Disusun Oleh:
ENDAH AYUNENGRUM
30901900065
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
TAHUN AJARAN 2020
1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Saya Panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga dapat menyusun makalah ini tepat pada waktunya.
Makalah ini membahas “ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK KORBAN
PEMERKOSAAN”. Dalam penyusunan makalah ini, saya banyak mendapat hambatan akan
tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak hambatan itu bisa teratasi. Olehnya itu, saya
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Tuhan
Yang Maha Esa. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik konstruktif dari pembaca sangat diharapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya. Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
kepada kita sekalian.
Endah Ayunengrum
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
BAB 1.........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................5
C. Tujuan Makalah............................................................................................................................5
Bab II...........................................................................................................................................................6
Pembahasan.................................................................................................................................................6
A. Pengertian Pemerkosaan...............................................................................................................6
B. Jenis-Jenis Korban Pemerkosaan.................................................................................................6
C. Tanda dan Gejala..........................................................................................................................7
D. Faktor Penyebab............................................................................................................................8
E. Batasan KarakteristiK..................................................................................................................9
F. Patofisiologi..................................................................................................................................10
G. Dampak-Dampak Korban Pemerkosaan...............................................................................14
H. Pengobatan...............................................................................................................................15
I. Asuhan Keperawatan..................................................................................................................16
J. Aspek Pemeriksaan Fisik............................................................................................................19
K. Aspek Pemeriksaan Penunjang..............................................................................................21
L. Diagnosa Keperawatan................................................................................................................23
BAB III......................................................................................................................................................32
PENUTUP.................................................................................................................................................32
A. KESIMPULAN............................................................................................................................32
B. SARAN.........................................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................34
3
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelaku pemerkosaan terhadap anak sering kali justru dari lingkungan terdekat
anak, yaitu rumah tangga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Pelakunya adalah orang
yang seharusnya menjaga dan melindung anak, seperti orang tua, kakak laki-laki, paman,
pacar, teman, guru, kepala sekolah, bapak/ ibu angkat dan bapak/ibu tiri. Hal ini
mencerminkan bahwa adanya kebobrokan moral di Indonesia. Perlu adanya penanganan
dan penelitian secara khusus tentang factor-faktor yang menyebabkan banyaknya kasus
pemerkosaan yang terjadi di negara ini.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Makalah
BAB II
Pembahasan
A. Pengertian Pemerkosaan
7
a. Ingatan berulang dan menonjol tentang peristiwa itu
b. Mimpi-mimpi berulang dari peristiwa itu
c. Timbulnya secara tiba-tiba perilaku atau perasaan seolah-olah peristiwa traumatik
itu sedang timbul kembali, karena berkaitan dengan suatu gagasan atau stimulus/
rangsangan lingkungan.
3. Penumpulan renspons terhadap atau berkurangnya hubungan dengan dunia luar
(“psychic numbing” atau “anesthesia emotional”) yang dimulai beberapa waktu
sesudah trauma dan dinyatakan paling sedikit satu dari hal berikut:
a. Berkurangnya secara jelas minat terhadap satu atau lebih aktivitas yang cukup berarti;
b. Perasaan terlepas atau terasing dari orang lain;
c. Afek (alam perasaan) yang menyempit (constricted affect) atau efek depresif
(murung, sedih, putus asa).
d. Paling sedikit ada dua dari gejala-gejala berikut ini yang tidak ada sebelum trauma
terjadi, yaitu:
e. Kewaspadaan atau reaksi terkejut yang berlebihan;
f. Gangguan tidur (disertai mimpi-mimpi yang menggelisahkan);
g. Perasaan bersalah karena lolos dari bahaya maut, sedangkan orang lain tidak, atau
merasa bersalah tentang perbuatan yang dilakukannya agar tetap hidup;
h. Hendaya (impairment) daya ingat atau kesukaran konsentrasi
i. Penghindaran diri dari aktivitas yang membangkitkan ingatan tentang peristiwa
traumatic itu;
j. Peningkatan gejala-gejala apabila dihadapkan pada peristiwa yang menyimbolkan
atau menyerupai peristiwa traumatic itu.
