Anda di halaman 1dari 5

TR 6 “LEVEL LITERASI MAHASISWA”

LITERASI BAHASA INDONESIA

Dosen Pengampu : Dr. Mohammad Joharis, M.Pd

Oleh :

Grac Debora Br Sembiring

2203111050

REGULER C

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
Mahasiswa dengan sederet titel dan perananya, dianggap sebagai figur penting yang bisa
memberikan kontribusi nyata terhadap kehidupan sosial. Kekuatannya sebagai seorang elite
intelektual, dituntut memberikan pemikiran-pemikiran cemerlang yang bisa dieksekusi secara
riil dalam kehidupan nyata. Ide-ide yang cemerlang sering menjadi ciri khas dari mahasiswa.
Sehingga tak salah apabila bangsa ini, menyimpan harapan besar di pundak para mahasiswa
sebagai generasi penerus, yang bisa meneruskan estafeta perjuangan bangsa.

Pohon dapat tumbuh subur jika diberi pupuk yang cukup sebagai asupan nutrisi terbaik.
Pemberian pupuk yang cukup dan rutin mampu menjaga kekuatan pohon hingga ke akarnya.
Kekokohan akar pohon dapat mencegah tumbangnya pohon yang diterpa angin. Begitu pula
yang terjadi hubungan antara mahasiswa dan dunia literasi. Literasi menjadi suplemen utama
bagi mahasiswa untuk mengembangkan daya nalar, pola pikir, dan kekritisannya. Literasi
yang terus dibudayakan mampu membuat produktivitas mahasiswa meningkat. Selain itu,
budaya literasi yang telah mendarah daging dapat dijadikan pijakan kuat hingga terhindar dari
seleksi kehidupan yang semakin kompleks.

Untuk sebagian kalangan mahasiswa, kata literasi masih terdengar begitu asing. Padahal
tanpa disadari literasi telah lekat dalam kegiatan akademik selama berkuliah. Mulai dari
membaca buku, berdiskusi tentang pelajaran atau tugas dengan teman, serta membuat tulisan.
Semua itu adalah bagian pokok dari literasi. Sayangnya, konsep ideal dari budaya literasi
belum direalisasikan secara optimal oleh para elit intelektual (baca: mahasiswa).

Menurut UNESCO pada 2012, anak-anak Eropa menamatkan 25 buku per tahun, sedangkan
Indonesia? Mencapai titik terendah, 0 persen! Tepatnya, 0,001 persen. Artinya, hanya satu
dari 1000 orang yang menamatkan satu buku, per tahun. Satu hak yang sama sekali tidak
membanggakan.

Sementara itu, menurut data dari The Organization for Economic Co-operation and
Development (OECD), budaya membaca masyarakat Indonesia berada di peringkat terendah
di antara 52 negara di Asia. Hal ini menjadi sebuah kehawatiran amat nyata untuk generasi
muda, ditengah gempuran informasi yang tak jelas asal kebenarannya.
Potret Literasi Kampus

Salah seorang tokoh, Augustinus, berkata, “Dunia adalah buku, dan mereka yang tidak
bepergian hanya membaca satu halaman”. Berdasarkan perkataan Augustinus, terlihat jelas
bahwa buku memegang peranan penting dalam memajukan suatu bangsa. Melalui buku,
masyarakat terlebih mahasiswa mampu menerobos batas-batas kehidupan dunia.

Lingkungan pendidikan tinggi merupakan tempat yang strategis untuk mengembangkan


kebiasaan membaca. Namun pada kenyatannya, harapan tersebut belum bisa terwujud secara
nyata, sebab minat baca dikalangan mahasiswa masih rendah. Realita demikian didukung
oleh data yang didapat oleh Progress in International Reading Literacy Study (PIRLS) pada
tahun 2013. Data tersebut menunjukkan tingkat membaca masyarakat Indonesia berada pada
posisi 41 dari 45 negara dari negara-negara bagian (www.srie.org).

Ruang-ruang perpustakaan kampus yang sering kali sepi juga menjadi bukti bahwa
mahasiswa belum menjadikan buku sebagai bagian penting dalam hidupnya. Sekalipun ramai
dikunjungi, kegiatan yang dilakukan tak jauh dari bermain sosial media, nyari internet gratis,
atau sekedar ngobrol biasa. Koleksi buku maupun jurnal yang minim dan tidak up to date bisa
jadi faktor utama yang membuat mahasiswa enggan datang ke perpustakaan.

Lain halnya dengan kegiatan berdiskusi. Di setiap sisi kampus kerap ditemukan dua orang
atau segerombolan muda-mudi yang bercengkrama. Topik yang dibicarakan sangat beragam,
ada yang bahasannya ringan pun sebaliknya. Umumnya perbincangan tersebut mulai dari
cerita ngalor ngidul percintaan, penemuan inovasi baru, permasalahan di organisasi,
kebijakan kampus yang memberatkan mahasiswa, hingga pembahasan solusi untuk negeri
yang selalu dilanda problema. Hal itu sering kali dilakukan oleh mahasiswa di universitas
mana pun, termasuk Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).

