SKRIPSI
OLEH:
NIM E1A007135
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
2
SKRIPSI
OLEH:
NIM E1A007135
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
3
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
Disusun oleh :
E1A007135
Mengetahui
HALAMAN PERNYATAAN
Menyatakan bahwa skripsi yang saya buat ini adalah betul-betul hasil
karya saya sendiri dan tidak menjiplak hasil karya orang lain maupun dibuatkan oleh
orang lain.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: PELAKSANAAN
PEMBERIAN PEMBEBASAN BERSYARAT KEPADA NARAPIDANA DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN PURWOKERTO. Skripsi ini merupakan
salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
Berbagai kesulitan dan hambatan Penulis hadapi dalam penyusunan skripsi
ini. Namun berkat bimbingan, bantuan materiil dan moril serta pengarahan dari
berbagai pihak, maka skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu
Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada:
1. Hj. Rochani Urip Salami, S.H, M.S, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas
Jenderal Soedirman.
2. Haryanto Dwi Atmodjo, S.H, M.Hum, selaku dosen Pembimbing I Skripsi, atas
segala bantuan, arahan, dukungan, dan masukan yang telah diberikan selama
penulisan skripsi ini.
3. Dr. Setya Wahyudi, S.H, M.H. selaku dosen Pembimbing II skripsi, atas segala
bantuan, arahan, dukungan dan masukan yang telah diberikan selama penulisan
skripsi ini.
4. Dr. Budiono, S.H, M.Hum, selaku dosen selaku Dosen Penguji, atas segala
masukan dan arahannya.
5. Bapak Bambang H, S.H., M.H, selaku Pembimbing Akademik.
6. Kepada kedua orang tuaku Bapak H. Hasbi Setyadji. S.E. M.M. dan Ibu
Hj.Mirzanah yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materil.
7. Kakak dan adik-adikku Nurina Hanum dan Hashemi Rodhian Hanum yang telah
memberikan motifasi dalam penyelesaian skripsi ini.
8. Friska Mahardika yang telah memberikan motifasi dalam penyelesaian skripsi.
6
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……………………………………………………………... ix
ABSTRACT …………………………………………………………….. x
BAB I. PENDAHULUAN
1. Tindak Pidana
1. Hasil Penelitian
Purwokerto ……………………………………………… 52
9
Purwokerto ……………………………………………… 63
2. Pembahasan
BAB V. PENUTUP
1. Simpulan ………………………………………………………… 82
2. Saran …………………………………………………………….. 83
DAFTAR PUSTAKA
10
ABSTRAK
ABSTRACT
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
kekacauan. Salah satu norma yang berlaku dimasyarakat adalah norma hukum
yang memiliki sifat memaksa untuk ditaati dan dipatuti, karena apabila norma
hukum tersebut dilanggar maka akan dikenakan sanksi bagi siapa saja yang
melanggarnya.
waktu ke waktu. Hal tersebut diperparah dengan keadaan ekonomi bangsa ini
yang membuat masyarakat kita jauh dari kata sejahtera, banyak sekali
penjara, pidana mati, pencabutan hak dan juga merampas harta benda milik
pelaku tindak pidana. Menurut Pasal 10 KUHP, jenis pidana yang dapat
13
tambahan. Pidana pokok terdiri dari pidana mati, penjara, kurungan (UU No. 20
Tahun 1946) dan denda, sedangkan pidana tambahan terdiri dari pencabutan
hakim.
sistem hukum pidana yang berlaku, untuk itu dalam pelaksanaannya harus
mengacu pada hak asasi manusia mengingat para narapidana memiliki hak-hak
dasar yang harus dilindungi, salah satunya hak untuk hidup bebas atau untuk
adanya Teori Pembalasan, Teori Tujuan dan Teori Gabungan. Van Bemmelen
terhadap narapidana bertitik tolak pada pemikiran yang rasional yaitu bahwa
manusia yang melanggar hukum adalah sebagai manusia yang jahat bahkan
1
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia, Pradnya Paramita, Jakarta,
1993, hal. 32.
