Anda di halaman 1dari 48

PRESIPITASI

Presipitasi
 Presipitasi : turunnya air dari atmosfer ke
permukaan bumi, yang bisa berupa hujan,
hujan salju, kabut, embun dan hujan es.
 Di daerah tropis, termasuk Indonesia,
yang memberikan sumbangan paling
besar adalah hujan, sehingga seringkali
hujanlah yang dianggap sebagai
presipitasi.
Tipe Hujan
 Hujan terjadi karena udara basah
yang naik ke atmosfer mengalami
pendinginan sehingga terjadi
proses kondensasi.
 Naiknya udara ke atas dapat terjadi
secara siklonik, orografik dan
konvektif.
HUJAN KONVEKTIF
• Hujan jenis ini biasanya
terjadi sebagai hujan
dengan intensitas yang
tinggi, akibat massa
udara yang terangkat ke
atas oleh pemanasan
lahan. Hujan jenis ini
biasanya terjadi di daerah
yang relatif luas dan
bergerak sesuai dengan Pembentukan hujan konvektif
pergerakan angin.
HUJAN SIKLONIK
 Hujan jenis ini biasanya
terjadi karena udara
lembab panas terangkat
ke atas oleh lapisan
udara yang lebih dingin
dan lebih rapat.
Penyebaran hujan jenis
ini sangat dipengaruhi
oleh landai pertemuan
antara udara panas dan
dingin dan biasanya Pembentukan hujan siklonik
merupakan hujan dengan
daerah penyebaran
terbatas dan dalam waktu
pendek.
HUJAN OROGRAFIK
 Hujan jenis ini terjadi karena massa udara lembab
terangkat ke atas oleh angin karena adanya
gunung/pegunungan. Udara lembab yang melintasi
daerah pegunungan akan naik dan mengalami
pendinginan, sehingga terbentuk awan dan hujan.

Pembentukan hujan orografik


PRESIPITASI
 Presipitasi terjadi ketika populasi awan tidak stabil dan
beberapa butir tumbuh lebih besar dari butir yang lain
(Rogers, 1979).
 Jari-jari relatif butir hujan r = 103 μm dengan kecepatan
akhir (terminal velocity) sekitar 650 cm per detik.
PROSES MIKROFISIK
1. Proses awan dingin atau proses kristal es
(proses Bergeron – Findeisen)
 awan dengan suhu sebagian atau seluruhnya < 0oC
(campuran tetes air dan kristal es).
 tekanan uap di atas es kurang dari tekanan uap di atas
butir air, sehingga air menguap dan butiran es
bertambah besar oleh difusi.
 Pertumbuhan kristal es mengorbankan tetes air lewat
dingin (supercooled water), karena adanya gradien
tekanan uap.
 Ketika tumbuh lebih besar dan jatuh, kristal es menyapu
butir lain.
 Ketika melalui isoterm 0oC kristal es melebur menjadi
tetes hujan.
 Jika jatuh sebelum terjadi peleburan, maka akan turun
sebagai salju atau butir es (hail).
 Proses ini melibatkan 3 fase padat, cair dan gas,
sehingga seringkali disebut proses tiga fase.
PROSES MIKROFISIK
2.Proses awan hangat
(proses Bowen-Ludlam)
 Proses ini terjadi pada awan yang bersuhu >
0OC, melibatkan dua fase gas dan cair.
 Adanya gaya gravitasi menyebabkan butir yang
lebih besar jatuh dan menumbuk (collide) butir
lain sepanjang lintasannya, sebagian
bergabung (coalesce) sehingga butiran
menjadi lebih besar dan jatuh sebagai butir
hujan.
 Gravitational
Force, W
 Bouyancy Force,
 Drag Force,
JENIS PRESIPITASI
 Presipitasi dalam bentuk cair adalah hujan (rain) dan drizzle, yang
dibedakan hanya dari ukuran butir airnya saja. Drizzle berukuran
diameter < 0.5 mm.
 presipitasi dalam bentuk padat yaitu :
salju (snow), sleet, glaze (freezing rain), dan hail.

