Anda di halaman 1dari 25

Sl 9 PERAWATAN PERFORASI SINUS MAKSILARIS

ALAT:

1. Dental unit
2. Manikin untuk oroantral komunikasi
3. Alat standar
4. Raspotarium
5. Neddle holder
6. Gunting bedah

BAHAN:

1. Masker
2. Handschoen
3. Tampon
4. Alcohol
5. Povidone iodine
6. Spuit 3 cc
7. Pehacain
8. Kapas
9. Kassa
10. Gelatin sponge
11. Benang silk 4.0
12. Jarum no 17 cutting

PERAWATAN PERFORASI SINUS MAKSILARIS

Sinus maksilaris atau antrum highmore, adalah rongga yang terdapat di dalam tulang maksila.
Secara anatomis hubungannya dengan akar gigi- gigi posterior hanya dibatasi oleh tulang yang
tipis. Mengingat hubungan anatomi antara sinus dengan rongga mulut, maka tidak jarang dalam
praktek sehari-hari ditemukan terjadinya perforasi sinus, yang mengakibatkan terjadinya
hubungan antara rongga mulut dengan sinus, dengan akibat lanjut antara lain terjadinya sinusitis
maksilaris Perforasi sinus maksilaris, atau yang biasa disebut komunikasi oroantral merupakan
salah satu komplikasi umum yang sering terjadi pada prosedur ekstraksi gigi posterior rahang
atas terutama pada gigi molar dan premolar. Hal ini dikarenakan kedekatan anatomis antara
apeks akar gigi posterior rahang atas dengan dasar sinus maksilaris, akibat tindakan yang tidak
hati-hati dan penggunaan elevator dengan tekanan yang berlebihan ke arah superior dalam upaya
pengambilan fragmen atau ujung akar gigi molar dan premolar kedua atas melalui alveolus dapat
menyebabkan terbentuknya lubang antara antrum dengan rongga mulut. Oroantral fistula yang
terjadi segera setelah tindakan pencabutan, (Komunikasi oroantral) apabila kecil (< 2 mm ) dan
segera dilakukan perawatan dengan cepat dan benar cenderung sembuh spontan karena adanya
proses pembekuan darah yang mampu menutup pembukaan yang terjadi, sedangkan oroantral
fistula yang yang berdiameter > 6 mm segera memerlukan tindakan operasi. Jika tidak, tidak
segera ditangani, maka kemungkinan terjadinya fistula oroantral sangat tinggi, sehingga lubang
yang terbentuk bertahan lebih lama, dan traktus akan mengalami epitelisasi, dan jika berlanjut
dapat menyebabkan terjadinya infeksi. Perawatan yang tidak benar, menyebabkan infeksi dapat
menyebar ke arah sinus melaui lubang oroantaral sehingga dapat menyebabkan terjadinya
sinusitis maksilaris. Etiologi Perforasi Sinus Maksilaris.

Etiologi Perforasi Sinus Maksilaris

Faktor penyebab terjadinya perforasi maksilaris dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok
besar, yakni berupa faktor sinus predisposisi dan trauma akibat tindakan bedah mulut dan gigı.
Faktor predisposisi adalah merupakan faktor-faktor lokal, yaknı keadaan sinus dan gigi beserta
jaringan sekitar yang memudahkan terjadinya perforasi sinus maksilaris, antara lain meliputi:

1. Lokasi gigi : gigi yang paling dekat hubungannya dengan sinus adalah molar pertama dan
premolar kedua rahang atas. Kemungkinan perforasi akibat pencabutan pada gigi-gigi ini, lebih
besar dibanding gigi lainnya.

2. Perluasan sinus ; perluasan dapat mencapai akar gigi sehingga antara sinus dengan apeks
hanya dibatasi oleh selapis tipis tulang dan bahkan hanya oleh mukosa sinus saja.