D. Faktor Penyebab
E. Batasan KarakteristiK
Fase Akut
1. Respons somatic
a. Peka rangsang gastrointerstinal (mual, muntah, anoreksia)
b. Ketidaknyamanan genitourinarius (nyeri, pruritus)
c. Ketegangan otot-otot rangka (spasme, nyeri).
2. Respon Psikologis
a. Menyangkal
b. Syok emosional
c. Marah
d. Takut akan mengalami kesepian, atau pemerkosa akan kembali
9
e. Rasa bersalah
f. Panik melihat pemerkosa atau adegan penyerangan
3. Respon Seksual
a. Tidak percaya pada laki-laki
b. Perubahan dalam perilaku seksual
F. Patofisiologi
Menurut Tower (2002) dalam Maria (2008) kekerasan seksual pada anak dapat
terjadi satu kali, beberapa kali dalam periode berdekatan, bahkan menahun. Walaupun
berbeda-beda pada setiap kasus, kekerasan seksual tidak terjadi begitu saja, melainkan
melalui beberapa tahapan antara lain:
1. Tahap awal, pelaku membuat korban merasa nyaman. Ia menyakinkan bahwa apa yang
dilakukannya “tidak salah” secara moral. Pelaku mencoba menyentuh sisi kebutuhan
anak akan kasih sayang dan perhatian, penerimaan dari orang lain, atau mencoba
menyamakannya dengan permainan dan menjanjikan imbalan material yang
menyenangkan. Pelaku dapat mengintimidasi secara halus ataupun bersikap memaksa
secara kasar.
2. Tahap kedua, adalah interaksi seksual. Perilaku yang terjadi bisa saja hanya berupa
mengintip sampai perilaku yang intensitasnya berat, yakni memaksa anak untuk
melakukan hubungan seksual. Setelah kejadian tersebut, pelaku mengancam agar
merahasiakan apa yang terjadi kepada orang lain.
3. Tahap berikutnya, adalah tahapan dimana korban mau menceritakan pengalamannya
kepada orang lain. Kemungkinan korban merahasiakan pengalamannya sampai berusia
dewasa, atau menceritakannya kepada orang yang mempunyai kedekatan emosional
dengannya, sehingga ia merasa aman. Pelaku “mencobai” korban sedikit demi sedikit,
mulai dari:
a. Pelaku membuka pakaiannya sendiri
b. Pelaku meraba-raba bagian tubuhnya sendiri
c. Pelaku memperlihatkan alat kelaminnya
d. Pelaku mencium korban dengan pakaian lengkap
e. Pelaku meraba bagian-bagian tubuh korban: payudara, alat kelamin, dan bagian
lainnya.
f. Masturbasi, dilakukan oleh pelaku sendiri atau pelaku dan korban saling
menstimulasi.
g. Oral sex, dengan menstimulasi alat kelamin korban
h. Sodomi
i. Petting
j. Penetrasi alat kelamin pelaku
Anak yang memiliki resiko mengalami kekerasan seksual biasanya adalah anak-anak
yang biasa ditinggalkan sendiri dan tidak mendapat pengawasan dari orang yang lebih dewasa,
terutama ibu. Tidak hanya kehadiran secara fisik, kedekatan emosional antara ibu dan anak pun
merupakan factor yang penting (Maria, 2008).
