Anda di halaman 1dari 8

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/347126553

Sejarah Aljabar : Manfaat Pembelajaran Sejarah Matematika

Article · December 2020

CITATIONS READS

0 1,447

3 authors, including:

Ika Permata Sari


State University of Medan
2 PUBLICATIONS   0 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Ika Permata Sari on 15 December 2020.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


SEJARAH ALJABAR :
MANFAAT PEMBELAJARAN SEJARAH MATEMATIKA

IKA PERMATA SARI


FMIPA Universitas Negeri Medan, permatasariika955@gmail.com

ABSTRAK
Sejarah matematika memberikan landasan pemahaman yang mendalam tentang evolusi konsep
matematika, memahami kenapa dan bagaimana konsep matematika dikembangkan selama bertahun-
tahun dengan kerja keras, belajar sejarah matematika bisa meningkatkan minat dan mengembangkan
sikap positif siswa terhadap matematika. Sebagai contoh, bagaimana Al-Khawarizmi
mengembangkan metode kuadrat sempurna dalam menyelesaikan persamaan kuadrat. Melalui sejarah
matematika, kerja keras para matematikawan dalam menemukan dan mengembangkan suatu konsep
atau penyelesaian suatu permasalahan bisa menjadi kisah inspiratif. Penelitian ini juga bermanfaat
bagi siswa agar lebih mudah dalam memahami mata pelajaran matematika pada umumnya dan materi
aljabar pada khususnya, serta mengurangi kecemasan yang terjadi dalam mempelajari aljabar karena
keabstrakan aljabar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi literatur, yaitu
mengkaji penelitian-penelitian sebelumnya yang relevan dan menyimpulkan berdasarkan hasil yang
diperoleh. Hasil dari penelitian ini adalah membantu pendidik mengatasi miskonsepsi pada tahap awal
belajar aljabar.

PENDAHULUAN

Istilah Matematika berasal dari perkataan latin mathematica yang mulanya diambi dari
perkataan Yunani mathematike yang berarti “relating to learning”. Perkataan itu mempunyai akar
kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu. Menurut Sriraman & Englis (dalam Sriyanto 2017:
47) menyatakan bahwa “mathematics is a human activity and an outcome of this activity is the felling
of objectivity that mathematical objects possess”. Matematika merupakan suatu aktivitas manusia dan
akibat dari aktivitas ini dapat dirasakan secara objektif dari setiap objek Matematika.
Salah satu cabang dari ilmu matematika adalah aljabar. Menurut Noor Hidayani (2012: 1)
aljabar adalah cabang matematika yang mempelajari struktur, hubungan dan kuantitas. Dalam
kehidupan sehari-hari, tanpa disadari kita sering berkutat dengan aljabar. Salah satu contohnya adalah
pedagang. Dengan aljabar pedagang dapat menghitung besar kecil keuntungan atau kerugian yang
dapat diperolehnya dan dapat menentukan besar modal yang harus dipakainya.
Sejarah merupakan sumber pengetahuan. Sejarah memberikan informasi berharga terkait
perkembangan di masa lampau yang mendukung kemajuan di masa sekarang. Dalam hal ini, sejarah
matematika juga memberikan pengetahuan bagaimana konsep matematika berkembang. Di Indonesia
masih sangat sedikit pemanfaatan sejarah matematika dalam pendidikan matematika. Hal tersebut
ditunjukkan dengan belum terintegrasinya pemanfaatan sejarah dalam kurikulum pendidikan
matematika di Indonesia. Padahal jika dikaji secara mendalam, banyak sekali pencapaian besar dalam
sejarah perkembangan konsep matematika yang dapat dimanfaatkan dalam pembelajaran matematika.
Beberapa peneliti sangat merekomendasikan pemanfaatan sejarah matematika dalam pembelajaran
(Kusumawati & Fachrudin, 2019: 37).
Menurut Fried (dalam Fiangga dkk, 2017: 295) ada 3 alasan mengapa pentingnya belajar
sejarah matematika. Ketiga alasan tersebut adalah (1) bahwa sejarah matematika “memanusiakan”
matematika, (2) sejarah matematika membuat matematika lebih menarik dan mudah dipahami dan (3)
sejarah matematika dapat memberi wawasan lebih dalam terhadap konsep masalah dan pemecahan
masalah dalam matematika. Begitu juga dengan mempelajari aljabar. Dengan mempelajari sejarah
aljabar diharapkan pembelajaran dapat berjalan dengan mudah dan menarik.