3. Bentuk dinding dasar antrum yang berlekuk mengikuti kontur akar gigi sehingga tulang dasar
antrum menjadi menipis

4. Kelainan pada akar gigi ; antara lain ankilosis , hipersementosis dan terjepitnya septum di
antara akar-akar gigi.

5. Destruksi terhadap dasar sinus. akibat peradangan ; peradangan periapikal, misalnya adanya
granuloma, abses periapikal dan osteomielitis yang meluas sampai ke rongga sinus. Juga adanya
peradangan di dalam sinus, misalnya sinusitis maksilaris yang dapat menyebabkan perforasi
dengan terjadinya fistula oro-antral.

6. Fraktur maksila ; fraktur yang melibatkan sinus maksilaris.

7. Implantasi geligi tiruan ; kegagalan penanaman geligi tiruan ini pada rahang atas akan
mengakibatkan nekrosis tulang alveolar sehingga dapat terjadi perforasi.

8. Adanya jaringan patologis pada ujung akar gigi seperti kista radikuler, granuloma periapikal,
dan adanya suatu neoplasia. Keradangan pada daerah periapikal mengakibatkan terjadinya
kerusakan pada struktur tulang di daerah infeksi sehingga tulang menjadi rapuh.

9. Penyakit lainnya ; seperti guma dari sifilis yang terjadi pada palatum, serta grunuloma
maligna, Wegener's granuloma dan limfosarkoma.
Akibat tindakan pembedahan mulut dan gigi

1. Teknik pencabutan yang kurang baik, luksasi yang kasar dan menggunakan tenaga berlebihan.

2. Trauma penggunaan kuret, pada kasus dimana dasar sinus hanya dibatasi epitel mukosa sinus.

3. Trauma penggunaan elevator, kurang hati-hati saat pengambilan sisa akar gigi sehingga
elevator menembus sinus atau akar terdorong ke sinus.

4. Pengambilan gigi impaksi, trauma instrumen atau gigi maupun fragmennya yang terdorong ke
dalam sinus, biasanya pada gigi molar ketiga, kaninus atau gigi yang berlebih.

Gejala dan cara pemeriksaan

Segera setelah dicurigai telah terjadi perforasi sinus maksilaris, maka perhatikan gejala-
gejalanya, sebagai berikut :

1. Jika saat pencabutan gigi terutama gigi posterior rahang atas, terdapat tulang yang melekat
pada apeks akar gigi dan tampak ubang besar pada soket, maka kemungkinan telah terjadi
perforasi.

2. Jika rembesan darah dari soket tampak bergelembung, maka diduga telah terjadi perforasi
karena rembesan darah telah tercampur udara dari rongga hidung yang masuk melalui lubang
perforasi tersebut.

3. Pada perforasi yang besar, pasien mengeluh karena adanya air yang masuk ke dalam rongga
hidung.

4. Kemungkinan pasien mengełuh karena adanya darah akibat pencabutan dari dalam soket yang
masuk ke rongga hidung.

5. Pasien mengeluh mengalami gangguan saat meniup atau mengisap sesuatu karena adanya
kebocoran antara rongga mulut dan hidung.

6. Kemungkinan terjadi perubahan resonansi suara.

Untuk lebih mempertegas tentang dugaan telah terjadinya perforasi sinus maksilaris, maka
dilakukan beberapa pemeriksaan sebagai berikut :

1. Dengan metoda nose blowing test (metoda percobaan peniupan hidung) pasien diinstruksikan
agar menutup hidung dengan jari, kemudian diinstruksikan menghembuskan udara melalui
hidung yang tertutup tersebut. Apabila terjadi perforasi, akan tampak keluarnya gelembung-
gelembung udara dari dalam soket gigi yang dicabut.
2. Pasien diinstruksikan untuk berkumur-kumur, apabila terjadi perforasi, maka ada cairan yang
masuk ke rongga hidung.

3. Memasukkan instrument, misalnya sonde yang tumpul ke dalam soket. Jika sonde dapat
masuk lebih dalam dibandingkan panjang akar gigi, kemungkinan telah terjadi perforasi.

