Anda di halaman 1dari 12

Penyebab dan pencegahan kecelakaan akibat kerja

Penyebab dan pencegahan kecelakaan kerja

 Kecelakaan kerja ialah suatu peristiwa yang tidak diinginkan serta tidak diduga sebelumnya
yang bisa memunculkan korban manusia serta atau harta benda (Permenaker No.
03/MEN/1998). Pemahaman lainnya kecelakaan kerja ialah semua peristiwa yang tidak
direncanakan yang mengakibatkan atau berpotensial mengakibatkan cidera, kesakitan,
kerusakan atau kerugian yang lain (Standard AS/NZS 4801:2001). Sedangkan pengertian
kecelakaan kerja menurut OHSAS 18001:2007 ialah peristiwa yang terkait dengan pekerjaan
yang bisa mengakibatkan cidera atau kesakitan (bergantung dari keparahannya) peristiwa
kematian atau peristiwa yang bisa mengakibatkan kematian.

Di bawah ini beberapa pemahaman kecelakaan kerja dari beberapa sumber buku:

 Menurut Suma’mur (2009), kecelakaan kerja ialah suatu peristiwa atau momen yang
tidak diharapkan yang merugikan pada manusia, mengakibatkan kerusakan harta
benda atau kerugian pada proses.
 Menurut Gunawan serta Waluyo (2015), kecelakaan ialah suatu peristiwa yang (tidak
direncanakan) serta tidak diinginkan yang bisa mengganggu proses produksi/operasi,
mengakibatkan kerusakan harta benda/asset, mencederai manusia, atau
mengakibatkan kerusakan lingkungan.
 Menurut Heinrich (1980), kecelakaan kerja atau kecelakaan karena kerja ialah suatu
peristiwa yang tidak terencana serta tidak terkendali akibatnya karena suatu aksi atau
reaksi suatu objek, bahan, orang, atau radiasi yang menyebabkan cidera atau peluang
karena lainnya.
 Menurut Reese (2009), kecelakaan kerja adalah hasil langsung dari tindakan tidak
aman serta kondisi tidak aman, yang kedua-duanya bisa dikendalikan oleh
manajemen. Aksi tidak aman serta kondisi tidak aman dikatakan sebagai pemicu
langsung (immediate/primary causes) kecelakaan sebab keduanya ialah pemicu yang
pasti / riil serta dengan cara langsung ikut serta saat kecelakaan berlangsung.
 Menurut Tjandra (2008), kecelakaan kerja ialah satu kecelakaan yang berlangsung
saat seseorang lakukan pekerjaan. Kecelakaan kerja adalah momen yang tidak
direncanakan yang dikarenakan oleh suatu aksi yang tidak waspada atau suatu kondisi
yang tidak aman atau keduanya.

Jenis-jenis Kecelakaan Kerja

Menurut Bird serta Germain (1990), ada tiga tipe kecelakaan kerja, yakni:

 Accident, yakni peristiwa yang tidak diharapkan yang memunculkan kerugian baik
buat manusia ataupun pada harta benda.
 Incident, yakni peristiwa yang tidak diharapkan yang belum memunculkan kerugian.
 Near miss, yakni peristiwa hampir celaka dalam kata lainnya peristiwa ini hampir
memunculkan peristiwa incident atau accident.

Berdasar pada tempat serta waktu, kecelakaan kerja dibagi jadi empat tipe, yakni
(Sedarmayanti, 2011):
1. Kecelakaan kerja karena langsung kerja.
2. Kecelakaan saat atau waktu kerja.
3. Kecelakaan di perjalanan (dari rumah ke tempat kerja serta sebaliknya, lewat jalan
yang wajar).
Penyakit karena kerja.