11
sehingga merasa terteror tanpa arah
di malam hari
Tidak mau lepas dari terlalu ketakutan dan
pegangan orang tua tidak mau ditinggal
sendirian
Rasa ingin tahu, Perilaku agresif
eksploratif (kembali menghisap
jari atau mengompol
lagi)
Tidak dapat menahan Amat sensitif
kencing maupun buang dengan suara dan
air besar cuaca
Kesulitan bicara Bingung, panic
Perubahan selera makan Sulit makan
5-11 tahun Rasa gelisah, ketakutan Perilaku regresif
yang jelas terlihat
(menjadi lebih
kenak-kanakan)
Mengeluh Gangguan tidur
Senang menempel
kepada orang tua atau Ketakutan akan
yang dianggap dekat cuaca
Pertanyaan yang agresif Pusing, mual, timbul
masalah penglihatan
dan pendengaran
Berkompetisi dengan Ketakutan yang
sebayanya/saudaranya tidak beralasan
untuk mencari perhatian
orang tua/ guru
Menghindar/ malas ke Menolak untuk
sekolah masuk sekolah, tidak
bisa konsentrasi, dan
senang berkelahi
Mimpi buruk, dan takut Tidak bisa
gelap beraktivitas dengan
baik
Menyendiri dari kawan-
kawan
Hilang minat/
konsentrasi di sekolah
Remaja awal Gangguan tidur Menarik diri, Disorientasi dan lupa
(11-14 tahun) menyendiri terhadap sesuatu
Tidak nafsu makan Depresi, kesedihan, Depresi berat dan
dan membayangkan tidak mau ketemu
bunuh diri orang
Menjadi pemberontak di Perilaku agresif Memakai obat-obatan
rumah atau tidak mau terlarang
mengerjakan tugasnya
Permasalahan kesehatan Depresi Tidak bisa merawat
(kulit, buang air besar, (makan, minum,
pegal-pegal, pusing) mandi)
Remaja Masalah psikosomatis
(gatal, sulit buang air Bingung
(14-18 tahun)
besar, asma)
Pusing/ perasaan Menarik diri dan Halusinasi, ketakutan
tertekan menyendiri akan membunuh diri
sendiri atau orang lain
Gangguan selera makan Perilaku antisocial Tidak dapat
dan tidur (mencuri, agresif, memutuskan hal-hal
dan mencari yang paling mudah
perhatian dengan sekalipun
bertingkah)
Mulai mengidentifikasi Menarik diri dan Terlalu
diri dengan kawan tidur terlalu pulas terobsesi/dikuasai oleh
sebaya ingin menyendiri atau ketakutan di satu pikiran
dengan menghindari waktu malam
dari acara keluarga
13
1. Dampak Fisik
H. Pengobatan
Ada dua macam terapi pengobatan yang dilakukan untuk korban pemerkosaan
yaitu,
1. Farmakoterapi
Terapi obat hanya dalam hal kekanjutan pengobatan pasien. Terapi
dengan anti depresiva pada gangguan stress pasca traumatic ini masih
controversial. Obat yang biasa digunakan adalah benzodiazepine, litium,
camcolit dan zat pemblok beta seperti propranolol, klonidin, dan
karbamazepin. Obat tersebut biasanya diresepkan sebagai obat yang sudah
diberikan sejak lama dan kini dilanjutkan sesuai yang diprogramkan.
2. Psikoterapi
a. Anxiety Management
Terapis akan mengajarkan beberapa keterampilan untuk mengatasi gejala
korban pemerkosaan dengan lebih baik.
b. Relaxation Training
Belajar untuk mengontrol ketakutan dan kecemasan secara sistematis dan
merelaksasikan kelompok otot-otot utama.
c. Breathing retraining
Belajar bernafas dengan perut secara perlahan-lahan, santai dan
menghindari bernafas dengan tergesa-gesa yang menimbulkan perasaan
tidak nyaman, bahkan reaksi fisik yang tidak baik seperti jantung berdebar
dan sakit kepala.
d. Positive thingking and self-talk
Belajar untuk menghilangkan pikiran negatiif dan mengganti dengan
pikiran positif ketika menghadapi hal-hal yang membuat stress (stressor).
e. Exposure therapy
Terapis membantu menghadapi situasi yang khusus, orang lain, obyek,
memori atau emosi yang mengingatkan pada trauma dan menimbulkan
ketakutan yang tidak realistic dalam kehidupan sehari-hari.
f. Exposure in the imagination
Terapis bertanya kepada penderita untuk mengulang cerita secara detail
tentang kenangan –kenangan traumatis sampai mereka tidak mengalami
hambatan untuk menceritakannya.