4d. Jika dibuat foto roentgen, akan tampak terputusnya kontinuitas dinding dasar sinus maksilaris

Penatalaksanaan:

Jika komunikasi oroantral < 2mm tindakan yang perlu dilakukan hanya menekan soket dengan
tampon selama 1-2 jam dan memberikan instruksi pasca ekstraksi gigi dengan perlakuan khusus
pada sinus (simus precaution), yaitu hindari meniup. menyedot-nyedot ludah, menghisap-hisap
soket, minum melalui sedotan atau merokok selama 24 jam pertama. Namun, jika komunikasi
oroantral yang terjadi berukuran sedang (diameter 2-6 mm), maka perlu tindakan tambahan vaitu
meletakkan sponge gauze serta penjahitan soket gigi secara figure of eight (gambar 3) untuk
menjaga agar bekuan darah tetap berada dalam soket. Selain itu ditambah dengan pemberian
instruksi sinus precaution selama 10-14 hari dan pemberian obat-obatan antibiotika seperti
penisilin atau klindamisin selama 5 hari, serta dekongestan oral maupun nasal spray untuk
menjaga ostium tetap paten sehingga tidak terjadi sinusitis maksilaris. Jika ukuran komunikasi
oroantral > 6 mm maka sebaiknya dilakukan tindakan penutupan soket dengan flap supaya
terjadi penutupan primer. Flap harus bebas dari tarikan dan posisi flap sebaiknya terletak di atas

tulang.

Beberapa contoh teknik dalam perawatan bedah untuk penutupan be past- buccal flap, palatal
flap, pedicled buccal fat pad flap, bone graft, fibrin ror komunikasi oroantral maupun fistula
oroantral antara lain adalah glue, Bio-Oss-Bio-Guide Sandwich Technique, plat logam dari emas
atau gold foil, Bioabsorbable Root Analogue, transplantasi molar ketiga atas, dan Guided Tissue
Regeneration. Masing-masing teknik memiliki kelebihan dan kekurangan yang harus
diperhitungkan dalam memilih jenis dan teknik perawatan yang sesuai untuk kasus komunikasi
atau fistula oroantral tertentu.
Pencegahan Perforasi Sinus Maksilaris

Secara umum, tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah agar tidak terjadi perforasi sinus
maksilaris adalah dengan tindakan sebagai berikut:

a. Melakukan foto rontgen terlebih dahulu sebelum tindakan pencabutan gigi untuk mengetahui
posisi akar gigi posterior rahang atas yang letaknya dekat dengan antrum dan untuk mengetahui
ada atau tidaknya penyakit periapikal pada jaringan sekitar ujung akar gigi.

b. Melakukan tes tiup dan kumur setelah pencabutan untuk mendeteksi apakah terjadi kecelakaan
terbukanya antrum atau tidak, sehingga bila terjadi dapat segera diketahui dan dilakukan
perawatan dengan cepat dan benar serta komplikasi yang lebih parah dapat dihindari.

c. Pengontrolan tekanan yang diberikan pada instrument dan tindakan yang selalu berhati-hati
mutlak dilakukan operator sehingga terjadinya oroantral fistula dapat terhindari.

d. Jangan mengaplikasikan tang pada gigi atau akar gigi posterior atas kecuali bila panjang gigi
atau akar gigi yang terlihat cukup besar baik ke dalam arah palatal dan bukal, sehingga ujung
tang dapat diaplikasikan dengan pandangan langsung.

e. Tinggalkan 1/3 apeks akar palatal gigi molar atas bila tertinggal selama pencabutan dengan
tang kecuali bila ada indikasi positif untuk mengeluarkannya.

f. Jangan mencoba mencabut akar gigi atas yang patah dengan menggunakan instrument ke
dalam soket. Bila diindikasikan pencabutan, buatlah flap mukoperiosteal yang besar dan buang
tulang secukupnya sehingga elevator dapat dimasukkan di atas permukaan akar gigi yang patah.
SKILLS LAB 10

PERAWATAN DRY SOCKET

ALAT:

