji χ 2.

Dari hasil analisis ini dapat ditetapkan apakah hipotesis penelitian

(Ha) diterima. Ha diterima jika nilai p lebih kecil dari 0,1 (α =

0,1).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a4c.
0 id

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner

Analisis uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 20 wanita

Pasangan Usia Subur di Ngoresan, Kecamatan Jebres, Surakarta. Corrected

Item-Total Correlation menunjukkan validitas suatu item dalam kuesioner

sedangkan Cronbach’s Alpha if Item Deleted menunjukkan reliabilitasnya.

Prinsipnya, suatu item dapat digunakan dalam alat ukur jika memiliki korelasi

item-total > 0,20. Item yang berkorelasi lebih rendah hendaknya disingkirkan

(Murti, 2011). Pada uji validitas, dapat dilihat bahwa terdapat 3 (tiga) item

yang memiliki nilai korelasi item-total < 0,20 yaitu item nomor 15 (Pada

stadium awal kanker leher rahim, penderita mengalami pendarahan), 21 (Anda

dapat menjalani tes IVA kapan saja dalam siklus menstruasi), dan 30 (Anda

dapat melakukan tes IVA di praktek dokter umum) sehingga ketiga item

tersebut dikeluarkan dari kuesioner.

Analisis reliabilitas sebelum menyingkirkan 3 item yang tidak valid dari

33 item keseluruhan dalam kuesioner menunjukkan nilai alpha Cronbach

sebesar 0,867. Sedangkan setelah 3 item tersebut dikeluarkan, nilai alpha

Cronbach naik menjadi 0,904.

Hasil analisis selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

commit to user
40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a4c
1.id

B. Karakteristik Subjek Penelitian

Dari kuesioner yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya dan diberikan

kepada 90 responden, dilakukan analisisis tentang karakteristik subjek

penelitian. Karakteristik responden berdasar umur disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur

Umur (tahun) Frekuensi Persentase (%)


<20 3 3,3
20-30 22 24,4
30-40 45 50,0
>40 20 22,2
Total 90 100,0

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 45

orang (50%) berusia antara 30-40 tahun. Kemudian sebanyak 22 orang

(24,4%) berusia antara 20-30 tahun. Selebihnya yaitu sebanyak 20 orang

(22,2%) berusia lebih dari 40 tahun dan hanya 3 orang (3,3%) yang berusia

kurang dari 20 tahun.

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase (%)


SD-SMP 37 41,1
SMA 46 51,1
Perguruan Tinggi 7 7,8
Total 90 100,0

Tabel 4.2 yang memperlihatkan distribusi frekuensi responden menurut

tingkat pendidikan formal mceonmumnjiut ktokaunsebr ahwa sebagian

besar responden
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a4c
2.id

yaitu sebanyak 46 orang (51,1%) memiliki pendidikan terakhir SMA.

Selebihnya yaitu sebanyak 37 orang (41,1%) pendidikan terakhirnya adalah

SD-SMP dan sebanyak 7 orang (7,8%) memiliki pendidikan terakhir

Perguruan Tinggi.

C. Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks

Hasil pengukuran tingkat pengetahuan tentang kanker serviks disajikan

dalam Tabel 4.3 berikut ini.

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan

tentang Kanker Serviks

Tingkat
Frekuensi Persentase (%)
Pengetahuan
Sedang 55 61,1
Tinggi 35 38,9
Total 90 100,0

Tabel 4.3 memperlihatkan pembagian responden menurut tingkat

pengetahuan tentang kanker serviks. Dapat dilihat bahwa sebagian besar

responden yaitu sebanyak 55 orang (61,1%) memiliki tingkat pengetahuan

yang sedang. Selebihnya yaitu sebanyak 35 orang (38,9%) memiliki tingkat

pengetahuan yang tinggi.