METODE PENELITIAN

Penulisan artikel ini menggunakan metode studi literature (library research). Penulis
mengumpulkan referensi terkait sejarah aljabar dalam pembelajaran berupa ebook dan artikel jurnal
online. Kedua jenis referensi ini memuat hasil penelitian dan kajian pustaka terkait topik. Referensi
tersebut dibaca secara seksama untuk memperoleh penjelasan yang rinci terkait sejarah aljabar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pengertian Aljabar

Aljabar berasal dari Bahasa Arab “al-jabr” yang berarti “pertemuan”, “hubungan” atau
“perampungan”. Menurut Watson (dalam Andriani, 2015: 3) aljabar adalah cara kita menyatakan
generalisasi tentang bilangan, kuantitas, relasi dan fungsi.
Menurut Noor Hidayani (2012 :1) aljabar adalah cabang matematika yang mempelajari struktur,
hubungan dan kuantitas. Untuk mempelajari hal-hal ini dalam aljabar digunakan simbol (biasanya
berupa huruf) untuk merepresentasikan bilangan secara umum sebagai sarana penyederhanaan dan
alat bantu untuk memecahkan masalah. Berdasarkan uraian diatas, maka pengertian aljabar adalah
materi pembelajaran yang mempelajari struktur, hubungan dan kuantitas yang biasa disimbolkan
untuk memecahkan permasalahan.

2. Asal Usul Aljabar

Asal mula Aljabar dapat ditelusuri berasal dari Babilonia Kuno yang mengembangkan system
matematika yang cukup rumit, dengan hal ini mereka mampu menghitung dalam cara yang mirip
dengan aljabar sekarang ini. Dengan menggunakan sistem ini, mereka mampu mengaplikasikan rumus
dan menghitung solusi untuk nilai yang tak diketahui untuk kelas masalah yang biasanya dipecahkan
dengan menggunakan persamaan Linier, persamaan Kuadrat dan Persamaan Linier tak tentu.
Sebaliknya, bangsa Mesir dan kebanyakan bangsa India, Yunani, serta Cina dalam melenium pertama
belum masehi, biasanya masih menggunakan metode geometri untuk memecahkan persamaan seperti
ini, misalnya seperti yang disebutkan dalam “the Rhind Mathematical Papyrus”, “Sulba Sutras”,
“Eucilid’s Elements” dan “The Nine Chapters on the Mathematical Art”. Hasil bangsa Yunani dalam
Geometri, yang tertulis dalam kitab elemen, menyediakan kerangka berpikir untuk menggeneralisasi
formula metematika di luar solusi khusus dari suatu permasalahan tertentu ke dalam sistem yang lebih
umum untuk menyatakan dan memecahkan persamaan, yaitu kerangka berpikir logika Deduksi.
Seperti telah disinggung di atas istilah “aljabar” berasal dari kata Arab “al-jabr” yang berasal dari
kitab “Al-Kitab aj-jabr wa al-Muqabala” (yang berarti “The Compendious Book on Calculation by
Completion and Balancing”) Yang ditulis oleh matematikawan Persia Muhammad ibn Musa Al-
Khawarizmi. Kata “Al-Jabr” sendiri sebenarnya berarti penggabungan (reunion). Matematikawan
Yunani di zaman Hllenisme, Diophantus, secara tradisional dikenal sebagai “Bapak Aljabr”,
walaupun sampai sekarang masih diperdebatkan, tetapi ilmuwan yang bernama R Rashed dan Angela
Armstrong dalam karyanya bertajuk The Development of Arabic Mathematics, menegaskan bahwa
Aljabar karya Al-Khawarizmi memiliki perbedaan yang signifikan dibanding karya Diophantus, yang
kerap disebut-sebut sebagai penemu Aljabar. Dalam pandangan ilmuwan itu, karya Khawarizmi jauh
lebih baik di banding karya Diophantus. (Hidayah, 2012: 1-2)
Al-Khawarizmi yang pertama kali memperkenalkan aljabar dalam suatu bentuk dasar yang dapat
diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan konsep aljabar Diophantus lebih cenderung
menggunakan aljabar sebagai alat bantu untuk aplikasi teori bilangan. Para sajarawan meyakini bahwa
karya al-Khawarizmi merupakan buku pertama dalam sejarah di mana istilah aljabar muncul dalam
konteks disiplin ilmu. Kondisi ini dipertegas dalam pembukuan, formulasi dan kosakata yang secara
teknis merupakan suatu kosakata baru.
Ilmu pengetahuan aljabar sendiri sebenarnya merupakan penyempurnaan terhadap pengetahuan
yang telah dicapai oleh bangsa Mesir dan Babylonia. Kedua bangsa tersebut telah memiliki catatan-
catatan yang berhubungan dengan masalah aritmatika, aljabar dan geometri pada permulaan 2000 SM.
Dalam buku Arithmetica of Diophantus terdapat beberapa catatan tentang persamaan kuadrat.
Meskipun demikian persamaan yang ada belum terbentuk secara sistematis, tetapi terbentuk secara
tidak sengaja melalui penyempurnaan kasus-kasus yang muncul. Karena itu, sebelum masa al-
Khawarizmi, aljabar belum merupakan suatu objek yang secara serius dan sistematis dipelajari. (
Dalle, J. 2006: 37).