Sampai saat ini, tradisi diskusi di lingkungan kampus UPI cukup hidup. Hal ini terbukti
dengan adanya kegiatan kajian, diskusi publik, seminar, maupun talkshow yang
diselenggarakan oleh organisasi atau komunitas kampus. Meskipun secara keseluruhan belum
semua mahasiswa peduli untuk mau berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.

Kehidupan kampus tidak hanya terbatas pada kegiatan diskusi namun juga diwarnai oleh
kegiatan menulis. Membuat makalah, presentasi, penelitian, jurnal, esai, resume, dan
sejenisnya adalah kebiasaan rutin mahasiswa tiap harinya. Mereka juga akan diberikan tugas
akhir (baca: skripsi) sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana. Dalam pengerjaannya
membutuhkan analisis yang lebih mendalam, cara berpikir yang lebih logis dan ilmiah, serta
keterampilan menulis yang baik dalam menyajikan hasil pemikiran. Tingkat kesulitannya
tentu lebih tinggi dibanding tugas yang diberikan di jenjang sebelumnya.

Salah satu kelemahan sistem akademik kampus terletak pada pemberian tugas makalah oleh
dosen kepada para mahasiswanya. Seringkali dosen memberikan tugas tanpa disertai follow
up yang baik. Misalnya saja, ketika mahasiswa secara berkelompok diberikan tugas membuat
makalah tentang suatu topik. Kemudian pertemuan berikutnya diminta untuk presentasi,
tanya jawab, dan makalah dikumpulkan. Selesai. Mahasiswa tidak pernah tahu makalah yang
dibuatnya sudah memenuhi standar keilmiahan atau belum. Ketidaktahuan ini akan terus
berlanjut hingga kegundahan menyelimuti mahasiswa di tingkat akhir dalam penyusunan
skripsi.

Tidak semua mahasiswa mampu bergulat dengan salah satu kegiatan literasi ini. Perlu adanya
pembiasaan secara kontinyu agar bisa menguasainya. Bagi mereka yang menyenanginya,
semaksimal mungkin dapat menyelesaikan tugas tersebut sampai titik sempurna. Bahkan
mencari tahu kebenaran dalam membuat makalah. Sebaliknya, bagi mereka yang enggan
bersusah-payah hanya mengandalkan copy-paste sebagai formalitas memenuhi tugas.

Sadar Literasi adalah Solusi

Perencanaan adalah hal penting untuk mengatur strategi pencapaian cita-cita. Ketika
seseorang gagal menyusun perencanaan, sama artinya ia merencanakan sebuah kegagalan.
Hukum tersebut juga berlaku bagi para mahasiswa sebagai kunci perubahan bangsa. Mereka
harus cerdas dalam membuat rencana-rencana masa depan. Kecerdasan itu dapat berkembang
apabila literasi telah terintegrasi dalam setiap detik waktu hidup mereka. Sementara jika
kultur literasi masih “jalan di tempat”, maka mimpi menjadi agent of change hanya sekedar
utopis belaka. Harapan akan adanya perubahan dan terjaganya peradaban bangsa mustahil
dapat terwujud.

Dosen sebagai salah satu rekan diskusi mahasiswa perlu memiliki kesamaan visi dalam
memberikan penugasan. Visi untuk membiasakan mahasiswa menganalisis suatu masalah,
mengaitkannya dengan teori, mengacu pada referensi dalam maupun luar negeri, sampai pada
penyusunan penulisan yang ilmiah. Kebiasan demikian dengan sendirinya akan menjadi
budaya di kalangan mahasiswa.

Aneka potret kehidupan literasi kampus baiknya dijadikan sebagai bahan refleksi untuk
memotivasi diri. Kesadaran akan pentingnya literasi perlu dibangun mulai saat ini untuk
mewujudkan ragam mimpi. Perubahan persepsi ini menjadi titik awal untuk menjelajahi ilmu
setiap waktu. Pada akhirnya, mahasiswa mampu mendapatkan kebebasan serta kekuatan
berpikir demi sebuah kebenaran yang hakiki.

Jika zaman dulu generasi pemuda menjadi pahlawan pejuang kemerdekaan, generasi muda
khususnya mahasiswa zaman sekarang tentunya bisa menjadi pahlawan-pahlawan
pembangunan dengan pemikirannya. Melalui gagasan-gagasan yang ia kembangkan,
mahasiswa harus mampu memecahkan segudang permasalahan negri yang semakin hari
semakin menyayat hati nurani. Disaat bahaya disintegrasi bangsa mengancam, para
mahasiswa harus menjadi agen-agen perubahan yang mengkampanyekan semangat
perubahan, semangat perdamaian, semangat persatuan dan kesatuan bangsa.

Anda mungkin juga menyukai