14
ada kalanya dipandang bukan sebagai manusia. Hal ini tercermin pada sistem
penjara yang pada umumnya memberikan kesan bahwa sistem pidana yang
ditujukan pada narapidana adalah agar mereka patuh dan taat kepada hukum
maksimal dengan isolasi yang ketat serta peraturan-peraturan yang keras. Hal
ini bukan saja menumbulkan penderitaan fisik saja tetapi juga penderitaan
juga mereka kehilangan hak-hak dasar sebagai manusia (Hak Asasi Manusia).
sistem serta cara pembinaan terhadap narapidana dengan cara pendekatan dan
Narapidana berhak :
a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya;
b. mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani;
c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran;
d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak;
e. menyampaikan keluhan;
f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang
tidak dilarang;
g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan;
h. menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu
lainnya;
i. mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);
j. mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga;
k. mendapatkan pembebasan bersyarat;
l. mendapatkan cuti menjelang bebas; dan
m. mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Pidana serta Pasal 14, 22, dan Pasa1 29 Undang- undang Nomor 12 Tahun 1995
tentang Pemasyarakatan.
17
Purwokerto?
1. Tujuan Objektif
2. Tujuan Subjektif
Purwokerto.
18
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
2. Manfaat Praktis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tindak Pidana
pidana adalah perilaku yang pada waktu tertentu dalam konteks suatu
perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai
2
Jan Remmelink, “Hukum Pidana”, Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal. 61.
3
Wirjono Prodjodikoro, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, PT. Rafika
Aditama, Bandung, 2003, hal.16.
20
sanksi yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan
tersebut.4
pidana” karena yang ditinjau adalah peristiwa (feit) dari sudut hukum
pidana.5
dengan Simons, Van Hamel juga menggunakan istilah strafbaar feit yang
dalam wet, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana (straf
dikemukakan oleh Simons dan Van Hammel di atas, maka dapat diambil
4
M. Haryanto, Strafbaar Feit, Perbuatan Pidana, Tindak Pidana,
http://blogmhariyanto.blogspot.com/2009/07/strafbaar-feit-menurut-bambang-
poernomo.html, diakses tanggal 1 April 2011
5
Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Cetakan Keempat, Sinar
Grafika, Jakarta, 2008, hal. 7
9
M. Haryanto, Loc.Cit.
7
Ibid.
21
yang relevan.8
Haryanto yaitu:
terdapat istilah lain yang digunakan oleh para ahli hukum dalam
8
Jan Remmelink,Op,Cit., hal. 85.
9
M. Haryanto, Loc. Cit.
22
bahasa Jerman disebut delict, dalam bahsa Perancis disebut delit dan dalam
sebagai berikut:12
10
Leden Marpaung, 2008, Op. Cit., hal. 7.
11
Ibid.
12
Ibid., hal. 8.
23
mutlak yang harus dimiliki oleh aparat penegak hukum dalam upaya
(strafbaar feit) terbagi menjadi 2 (dua) yaitu, unsur objektif dan unsur
1) Unsur Subjektif
Unsur subyektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri
pelaku.
a) Orang yang mampu bertanggung jawab;
b) Adanya kesalahan (dolus atau culpa). Perbuatan itu harus
dilakukan dengan kesalahan.
2) Unsur Objektif
Unsur obyektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang
terdiri atas:
a) Perbuatan manusia, berupa:;
i. Perbuatan positif atau perbuatan negatif;
ii. Berbust atau tidak berbuat atau membiarkan.
b) Akibat yang kelihatan dari perbuatan itu;
c) Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu.
Marpaung membagi unsur tindak pidana (delik) menjadi 2 (dua), yakni unsur
13
Prof Sudarto, S.H., Hukum Pidana I, (Semarang: F.H. Universitas
Diponogoro,1990), Hal. 40-41.
24
berikut:
unsur lahir, oleh karena itu perbuatan yang mengandung kelakuan dan akibat
14
Ibid., hal.11.
15
Ibid.,hal. 10
25
tindak pidana.16
hukuman yang berasal dari kata straf, merupakan suatu istilah yang
pidana.17
16
Prof Sudarto, S.H., Loc. Cit.Hal. 5.
17
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung:
Alumni, 2005), Hal.1.