1. Dental unit
2. Manikin untuk dry socket
3. Alat standart

BAHAN

1. Masker
2. Handschoen
3. Tampon
4. Alcohol
5. Povidone iodine
6. Spuit 3 cc
7. Pehacain
8. Larutan saline nacl 0,9%
9. Iodoform tampon
10. Kapas
11. Kassa

Pendahuluan

Istilah dry socket pertama kali diperkenalkan oleh Crawford pada tahun 1896 gambaran klinis
dry socket antara lain: timbulnya nyeri yang berdenyut parah , tidak terbentuknya gumpalan pada
soket bekas pencabutan, tulang terbuka. Ditandai dengan halitosis, rasa busuk dan edema di
sekitar gingiva Dry socket merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pasca pencabutan
gigi permanen sebagai bentuk inflamasi. Dry socket bermanifestasi klinis sebagai peradangan
yang melibatkan baik seluruh atau sebagian dari tulang yang melapisi soket gigi (lamina dura).
Karakteristik dry socket dapat dilihat dengan luruhnya sebagian atau. seluruh gumpalan darah
,adanya akumulasi sisa-sisa makanan di sekitan soket , disertai atau tanpa disertai dengan bau
mulut dan biasa menimbulkan rasa sakit serta bengkaknya daerah di sekitar bekas pencabutan.
Dry socket biasa tampak pada 1-3 hari pasca pencabutan gigi. Dan dapat berlangsung selama 7-
10 hari.

Dry socket dikenal dengan berbagai nama antara lain

 Alveolar osteitis
 Localized osteitis
 Postoperative alveolitis
 Alveolagia
 Alveolitis sicca dolorosa
 Septic socket
 Necrotic socket
 Localized osteomyelities
 Fibrinolytic alveolitis

Etiologi Dry Socket

Etiologi pasti dari dry socket belum didefinisikan. Akan tetapi, beberapa faktor lokal dan
sistemik diketahui berperan dan telah dijelaskan dalam penelitian yang telah dipublikasikan. Dry
socket ditandai dengan kehilangan prematur bekuan darah sebagian atau total yang terbentuk
pada bagian dalam alveolus setelah pencabutan gigi. Beberapa faktor predisposisi yang
mempengaruhi terjadinya dry socket antara lain:

a) Infeksi

Infeksi ini bisa terjadi sebelum, selama atau setelah pencabutan gigi . Gigi bengkak dan tanpa
mengalami dry socket. Flora dalam mulut pada beberapa yang terinfeksi dapat sembuh pasien
terbukti bersifat hemolitik, dan individu yang memiliki keadaan seperti ini lebih rentan terhadap
terjadinya dry soket yang berulang.

b) Trauma setelah pencabutan gigi

Kekuatan yang berlebihan berhubungan dengan peningkatan kejadian dry socket. Hal ini tidak
selalu terjadi, namun bisa terjadi setelah pencabutan gigi sederhana. Kesulitan saat mencabut gigi
menjadi hal yang perlu diperhatikan. Dimana dinding tulang dari soket dapat mengalami trauma
selama proses pencabutan gigi sehingga merusak pembuluh darah dan mengganggu proses
penyembuhan. manyampitikan pem l daat.

c) Suplai darah

Vasokonstriktor yang terjadi saat pemberian anastesi lokal dapat menyebabkan terjadinya dry
socket, dengan terganggunya pasokan darah ketulang. Dry socket tentu lebih sering terjadi
setelah pencabutan gigi dengan anastesi lokal dibanding yang menggunakan anestesi umum.
Operator sebaiknya yang menggunakan jumlah minimum anestesi lokal dan gigi harus diangkat
sebagai atraumatically. Di mana pasien memiliki riwayat konsisten dari masalah ini, beberapa
dokter menyarankan penggunaan profilaksis metronidazol. Dry socket lebih sering terjadi pada
rahangbawah dibanding rahang atas hal ini terjadi karena pasokan darah yang relatif sedikit pada
mandibula dan makanan yang cenderung berkumpul di soket yang lebih rendah memudahkan
terjadinya dry socket.