Berdasar pada tingkatan karena yang diakibatkan, kecelakaan kerja dibagi jadi tiga tipe, yakni
(Suma’mur,1981):

 Kecelakaan kerja enteng, yakni kecelakaan kerja yang perlu penyembuhan di hari itu
serta dapat melakakukan tugasnya kembali atau istirahat < 2 hari. Contoh: terpeleset,
tergesek, terkena pecahan beling, terjatuh serta terkilir.
 Kecelakaan kerja Sedang, yakni kecelakaan kerja yang membutuhkan penyembuhan
serta perlu istirahat saat > 2 hari. Contoh: terjepit, luka sampai robek, luka bakar.
 Kecelakaan kerja berat, yakni kecelakaan kerja yang alami amputasi serta kegagalan
fungsi badan. Contoh: patah tulang.

Pemicu Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja berlangsung sebab tingkah laku anggota yang kurang berhati-hati atau asal-
asalan atau juga bisa sebab kondisi yang tidak aman, apa itu berbentuk fisik, atau dampak
lingkungan (Widodo, 2015).

Berdasar pada hasil statistik, pemicu kecelakaan kerja 85% dikarenakan aksi yang beresiko
(unsafe act) serta 15% dikarenakan oleh keadaan yang beresiko (unsafe condition).
Keterangan ke-2 pemicu kecelakaan kerja itu ialah seperti berikut (Ramli, 2010):

 Keadaan yang beresiko (unsafe condition) yakni beberapa faktor lingkungan fisik
yang bisa memunculkan kecelakaan seperti mesin tanpa pengaman, penerangan yang
tidak cocok, Alat Pelindung Diri (APD) tidak efisien, lantai yang berminyak, dan
sebagainya.
 Aksi yang beresiko (unsafe act) yakni tingkah laku atau kesalahan-kesalahan yang
bisa memunculkan kecelakaan seperti asal-asalan, tidak menggunakan alat pelindung
diri, dan sebagainya, perihal ini dikarenakan oleh gangguan kesehatan, gangguan
pandangan, penyakit, risau dan minimnya pengetahuan dalam proses kerja, langkah
kerja, dan sebagainya.

Sedang menurut Ridley (2008), pemicu terjadinya kecelakaan kerja ialah seperti berikut:

a. Keadaan Kerja

 Pengendalian manajemen yang kurang.


 Standard kerja yang minim.
 Tidak penuhi standard.
 Peralatan yang tidak berhasil atau tempat kerja yang tidak memenuhi.

b. Kekeliruan Orang

 Ketrampilan serta pengetahuan yang minim.


 Permasalahan fisik atau mental.
 Motivasi yang minim atau salah peletakan.
 Perhatian yang kurang.

c. Aksi Tidak Aman

 Tidak ikuti cara kerja yang sudah di setujui.


 Mengambil jalan singkat.
 Singkirkan atau tidak memakai peralatan keselamatan kerja.

d. Kecelakaan

 Peristiwa yang tidak terduga.


 Karena kontak dengan mesin atau listrik yang beresiko.
 Terjatuh.
 Terhantam mesin atau material yang jatuh dan lain-lain.

Kecelakaan kerja bisa juga dikarenakan oleh faktor-faktor seperti berikut (Rachmawati,
2008):

 Aspek fisik, yang mencakup penerangan, suhu udara, kelembapan, cepat rambat
udara, nada, vibrasi mekanis, radiasi, desakan udara, dan sebagainya.
 Aspek kimia, yakni berbentuk gas, uap, debu, kabut, awan, cairan, serta beberapa
benda padat.
 Aspek biologi, baik dari kelompok hewan ataupun dari tumbuh-tumbuhan.
 Aspek fisiologis, seperti konstruksi mesin, sikap, serta langkah kerja.
 Aspek mental-psikologis, yakni formasi kerja, hubungan diantara pekerja atau
mungkin dengan entrepreneur, pemeliharaan kerja, dan lain-lain.