18
P.A.F. Lamintang, Hukum Penitensier Indonesia, (Bandung: Armico, 1984),
Hal. 34
19
Ibid, Hal. 35
26
belaka. Hal ini dapat menimbulkan arti bahwa pidana itu bukan suatu
kata doel der straf yang di artikan tujuan dari pidana, padahal yang
20
Suharto RM, S.H, Hukum Pidana Materil, (Jakarta: Sinar Grafika, 1991), Hal. 4
21
Prof. Sudarto, S.H, Kapita Selekta Hukum Pidana, (Purwokerto: F.H. Universitas
Jenderal Soedirman,1990) Hal. 71
27
tindak pidana. Pada dasarnya pidana itu merupakan suatu penderitaan dan
pidana kepada seseorang yang melakukan tindak pidana, terdapat tiga (3)
melakukan kejahatan.
22
Tolib Setiady,2010. Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia, hal. 52
28
yang bermanfaat.
3) Teori Gabungan
terpidana;
c. Tujuan Pemidanaan
berabad- abad yang lalu. Dari pemikiran para pemikir yang telah ada,
terdapat tiga (3) pokok pikiran tentang tujuan yang akan dicapai dengan
kejahatan;
diperbaiki lagi.
23
Ibid, Hal. 31
30
per tiga) masa pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga) masa pidana
salah satu dari bagian sistem peradilan pidana Indonesia, yaitu Kepolisian,
24
Indonesia [g], Peraturan Pemerintah tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak
Warga Binaan Pemasyarakatan, PP No. 32 Tahun 1999, LN No. 69 Tahun 1999, TLN No. 3846,ps.
1 bagian 7.
25
Petrus Irwan Pandjaitan dan Wiwik Sri Widiarty, Pembaharuan pemikiran DR.
Sahardjo Mengenai Pemasyarakatan Narapidana, (Jakarta: Indhill Co, 2008), hlm. 23
26
R. Achmad S. Soemadipradja dan Romli Atmasasmita, Sistem Pemasyarakatan Di
Inodonesia, (Bandung: Penerbit Binacipta, 1979), hlm. 17.
31
tiga perempat dari pidananya telah dijalani dalam penjara, yang sekurang-
kurangnya harus tiga tahun. Sedangkan pada Pasal 15 KUHP yang diubah
diberikan kepada terpidana yang telah menjalani 2/3 (dua per tiga) dari
27
E.Y. Kanter dan S. R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, cet. 3, (Jakarta: Storia Grafika, 2002), hlm. 473.
28
Bambang Poernomo, Pelaksanaan Pidana Penjara Dengan Sistem Pemasyarakatan,
(Yogyakarta: Liberty, 1985), hlm. 87.
29
E.Y. Kanter dan S. R. Sianturi, op. cit., hlm. 476.
32
Strafrecht (WvS) Belanda, kemudian dirubah dengan Stb. 1926 No. 251 jo
486 yang merupakan kelanjutan dari Stb. 1917 No. 749 yang saat ini
terutama bagi orang awam, karena istilah pelepasan ini tidak lazim
30
P.A.F. Lamintang, 1984. Op. Cit., hal. 247-248.
31
Ibid, Hal. 250.
34
dalam hukum pidana jika dalam Pasal 191 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 192
ayat (1), Pasal 183 ayat (2) huruf b KUHP dan lain-lain.33
adalah :
32
Ibid, Hal. 250.
33
Ibid, Hal. 250.
35
tertuang dalam Pasal 15 dan Pasal 16 KUHP, disamping itu terdapat pula
undangan.
Pasal 15 KUHP :
(1) Jika terpidana telah menjalani dua pertiga dari lamanya pidana
penjara yang dijatuhkan kepadanya, sekurang-kurangnya harus
sembilan bulan, maka ia dapat dikenakan pelepasan bersyarat. Jika
terpidana harus menjalani beberapa pidana berturut- turut, pidana
itu dianggap sebagai satu pidana.