d) Tempat

Insiden terjadinya dry socket meningkatkan di regio belakang rongga mulut dengan insiden
tertinggi terjadi wilayah molar mandibula. Gigi yang paling umum mengalami dry soket adalah
molar ketiga bawah, di mana presentase kejadian lebih dari 3%.

e)Merokok

Penggunaan tembakau dalam bentuk apapun dapat meningkatkan terjadinya dry socket. Hal ini
dapat terjadi, karena efek vasokonstriktor yang signifikan yang merupakan efek dari nikotin pada
pembuluh darah kecil yang terjadi pada perokok.

f) Seks

socket secara signifikan lebih umum terjadi di kalangan perempuan, hal ini diakibatkan dari
pengguna kontrasepsi oral yang kebanyakan digunkan di kalangan perempuan.

g) Penggunaan alat kontarasepsi oral

Peningkatan dalam penggunaan kontrasepsi oral secara positif berhubungan dengan kejadian dry
socket. Estrogen memainkan peran penting dalam proses fibrinolitik. Hal ini diyakini secara
tidak langsung mengaktifkan sistem fibrinolitik (faktor peningkatan II, VII, VIII, X, dan
plasminogen) dan karenanya meningkatkan lisis bekuan darah. Catellani dkk. selanjutnya
menyimpulkan bahwa probabilitas berkembangnya dry socket meningkat dengan dosis estrogen
yang meningkat pula dalam kontrasepsi oral.
Tanda dan Gejala Dry Socket

Dry socket ditandai dengan nyeri di lokasi pencabutan gigi, sering sakit atau berdenyut
biasa tetapi sangat konstan dalam tingkat keparahan (termasuk pada malam hari), dimulai dari
satu hari atau lebih setelah pencabutan gigi. Rasa sakit ini sering resisten terhadap analgesik
biasa. Pemeriksaan menunjukkan soket baik sebagian atau sama sekali tidak memiliki bekuan
darah yang terbuka, tulang kasar, menyakitkan.

Mukosa di sekitarnya dan seluruh alveolus mungkin merah, bengkak dan sakit.
Peradangan menyebar melalui alveolus mesiodistally, mengakibatkan nyeri pada gigi yang
berdekatan. Mulut bau dan rasa busuk (bau dari aktivitas bakteri anaerobik atau daging yang
membusuk).

Jika tidak dilakukan perawatan pada kondisi tersebut pada akhirnya rasa sakit akan
menghilang secara spontan, tetapi diperlukan waktu hingga 4 minggu dan selama waktu itu rasa
sakit itu akan terus berlangsung. Nyeri serupa ini dialami setiap kali area tulang dibiarkan terus
terbuka di dalam mulut dan umumnya menempel ketika tulang (non-vital) terbuka baik pada
akhirnya tertutup oleh jaringan granulasi atau terpisah dari tulang yang mendasari dan
sequestrated. Pada beberapa kasus dry soket yang tidak dilakukan perawatan dapat berlanjut
menjadi infeksi yang menyebar melalui sumsum tulang (osteomyelitis).

Prosedur Kerja:

1. Persiapan Alat dan Bahan Alat: Kaca mulut, pinset, sonde, ekscavator, kuret gracey, Alat
irigasi Bahan: Celemek, Masker, sarung tangan, kasa, Kapas, Alkohol 70 %, Povidone Iodine,
NaCL 0,9 %, Alvogyl

2. Menggunakan masker dan sarung tangan

3. Pembersihan jaringan nekrotik tetapi tidak sampai menimbulkan luka baru

4. Mengirigasi socket dengan NaCL 0,9 % secara perlahan-lahan Penatalaksanaan untuk dry
socket dapat dilakukan dengan irigasi menggunakan saline (NaCL 0,9%) atau 0,12%
klorheksidin glukonat hingga debris didalam soket bersih Rata-rata, proses penyembuhan luka
memerlukan jangka waktu 7-10 hari untuk membentuk jaringan granulasi yang baru