Snow adalah kristal es yang tumbuh sejalan dengan pertumbuhan


awan. Pada suhu > -5 oC, kristal es biasanya berkelompok
membentuk snowflake.
Snow pellets atau graupel adalah butiran es berbentuk bundar,
konikal maupun bulat tipis berwarna putih dengan diameter 2 – 5
mm. Biasanya terjadi dalam hujan ringan ketika suhu di dekat
permukaan mendekati 0oC.
Snow grain ukurannya sangat kecil < 1 mm, putih, bulat tipis.
Sleet atau ice pellets adalah fenomena khas musim dingin berupa
partikel es kecil dengan diameter < 5 mm dan transparan. Terbentuk
karena adanya lapisan udara hangat di atas lapisan udara yang
lebih dingin di dekat permukaan (profil suhu inversi). Ketika butir air
terbentuk dan jatuh memasuki lapisan di bawahnya, butiran itu
membeku dan jatuh dalam bentuk butiran es kecil yang tidak lebih
besar dari butir hujan sebelumnya.
S
N
O
W
F
L
A
K
E
Glaze (freezing rain)
bentuk hujan yang membeku ketika tiba di permukaan.
Kondisinya hampir menyerupai kondisi pembentukan sleet,
tetapi lapisan dingin di dekat permukaan tidak terlalu tebal
sehingga butiran air yang jatuh dapat melaluinya tanpa
membeku hanya menjadi supercooled. Namun ketika
menumbuk benda padat akan membeku, sehingga menjadi
lapisan es tebal yang membungkus benda-benda padat
yang ditumbuknya, yang cukup berat untuk mematahkan
batang-batang pohon.

Hail
presipitasi dalam bentuk butir-butir es yang tidak beraturan,
dengan diameter sekitar 1 cm dengan variasi dari 5 hingga
75 mm. Hail dihasilkan hanya oleh awan cumulonimbus
yang ketika terangkat sangat kuat dan mengandung air
superdingin yang berlimpah.
Sleet
Freezing rain
Glaze (freezing rain) Snow pellets atau graupel

Snow grain Sleet


HAILSTONE
Alat Pengukur Hujan
 Alat ukur hujan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu
penakar hujan biasa (manual raingauge) dan penakar
hujan otomatis (automatic raingauge).

 Data curah hujan dapat berupa data curah hujan harian


atau curah hujan pada periode waktu yang lebih pendek,
misal setiap menit.

 Penakar hujan biasa terdiri dari bejana dan corong


seluas 200 cm2 yang dipasang setinggi 120 cm dari
permukaan tanah. Data hujan untuk periode pendek
didapat dari alat penakar hujan otomatis ARR (automatic
rainfall recorder) yang dapat merekam setiap kejadian
hujan selama jangka waktu tertentu. Berdasarkan
mekanisme perekaman data hujan ada tiga jenis ARR,
yaitu tipe weighing bucket, tipping bucket dan float.
Stasiun Hujan
Stasiun Hujan
ALAT PENAKAR HUJAN BIASA
 Alat penakar hujan biasa terdiri dari corong dan
botol penampung yang berada di dalam suatu
tabung silinder. Hujan yang jatuh pada corong
akan tertampung di dalam tabung silinder,
kemudian kedalaman hujan di dapat dari
pengukuran volume air yang tertampung dan
luas corongnya. Curah hujan kurang dari 0,1
mm dicatat sebagai 0,0 mm, sedangkan jika
tidak ada hujan dicatat dengan garis (-).
Alat Penakar Hujan Biasa
PENAKAR HUJAN JENIS TIMBANGAN

 Tipetimbangan (weighing bucket) dapat


merekam jumlah kumulatif hujan secara
kontinyu. Alat ini tidak dilengkapi dengan
sistem pengurasan otomatik.
PENAKAR HUJAN JENIS TIMBANGAN