Mencegah Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja bisa dihindari dengan memerhatikan faktor-faktor, diantaranya sebagai


berikut (Suma’mur, 2009):

a. Aspek Lingkungan
Lingkungan kerja yang penuhi kriteria mencegah kecelakaan kerja, yakni:

 Penuhi syarat aman, mencakup higiene umum, sanitasi, ventilasi udara, pencahayaan
serta penerangan dalam tempat
 kerja serta penyusunan suhu udara ruangan kerja.
 Penuhi prasyarat keselamatan, mencakup keadaan gedung serta tempat kerja yang
bisa menjamin keselamatan.
 Penuhi penyelenggaraan ketatarumahtanggaan, mencakup penyusunan penyimpanan
barang, peletakan serta pemasangan mesin, pemakaian tempat serta ruang.

b. Aspek Mesin serta perlengkapan kerja

Mesin serta perlengkapan kerja mesti didasarkan pada rencana yang baik dengan
memerhatikan ketetapan yang berlaku. Rencana yang baik tampak dari sebaiknya pagar atau
tutup pengaman pada beberapa bagian mesin atau perkakas yang bergerak, diantaranya
bagian yang berputar-putar. Jika pagar atau tutup pengaman sudah terpasang, mesti didapati
dengan tentu efisien tidaknya pagar atau tutup pengaman itu yang dilihat dari bentuk serta
ukurannya yang sesuai pada mesin atau alat dan perkakas yang terhadapnya keselamatan
pekerja dilindungi.

c. Aspek Peralatan kerja

Alat pelindung diri adalah peralatan kerja yang perlu tercukupi buat pekerja. Alat pelindung
diri berbentuk baju kerja, kacamata, sarung tangan, yang kesemuanya mesti pas ukurannya
hingga memunculkan kenyamanan dalam penggunaannya.

d. Aspek manusia

Mencegah kecelakaan pada aspek manusia mencakup ketentuan kerja, memperhitungkan


batas potensi serta keterampilan pekerja, meniadakan beberapa hal yang mengurangi
konsentrasi kerja, menegakkan disiplin kerja, hindari tindakan yang menghadirkan
kecelakaan dan menghilangkan terdapatnya ketidakcocokan fisik serta mental.

Kecelakaan kerja bisa juga dikurangi, dihindari atau dijauhi dengan mengaplikasikan
program yang diketahui dengan tri-E atau Triple E, yakni (Sedarmayanti,2011):

 Engineering (Tehnik). Engineering berarti aksi pertama ialah lengkapi semua


perkakas serta mesin dengan alat pencegah kecelakaan (safety guards) contohnya
tombol untuk hentikan bekerjanya alat/mesin (cut of switches) dan alat lainnya,
supaya mereka dengan tehnis bisa terproteksi.
 Education (Pendidikan). Education berarti perlu memberi pendidikan serta latihan
pada para pegawai untuk memberikan rutinitas kerja serta langkah kerja yang pas
dalam rencana sampai kondisi yang aman (safety) semaksimal mungkin.
 Enforcement (Penerapan). Enforcement berarti aksi penerapan, yang memberikan
jaminan jika ketentuan pengendalian kecelakaan dikerjakan.

gangguan pendengaran akibat lingkungan kerja


Ganngaun Pendengaran akibat linkungan kerja

Gangguan pendengaran akibat paparan bising atau noise induced hearing loss (NIHL) sering
dijumpai pada pekerja industri di negara maju maupun berkembang, terutama di industri yang
belum menerapkan sistem perlindungan pendengaran dengan baik. Bising di lingkungan kerja
dapat berdampak buruk terhadap pekerja dengan risiko gangguan pendengaran akibat bising
sebesar 30 persen.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC), gangguan pendengaran adalah
salah satu penyakit terkait pekerjaan ketiga yang paling umum terjadi di Amerika Serikat
(AS) setelah tekanan darah tinggi dan radang sendi (arthritis).
National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) memperkirakan bahwa 30
juta pekerja di AS terpapar kebisingan yang cukup tinggi sehingga mengakibatkan gangguan
pendengaran yang sulit disembuhkan. Sementara di seluruh dunia, 16 persen gangguan
pendengaran pada orang dewasa diakibatkan lingkungan kerja yang bising.