5. Menempatkan Alvogyl ke dalam socket menggunakan pinset dental dan menempatkan tampon
steril diatas socket

6. Pemberian medikasi (Antibiotik, Analgetik dan anti inflamasi)


SKILLS LAB 11

PERAWATAN PENDARAHAN POST EKSTRAKSI

ALAT:

1. Dental unit
2. Manikin untuk pendarahan
3. Alat standart
4. Tensimeter
5. Pengantar laboratorium darah
6. Needel holder

BAHAN:

1. Masker
2. Handschoen
3. Tampon
4. Alcohol
5. Povidone iodine
6. Spuit 3 cc
7. Pehacain
8. Larutan saline nacl 0,9%
9. Benang silk 3.0
10. Jarum cutting no 13
11. Kapas
12. Kassa

Pendarahan

Pendarahan adalah keluarnya darah dari pembuluh darah yang tidak dapat berhenti
dengan sendirinya tanpa suatu perawatan. Pendarahan merupakan salah satu komplikasi
pencabutan gigi sederhana ataupun secara bedah.

Klasifikasi pendarahan:

Berdasarkan waktu:

1. Pendarahan primer: terjadi saat pembedahan berlangsung

2. Pendarahan intermedier: terjadi 6-12 jam post pembedahan


3. Pendarahan sekunder: terjadi 12 jam hingga beberapa hari post pembedahan

Berdasarkan trauma:

1. Pendarahan akibat trauma

2. Pendarahan nontrauma

Berdasarkan pembuluh darah yang terkena:

1. Pendarahan arteri

2. Pendarahan vena

3. Pendarahan kapiler

Berdasarkan lokasi:

1. Pendarahan eksterna

2. Pendarahan interna

Berdasarkan faktor penyebab:

1. Faktor lokal

2. Faktor sistemik

Hemostasis

Merupakan mekanisme tubuh dalam mencegah menghentikan perdarahan

Mekanisme dalam hemostasis

 Reaksi pembuluh darah


 Pembentukan sumbat platelet
 Proses pembentukan fibrin
 Fibrinolisis
Pemeriksaan fungsi hemostasis

Tes penyaring:

1. Tes pembendungan

2. Clothing time (CT)

3. Bleeding time (BT)


4. Hitung trombosit/platelet

5. Plasma Protombin time (PPT)

6. Activated partial tromboplastin time (APTT)

7. Tromboplastin time (TT)

Tes pembendungan

 Menguji ketahanan dinding kapiler darah dengan cara melakukan pembendungan pada vena
hingga tekanan darah dalam kapiler meningkat
 Menggunakan manset tensimeter 5 menit
 Ditandai peteki dan purpura
 Abnormal pada trombositopenia

Clothing time (CT)

 Waktu yang dibutuhkan sebuah sampel darah untuk membeku pada kondisi standar
 Metode Lee-white
 Pada suhu 37 derajat
 Normal 4-10 menit
 Menjadi ukuran aktivitas faktor-faktor koagulasi, terutama faktor pembentuk tombroplastin,
faktor yang berasal dari trombosit dan kadar fibrinogen
 Abnormal pada defesiensi faktor VII, defesiensi faktor IX, pemberian heparin, adanya circulating
antikoagulan

Bleeding time (BT)

 Menilai kemampuan vaskular dan trombosit untuk menghentikan perdarahan


 Metode Ivy dan Duke
 Normal: 1-3 menit
 Abnormal bleeding time: defek vaskular, defek fungsi platelet, defek jumlah platelet, obat
seperti aspirin

Hitung trombosit/platelet

 Normal: 150.000-400.000 /ul


 Perdarahan spontan pada trombosit kurng dari 20.000
Plasma protombin time (PPT)

 Menguji pembekuan darah melalui jalur ekstrinsik dan jalur bersama


 Normal: 11-13 detik
 Memanjang pada defesiensi faktor V,VII, X,II,I, terapi heparin dan antikoagulan lain, defesiensi
vit K dll