15
g. Exposure in reality
Terapis membantu untuk menghadapi situasi yang sekarang aman tetapi
ingin dihindari karena menyebabkan ketakutan yang sangat kuat (misalnya:
kembali ke sekolah setelah terjadinya pelecahan secara verbal). Ketakutan
itu akan bertambah kuat jika kita berusaha untuk mengingat situasi tersebut
disbanding berusaha akan melupakannya. Pengulangan situasi yang disertai
penyadaran yang berulang-ulang akan membantu menyadari bahwa situasi
lampau yang menakutkan tidak lagi berbahaya dan kita dapat
mengatasinya.
h. Play therapy
Terapi bermain digunakan untuk merapi anak-anak dengan trauma. Terapis
menggunakan permainan untuk memulai topic yang tidak dapat dimulai
secara langsung. Hal ini dapat membantu anak-anal untuk lebih nyaman
dalam berproses dengan pengalaman traumatiknya.
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Doenges et.al (2007) pengkajian anak yang mengalami
penganiayaan (seksual abuse) antara lain:
a. Aktivitas atau Istirahat
Masalah tidur (misalnya tidak dapat tidur/ tidur berlebihan, mimpi buruk,
berjalan saat tidur, tidur di tempat yang asing, mengalami keletihan).
b. Integritas ego
c. Pencapaian diri negatif, menyalahkan diri sendiri/ meminta ampun karena
tindakannya terhadap orang tua
d. Harga diri rendah (pelaku/korban penganiayaan seksual yang selamat)
e. Perasaan bersalah, marah, takut dan malu, putus asa dan atau tidak
berdaya
f. Minimisasi atau penyangkalan signifikan pelaku (mekanisme pertahanan
yang paling dominan/ menonjol)
g. Penghindaraan atau takut pada orang, tempat, objek tertentu, sikap
menunduk, takut (terutama jika ada pelaku)
h. Melaporkan factor stress (misalnya perubahan financial, pola
hidup)Permusuhan terhadap objek/ tidak percaya pada orang lain
Eliminasi
a. Enuresisi, enkopresis
b. Infeksi saluran kemih yang berulang
c. Perubahan tonus sfingter
Makan dan minum
a. Muntah sering, perubahan selera makan (anoreksia), makan berlebihan,
perubahan berat badan, kegagalan memperoleh berat badan yang sesuai.
b. Hygiene
c. Mengenakan pakaian yang tidak sesuai dengan kondisi cuaca
(penganiayaan seksual) atau tidak adekuat member perlindungan.
d. Mandi berlebihan/ ansietas (penganiayaan seksual), penampilan kotor/
tidak terpelihara.
Neurosensori
a. Perilaku ekstrem (tingkah laku sangat agresif/ menuntut), sangat amuk
atau pasivitas dan menarik diri, perilaku tidak sesuai dengan usia.
b. Status mental: memori tidak sadar, periode amnesia, laporan adanya
pengingatan kembali. Pikiran tidak terorganisasi, kesulitan konsentrasi/
membuat keputusan. Afek tidak sesuai, mungkin sangat waspada, cemas dan
depresi.
c. Perubahan alam perasaan, kepribadian ganda, cinta, kebaikan dan
penyesalan yang dalam setelah penganiayaan seksual terjadi
d. Kecemburuan patologis, pengendalian impuls yang buruk, ketrampilan koping
terbatas, kurang empati terhadap orang lain
e. Membantung, menghisap jempol, atau perilaku kebiasaan lain: gelisah
(korban selamat).
17
f. Manifestasi psikiatrik (misal: fenomena disosiatif meliputi kepribadian
ganda (penganiayaan seksual), gangguan kepribadian ambang (korban inses
dewasa)
g. Adanya deficit neurologis/ kerusakan SSP tanpa tanda-tanda cedera
eksternal
h. Nyeri atau ketidaknyamanan
i. Bergantung pada cedera/ bentuk penganiayaan seksual
j. Berbagai keluhan somatic (misalnya nyeri perut, nyeri pinggul kronis,
spastik, kolon, sakit kepala)
Keamanan
a. Memar, tanda bekas gigitan, bilur pada kulit, terbakar (tersiram air panas,
rokok), ada bagian botak di kepala, laserasi, pendarahan yang tidak wajar,
ruam/gatal di area genital, fisura anal, goresan kulit, hemoroid, jaringan
parut, perubahan tonus sfringter.