Tingkat pengetahuan responden tentang kanker serviks berdasarkan umur

disajikan dalam Tabel 4.4.

commit to
user
Tabel 4.4 Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan tentang Kanker

Serviks dengan Umur

Tingkat
Umur (tahun)
Pengetahuan <20 20-30 30-40 >40 Total
Frekuensi 3 17 23 12 55
Sedang
Persentase (%) 5,5 30,9 41,8 21,8 100
Frekuensi 0 5 22 8 35
Tinggi
Persentase (%) 0 14,3 62,9 22,9 100
Frekuensi 3 22 45 20 90
Total
Persentase (%) 3,3 24,4 50,0 22,2 100

Tabel 4.4 menyajikan data yang menunjukkan jumlah responden dengan

tingkat pengetahuan tinggi yang berusia 30-40 tahun adalah 22 orang (62,9%)

dan yang berusia lebih dari 40 tahun sebanyak 8 orang (22,9%). Sedangkan

yang berusia 20-30 tahun sebanyak 5 orang (14,3%) dan tidak ada responden

dengan tingkat pengetahuan tinggi berusia kurang dari 20 tahun. Responden

yang memiliki tingkat pengetahuan sedang mayoritas berusia 30-40 tahun

yaitu sebanyak 23 orang (41,8%), yang berusia 20-30 tahun sebanyak 17

orang (30,9%) dan yang berusia lebih dari 40 tahun sebanyak 12 orang

(21,8%). Sedangkan yang berusia di bawah 20 tahun hanya sebanyak 3 orang

(3.3%).

Tingkat pengetahuan responden tentang kanker serviks berdasarkan

tingkat pendidikan disajikan dalam Tabel 4.5.


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a4c
4.id

Tabel 4.5 Tabulasi Silang antara Tingkat Pengetahuan tentang Kanker

Serviks dengan Tingkat Pendidikan

Tingkat Tingkat Pendidikan


Pengetahuan SD- SMA PT Total
SMP
Frekuensi 21 32 2 55
Sedang
Persentase (%) 38,2 58,2 3,6 100
Frekuensi 16 14 5 35
Tinggi
Persentase (%) 45,7 40 14,3 100
Frekuensi 37 46 7 90
Total
Persentase (%) 41,1 51,1 7,8 100

Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa jumlah responden dengan tingkat

pengetahuan tinggi yang memiliki pendidikan terakhir SD-SMP adalah 16

orang (45,7%), yang memiliki pendidikan terakhir SMA sebanyak 14 orang

(40%) dan selebihnya sebanyak 5 orang (14,3%) memiliki pendidikan

terakhir Perguruan Tinggi. Responden yang memiliki tingkat pengetahuan

sedang mayoritas memiliki pendidikan terakhir SMA yaitu sebanyak 32 orang

(58,2%), yang memiliki pendidikan terakhir SD-SMP sebanyak 21 orang

(38,2%), sedangkan yang memiliki pendidikan terakhir Perguruan Tinggi

hanya sebanyak 2 orang (3.6%).

D. Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA)

Data mengenai distribusi responden berdasarkan pemanfaatan pelayanan

Tes IVA disajikan dalam Tabel 4.6.

commit to
user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a4c5
.id

Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pemanfaatan

Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA)

Pemanfaatan Pelayanan
Frekuensi Persentase (%)
Tes IVA
Tidak 56 62,2
Ya 34 37,8
Total 90 100,0

Tabel 4.6 memperlihatkan pembagian responden menurut pemanfaatan

pelayanan tes IVA. Dapat dilihat bahwa 34 responden (37,8%) memanfaatkan

pelayanan tes IVA. Selebihnya yang tidak memanfaatkan pelayanan tes IVA

ada sebanyak 56 responden (62,2%).

Hasil analisis pemanfaatan pelayanan tes IVA berdasarkan umur

disajikan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Tabulasi Silang antara Pemanfaatan Pelayanan Tes IVA dengan

Umur

Pemanfaatan Pelayanan
Umur (tahun)
Tes IVA <20 20-30 30-40 >40 Total
Frekuensi 3 19 28 6 56
Tidak
Persentase (%) 5,4 33,9 50 10,7 100
Frekuensi 0 3 17 14 34
Ya
Persentase (%) 0 8,8 50 41,2 100
Frekuensi 3 22 45 20 90
Total
Persentase (%) 3,3 24,4 50,0 22,2 100

Hasil analisis pemanfaatan pelayanan tes IVA berdasarkan tingkat

pendidikan disajikan pada Tabel 4.8.


commit to
user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a4c5
.id

commit to
user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a4c
6.id

Tabel 4.8 Tabulasi Silang antara Pemanfaatan Pelayanan Tes IVA dengan

Tingkat Pendidikan

Pemanfaatan Pelayanan Tingkat Pendidikan


Tes IVA SD- SMA PT Total
SMP
Frekuensi 18 35 3 56
Tidak
Persentase (%) 32,1 62,5 5,4 100
Frekuensi 19 11 4 34
Ya
Persentase (%) 55,9 32,4 11,8 100
Frekuensi 37 46 7 90
Total
Persentase (%) 41,1 51,1 7,8 100

E. Hubungan Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks dengan

Pemanfaatan Pelayanan Tes Inspeksi Visual Asetat (IVA)

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan

antara tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur (PUS) dengan

pemanfaatan pelayanan Tes IVA. Hasil analisis ditampilkan dalam Tabel 4.9.