Activated partial tromboplastin time (APTT)

 Menguji pembekuan darah melalui jalur intrinsik dan jalur bersama


 Normal: 30-45 detik
 Memanjang pada defesiensi faktor I,II,V,VII, IX,X,XI,XII, obat anti koagulan

Trombin time

 Perubahan langsung dari fibrinogen menjadi fibrin dengan pemberian langsung trombin pada
plasma
 Memanjang pada hipofibrinogemia, kadar fdp >, inhibitor seperti heparin

Penatalaksanaan pendarahan

1. Pendarahan sistemik

Pendarahan sistemik dapat terjadi akibat berbagai penyakit yang mengganggu pembekuan darah.
Pendarahan sistemik seharusnya sudah dapat diprediksi dan dicegah mulai dari anamnesis dengan
menanyakan berbagai riwayat penyakit atau pendarahan sebelumnya serta melakukan pemeriksaan
klinis dan penunjang. Konsultasi kepada dokter penyakit dalam (internis) menjadi langkah yang sangat
penting dalam pencegahan serta penatalaksaan pendarahan sistemik. Beberapa penyakit sistemik yang
dapat menyebabkan pendarahan adalah:

a. penyakit hepar dimana terdapat gangguan pengeluaran cairan

b. Penyakit kelainan susunan darah (blood dyscrasia) seperti

1) Kelainan kelainan yang terdapat pada sel-sel darah contoh: anemia, leukemia,
trombositopenia

2) Kelainan plasma darah susunan contoh kekurangan protrombin atau ion Ca

3) Penyakit hemofilia

c. Kelainan pembuluh darah Pembuluh darah menjadi tidak permiabel akibat resistensinya kurang
contoh pada devesiensi C.
d. Hipertensi dan lainnya.

2. Pendarahan lokal

 Penatalaksanaan pendarahan lokal adalah dengan membersihkan dan mencari sumber


perdarahan.
 Pendarahan yang berasal dari socket gigi dapat dihentikan dengan menekankan tampon selama
10-30 menit
 Pendarahan yang berasal dari tulang dapat di berikan bone wax yang berguna untuk menutup
dan menyumbat aliran darah dari dalam tulang
 pendarahan yang berasal dari mukosa atau pembuluh darah di jaringan lunak dapat dihentikan
dengan penjahitan.
 Mukosa yang longgar pada socket gigi dapat di dekatkan dengan penjahitan.
 Pendarahan dapat juga dihentikan dengan menggunakan elektrokauterisasi. Dengan suhu yang
panas diaplikasikan pada pembuluh darah yang terbuka sehingga menjadi retraksi.
 Pendarahan pada socket gigi dapat juga dihentikan menggunakan material hemostatik seperti
tekanan kassa yang mengandung adrenalin, heomstatik sponge dari gelatin dan lainnya.
SKILLS LAB 12

ODONTEKTOMI PADA IMPAKSI MOLAR 3 RAHANG BAWAH

ALATDAN BAHAN:

1. Masker
2. Handschoen
3. Povidone iodine
4. Spuit 3 cc
5. Pehacain
6. Kapas
7. Bur tulang
8. Blade no 15
9. Alat standart
10. Hemostat
11. Handle blade
12. Raspotarium
13. Bone file
14. Guntingan jaringan
15. Handpiece straight

Impaksi gigi adalah gigi yang mengalami kesukaran/kegagalan erupsi, yang disebabkan
oleh malposisi, kekurangan tempat, dihalangi oleh gigi lain, tertutup tulang yang tebal atau
jaringan lunak di sekitarnya. Molar 3 rahang bawah merupakan gigi yang paling sering
mengalami impaksi. Odontektomi merupakan metode pengambilan gigi dari soketnya setelah
pembuatan flap dan mengurangi sebagian tulang yang mengelilingi gigi tersebut.