b. Cedera berulang, riwayat bermacam kecelakaan,fraktur/ cedera internal.
c. Perilaku mencederai diri sendiri (bunuh diri), keterlibatan dalam aktivitas
dengan risiko tinggi
d. Kurangnya pengawasan sesuai usia, tidak ada perhatian yang dapat
menghindari bahaya di dalam rumah
Seksualitas
a. Perubahan kewaspadaan/aktivitas seksual, meliputi masturbasi kompulsif,
permainan seks dewasa sebelum waktunya, kecenderungan mengulang atau
melakukan kembali pengalaman. Kecurigaan yang berlebihan tentang seks,
secara seksual, menganiaya anak lain.
b. Perdarahan vagina, laserasi himen linier, bagian mukosa berlendir
c. Adanya PMS, vaginitis, kutil genital atau kehamilan (terutama pada anak).
d. Interaksi sosial
Menarik diri dari rumah, pola interaksi dalam keluarga secara verbal kurang responsive,
peningkatan penggunaan perintah langsung dan pernyataan kritik, penurunan
penghargaan atau pengakuan verbal, merasa rendah diri. Pencapaian prestasi di sekolah
rendah atau prestasi di sekolah menurun.
J. Aspek Pemeriksaan Fisik
19
dideskripsikan secara detail dan didokumentasikan.
3. Pemeriksaan Anogenital
Peran dokter menurut WHO dalam pemeriksaan anogenital ini terdiri dari
a. Memeriksa genitalia eksterna dan anus , memeriksa mons pubis , menilai
labia mayora , labia minora , hymen , clitoris dan perineum
b. Melakukan pemeriksaan dalam dengan menggunakan spekulum apabila
ditemukan adanya darah atau sekret dilakukan swab
c. Memeriksa anus korban dengan menggunakan rectal touche
d. Dokter pemeriksa disarankan untuk melakukan pemeriksaan digital rectal
examination apabila ketika melakukan anamnesis didapatkan dari
pengakuan korban adanya suatu objek yang dimasukkan ke lubang anus
Magalhães T dalam jurnal yang berjudul Biological Evidence Management for
DNA Analysis in Cases of Sexual Assault menyatakan bahwa pemeriksaan anogenital
sangat penting dalam mengumpulkan bukti – bukti yang selanjutnya didokumentasikan
untuk menjadi barang bukti dalam proses hukum kasus kejahatan seksual.
Pemeriksaan Anogenital menurut Kliegman R. dalam buku Nelson textbook of
pediatric berperan dalam menemukan luka yang bersifat akut berupa edema, eritema,
petekie, perdarahan atau laserasi, yang dikonfirmasi dengan menggunakan kolposkopi
untuk dokumentasi yang akan digunakan oleh penyidik dalam proses hukum suatu kasus
kejahatan seksual.
4. Dokumentasi Foto Hasil Pemeriksaan
Dokumentasi foto yang adekuat dan tersusun rapi diperlukan dalam
kasus kekerasan seksual. Daftar foto yang diambil beserta gambar kolposkopik
disusun dalam penomoran yang baik disertai deskripsi foto. Pemetaan tubuh
dan genitalia digunakan untuk menggambarkan cedera.
Dokumentasi foto hasil pemeriksaan ini menurut Margareth M. stark
berperan bagi dokter dalam meminta pendapat dan masukkan kepada dokter
lain. Dokumentasi pemeriksaan ini juga dapat digunakan sebagai media
pembelajaran bagi dokter lain dengan tetap menjaga kerahasiaan pasien.
Dokumentasi hasil pemeriksaan ini tidak boleh digunakan untuk kepentingan
non medis selain untuk kepentingan hukum.