Tabel 4.9 Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Wanita PUS tentang

Kanker Serviks dengan Pemanfaatan Pelayanan Tes IVA

Tingkat Pemanfaatan Pelayanan Tes


Uji Statistik
Pengetahuan IVA
Frekuensi Persentase (%) χ2 p
Sedang (n = 55) 14 25,5
9,137 0,003
Tinggi (n = 35) 20 57,1

Pada Tabel 4.9 disajikan hasil-hasil analisis bivariat hubungan antara

tingkat pengetahuan wanita PUS tentang kanker serviks dengan pemanfaatan

pelayanan tes IVA. Diketahuicboamhmwiat dtoarui s5e5r responden yang memiliki

tingkat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a4c
7.id

pengetahuan sedang, ada 14 responden (25,5%) yang memanfaatkan

pelayanan tes IVA. Adapun dari 35 responden yang memiliki tingkat

pengetahuan tinggi, ada 20 responden (57,1%) yang memanfaatkan pelayanan

tersebut. Pengujian statistik menghasilkan nilai uji statistik (χ 2) sebesar 9,137

dengan signifikansi (p) sebesar 0,003. Nilai p < 0,1 berarti bahwa pada taraf

kepercayaan 90% atau tingkat signifikansi 10% hubungan kedua variabel

signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat

pengetahuan wanita PUS tentang kanker serviks dengan pemanfaatan

pelayanan tes IVA di Puskesmas Sangkrah, Surakarta.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id d

BAB V

PEMBAHASAN

A. Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Tingkat Pengetahuan tentang Kanker

Serviks

Alat ukur (instrumen) yang baik harus mengukur dengan benar (valid) dan

konsisten (reliabel) (Murti, 2011). Oleh sebab itu, uji validitas dan reliabilitas alat

ukur dalam hal ini berupa kuesioner sangat penting dilakukan sebelum penelitian.

Dari segi validitas isi, telah terdapat kesesuaian antara item-item pertanyaan

dalam kuesioner dengan isi dari variabel tingkat pengetahuan tentang kanker

serviks sebagaimana dimaksudkan oleh peneliti. Pada uji validitas (Lampiran 2),

dapat dilihat bahwa terdapat 3 (tiga) item yang memiliki nilai korelasi item-total <

0,20. Ketiga item ini dikeluarkan dari kuesioner karena suatu item yang

berkorelasi < 0 ,20 berarti tidak valid. Jika ada item yang berkorelasi terlalu tinggi

(> 0,90) juga perlu dicermati karena mungkin merupakan akibat dari duplikasi

pengukuran, sehingga salah satu item perlu disingkirkan (Murti, 2011). Pada tabel

hasil uji validitas tidak ditemukan adanya item yang berkorelasi terlalu tinggi,

sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi duplikasi pengukuran pada

kuesioner.

Alpha Cronbach merupakan koefisien konsistensi internal yang paling

sering digunakan untuk analisis reliabilitas. Cutoff minimal alpha Cronbach untuk

sebuah alat ukur adalah 0,60. Sejumlah penulis menggunakan cutoff 0,70 untuk

mengklasifikasi konsistensi intercnoaml msietbtaogauisemr emadai, dan 0,80

sebagai baik

48
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a4c9
.id

(Murti, 2011). Setelah menyingkirkan 3 item yang tidak valid dari 33 item

keseluruhan dalam kuesioner, nilai alpha Cronbach mengalami peningkatan dari

0,867 menjadi 0,904. Hal ini menunjukkan bahwa reliabilitas kuesioner semakin

baik dan memiliki konsistensi internal yang tinggi. Alat ukur yang konsisten

secara internal dan stabil dapat digunakan kembali pada penelitian selanjutnya dan

akan memberikan hasil yang juga signifikan dengan kondisi-kondisi yang identik.

Secara keseluruhan, kuesioner tingkat pengetahuan tentang kanker serviks

yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan oleh peneliti lain dalam

penelitian yang berhubungan dengan tingkat pengetahuan tentang kanker serviks

karena validitas dan reliabilitasnya cukup baik.