36
pertiga dari hukuman yang dijatuhkan oleh hakim atau sekurang kurangnya
Sembilan (9) bulan dan dalam jangka waktu yang telah ditentukan tidak
1) Syarat Substantif
a. Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan
yang menyebabkan dijatuhi pidana;
b. Telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral
yang positif;
c. Berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan
tekun dan bersemangat;
d. Masyarakat telah dapat menerima program pembinaan
narapidana yang bersangkutan;
38
2) Administratif
a) Salinan surat keputusan pengadilan;
b) Surat keterangan asli dari kejaksaan bahwa narapidanma yang
bersangkutan tidak mempunyai perkara atau tersangkut
dengan tindak pidana lainnya;
c) Laporan penelitian kemasyarakatan (Litmas ) dari balai
pemasyarakatan tentang pihak keluarga yang akan menerima
narapidana, keadaan masyarakat sekitarnya dan pihak lain
yang ada hubungannya dengan narapidana;
d) Salinan (daftar huruf F) daftar yang memuat tentang
pelanggaran tata tertib yang dilakukan narapidana selama
menjalankan masa pidana dari kepala lembaga
pemasyarakatan;
e) Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana,
seperti grasi, remisi, dan lain-lain dari kepala lembaga
pemasyarakatan;
f) Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan
menerima narapidana, seperti; pihak keluarga, sekolah, intansi
pemerintah/swasta dengan diketahui oleh pemerintah daerah
setempat serendah-rendahnya lurah atau kepala desa;
g) Surat keterangan kesehatan dari psikolog atau dari dokter
bahwa narapidana sehat baik jasmani maupun jiwanya dan
apabila di Lapas tidak ada Psikolog dan dokter, maka surat
keterangan dapat dimintakan kepada dokter puskesmas atau
rumah sakit umum;
h) Bagi narapidana atau anak pidana WNA diperlukan syarat
tambahan :
i. Surat keterangan sanggup menjamin kedutaan besar/
konsulat negara orang asing yang bersangkutan.
ii. Surat rekomendasi dari kepala kantor imigrasi setempat.
39
bersyarat.
Reklasering Pusat, tentang apa saja yang dapat diputuskan oleh Menteri
Kehakiman memuat :
waktu yang ada dan menetapkan besarnya jumlah uang yang akan didapat
oleh narapidana sebagai bekal untuk memulai dengan usaha yang baru
berikut :
Pasal 15a ayat (1) dan ayat (2) KUHP hanya menyantumkan bahwa
bagi orang yang dibebaskan secara bersyarat itu dapat ditetapkan secara
syarat umum dan syarat khusus yang harus dipenuhi oleh seseorang
kebebasan berpolitik.
oleh Dewan Reklasering Pusat atau usul dari Menteri Kehakiman setelah
tersebut tinggal yang isinya sesuai dengan Pasal 12 ayat (2) huruf a dan b
orang-orang yang telah di jatuhi dengan pidana tertentu oleh hakim itu
34
Ibid Hal. 169
44
BAB III
METODE PENELITIAN
3. Metode Pendekatan
menekankan pada ilmu hukum, tetapi di samping itu juga sosiologis yaitu
disimpulkan.36
35
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Keenam, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal.75.
36
Ibid., hal.76.
47
pembebasan bersyarat.
2. Spesifikasi Penelitian
”penelitian dimana analisis data tidak keluar dari lingkup sample, bersifat
deduktif, berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum yang
diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau
menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan
seperangkat data yang lain”38
37
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UII-Press, Jakarta, 1986, hal.10.
38
Bambang Sunggono, 2003, Op. Cit. hal.38.
48
3. Lokasi Penelitian
a. Data Primer
Data Primer atau data dasar yang diperoleh langsung dari masyarakat,
dalam hal ini dari informan penelitian, bisa berupa uraian lisan atau
penulis dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari hasil uraian
b. Data Sekunder
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
39
Bambang Sunggono, 2003. Op. Cit., hal.113-114
49
Pemasyarakatan.
Kamus Hukum.
50
a. Data primer diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian. Data primer
1) Wawancara
secara lebih bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh susunan pertanyaan
2) Observasi
kegiatan dan makna yang diberikan oleh para pelaku yang diamati
b. Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka dan studi
dokumen terhadap dokumen peraturan perundang-undangan, buku-buku
literatur dan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan obyek
40
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Rosda Karya,
2002, hal. 135.
41
S.Nasution.1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif.Yogyakarta.