Oleh karena itu, apabila pada sumber telah teridentifikasi bising lebih besar dari 85 dBA dan
mengakibatkan gangguan pendengaran pada pekerja, maka harus ditindaklanjuti dengan cara
menerapkan atau melaksanakan program konservasi pendengaran.

Bising dan Pengaruhnya Terhadap Pekerja

Beberapa ahli mendefinisikan bising sebagai bunyi yang tidak diinginkan, tidak disukai, dan
mengganggu. Sementara menurut Permenaker Nomor 5 Tahun 2018 tentang Keselamatan,
Kesehatan, dan Lingkungan Kerja, kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki
yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.

Bising memiliki satuan frekuensi atau jumlah getar per detik yang dituliskan dalam Hertz,
dan satuan intensitas yang dinyatakan dalam desibel (dB). Berkaitan dengan pengaruhnya
terhadap manusia, bising memiliki satuan waktu atau lama paparan yang dinyatakan dalam
jam per hari atau jam per minggu.

Nilai Batas Ambang (NAB) Kebisingan


Sumber: Permenaker Nomor 5 Tahun 2018

Di lingkungan kerja industri, berdasarkan sifat dan spektrum frekuensi bunyi, bising dapat
dibagi atas:

 Bising kontinu dengan spektrum luas dan menetap. Bising ini relatif tetap dalam batas
kurang lebih 5 dB untuk periode 0,5 detik berturut-turut. Misalnya, suara mesin, suara
kipas angin, dll.
 Bising kontinu dengan spektrum sempit dan menetap. Bising ini juga relatif tetap,
akan tetapi ia hanya memiliki frekuensi tertentu saja (pada frekuensi 500, 1000, dan
4000 Hz). Misalnya, suara gergaji sirkuler, katup gas, dll.
 Bising terputus-putus (intermitten noise), yakni bising yang tidak berlangsung terus-
menerus, melainkan ada periode relatif berkurang/tenang. Misalnya, suara lalu lintas
jalan raya, suara pesawat terbang, dll.
 Bising impulsif, memiliki perubahan tekanan suara melebihi 40 dB dalam waktu
sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya. Misalnya, suara tembakan,
ledakan mercon, meriam, dll.
 Bising impulsif berulang. Sama seperti bising impulsif, hanya saja terjadi secara
berulang-ulang. Misalnya, suara mesin tempa di perusahaan.

·         ecara umum, tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja
melalui pencegahan gangguan pendengaran akibat bising di tempat kerja.  Program
konservasi pendengaran terdiri dari tujuh komponen, di antaranya:

·         1. Penilaian paparan kebisingan

·         Tujuan penilaian atau survei kebisingan adalah untuk mengetahui adanya sumber
bising yang melebihi nilai ambang batas (NAB) yang diperkenankan dan mengetahui apakah
bising mengganggu komunikasi pekerja, atau perlu mengikuti PKP.

·         Selain itu, juga untuk menentukan apakah area kerja tertentu memerlukan alat
perlindungan pendengaran, menilai kualitas bising untuk pengendalian serta menilai apakah
program pengendalian bising telah berjalan baik.

Penilaian paparan kebisingan ini meliputi:

 Penilaian area, antara lain memantau kebisingan lingkungan kerja, mengidentifikasi


sumber bising di lingkungan kerja, sumber bising yang melebihi NAB, menentukan
perlunya pengukuran lebih lanjut, serta membuat peta kebisingan (noise mapping).
 Penilaian dosis paparan harian, antara lain mengidentifikasi kelompok kerja yang
memerlukan pemantauan dosis paparan harian, menentukan pekerja yang perlu
dipantau secara individual, menganalisis dosis paparan harian, dan menentukan
pekerja yang memerlukan penilaian dengan audiometri.
 Engineering survey, antara lain melakukan analisis frekuensi untuk pengendalian,
mengetahui pola kebisingan untuk perawatan, modifikasi, rencana pembelian
peralatan mesin berikutnya, menentukan area yang perlu alat pelindung, dan
mengusulkan pengendalian yang diperlukan.