B. Karakteristik Sosiodemografis Responden

Responden yang berusia kurang dari 20 tahun berjumlah 3 (3,3%). Usia 20

sampai dengan 30 tahun berjumlah 22 responden (24,4%) dan usia 30 hingga 40

tahun berjumlah 45 responden (50%). Sedangkan yang berusia lebih dari 40

tahun berjumlah 20 responden (22,2%). Karena sampel diambil dengan teknik

simple random sampling, maka setiap orang yang berada pada batasan usia 15-49

tahun dan masuk kriteria inklusi dapat dijadikan responden. Persentase responden

berusia 30-40 tahun yang tinggi ini sesuai dengan proporsi wanita Pasangan Usia

Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah. Menurut data dari Petugas

Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) Kecamatan Pasar Kliwon, di Wilayah

Kerja Puskesmas Sangkrah terdapat 1,04% wanita PUS berusia kurang dari 20

tahun, 16,08% berusia 20-29 tahun, dan 82,88% berusia 30-49 tahun .
commit to
user
Distribusi frekuensi responden menurut tingkat pendidikan formal

menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 46 orang (51,1%)

memiliki pendidikan terakhir SMA. Hasil ini menunjukkan bahwa pada umumnya

wanita Pasangan Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sangkrah memiliki

tingkat pendidikan yang cukup baik.

C. Tingkat Pengetahuan tentang Kanker Serviks dan Pemanfaatan Pelayanan

Tes IVA

Sebagian besar responden yaitu sebanyak 55 orang (61,1%) memiliki

tingkat pengetahuan yang sedang, selebihnya yaitu sebanyak 35 orang (38,9%)

memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Mengingat tidak adanya responden

yang memiliki tingkat pengetahuan rendah maka dapat dikatakan bahwa secara

keseluruhan tingkat pengetahuan wanita Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah

Kerja Puskesmas Sangkrah Surakarta sudah termasuk baik. Hal ini disebabkan

sudah cukup baiknya sosialisasi yang dilakukan pihak Puskesmas Sangkrah,

Surakarta maupun pihak lain, misalnya Rotary Club Solo Kartini. Hal ini juga

dapat disebabkan terlalu rendahnya cutoff tingkat pengetahuan rendah, sehingga

responden yang sebenarnya memiliki tingkat pengetahuan rendah diklasifikasikan

menjadi tingkat pengetahuan sedang. Dengan pengetahuan yang baik mengenai

kanker serviks maka terdorong oleh pemahaman tentang pentingnya deteksi dini

kanker ini, wanita PUS akan memanfaatkan pelayanan tes IVA.

Dari 55 responden dengan tingkat pengetahuan sedang, 23 di antaranya

(41,8%) berusia 30-40 tahun. Sedangkan mayoritas responden dengan tingkat


perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a5c
1.id

pengetahuan tinggi (62.9%) juga berusia 30-40 tahun. Hal ini dimungkinkan

karena tingginya persentase reponden dengan rentang usia 30-40 tahun yaitu 50%.

Sebagian besar responden dengan tingkat pengetahuan kanker serviks

sedang memiliki pendidikan terakhir SMA. Sedangkan persentase terbesar

(45,7%) responden dengan tingkat pengetahuan kanker serviks tinggi memiliki

pendidikan terakhir SD-SMP. Namun jika dilihat lebih cermat, proporsi

responden berpengetahuan kanker serviks tinggi dengan pendidikan terakhir

Perguruan Tinggi tetap menunjukkan angka paling tinggi (71, 4%). Sedangkan

proposi responden yang memiliki pendidikan terakhir SD-SMP sebesar 43,2% dan

pendidikan terakhir SMA sebesar 30,4%. Tingkat pendidikan formal sebenarnya

tidak memiliki pengaruh langsung terhadap pengetahuan tentang kanker serviks

mengingat disiplin ilmu yang dipelajari bukan mengenai kesehatan. Dalam

penelitian ini tenaga medis dan mahasiswa di bidang kesehatan merupakan

kriteria eksklusi. Namun memang tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan yang

tinggi akan mendorong tingginya kemampuan belajar (tingkat pemahaman akan

sesuatu) dan luasnya wawasan yang merupakan faktor penting terbentuknya atau

meningkatnya pengetahuan tentang kanker serviks.