3. Tokoh-tokoh pelopor aljabar

Suatu ilmu pengetahuan tidak akan lepas dari tokoh pelopornya. Terdapat beberapa tokoh-tokoh
pelopor aljabar, diantara sebagai berikut:

a. Al-Khawarizmi

Muhammad bin Musa al-Khawarizmi, adalah ahli Matematika, Astronomi, Astrologi, dan
Geografi yang berasal dari Persia. Dalam pendidikan telah dibuktikan bahwa al-Khawarizmi
adalah seorang tokoh Islam yang ber pengetahuan luas. Pengetahuan dan keahliannya bukan hanya
dalam bidang syariat tapi di dalam bidang Falsafah, Logika, Aritmatika, Geometri, Musik, Ilmu
Hitung, Sejarah Islam dan Kimia. Beberapa cabang ilmu dalam Matematika yang diperkenalkan
oleh al-Khawarizmi seperti: Geometri, Al jabar, Aritmatika dan lain-lain.
Algebra/Aljabar merupakan nadi Matematika. Karya Al-Khawarizmi telah diterjemahkan
oleh Gerhard of Gremano dan Robert of Chaster ke dalam bahasa Eropa pada abad ke-12. Sebelum
munculnya karya yang berjudul ‘Hisab al-Jibra wa al Muqabalah yang ditulis oleh al-Khawarizmi
pada tahun 820 M. Sebelum ini tak ada istilah aljabar. (Kurnia, 2011: 161-162)

b. Al-Qalasadi
Al-Qalasadi dalam mengembangkan ilmu matematika sungguh sangat tak ternilai. Ia sang
matematikus Muslim di abad ke-15, kalau tanpa dia boleh jadi dunia dunia tak mengenal simbol-
simbol ilmu hitung. Sejarang mencatat, al Qalasadi merupakan salah seorang matematikus Muslim
yang berjasa memperkenalkan simbol-simbol Aljabar. Symbol-simbol tersebut pertama kali
dikembangkan pada abad 14 oleh Ibnu al-Banna kemudian pada abad 15 dikembangkan oleh al-
Qalasadi, al-Qalasadi memperkenalkan symbol-simbol matematika dengan menggunakan karakter
dari alphabet Arab. (Wahyudin, 2003: 104).
Sejarah mencatat al-Qalasadi mengenalkan simbol-simbol aljabar sebagai pengembangan dari
al-Banna, ia memperkenalkan simbol matematika dengan menggunakan wa (+), untuk
pengurangan (-), al-Qalasadi menggunakan “illa” berarti “kurang” serta “fi” untuk perkalian (X)
dan simbol “ala” untuk pembagian (/). (Sanusi, 2013: 43)
c. Sharaf al-Dīn al-Muẓaffar ibn Muḥammad ibn al-Muẓaffar al-Ṭūsī