Bucket

Silinder dibungkus
kertas berskala Pan

Pena Pemberat
ALAT PENAKAR HUJAN JENIS TIMBA JUNGKIT

 Alat penakar hujan otomatis dengan tipping


bucket digunakan untuk pengukuran khusus.
 Air hujan yang tertampung ke dalam corong
akan diteruskan ke saringan kemudian
masuk ke dalam tipping bucket. Kapasitas
bucket ini didesain khusus setara dengan 0.5
mm, sehingga apabila tampungan air hujan
tercapai akan terjungkir (tipping) yang akan
diteruskan dengan proses perekaman.
ALAT PENAKAR HUJAN JENIS TIMBA JUNGKIT

Saringan
Tipping bucket

Pipa pembuang
Penakar hujan jenis pelampung
 Prinsip mekanisme kerja alat penakar hujan otomatis
tipe ketiga yaitu float adalah dengan memanfaatkan
gerakan naik pelampung dalam bejana akibat
tertampungnya curah hujan. Pelampung ini berhubungan
dengan sistem pena perekam di atas kertas berskala
yang menghasilkan grafik rekaman data hujan. Alat ini
dilengkapi dengan sistem pengurasan otomatis, yaitu
pada saat air hujan yang tertampung telah mencapai
kapasitas receivernya akan dikeluarkan dari bejana dan
pena akan kembali pada posisi dasar kertas rekaman
data hujan.
Penakar hujan jenis pelampung
Corong

Jam pencatat

Kertas perekam
data hujan

Pelampung
Sifon
Syarat teknis Penempatan dan pemasangan
alat pada stasiun hidrologi
 Penakar hujan ditempatkan pada lokasi sedemikian
sehingga kecepatan angin di tempat tersebut sekecil
mungkin dan terhindar dari pengaruh penangkapan air
hujan oleh benda lain di sekitar alat penakar hujan.
 Penempatan setasiun hujan hendaknya berjarak
minimum empat kali tinggi rintangan terdekat.
 Lokasi di suatu lereng yang miring ke satu arah
tertentu hendaknya dihindarkan.
 Penempatan corong penangkap hujan diusahakan
dapat menghindari pengaruh percikan curah hujan ke
dalam dan disekitar alat penakar sebaiknya ditanami
rumput atau berupa kerikil, bukan lantai beton atau
sejenisnya.
Penentuan Hujan Kawasan/Hujan DAS

 Stasiun penakar hujan hanya memberikan


kedalaman (tinggi) hujan di titik di mana stasiun
tersebut berada, sehingga hujan pada suatu
luasan harus diperkirakan dari titik pengukuran
tersebut.
 Apabila pada suatu daerah terdapat lebih dari
satu stasiun pengukuran yang ditempatkan
secara terpencar, hujan yang tercatat di masing-
masing stasiun dapat tidak sama.
Sistem
Input Output
DAS

Hujan bersifat acak terhadap


Analisis hydrograf
ruang dan waktu
Diskripsi Kuantitatif Hujan

Lama hujan:
 lama hujan tipikal biasanya diukur dalam jam,
 untuk DAS kecil mungkin dalam menit, sedang
untuk DAS besar dapat dalam hari
 untuk lama hujan 1, 2, 3, ..., 24 jam dapat
digunakan dalam analisis hidrologi untuk
perancangan.
Kedalaman hujan dan lama hujan:
 bervariasi tergantung iklim, lokasi, waktu dll

intensitas hujan :
 kedalaman hujan (d) per satuan waktu (t)
biasanya dinyatakan dalam mm/jam