21
toksikologi ini sangat dipengaruhi oleh lama waktu ketika korban meminum
obat atau alkohol hingga melapor ke rumah sakit. Semakin lama durasi
korban melapor sesudah meminum obat atau alkohol maka semakin kecil
pula zat – zat yang dapat ditemukan dalam darah akibat proses dari
metabolisme tubuh.
Pemeriksaan darah berperan dalam membantu dokter mencegah
penyakit menular seksual terutama HIV. Pemeriksaan darah juga membantu
dokter dalam mencegah penularan penyakit hepatitis B yang ditularkan
melalui cairan tubuh.
Peran dokter dalam pemeriksaan darah dan urin adalah :
a. Mengambil sampel darah dan urin yang dapat digunakan untuk
pemeriksaan toksikologi dan intoksikasi obat
b. Mengambil sampel darah yang digunakan untuk pemeriksaan serologi
khususnya penyakit menular seksual
c. Memeriksa sampel darah dan urin korban di laboratorium dan
menjelaskan hasil kepada penyidik
3. Pemeriksaan Kehamilan
Pemeriksaan kehamilan dengan metode β – HCG sangat penting untuk
dilakukan. Didalam buku victim of sexual violance : A hand book for Helper
digunakan pemeriksaan ini digunakan untuk membuktikan apakah korban
hamil akibat dari kasus kejahatan seksual sehingga dokter dapat melakukan
tatalaksana yang tepat untuk kehamilannya.
Korban yang dinyatakan hamil akibat kasus kejahatan seksual dalam
buku Rape Investigation Handbook dapat dilakukan pemeriksaan DNA
dengan menggunakan sampel dari kehamilan dan fetus dari korban. Hasil
pemeriksaan DNA tersebut dapat digunakan sebagai bukti kasus kejahatan
seksual tersebut.
Di Indonesia , fungsi dari pemeriksaan kehamilan adalah sebagai bukti
yang ditulis dalam visum et repertum yang akan digunakan oleh penyidik
untuk menindaklanjuti sebuah kasus kejahatan seksual.
Peran dokter dalam pemeriksaan kehamilan adalah :
a. Melakukan tes kehamilan atau pregnancy test
b. Menginterpretasikan hasil pemeriksaan tes kehamilan
L. Diagnosa Keperawatan
1. Harga diri rendah kronis b.d kurangnya pengakuan dari orang lain d.d nada gaya
bicara tinggi, kasar dan penuh emosi.
2. Resiko harga diri rendah b.d kurang mendapat kasih sayang d.d perubahan
perilaku seperti membentak dan sering marah.
3. Koping tidak efektif b.d ketidakadekuatan pemecahan masalah d.d melakukan
tawuran.
4. Kemarahan yang diekspresikan secara berlebihan dan tidak terkendali secara
verbal samapai mencederai orang lain dan merusak lingkungan.
5. Gangguan identitas diri b.d gangguan peran sosial d.d pencarian jati diri yang
emosional.