2. Pengendalian kebisingan
Pada program pencegahan gangguan pendengaran terdapat tiga hal yang dapat mengontrol
bahaya kebisingan, yaitu:

 Rekayasa teknologi (engineering control) dengan pemilihan peralatan/mesin/proses


yang lebih sedikit menimbulkan bising, isolasi sumber bising dengan pemasangan
peredam bunyi, melakukan perawatan, dan menghindari kebisingan.
 Pengendalian administratif, dengan melakukan shift kerja, mengurangi waktu kerja,
merotasi tempat kerja, pengaturan produksi dengan cara menghindari bising yang
konstan,  dan melakukan pelatihan dan sosialisasi fungsi pendengaran dan
perlindungan.
 Alat pelindung pendengaran. Penggunaan alat pelindung pendengaran merupakan
pilihan terakhir yang harus dilakukan. Alat pelindung pendengaran yang digunakan
harus mampu mengurangi kebisingan hingga mencapai 85 dB, harus nyaman, sesuai
dengan bahaya dan jenis pekerjaan, serta efisien.

3. Tes audiometri berkala

Audiometri adalah pemeriksaan pendengaran menggunakan audiometer nada murni karena


mudah diukur, mudah diterangkan, dan mudah dikontrol. Terdapat tiga syarat untuk
kebasahan pemeriksaan audiometri, yaitu alat audiometer yang baik, lingkungan pemeriksaan
yang tenang, dan keterampilan pemeriksa yang cukup andal.

Pekerja yang diperiksa harus kooperatif, tidak sakit, mengerti instruksi, dapat mendengarkan
bunyi di telinga, sebaiknya bebas dari paparan bising sebelumnya minimal 12-14 jam, dan
alat audiometer terkalibrasi. Tes audiometri atau tes pendengaran terhadap pekerja ini
setidaknya dilakukan secara berkala setahun sekali.

Pemeriksaan audiometri ini sangat bermanfaat untuk pemeriksaan screening pendengaran,


dan merupakan penunjang utama diagnostik fungsi pendengaran.

 4. Alat pelindung pendengaran

Menggunakan pelindung pendengaran ketika bekerja dengan paparan kebisingan tinggi


merupakan upaya pencegahan yang tak kalah penting. Anda bisa menggunakan ear plug atau
ear muff yang memiliki nilai NRR (Noise Reduction Rate) sesuai nilai kebisingan di area
kerja atau dengan NRR terbesar.

Namun pastikan pelindung pendengaran yang Anda gunakan juga kompatibel dengan alat
pelindung diri lainnya, seperti helm dan kacamata. Juga nyaman dan efisien saat dipakai serta
saat Anda memakai pelindung pendengaran pastikan Anda masih bisa berkomunikasi dengan
pekerja lain.

5. Motivasi dan edukasi

Motivasi dan edukasi sebaiknya diberikan tidak hanya pada pekerja saja tetapi juga pada
pimpinan perusahaan. Tujuan motivasi dan edukasi adalah untuk memberi pengetahuan dan
memotivasi agar program pencegahan gangguan pendengaran menjadi kebutuhan bukan
paksaan, menyadari bahwa perawatan dan pencegahan lebih penting daripada kompensasi.

Edukasi program ini meliputi:


 Standar penanganan dampak kebisingan akibat kerja
 Dampak kebisingan terhadap pendengaran
 Kebijakan perusahaan dengan pengendalian bahaya kebisingan, baik yang sudah
berjalan maupun rencana ke depannya
 Pentingnya audiometri dalam mencegah hilangnya pendengaran akibat kebisingan dan
bagaimana melakukan tes tersebut
 Tanggung jawab pekerja dan manajemen, dengan diskusi mengenai sumber
kebisingan, bagaimana pengendaliannya, dan upaya pencegahannya. 

6. Pencatatan dan pelaporan data

Informasi yang harus tersimpan dalam pencatatan dan pelaporan , yaitu data hasil pengukuran
kebisingan, data pengendalian kebisingan (rekayasa teknologi dan administratif), data hasil
audiometri, data alat pelindung diri, data pendidikan dan pelatihan, serta data evaluasi
program.