Sharaf al-Dīn al-Muẓaffar ibn Muḥammad ibn al-Muẓaffar al-Ṭūsī (1135-1213) adalah
matematikawan dan astronom Islam dari Persia. Sharif al-Din mengajar berbagai topik
matematika, astronomi dan yang terkait, seperti bilangan, tabel astronomi, dan astrologi.
Al-Tusi menulis beberapa makalah tentang aljabar. Dia memberikan metode yang kemudian
dinamakan sebagai metode Ruffini-Horner untuk menghampiri akar persamaan kubik. Meskipun
sebelumnya metode inini telah digunakan oleh para matematikawan Arab untuk menemukan
hampiran akar ke-n dari sebuah bilangan bulat, al-Tusi adalah yang pertama kali yang menerapkan
metode ini untuk memecahkan persamaan umum jenis ini. (Berggren, 1990: 304-309)

d. Omar Khayyam
Omar adalah seorang figur yang terpengaruh oleh islam. Shahrazuri (1250-1300)
menyebutnya sebagai “pengganti Ibnu Sina” seorang ahli matematika sekaligus filusuf
besar. Dalam hubungannya dengan Omar Khayyam, Carra De Vaux menyatakan bahwa:
Keahliannya sebagai seorang ahli geometri setingkat dengan pengetahuan kesusastraannya
dan menguak kekuatan logika dan kecerdikannya. Aljabar adalah sebuah buku yang
digolongkan dalam buku kelas satu yang mereprsentasikan pernyataan yang lebih maju dari
ilmu pengetahuan yang kita lihat dari Yunani kemudian, mungkin atau tidak, ini
menandai kemajuan yang luar biasa dari bangsa Yunani. (Salmina, 2016: 30)

4. Ide Aljabar Al-Khawarizmi

Al-Khawarizmi merupakan tokoh yang mencetuskan ide konsep aljabar untuk pertama kalinya.
Dalam buku Hisab al-jabr w'al-muqabala, al-Khwarizmi memulai idenya dengan mendefinisikan
istilah-istilah dasar matematika yang sangat penting dalam aljabar seperti: "sesuatu"(variabel), "suatu
hal yang tidak diketahui", dan "kuadrat". Setelah itu, ia akan membawanya kedalam enam bentuk
persamaan (𝑎𝑥 2 = 𝑏𝑥, 𝑎𝑥 2 = 𝑐, 𝑏𝑥 = 𝑐, 𝑎𝑥 2 + 𝑏𝑥 = 𝑐, 𝑎𝑥 2 + 𝑐 = 𝑏𝑥, 𝑎𝑥 2 = 𝑏𝑥 + 𝑐). Dari keenam
bentuk tersebut, kemudian diubah ke tiga bentuk canonic (𝑥 2 + 𝑝𝑥 = 𝑞, 𝑥 2 = 𝑝𝑥 + 𝑞, 𝑥 2 + 𝑞 = 𝑝𝑥) .
Dari bentuk inilah al-khawarizmi memberikan syarat bahwa tidak mungkin memiliki solusi dalam
𝑝 2
himpunan bilangan rasional positif untuk 𝑞 > � � . Selanjutnya untuk dapat menyelesaikan bentuk
2
aljabar tersebut, Al Khawarizmi mengelompokkannya ke dalam tiga keadaan dimana pada setiap
keadaan memiliki langkah-langkah yang berbeda untuk menemukan solusinya:

a. 𝒙𝟐 + 𝒑𝒙 = 𝒒
Tabel 1. Contoh mencari solusi dari kondisi a
Versi Al-Khawarizmi Versi Modern
Satu kuadrat, dan sepuluh akar sama dengan
𝑥 2 + 10𝑥 = 39
sejumlah tiga puluh sembilan dirham.
Bagi dua angka yang ada di akar sehingga 1
10 × → 5
hasilnya lima. 2
Lalu, kalikan hasilnya dengan dirinya sendiri 2
(5) = 25
sehingga hasilnya dua puluh lima
Hasil tersebut lalu ditambah dengan tiga
25 + 39 = 64
puluh sembilan. Hasilnya enam puluh empat
Lalu, hasil tersebut di akar sehingga hasilnya
delapan. √64 = 8
Kurangkan hasilnya dengan setengah angka 8−5=3
dari akar. Sehingga hasilnya tiga
Inilah solusi yang diperoleh 𝑥=3
Sumber: Pangestu & Wahyuni (2020: 3)