Rekasarasin.Hal.72
52
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk teks naratif, yaitu
menguraikan data secara sistematis, logis dan rasional yang diawali dengan
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
uraian yang disusun secara sistematis, logis, dan rasional. Keseluruhan data
yang diperoleh dalam penelitian ini akan dihubungkan satu dengan yang
BAB IV
A. Hasil Penelitian
dari 5 (lima) orang KASI dan ditambah dengan 2 (dua) orang SUBSI
bahwa :
tahun 2012, jumlah narapidana yang ada sebanyak 259 narapidana dan 92
dengan lancer, tertib dan mencapai tujuan yang diharapkan, maka diperlukan
sarana prasarana yamg menunjang, baik fisik maupun non fisik. Sarana fisik
42
Wawancara dengan Bapak Waluyo Tri Surianto selaku Ka. Urusan Umum
55
Pemasyarakatan sendiri yang harus menaati tata tertib pegawai dan juga
43
Wawancara dengan Bapak Efendi Wahyudi, selaku Kasi Binadik.
44
Wawancara dengan Enuch Siswanto sebagai Kasi Kegiatan Kerja
56
di bantu oleh 2 orang Kasubsi untuk melakukan tugas dan fungsinya dan
45
Wawancara dengan Bapak Suranto sebagai Kasubag Tata Usaha
59
Jumlah 5 100%
Sumber : Data primer diolah
prosentase 20 %.
responden adalah sebagai berikut : 1-5 tahun ada 3 orang dengan prosentase
Bersyarat
Bersyarat
narapidana baik itu berupa syarat Adminitratif ataupun juga syarat Substantif
Pembebasan Bersyarat adalah sebagai berikut : 3-6 bulan ada 2 orang dengan
setelah bebas dapat diterima dalam masyrakat lagi namun tujuan utama atau
46
Wawancara dengan Bapak Aris Supriyadi selaku Kasubsi Bimaswat
64
2) Pembinaan Kepribadian
c) Pembinaan Intelektual;
2) Pembinaan kepribadian.
masing;
1) Integrasi;
65
2) Pembebasan Bersyarat;
4) Bebas sebenarnya;
dan juga dengan instansi swasta seperti Perseroan; kelompok; LSM dan
perusahaan.
Purwokerto.
bahwa :47
47
Wawancara dengan Bapak Efendi Wahyudi, selaku Kasi Binadik.
66
Dari rumusan Pasal 15 ayat (1), (2) dan (3) KUHP tersebut maka dapat
telah menjalani 2/3 masa pidana, tetapi tidak begitu saja para narapidana
syarat yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan yang ada, adapun syarat-
48
Wawancara dengan Bapak Aris Supriyadi selaku Kasubsi Bimaswat
67
1. Syarat Substantif
a. Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan
yang menyebabkan dijatuhi pidana;
b. Telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral
yang positif;
c. Berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan
tekun dan bersemangat;
d. Masyarakat telah dapat menerima program pembinaan
narapidana yang bersangkutan;
e. Selama menjalani pidana narapidana atau anak pidana tidak
pernah mendapat hukuman disiplin sekurang-kurangnya
dalam waktu 9 bulan terakhir;
f. Masa pidana yang dijalani; telah menjalani 2/3 darimasa
pidananya, setelah dikurangi masa tahanan dan remisi
dihitung sejak tanggal putusan pengadilan memperoleh
kekuatan hukum tetap dengan ketentuan 2/3 tersebut tidak
kurang dari 9 bulan.
2. Syarat Administratif
bersyarat.
Pasal 16
(4) Waktu penahanan paling lama enam puluh ahri. Jika penahanan
disusul dengan penghentian untuk sementara waktu atau pencabutan
pelepasan bersyarat, maka orang itu dianggap meneruskan
menjalani pidananya mulai dari tahanan.
Pusat, tentang apa saja yang dapat diputuskan oleh Menteri Kehakiman
Kehakiman memuat :
mengisi Surat Pernyataaan yang diisi oleh keluarga dari narapidana yang
yang diwakili oleh kepala desa atau pun lurah. Dalam hal ini keluarga yang
penjamin dari narapidana itu sendiri, selain keluarga yang bolen menjadi
49
Wawancara dengan Bapak Aris Supriyadi selaku Kasubsi Bimaswat
71
dalam Lampiran).
telah ditetapkan.