7. Evaluasi program

Penting bagi perusahaan untuk melakukan peninjauan apakah program konservasi


pendengaran di atas sudah dilakukan secara menyeluruh dan kualitas pelaksanaan masing-
masing komponennya sudah efektif.

Lakukan identifikasi apakah ada area kerja yang diharus dilakukan pengendalian lebih lanjut.
Buat daftar yang spesifik untuk masing-masing area kerja untuk meyakinkan apakah semua
komponen program telah ditindak lanjuti sesuai standar berlaku

Gangguan pendengaran akibat bising merupakan penyakit akibat kerja yang masih sering
dijumpai. Program konservasi pendengaran merupakan cara yang dapat mengurangi
terjadinya gangguan pendengaran di tempat kerja. Sosialisasi program dapat meningkatkan
kualitas hidup para pekerja di industri yang terpapar bising.

Alat Pelindung Diri dan permasalahannya


APD (Alat Pelindung Diri)

Alat Pelindung Diri pada dasarnya merupakan alat yang sangat penting, sebab alat tersebut
adalah upaya terakhir dalam usaha melindungi pekerja setelah upaya rekayasa (engineering)
dan administratif oleh perusahaan (alat pelindung diri, 2008). Hal tersebut dimaksudkan
untuk melindungi maupun mengurangi tingkat kecelakaan kerja yang kerap terjadi akibat
tindakan pencegahan melalui rekayasa (engineering) seperti perbaikan alat atau mesin kerja
yang sudah tidak bisa dilakukan oleh perusahaan. APD sendiri memiliki bermacam-macam
jenis, hal tersebut tergantung pada resiko yang akan dihadapi di lingkungan kerja. Macam-
macam jenisnya yaitu safety helmet, sabuk keselamatan dan tali pengaman (safety belt dan
harness), sepatu karet (sepatu boot), sepatu pelindung (safety shoes), sarung tangan, penutup
telinga (ear Plug / ear Muff), kaca mata pengaman (safety glasses), masker (respirator),
pelindung wajah (Face Shield), jas hujan (rain coat)
        Peristiwa kecelakaan kerja di Indonesia sering terjadi bila dibandingkan dengan negara
lain akibat kurang memahami pentingnya penggunaan APD. Berdasarkan data PT
JAMSOSTEK (2010), dari Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans)
bahwa sepanjang tahun 2009 saja telah terjadi 54.395 kasus kecelakaan. Jika diasumsikan
264 hari kerja dalam setahun, maka rata-rata ada 17 tenaga kerja mengalami cacat fungsi
akibat kecelakaan kerja setiap hari. 

           Beberapa kejadian kecelakaan kerja di Indonesia disebabkan oleh pekerja yang tidak
menerapkan standar safety yang lengkap seperti penggunaan APD. Hal tersebut bisa dilihat
dari beberapa kasus kecelakaan yang pernah terjadi dan penyebab kecelakaan dari tahun ke
tahun selalu berulang-ulang dan terkesan tiap kasus kecelakaan kerja yang pernah terjadi
tidak dilakukan evalusi dan perbaikan oleh perusahaan maupun pekerja di Indonesia agar
tidak terjadi lagi kedepannya. Jadi, sampai saat ini yang menjadi penyebab kecelakaan masih
sama yaitu tanpa standar keamanan yang lengkap seperti penggunaan APD. Hal tesebut juga
tidak hanya terjadi pada satu bidang saja, akan tetapi terjadi di semua bidang pekerjaan.
Adapun beberapa contoh kasusnya seperti berikut :

