Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH HUKUM PIDANA C

“PERINGANAN PIDANA”

Disusun oleh:

Kayara Iqlarinta Dadiarto

200710101160

PERGURUAN TINGGI UNIVERSITAS JEMBER

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada beberapa kasus yang terjadi di masyarakat, ada istilah “peringanan pidana”.
Pembentukan undang-undang telah membuat sejumlah ketentuan yang bersifat khusus, baik
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana maupun di dalam perundang, undangan
lainnya, di dalam keadaan dimana ketentuan-ketentuan pidana yang ada itu dianggap sebagai
tidak dapat diberlakukan, hingga penuntut umum pun tidak dapat melakukan penuntutan
terhadap seorang pelaku yang telah dituduh melanggar ketentuan-ketentuan pidana tersebut,
dan apabila penuntut umum telah melakukan penuntutan terhadap seorang pelaku yang telah
dituduh melanggar ketentuan-ketentuan pidana yang termaksud diatas, maka hakim pun tidak
dapat mengadili pelaku tersebut, oleh karena itu disitu terdapat sejumlah keadaan-keadaan
yang telah membuat tindakan dari pelaku itu menjadi tidak bersifat melawan hukum ataupun
yang telah membuat pelakunya itu menjadi tidak dapat dipersalahkan atas tindakan-
tindakannya, karena pada diri pelaku tidak terdapat sesuatu unsur schuld.

Keadaan-keadaan khusus tersebutlah yang masih menjadi tanda tanya besar dalam
kalangan masyarakat. Apa yang menjadi alasan atau dasar daripada tindakan tersebut harus
disampaikan dengan jelas kepada masyarakat. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan
dibahas mengenai apa yang membuat terjadinya peringanan pidana dalam hukum pidana
serta dasarnya.

B. RUMUSAN MASALAH

Dalam makalah ini dapat dirumuskan beberapa masalah pokok yang diuraikan yaitu:

1) Pengertian peringanan pidana dan dasar peringanan pidana.


2) Apa yang membuat terjadinya peringanan pidana.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Peringanan Pidana Dan Dasar Peringanan Pidana

Dasar peringanan pidana terjadi ketika seseorang telah memenuhi semua unsur tindak
pidana, akan tetapi terdapat alasan yang membuat pelaku diancam dengan hukuman yang
lebih ringan dari yang semestinya. Dasar peringanan pidana ini terbagi menjadi dua, yaitu
peringanan pidana umum dan peringanan pidana khusus.

Untuk dasar peringanan pidana yang umum, terdapat pasal yang mengaturnya, yaki orang
yang belum cukup umur yang dapat dipidana dalam Pasal 45 KUHP, sekarang terdapat Pasal
26-28 Undang-Undang Nomer 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Pada prinsipnya,
anak-anak dapat dimintai pertanggungjawaban. Akan tetapi, tidak secara penuh sebab
pemberian hukuman bagi anak itu tujuannya bukan semata-mata untuk menghukum tetapi
lebih untuk mendidik kembali dan memperbaiki dengan memperhatikan masa depan dan
kepentingan sang anak. Maka dari itu, menurut Undang-Undang Nomer 3 Tahun 1997,
seorang anak yang dapat dimintai pertanggungjawabannya dapat dikenai pidana maksimal
setengah dari maksimal ancaman pidana bagi orang dewasa.

Sedangkan untuk dasar peringanan pidana yang kusus, terdapat di dalam rumusan delik
itu sendiri, seperti halnya dalam Pasal 308 KUHP, 341 KUHP, 342 KUHP.

B. Alasan Yang Dapat Meringankan Pidana


Terdapat beberapa hal-hal yang dapat meringankan pidana, yaitu:
1) Terdakwa belum pernah dihukum.
2) Terdakwa belum sempat menikmati daripada hasil kejahatannya.
3) Terdakwa relatif masih muda, sehingga diharapkan dapat memperbaiki perbuatannya
dimasa yang akan datang.
4) Terdakwa bersikap sopan dan mengakui terus terang perbuatannya sehingga
memperlancar jalannya proses persidangan.
5) Terdakwa mempunyai istri dan beberapa anak yang masih kecil dan membutuhkan
perawatan.
6) Terdakwa sudah berusia lanjut (60 tahun) dan sering sakit-sakitan.
7) Terdakwa terbukti hanya merupakan peserta yang pasif dan hanya melakukan peran
kecil dalam pelaksanaan kejahatan.
8) Korban adalah yang sebenarnya memancing terjadinya keributan.
9) Motif dari kejahatan yang dilakukan terdakwa adalah keinginan untuk memenuhi
kebutuhan keluarganya atau dirinya sendiri.
10) Perbuatan terdakwa merupakan ekspresi daripada keresahan masyarakat terhadap
perilaku korban.
11) Terdakwa mengira bahwa ia memiliki hak atas barang yang diambilnya atau percaya
bahwa tindakannya adalah tidak melanggar hukum.
12) Terdakwa dengan sukarela mengakui atas kejahatan yang dilakukannya sebelum
tertangkap atau pada waktu pemeriksaan baru saja dimulai.
13) Korban memperoleh ganti kerugian dari terdakwa secara sukarela.
14) Terdakwa setelah melakukan kejahatannya degan sukarela menyerahkan diri kepada
pihak yang berwajib.
15) Terdakwa dengan sukarela telah memberikan ganti kerugian kepada saksi korban.
16) Terdakwa secara sukarela telah memperbaiki / mengganti atas kerusakan daripada
perbuatannya.
17) Kejahatan yang dilakukan terdakwa terjadi karena keguncangan jiwa yang sangat
hebat sebagai akibat dari keadaan pribadi atau keluarga yang sangat berat.
18) Bahwa timbulnya tindakan pidana in case turut dilator belakangi oleh perbuatan saksi
korban.
19) Uang hasil pembayaran SPPT PBB tersebut tidak dipergunakan untuk kepentingan
pribadi terdakwa semata, melainkan digunakan juga untuk menanggulangi wajib
pajak yang menunggak dan sudah disetorkan.
20) Terdakwa merupakan satu-satunya tulang punggung ekonomi bagi keluarganya.
21) Terdakwa sedang mengandung dengan usia kehamilan kurang lebih 3 bulan.
22) Antara terdakwa dan saksi korban secara musyawarah dan mufakat telah melakukan
perdamaian secara tertulis.
23) Saksi krban didepan persidangan telah memaafkan perbuatan terdakwa dan secara
lisan memohon keringanan hukuman bagi terdakwa.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Menurut Pasal 45 KUHP ialah hal yang memperingankan pidana ialah sebab si pembuat
adalah seorang anak yang umurnya belum mencapai 16 tahun. Peringanan pidana menurut
Undang-Undang Nomer 3 Tahun 1997 dasar peringanan pidana umum ialah sebab perbuatan
anak (disebut nakal) yang umurnya telah 8 tahun tetapi belum 18 tahun dan belum kawin. Jika
hal itu terbukti bersalah maka hakim dapat menjatuhkan satu dari dua kemungkinan yaitu
menjatuhkan pidana atau tindakan.
DAFTAR PUSTAKA

 Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta 008


 Jurnal KPK “Hukum dan Sistem Peradilan Pidana”
 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
 Undang-Undang Nomer 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak
 Artikel Referensi Hukum, 2014

Anda mungkin juga menyukai