Jenderal Pemasyarakatan.
menyatakan :
Pemasyarakatan Purwokerto.
51
Wawancara dengan pegawai Lembaga Pemasyarakatan Purwokerto pada tanggal 8
maret 2012
75
b. Dokumen-dokumen
sebagai berikut :
52
Wawancara dengan narapidana Lembaga Pemasyarakatan Purwokerto pada
tanggal 9 maret 2012
76
narapidana.
narapidana.
terrealisasi 46 narapidana.
terrealisasi 60 narapidana.
79
terrealisasi 67 narapidana.
80
B. Pembahasan
Pemasyarakatan Purwokerto
2/3 (dua per tiga) masa pidananya dengan ketentuan 2/3 (dua per tiga)
Sembilan (9) bulan dan dalam jangka waktu yang telah ditentukan tidak
1. Syarat Substantif
a) Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas
kesalahan yang menyebabkan dijatuhi pidana;
b) Telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral
yang positif;
c) Berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan
tekun dan bersemangat;
d) Masyarakat telah dapat menerima program pembinaan
narapidana yang bersangkutan;
82
2. Syarat Administratif
a) Salinan surat keputusan pengadilan;
b) Surat keterangan asli dari kejaksaan bahwa narapidanma
yang bersangkutan tidak mempunyai perkara atau tersangkut
dengan tindak pidana lainnya;
c) Laporan penelitian kemasyarakatan (Litmas) dari balai
pemasyarakatan tentang pihak keluarga yang akan menerima
narapidana, keadaan masyarakat sekitarnya dan pihak lain
yang ada hubungannya dengan narapidana;
d) Salinan (daftar huruf F) daftar yang memuat tentang
pelanggaran tata tertib yang dilakukan narapidana selama
menjalankan masa pidana dari kepala lembaga
pemasyarakatan;
e) Salinan daftar perubahan atau pengurangan masa pidana,
seperti grasi, remisi, dan lain-lain dari kepala lembaga
pemasyarakatan;
f) Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan
menerima narapidana, seperti; pihak keluarga, sekolah,
intansi pemerintah/swasta dengan diketahui oleh pemerintah
daerah setempat serendah-rendahnya lurah atau kepala desa;
g) Surat keterangan kesehatan dari psikolog atau dari dokter
bahwa narapidana sehat baik jasmani maupun jiwanya dan
apabila di Lapas tidak ada Psikolog dan dokter, maka surat
keterangan dapat dimintakan kepada dokter puskesmas atau
rumah sakit umum;
h) Bagi narapidana atau anak pidana WNA diperlukan syarat
tambahan :
1) Surat keterangan sanggup menjamin kedutaan besar/
konsulat negara orang asing yang bersangkutan.
2) Surat rekomendasi dari kepala kantor imigrasi
setempat.
83
pembebasan bersyarat.
Reklasering Pusat, tentang apa saja yang dapat diputuskan oleh Menteri
744.
uang yang akan didapat oleh narapidana sebagai bekal untuk memulai
berikut :
86
desa atau pun lurah. Dalam hal ini keluarga yang mengisi surat
Sosial.
telah ditetapkan.
dapat menyatakan :
menyatakan :
Purwokerto.
kepada :
Pasal 12 ayat (2) huruf a dan b juga pada ayat (3) Ordinansi
Pembebasan Bersyarat.
Purwokerto sudah berjalan dengan cukup baik, akan tetapi terkadang akan
a. Peraturan perundang-undangan.
Pemasyarakatan.
Pembebasan Bersyarat.
Indonesia.
93
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
berikut:
tersebut.
94
Pemasyarakatan di Indonesia.
B. Saran
4. Proses administrasi yang lebih cepat perlu dilakukan agar tidak terlalu
DAFTAR PUSTAKA
Literatur:
Hamzah, Andi, 1993. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta: Pradnya
Paramita.
Kanter. E.Y. dan S. R. Sianturi, 2002. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, cet. 3, Jakarta: Storia Grafika.
Sumber Lain:
http://blogmhariyanto.blogspot.com/2009/07/strafbaar-feit-menurut-bambang-
poernomo.html, diakses tanggal 1 April 2011