Prosedur odontektomi molar 3 rahang bawah:

1) Dilakukan antisepsis dengan pemberian larutan antiseptik pada jaringan di luar dan di
dalam rongga mulut. Sebelum odontektomi, dapat digunakan obat kumur antiseptik

2) dilakukan anestesi blok mandibular

3) Pembuatan insisi menggunakan blade 15. Insisi no memperhitungkan tetap berada di atas
tulang rahang dirasakan dengan cara palpasi pada daerah yang akan diinsisi.

4) Pembuatan flap triangular. Insisi dilakukan pada bagian distal kemudian disteruskan
sepanjang sulkus ginggiva molar 3 dan dilanjutkan dengan insisi diagonal dari papilla
interdental kearah apikal mesial gigi molar 2
5) Dilakukan pembuangan tulang disekitar gigi molar 3 pada bagian mesiobukal, bukal dan
distal molar 3 sehingga berbentuk parit disekeliling gigi. Tulang yang menutup gigi diambil
secukupnya.

6) Pengambilan gigi dengan cara mengungkit menggunakan elevator dan kemudian


menggunakan tang molar 3

7) Selanjutnya dilakukan kuretase untuk mengeluarkan kapsul folikel gigi dan jaringan
granulasi di sekitar mahkota gigi dan dilanjutkan dengan melakukan irigasi dengan air steril
atau larutan saline 0,09 % steril.

8) Dilakukan penjahitan dilakukan mulai dari ujung flap dibagian distal molar kedua dan
dilanjutkan ke arah anterior kemudian ke arah posterior.
SKILL LAB 13

SUTURING

Alat dan bahan :

Bantalan menjahit

Alat standar

Neddle holder

Gunting benag

Masker

Handcsoon

Benang 3.0

Jarum cutting no 13

Macam macam luka :

1. Luka bersih ( clean wound)


2. Luka bersih terkontaminasi ( clean contaminated wound)
3. Luka terkontaminasi ( contaminated wound)
4. Luka terinfeksi ( infected wound)

Jenis luka terbuka :

1. Luka lecet ( vulnus excoratiol)


2. Luka sayat ( vulnus invissum)
3. Luka robek ( vulnus laceratum)
4. Luka potong ( vulnus caesum)
5. Luka tusuk ( vulnus iktum)
6. Luka tembak ( vulnus aclepetorum)
7. Luka gigit ( vulnus mossum)
8. Luka tembus( vulnus penetrosum)

Kegunaan suturing :

1. Untuk melekatkan jaringan dan mempercepat penyembuhan (tissue apotition)


2. Pada pembedahan orthopedik untuk mensatbilkan dan memperbaiki ligament
3. Mengikat pembuluh darah dalam jaringan
Jarum bedah

Tipe jarum

 Eye needles ( terppisah dari benang)


Lebih traumatic (karna pangkalnya besar)
Benang disusupkan
Tidak begitu mudah utuk menyusupkannya

 Swaged-on needles ( benag dan jarum menyatu)


Lebih tdiak traumatic karna pangkal lebih kecil dan tidak akan menimbulkan trauma
Lebih mahal dan kemasan steril

Ujung jarum

 Tapper ( membulat dari pangkal dan ujung2nya runcing)


Atrumatic
Organ dalam

 Conventional cutting ( bagian dalam ada mata pisau yang runcing )


pemotong
Pemotong pemotong ada pada tepi dalam
Untuk kulit
Traumatic
 Reverse cutiing (jarum ini jika digerakan pda bagian dalam tidak menimbulkan sobekan)
pemotong pada sisi luar
untuk kulit
lebih tidak traumatic
mahal

ukuran benang

6.0 5.0 4.0 3.0 2.0 0 1 2 3 4 5 ( besar)

Dikulit luar karna lebih mengutamakan estetic

Teknik jahitan

1. Simple interupeted ( jahitan tepi)


Jarum masuk ke insisi dan harus tegak lurus menembus kulit sepenuhnya
2. Simple contimous
3. Matress vertical
4. Matress horizontal
5. Continois interlocked
6. Figure of eight
7. Figure Of O

Anda mungkin juga menyukai