 Kasus kecelakaan yang terjadi pada bulan agustus 2007, Pekerja tidak menggunakan
standar keamanan kerja seperti safety helmet, sepatu safety dan safety belt,
mengakibatkan 2 pekerja kuli bangunan mengalami kecelakaan yang menimbulkan
kematian saat bekerja di Apartemen Kelapa Gading Square, Jl Boulevard Kelapa
Gading Barat, Jakarta Utara
 Kasus kecelakaan yang terjadi pada 16 Mei 2011, Seorang pekerja meninggal secara
tragis setelah terjatuh dari lantai 6 hotel Amaris di Jalan Raya Pajajaran Bogor
Tengah Kota Bogor dengan luka parah di kepala dan tulang belakang.  Korban
terjatuh karena terpeleset di area yang licin  akibat turun hujan deras dan juga korban
tidak memakai tidak menggunakan helm pengaman dan safety belt
 Kecelakaan yang terjadi pada 29 April 2012, Seoarang pekerja bangunan yang sedang
mengerjakan plafon tewas terjatuh dari lantai tiga di mal Cibinong Square, Korban
tewas karena luka pada bagian kepalanya. Pekerja tidak menggunakan helm
pengaman dan safety belt

           Berdasarkan kejadian kecelakaan diatas, bahwa ada perilaku pekerja Indonesia yang
kurang baik dalam memahami resiko kecelakaan yang mungkin terjadi seperti kejadian
sebelumnya dan juga  tidak memahami betapa pentingnya peralatan safety untuk digunakan
di lingkungan yang memiliki resiko kecelakaan sebagai keamanan dirinya. Hal tersebut juga
menggambarkan perilaku pekerja kurang peka akan pentingnya keselamatan bagi dirinya.
Perilaku pekerja terutama di Indonesia yang mengabaikan penggunaan peralatan safety
(APD) dikarenakan beberapa alasan baik disengaja maupun tidak disengaja. Berdasarkan
hasil survey ada 5 alasan yang paling sering di kemukakan bagi pekerja yang tidak
menggunakan APD   sebagai berikut :

a. Lupa karena terburu-buru

Alasan tersebut bisa disebabkan karena  :

 Pekerja datang terlambat saat bekerja.


 Pekerja lupa peralatan safety apa saja yang harus akan dipakainya pada kondisi
lingkungan kerja yang akan dihadapinya.
Solusinya :

 Terapkan sangsi bagi pekerja yang terlambat sehingga tidak memakai APD dan
pekerja selalu diingatkan untuk memakainya.
 Beri informasi standar prosedur penggunaan APD. Misalnya di tempel gambar
penggunaan macam-macam APD dan di lingkungan mana saja menggunakan alat-alat
tersebut. Informasi tersebut dapat ditempel di area atau lingkungan yang berhaya bagi
pekerja atau bisa juga di tempat sekitar area dimana APD tersebut diletakkan.

b. Tidak nyaman untuk di pakai

Alasan tersebut bisa disebabkan karena  :

 Merasa risih karena tidak terbiasa memakainya.


 Merasa malu karena bentuk dari APD terkesan aneh bagi pekerja yang belum pernah
melihat dan memakai sebelumnya.
 Ukurannya tidak sesuai dengan ukuran tubuh tiap pekerja.
 Beratnya APD  menambah beban tubuh saat bekerja.

Solusinya :

 Memberikan penjelasan akan pentingnya APD serta membiasakan mereka selalu


memakainya dalam kondisi apapun.
 Memberikan penjelasan tentang APD dan memberi macam-macam bentuknya serta
manfaat kegunaannya. Selain itu juga, perusahaan perlu memberikan informasi
kepada pekerja bahwa sudah banyak orang memakai APD di semua bidang pekerjaan.
 Jadikan penggunaan APD sebagai budaya perusahaan dan juga sebagai suatu filosofi
bahwa berada di tempat kerja harus pakai APD.
 Selalu menanyakan apakah ada masalah terhadap ukurannya maupun beratnya. Hal
ini dimaksudkan agar perusahaan menyediakan yang sesuai atau memikirkan
alternatif lain agar pekerja tetap aman.
 Memberikan contoh cara penggunaan yang benar, sehingga bila dipakai terasa
nyaman. 

c. Kurang paham kapan saat memakainya

Alasan tersebut bisa disebabkan karena  :

 Tidak ada training yang dilakukan oleh perusahaan tentang pemahaman kapan
pekerja harus menggunakannya.
  Pekerja sudah dapat materi training, tetapi belum memahaminya.