Intervensi Keperawatan
23
kepercayaan dan
kemampuan dalam
menangani situasi
2 Ansietas berhubungan Setelah dilakukan Identifikasi saat
dengan krisis situasional tindakanan tingkat ansietas
ditandai dengan pasien keperawatan selama berubah
merasa dirinya tidak 2x24 jam. Trauma Identifikasi
aman. klien teratasi dengan kemampuan
Kriteria Hasil: mengambil
Verbalisasi keputusan
khawatir (5) Monitor tanda-
Perilaku gelisah tanda ansietas
(5) Temani pasien
Perilaku tegang untuk mengurangi
(5) kecemasan,jika
memungkinkan
Dengarkan dengan
penuh perhatian
Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
menyakinkan
Anjurkan keluarga
tetap bersama
pasien,jika perlu
Latih teknik
relaksasi
3 Koping tidak efektif Setelah dilakukan Identifikasi dampak
berhubungan dengan tindakanan situasi terhadap
krisis situasional keperawatan selama peran dan hubungan
ditandai dengan 2x24 jam. Identifikasi metode
perubahan perilaku dan Koping klien terpenuhi penyelesaian ifikasi
pola pikir. dengan Kriteria Hasil: kebutuhan dan
Verbalisasi keinginan terhadap
kemampuan dukungan sosial
mengatasi Gunakan
masalah (5) pendekatan yang
Partisipasi tenang dan
Sosial(5) menyakinkan
Kemampuan Anjurkan keluarga
membina terlibat
hubungan (5) Latih ketrampilan
sosial
4 Isolasi Sosial Setelah dilakukan Identifikasi tingkat
berhubungan dengan tindakanan stressor
perubahan status mental keperawatan selama Identifikasi stressor
ditandai dengan perilaku 2x24 jam. Isolasi sosial Lakukan reduksi
pasien yang menyendiri klien teratasi dengan ansietas(mis.anjurk
dan sering menangis. Kriteria Hasil: an napas dalam
Verbalisasi sebelum prosedur)
Isolasi(5) Bicarakan perasaan
Perilaku marah,sumber dan
menarik diri (5) makna marah
Afek Berikan
murung/sedih kesempatanuntuk
(5) menenangkan diri
Gunakan metode
untuk
meningkatkan
kenyamanan dan
ketegangan spiritual
Anjurkan mengatur
waktu untuk
mengurangi
kejadian stress
25
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
27
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, 2011, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual,
Bandung, Refika Aditama, Hlm 41
Elen Nur A., Raudlatul Jannah. 2014. Konstruksi Identitas Korban dan Pelaku Pemerkosaan di
Media Online Detik.com
Ega Paat; Eka Pane; Kurnia Mundung. 2018. Asuhan Keperawatan Jiwa … Jiwa II
Rena Yulia, 2013, Viktimologi:Perlindungan Hukum terhadap Korban Kejahatan, Yogyakarta,
Graha Ilmu, hlm 21.
Tim Keperawatan Jiwa UI, Asuhan Keperawatan Klien Korban Pemerkosaan
Angga & Ridwan Arifin, 2018, Penerapan Bantuan Hukum Bagi Masyarakat Kurang Mampu di
Indonesia. DIVERSI: Jurnal Hukum, Vol. 4 No.2, hlm. 218 - 236.
doi:10.32503/diversi.v4i2.374
Goldberg CMD. A Practical Guide to Clinical Medicine. 2015; Available from:
https://meded.ucsd.edu/clinicalmed/ vital.htm
Fetterman, Anne, RN B, Kang, Steven M. Vital Signs (Body Temperature, Pulse Rate,
Respiration Rate, Blood Pressure). 2015; Available from:
https://www.urmc.rochester.edu/enc yclopedia/content.aspx?ContentTyp
eID=85&ContentID=P00866
World Health Organization. 4 Assessment and examination of adult victims of sexual violence. :
30–56.
Magalhães T, Dinis-Oliveira RJ, Silva B, Corte-Real F, Nuno Vieira D. Biological Evidence
Management for DNA Analysis in Cases of Sexual Assault. Sci World J. 2015;2015.
Kliegman R, Stanton B, Geme JS, Schor NF, Behrman RE. Nelson Textbook of Pediatrics
[Internet]. Elsevier; 2015. (Nelson Textbook of Pediatrics). Available from:
https://books.google.co.id/books?id =mseNCgAAQBAJ
Magalhães T, Dinis-Oliveira RJ, Silva B, Corte-Real F, Nuno Vieira D, Magalhães T, et al.
Biological Evidence Management for DNA Analysis in Cases of Sexual Assault. Sci
World J [Internet]. 2015;2015:1–
Dr. Meidiana Dwidiyanti, S.Kp., M. S. A. M. R. A. N. F. R. D. D. V. S. W. R. A. M. U. D. N. K.
(2020). Buku Keperawatan Kesehatan Jiwa. In Penerbit CV. Tigamedia Pratama Jl.
Bulusan VI No. 42 Tembalang Semarang 50277 www.tigamedia.id.
Nurhalimah. (2016). Buku Modul Keperawatan Jiwa. BMC Public Health.
Yusuf, A. (2015). Keperawatan Kesehatan Jiwa. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa.
29