b. 𝒙𝟐 = 𝒑𝒙 + 𝒒
Tabel 2. Contoh mencari solusi dari kondisi b
Versi Al-Khawarizmi Versi Modern
Satu kuadrat dan dua puluh satu dirham sama
𝑥 2 + 21 = 10𝑥
dengan sejumlah sepuluh akar.
Bagi bilangan yang ada di akar dengan dua 1
10 × → 5
2
Hasilnya kalikan dengan dirinya sendiri (5)2 = 25
Kurangkan dengan dua puluh satu 25 − 21 = 4
Lalu, hasil tersebut di akar sehingga hasilnya
dua √4 = 2
Kurangkan hasilnya dengan setengah angka 5−2=3
dari akar. Sehingga hasilnya tiga.

Tambahkan hasilnya dengan setengah angka 5+2=7


dari akar. Sehingga hasilnya tujuh
Inilah solusi yang diperoleh 𝑥 = 3 atau 𝑥 = 7
Sumber: Pangestu & Wahyuni (2020: 3-4)

c. 𝒙𝟐 + 𝒒 = 𝒑𝒙
Tabel 3. Contoh mencari solusi dari kondisi c
Versi Al-Khawarizmi Versi Modern
Satu kuadrat nilainya sama dengan tiga akar
𝑥 2 = 3𝑥 + 4
dan empat dirham
Bagi bilangan yang ada di akar dengan dua 1 1
3× →1
2 2
Hasilnya kalikan dengan dirinya sendiri 1 2 1
(1 ) = 2
2 4
Tambahkan dengan dua puluh satu 1
2 +4=4
4
Lalu, hasil tersebut di akar sehingga hasilnya dua 1 1
setengah �6 = 2
4 2
Tambahkan hasilnya dengan setengah dari 1 1
bilangan akar 2 −1 =4
2 2

Inilah solusi yang diperoleh 𝑥=4


Sumber: Pangestu & Wahyuni (2020: 4)

Menurut Babin (dalam Wahyu & Mahfudy, 2016: 94) ada dua alasan penting terkait
penerapan sejarah matematika dalam pembelajaran yaitu sejarah matematika memberikan kesempatan
untuk membangun persepsi terkait apakah sebenarnya matematika dan memungkinkan kita memiliki
pemahaman yang lebih baik terkait konsep dan teori matematika. Dalam setiap dua hal tersebut, ada
urutan membangun pemahaman yaitu pada awalnya sejarah matematika bisa mengubah persepsi dan
pemahaman guru tentang matematika, kemudian sejarah matematika akan mempengaruhi bagaimana
cara guru mengajarkan matematika, dan pada akhirnya akan mempengaruhi cara siswa menerima dan
memahami matematika. Efektivitas penerapan sejarah matematika bisa dinilai melalui alur proses
tersebut.
Lawrence menemukan hasil yang signifikan dalam dua penelitiannya. Penerapan sejarah
matematika dalam pembelajaran meningkatkan motivasi siswa, siswa mulai melakukan investigasi
secara mandiri, keterampilan komunikasi siswa mengalami perbaikan, dan kohesi kelas
mempengaruhi perluasan dimana siswa merasa antusias dalam berpartisipasi. Penerapan sejarah
matematika bisa meningkatkan motivasi dan menciptakan landasan konseptual yang akan menjadi
dasar bagi guru dalam lingkungan pengembangan profesi yang berkelanjutan. Pengetahuan sejarah
matematika tentunya sangat menguntungkan bagi pendidik. Membantu pendidik mengatasi
miskonsepsi pada tahap awal belajar aljabar.
Al-khawarizmi mampu menggunakan aljabar kedalam penjelasan bahasa sehari-hari atau
natural language. Akhir-akhir ini ketika aljabar diperkenalkan sebelumnya telah diperkenalka terlebih
dahulu tentang simbol variabel. Pada tiga dekade ini masalah tentang simbol telah diperkenalkan pada
Sekolah Dasar sebagai persiapan menuju ke jenjang Sekolah Menengah. Sedangkan yang dialami oleh
al khawarizmi penggunaan aljabar menggunakan bahasa-bahasa yang familiar dalam kehidupan.
Sehingga ketika aljabar dijelaskan dengan menggunakan sistem yang familiar atau natural language
maka akan lebih mudah dipahami daripada menggunakan sistem yang tidak dikenal.
Al khawarizmi mampu menjabarkan idenya melalui geometri yang diadaptasi dari yunani
untuk menyelesaikan sistem persamaan kuadrat. Bentuk-bentuk kanonik yang sudah dijelaskan pada
bagian sebelumnya mampu didemonstrasikan oleh Al-Khawarizmi dalam bentuk geometri sehingga
terdapat kaitan antara geometri dan aljabar. Jika pendidik mengetahui konsep ini, pendidik dapat
memiliki variasi cara mengajar agar sesuai dengan kapasitas peserta didiknya. Dari konsep inilah
aljabar dapat dilakukan melalui pendekatan secara konkrit atau gambar tidak hanya secara abstrak.
(Pangestu & Wahyuni, 2020: 6).