d
I 
t
Contoh kedalaman hujan (Soemarto, 1987):
Cherrapoongee (India) : 10 000 mm/tahun
Lereng Gunung Slamet : 4 000 mm/tahun
Malang, Jawa Timur : 3 000 mm/tahun
Singapura : 2 300 mm/tahun
Belanda : 750 mm/tahun
Teheran (Iran) : 220 mm/tahun
Variabilitas hujan
temporally
temporal rainfall distribution : variasi kedalaman
hujan untuk kurun waktu kejadian hujan
contoh (discrete form) : hyetograph

waktu
spatially
spatial rainfall distribution: variasi kedalaman
hujan pada ruang/lokasi yang berbeda.
Contoh terlihat pada peta isohyet

d5
d4
d3
d2
d1
Data Hujan Stasiun Klegen Data Hujan Stasiun Kaliangkrik
Januari 1991 Januari 1991

300 300

Tinggi Hujan (mm)


Tinggi Hujan (mm)

250 250

200 200

150 150

100 100

50 50

0 0

1
4
7
10
13
16
19
22
25
28
31
1
4
7
10
13
16
19
22
25
28
31
Tanggal Tanggal

Data Hujan Stasiun Kaliloro Data Hujan Stasiun Salaman


Januari 1991 Januari 1991
300 300

Tinggi Hujan (mm)


Tinggi Hujan (mm)

250 250
200 200
150 150
100 100
50
50
0
0
1
4
7
10
13
16
19
22
25
28
31
1
4
7
10
13
16
19
22
25
28
31

Tanggal
Tanggal
Data Hujan Stasiun Klegen Data Hujan Stasiun Kaliloro
Tahun 1991 Tahun 1991

1200 1200

1000 1000

800 800

600 600

400 400

200 200

0 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des

Data Hujan Stasiun Kaliangkrik Data Hujan Stasiun Salaman


Tahun 1991 Tahun 1991

1200 1200

1000 1000

800 800

600 600

400 400

200 200

0 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Rata-rata Data Hujan Tahun 1991-1995

4000
3558
3500 3339
3116
3000
2577
2500

2000

1500

1000

500

0
Klegen Kaliangkrik Kaliloro Salaman
Pengolahan Data Hujan
Proses dan Penyimpanan
Variabilitas Temporal dan Spatial
Pengisian Data Hujan Harian
Prinsip dasar:
1. Satu rejim hujan
2. Dekat jarak ~ < 12.5 km
3. Dekat elevasi ~ < 150 m
4. Cek korelasi
5. Biasanya memakai data
3-4 stasiun saja
Pengisian Data Hujan Harian:
Metode Rata-rata Aritmatik
1 n
PX   Pi
n i1
• PX adalah data hujan yang hilang dari stasiun pengamatan
hujan X
• P1, P2, …, Pn adalah data hujan dari stasiun-stasiun terdekat
pada waktu yang sama
• n adalah jumlah stasiun terdekat
• BATASAN: dipakai bila hujan rata-rata tahunan dari setiap
stasiun hujan yang berdekatan berbeda < 10% dari hujan rata-
rata tahunan dari stasiun dengan data yang hilang; hati-hati
untuk daerah pegunungan
Pengisian Data Hujan Harian:
Metode Rasio-Normal
PX 1  P P P  1 n Pi
   1 2
 ..... n  or PX   NX
N X n N1 N 2 Nn  n i1 Ni
• PX adalah data hujan yang hilang dari stasiun pengamatan hujan X
• P1, P2, …, Pn adalah data hujan dari stasiun-stasiun terdekat pada
waktu yang sama
• n adalah jumlah stasiun terdekat
• NX adalah rata-rata hujan tahunan jangka panjang dari stasiun X
• N1, N2, …, Nn adalah rata-rata hujan tahunan jangka panjang dari
stasiun-stasiun terdekat
• BATASAN: dipakai bila hujan rata-rata tahunan dari setiap stasiun
hujan yang berdekatan berbeda > 10% dari hujan rata-rata tahunan
dari stasiun dengan data yang hilang; pakai sistem kuadran & pilih satu
stasiun saja yang terdekat dari setiap kuadran

Anda mungkin juga menyukai