Cakupan pelaksanaan skrining kanker serviks di Indonesia belum mencapai

5%, jauh dari target ideal sebesar 80% (Samadi, 2011). Responden yang

memanfaatkan pelayanan tes IVA berjumlah 34 (37,8%) sedangkan yang tidak

memanfaatkan pelayanan tes IVA ada berjumlah 56 responden (62,2%).

Persentase responden yang memanfaatkan pelayanan tes IVA dalam penelitian ini
commit to user
sudah cukup tinggi, namun belum memenuhi target ideal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a5c
2.id

Sebagian besar responden yang memanfaatkan pelayanan tes IVA berusia

30-40 tahun (50%). Hal ini tidak terlepas dari tingginya persentase responden

dalam rentang usia tersebut. Sedangkan dilihat dari tingkat pendidikannya,

mayoritas responden yang memanfaatkan pelayanan tes IVA memiliki pendidikan

terakhir SD-SMP (55,9%). Banyaknya responden yang memiliki minat tinggi

untuk melakukan tes IVA meski dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan

rendah juga dipengaruhi keaktifan dalam kegiatan sosial di daerah tempat tinggal

karena banyak informasi yang didapat responden melalui kegiatan tersebut.

Setelah dianalisis didapatkan hubungan yang signifikan antara tingkat

pengetahuan dengan pemanfaatan pelayanan tes IVA (p = 0.003). Hasil ini

menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan, persentase pemanfaatan

pelayanan tes IVA semakin besar. Dengan kata lain tingkat pengetahuan tentang

kanker serviks berbanding lurus dengan pemanfaatan pelayanan tes IVA.

Responden dengan tingkat pengetahuan yang lebih tinggi akan lebih cenderung

untuk memanfaatkan pelayanan tes IVA.

Hasil ini mendukung penelitian Maharsie (2012) yang menunjukkan adanya

hubungan yang signifikan antara pengetahuan yang dimiliki dengan perilaku ibu

dalam keikutsertaannya melakukan tes IVA. Hasil ini juga memperkuat penelitian

Rahma dan Prabandari (2011) yang menunjukkan adanya hubungan yang

signifikan antara tingkat pengetahuan wanita usia subur tentang kanker serviks

terhadap minat untuk melakukan tes IVA.

commit to
user
D. Kelemahan Penelitian

Pada penelitian ini terdapat variabel yang tidak diteliti yaitu paparan

informasi dan pengalaman. Sebenarnya jika diteliti, hasilnya dapat memberikan

informasi apakah hanya tingkat pengetahuan tentang kanker serviks atau ada

variabel lain yang memiliki hubungan signifikan secara statistik dengan

pemanfaatan pelayanan tes IVA

Kelemahan lain terkait kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini

adalah tidak dilakukannya analisis faktor yang memungkinkan untuk menilai item

mana yang menginterpretasikan tingkat pengetahuan tentang kanker serviks

secara lebih spesifik meliputi definisi, etiologi, faktor risiko, serta deteksi dini.

Kuesioner hanya mampu menilai tingkat pengetahuan secara umum dan

kompleks, sehingga tidak dapat diketahui pada ranah mana responden memiliki

pengetahuan yang baik maupun kurang baik.


perpustakaan.uns.ac.id d

BAB VI

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada wanita Pasangan

Usia Subur (PUS) di Puskesmas Sangkrah, Surakarta dapat diambil

simpulan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan wanita

PUS tentang kanker serviks dengan pemanfaatan pelayanan Tes IVA di

Puskesmas Sangkrah, Surakarta di mana wanita PUS dengan pengetahuan

tentang kanker serviks tinggi, lebih cenderung untuk melakukan

pemanfaatan pelayanan tes IVA.

B. Saran

Berkenaan dengan penelitian yang telah dilakukan maka penulis

mengajukan beberapa saran sebagai berikut.

1. Perlu dilakukan penyuluhan mengenai kanker serviks dimulai dari unit

organisasi terkecil dalam masyarakat misalnya dasawisma atau Rukun

Tetangga (RT) agar pemanfaatan pelayanan tes IVA sebagai deteksi

dini kanker serviks meningkat.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan mengontrol variabel tingkat

pengetahuan mengenai kanker serviks, tingkat pendidikan, paparan

informasi, dan pengalaman terhadap pemanfaatan pelayanan tes IVA.

commit to user
54
54

Anda mungkin juga menyukai