Solusinya :

 Sebaiknya perusahaan selalu mengadakan training tentang APD. Hal tersebut akan
membuat pekerja paham kapan mereka memakainya, serta memahami dalam kondisi
atau lingkungan yang bagaimana harus menggunakannya.
  Setelah dapat materi training, pekerja harus memberikan keterangan tertulis kepada
perusahaan apabila mereka sudah paham. Hal tersebut dilakukan agar pekerja tidak
memberikan alasan seperti sebelumnya yaitu kurang paham tentang waktu
penggunaannya jika terjadi kesalahan tidak memakai APD.

d. Tidak ada/ tidak punya waktu untuk memakai

Alasan tersebut bisa disebabkan karena  :

 Jarak antara waktu kedatangan pekerja dengan waktu di mulainya pekerjaan sangat
sedikit. Jadi, pekerja datang langsung melakukan aktifitas pekerjaan sehingga tidak
sempat menggunakan APD.
  Tidak ada jeda waktu saat pekejaan di area lingkungan yang satu dengan berlanjut ke
area yang lain. Misalnya pekerja mula-mula bekerja diarea yang mengharuskan
menggunakan safety helmet, kemudian dia langsung melanjutkan pekerjaan yang lain
di area yang diharuskan menggunakan safety belt dan tali pengaman tanpa ada waktu
jeda sehingga pekerja tidak menyempatkan diri untuk memakainya.

Solusinya :

 Terapkan disiplin pada karyawan saat datang di perusahaan. Misalnya menerapkan


aturan bahwa pekerja harus datang 30 menit sebelum di mulainya pekerjaan.
 Apabila pekerjaan yang satu kemudian berlanjut ke pekerjaan yang lain, sebaiknya
diberi waktu jeda beberapa menit agar pekerja dapat menggunakan APD jenis lain
sesuai dengan resiko dari lingkungan tersebut. Hal tersebut perlu dilakukan jika
memang pekerja harus memakai APD yang berbeda dari sebelumnya.

e. Merasa Tidak akan celaka

Alasan tersebut bisa disebabkan karena  :

 Pekerja merasa sangat yakin bahwa tanpa APD akan tetap aman. Hal tersebut karena
beranggapan bahwa apa yang akan dilakukannya aman dan tidak menimbulkan resiko
kecelakaan.
 Akibat perilaku sebelumnya, dimana saat tidak menggunakan APD ternyata aman.
Jadi, hal tersebut membuat pekerja berasumsi bahwa saat ini juga pasti aman seperti
sebelumnya.

Solusinya :

 Perlu dilakukan suatu forum diskusi atau seminar tentang pentingnya memahami
situasi yang menggambarkan kemungkinan resiko kecelakaan. Dalam hal ini,
pembicara dari korban kecelakaan yang sebelumnya merasa yakin tidak akan celaka
saat bekerja. Hal ini untuk memberikan penjelasan bahwa kecelakaan kemungkinan
terjadi, sehingga pekerja harus selalu pakai APD walaupun merasa tidak akan celaka.
 Melakukan komunikasi dengan pekerja dengan cara mendatangkan seorang psikolog.
Dalam Hal ini, psikolog bertujuan merubah pandangan pekerja misalnya
berpandangan bahwa kemarin aman berarti sekarang aman dirubah persepsinya yaitu
sekarang aman, besok belum tentu aman. Selain itu juga, memberikan suatu
penjelasan tentang pentingnya suatu kehidupan bagi pekerja. Jika pekerja sudah
paham akan pentingnya suatu kehidupan pasti akan selalu waspada terhadap
kemungkinan terjadinya kecelakaan, sehingga menyadari bahwa APD penting untuk
digunakan saat bekerja.  

Anda mungkin juga menyukai