KESIMPULAN DAN SARAN

Penerapan sejarah matematika dalam pembelajaran memberikan banyak kontribusi positif,


yaitu: memberikan kesempatan untuk membangun persepsi terkait apakah sebenarnya matematika,
memungkinkan kita memiliki pemahaman yang lebih baik terkait konsep dan teori matematika,
meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran, siswa mulai melakukan investigasi secara mandiri,
keterampilan komunikasi siswa mengalami perbaikan, dan kohesi kelas mempengaruhi perluasan
dimana siswa merasa antusias dalam berpartisipasi. Hasil dari penelitian ini adalah membantu
pendidik mengatasi miskonsepsi pada tahap awal belajar aljabar, ketika aljabar dijelaskan dengan
menggunakan sistem yang familiar atau natural language maka akan lebih mudah dipahami daripada
menggunakan sistem yang tidak dikenal, pendidik dapat memiliki variasi cara mengajar agar sesuai
dengan kapasitas peserta didiknya.

REFERENSI

Andriani, P. Penalaran Aljabar dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal Pendidikan Matematika.


Vol. 8 No. 1. 1-15. 2015.

Berggen, J. L. Innovation and Tradition in Sharaf al-Din al-Tusi’s Muadalat. Journal of the American
Oriental Society. Vol 110. No. 2. 304-309. 1990.
Dalle, J. Matematika Islam (Kajian Terhadap Pemikiran Al-Khawarizmi). Jurnal Pemikiran Islam dan
Kependidikan Al-Ta’lim. Vol. 8 No. 24. 33-46. 2006.

Fiangga, dkk. Perspektif Phytagoras dan Ontogenesis dalam Pengembangan Pembelajaran


Matematika Menggunakan Aspek Sejarah Matematika, Jurnal Pendidikan Matematika
FKIP Univ. Muhammadiyah Metro. Vol. 6 No. 2. 294-300.2017.

Hidayani, N. Bentuk Aljabar. Jakarta : PT Balai Pustaka (Persero), 2012.

Kurnia, R. A. E. Teori Aljabar Al-Khawarizmi. Jurnal Hukum dan Syariah. Vol. 2 No. 2. 160-165.
2011.

Kusumawati, I. B. dan Fachrudin, A. D. Analisis Sikap dan Keyakinan Calon Guru di Indonesia
Terhadap Pemanfaatan Sejarah Matematika dalam Pembelajaran Matematika. Jurnal
Riset Pendidikan dan Inovasi Pembelajaran Matematik. Vol. 3 No. 1, 36-43. 2019.

Pangestu, S. A dan Wahyuni, P. Al-Khawarizmi : Sejarah dan Pengaruh dalam Pembelajaran


Matematika. Prosiding Pendidikan Matematika dan Matematika. Vol 2. 1-7. 2020.

Salmina, M. Kontribusi Omar Khayyam Dalam Bidang Matematika. Vol. 7 No. 1. 29-37. 2016.

Sanusi, A. Kontribusi Islam Klasik Pada Ilmu Matematika. Jurnal Tamaddun. Vol. 1 No. 1. 35-45.
2013.

Sriyanto, H. J. Mengobarkan Api Matematika. Bandung : CV Jejak, 2017.

Wahyu, K. dan Mahfudy, S. Sejarah Matematika: Alternatif Stategi Pembelajaran Matematika. Beta.
Vol. 9 No. 1. 89-110. 2016.

Wahyudin, S. Ensiklopedi Matematika untuk SLTP. Jakarta : Tarity Samudra Berlian, 2003.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai