ALASAN PERCERAIAN
G/2008/PA JT)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu
oleh :
AHMAD SAUQI
NIM : 106044101386
ALASAN PERCERAIAN
G/2008/PA JT)
Skripsi
Oleh
Ahmad Sauqi
NIM :106044101386
Di bawah Bimbingan
Jakarta pada 18 Maret 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Ahwal Al
Sakhshiyyah.
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya, yang diajukan untuk memenuhi salah
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
Jakarta.
Ahmad Sauqi
Nim: 106044101386
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, yang telah menciptakan
Shalawat dan salam kita sanjungkan kepada pemimpin revolusioner ummat Islam
sedunia tiada lain yakni, Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat dan
rintangan dan ujian, namun pada akhirnya selalu ada jalan kemudahan, tentunya tidak
terlepas dari beberapa individu yang sepanjang penulisan skripsi ini banyak
membantu dalam memberikan bimbingan dan masukan yang berharga kepada penulis
guna penyempurnaan skripsi ini. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini
mengungkapkan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang setinggi-
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. KH. Muhammad Amin Suma, S.H., MA.,MM. Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan
bimbingan serta arahan baik secara langsung maupun tidak langsung selama
Hidayatullah Jakrta.
3. Bapak Drs. H.A. Basiq Djalil, S.H., MA. Ketua Program Studi Ahwal Al-
Konsentrasi Peradilan Agama yang telah sabar dalam membantu proses transkif
5. Bapak Dr. H. Yayan Sopyan, M.Ag sebagai dosen pembimbing yang dengan
sabar dalam memberikan arahan dan masukan yang amat bermanfaat kepada
penulis hingga selesainya skripsi ini, tiada kata yang pantas selain ucapan rasa
7. Teristimewa buat Ayahanda H. Khotib Aly dan Ibunda tercinta Hj. Marwiyah
serta adik-adik kandungku Syukron Hamdi dan Nur Faizah serta seluruh
keluarga tercinta. Terima kasih atas segala do’anya, kesabaran, jerih payah dan
hingga ananda dapat menyelesaikan studi. Tiada kata yang pantas selain ucapan
do’a, sungguh jasamu tiada tara dan tak akan pernah terbalaskan.
8. Kepada Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur Drs. H. Wakhidun AR, SH, M.
Hum beserta staf dan para hakim yang telah bersedia untuk wawancara
langsung, penulis ucapkan banyak terima kasih atas partisipasi dan bantuannya.
Peradilan Agama, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
pada umumnya serta menjadi amal baik kita di sisi Allah SWT, Akhirnya, semoga
setiap bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah
KATA
PENGANTAR..................................................................
....................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
D. Metode Penelitian.................................................................9
F. Sistematika Penulis...……………………………………...14
Islam……………………………………………....38
Positif......................................................................42
Nomor 1164/Pdt.G/2008/PA.JT................................60
1164/Pdt.G/2008/PA.JT.................................,.....................62
D. Analisa Penulis.....................................................................70
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................76
B. Saran....................................................................................65
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................80
LAMPIRAN.....................................................................................................84
PENDAHULUAN
pasangan adalah naluri segala makhluk Allah termasuk manusia, maka setiap diri
akan cenderung untuk mencari pasangan hidup dari lawan jenisnya untuk
Pernikahan merupakan ikatan suci dari dua insan yang saling mencintai dan
karena didalam membina sebuah keluarga yang sakinah akan banyak ujian dan
rintangan yang menghalangi terwujudnya suatu keluarga yang kekal dan bahagia.
sangat kuat atau mitsaaqon ghalidzan untuk menaati perintah Allah dan
anjuran ini diungkapkan dalam berbagai macam ungkapan yang terdapat dalam
1
Direktorat pembinaan Peradilan Agama Departemen Agama R.I, Kompilasi Hukum Islam,
(Jakarta : Direktorat pembinaan Peradilan Agama, 1992), pasal 2 h. 219
Al-Quran dan Hadits. Ada yang mengatakan bahwa perkawinan itu telah menjadi
sunnah para rasul sejak dahulu dan hendaklah diikuti pula oleh generasi-generasi
Apabila landasan keluarga itu kuat, landasan negarapun akan kuat pula. Oleh
karena itu, Islam tidak mengabaikan peranan pribadi antara anggota keluarga
demi perenungan kemanusiaan saja. Islam memberi hak setiap anggota keluarga
muslim, Allah telah menerangkan dalam surat An-nisa ayat 34 yang mengatakan
Kedudukan sebagai pelindung dan pemelihara diberikan kepada kaum lelaki atas
kaum perempuan, karena secara umum mereka memiliki kekuatan fisik lebih
besar daripada kaum perempuan untuk bekerja keras. Kaum lelaki juga
dalam menata anggota keluarga. Inilah sebabnya anggota keluarga yang lain
terutama istri dituntut untuk menaati suaminya, maka Allah menjelaskan ketaatan
2
Kamal Mukhtar, Asas-asas Hukum Islam Tentang Perkawinan, (Jakarta : Bulan Bintang,
1993), Cet, ke-3, h.9.
Kehidupan berkeluarga tidak selalu harmonis seperti yang diangankan pada
suami isteri bukanlah perkara yang mudah dilaksanakan. Bahkan banyak di dalam
hal kasih sayang dan kehidupan harmonis antara suami isteri itu tidak dapat
diwujudkan.
Keluarga bisa berarti “bathin” yaitu ibu, bapak, anak-anaknya atau seisi
rumah yang menjadi tanggungan dan dapat pula berarti “kaum” yaitu sanak
saudara serta kaum kerabat. Yang di maksud dengan keluarga di sini adalah “Unit
terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami dan isteri, atau suami-isteri
dan anak-anaknya, atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya”.3
dan seorang perempuan mengikatkan diri lahir dan bathin untuk hidup bersama
yang tentram, penuh cinta dan kasih sayang”, yang sering diistilahkan dengan
3
Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Citra Umbara,
Bandung),hal 4.
keluarga. Yang dimaksud dengan sosiologi keluarga adalah “suatu ilmu yang
menjelaskan hubungan dan pengaruh timbal balik antara anggota keluarga dan
antara keluarga dengan struktur sosial, proses sosial dan perubahan sosial”.4
Pola hubungan anak dan orang tua dalam sebuah keluarga sangat ditentukan
oleh dua hal. Pertama, bagaimana orang tua memposisikan anaknya. Kedua,
Mendudukan posisi anak “apakah anak itu sesungguhnya milik orang tua”
ataukah “milik dirinya sendiri” akan sangat mempengaruhi relasi orang tua
terhadap anak itu. Jika anak dianggap milik orang tua, maka orang tua akan
prilaku dan pikiran anak sesuai dengan keinginan orang tua. Dalam banyak hal,
orang tua akan bersikap diktator dan anak tidak punya kesempatan untuk
milik diri anak itu sendiri, maka orang tua akan berusaha sekuat tenaga
mengarahkan, membimbing dan mengatur agar segenap prilaku dan pikiran anak
keinginannya sendiri. Dalam banyak hal, orang tua dan anak akan melakukan
proses tawar menawar. Terkadang anak yang harus mengalah mengikuti harapan
4
Hendi Suhendi, Pengantar Studi Sosial Keluarga, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 45-53
5
A. Sutarmadi, Administrasi Pernikahan dan manajemen Keluarga, (Jakarta: Fak. Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2006) h. 178
orang tua, dan terkadang lagi orang tua yang harus mengalah mengikuti keinginan
anak. 6
(eksistensi atau aktualisasi diri) yang meliputi aspek fisik, mental, emosi dan
sosial tanpa adanya turut campur dari orang lain. Keluarga tak bahagia sebaliknya
bilamana ada seorang atau beberapa orang anggota keluarga yang kehidupannya
diliputi ketegangan, kekecewaan dan tidak pernah merasa puas dan bahagia
tangga, hal ini dikarenakan masing-masing pihak di antara mereka tidak bisa
segala permasalahan dalam sebuah keluarga sangat penting sekali baik sebelum
rumah tangga.8
6
Ibid., h. 179
7
Ibid., h. 180
Islam memberikan jalan keluar ketika suami isteri yang tidak dapat lagi
perselisihan rumah tangga yang tidak bisa didamaikan lagi, maka diberikan jalan
keluar yang dalam istilah fiqih disebut dengan thalaq (perceraian). Agama islam
Perceraian merupakan solusi terakhir yang dapat ditempuh oleh suami isteri
permintaan isteri, perceraian yang dilakukan atas permintaan isteri disebut cerai
gugat.9
Salah satu masalah sosial yang datangnya dari keluarga adalah terjadinya
campur tangan orang tua yang mengakibatkan tidak harmonisnya relasi antara
orang tua dan anak. Fenomena tersebut sangatlah memprihatinkan karena rumah
tangga yang diawali dengan suatu ikatan dan ikrar suci, saling percaya dan
Turut campur orang tua dalam rumah tangga anak memang sering terjadi
dalam kehidupan, karena orang tua tersebut merasa menjadi orang tua dari anak
8
Mohammad Daud Ali, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002) Cet. Ke-2 H. 102
9
Syekh Mahmudunnasir, Islam Konsepsi dan Sejarahnya (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1991), H. 509
tersebut sehingga ikut campur dalam rumah tangga anaknya. Ada pula bahkan
yang menjadi masalah, batasan dari orang tua mencampuri urusan dari rumah
tangga anaknya. Karena tidak semua dengan turut campurnya orang tua dalam
Dalam kasus yang berada pada pengadilan agama Jakarta Timur yaitu
urusannya oleh orang tua tergugat dan tergugat lebih mementingkan orang tuanya
dari pada isterinya, sehingga sebuah keluarga tidak berjalan dengan baik karena
perkara turut campur orang tua yang mengakibatkan perceraian karena campur
tangan orang tua dalam keluarga anak bisa menyebabkan hingga perceraian.
Problem inilah yang membuat penulis tertarik untuk mengadakan studi penelitian,
dan pada skripsi ini penulis mengangkat judul “TURUT CAMPUR ORANG
keterangan mengenai perceraian dengan alasan karena adanya turut campur dari
orang tua.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas dan untuk
kewenangan orang tua terhadap keluarga anak dan mengetahui apa yang
2. Perumusan Masalah
yang sama yaitu menjaga keutuhan rumah tangga agar menjadi keluarga yang
sakinah, mawaddah waa rahmah yang tidak adanya intervensi atau turut
campur dari orang lain. Akan tetapi, terkadang orang tua sering kali
menjadi orang tua dari anaknya tersebut. Padahal, seseorang yang sudah
menikah artinya anak itu sudah dianggap dewasa dan bisa menjalankan
kehidupan keluarganya tanpa harus adanya turut campur orang tua dalam
menjalankan kehidupan keluarganya. Maka yang menjadi rumusan pada
a. Apakah turut campur orang tua terhadap rumah tangga anak dibenarkan
perkara tersebut.
1. Untuk mengetahui turut campur orang tua terhadap rumah tangga anak
memutus perkara cerai gugat dengan alasan turut campur orang tua.
1. Hasil kajian ini diharapkan menjadi masukan dan manfaat bagi khazanah
perdata Islam.
3. Bagi pihak suami atau istri hendaknya selalu menjaga dan memelihara
1. Jenis penelitian
a. Data primer
b. Data sekunder
4. Analisa data
Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara menggunakan
5. Teknik Penulisan
Tahun 2007”.
menelaah literatur yang sudah membahas tentang judul yang akan penulis
F. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan. Dalam bab ini diuraikan hal-hal yang meliputi latar
sistematika penulisan.
Bab II Perceraian, Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak. Dalam bab
kedudukan orang tua dalam keluarga anak, hak dan kewajiban antara
khususnya.
BAB II
ANAK
1. Pengertian perceraian
diinginkan oleh setiap umat Islam yang hendak menikah dari awal pernikahan
menikmati naungan kasih sayang dan dapat memelihara keluarga kita dengan
baik, tetapi apabila semua itu tidak tercapai maka tidak sedikit pasangan
10
ِ َ َِّّ ُ رَِِْ ا
وَاجِ وَاَِْ ءُ اََْ َِ ا
وْج
Artinya: “Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri”.
10
Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah Jilid Dua, (Darul Fattah, t.th ), h 278.
berhasil mendamaikan kedua belah pihak.11 Hal ini sesuai dengan Kompilasi
Hukum Islam pasal 115 dikatakan bahwa perceraian hanya dapat dilakukan di
Bila kita melihat dari redaksi di atas bahwa yang dinamakan perceraian
hilangnya ikatan tersebut maka tidak lagi halal bagi suami atas istrinya. Tetapi
perceraian bisa dilakukan kapanpun dan dimanapun, tetapi hal ini berbeda jika
Sehingga apabila ada orang Islam yang berada di negara Indonesia yang
melakukan pernikahan secara sah baik secara agama atau negara dan
2. Dasar perceraian
11
R.Subekti, S.H dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (PT Pradnya
Paramita, Jakarta,2006) cet ke-37, h 549.
12
Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, (Akademika Persindo, Jakarta, 1992)
h 141.
Memang tidak terdapat dalam al-Qur’an ayat-ayat yang menyuruh atau
melarang eksistensi perceraian itu, namun isinya hanya sekedar mengatur bila
thalaq terjadi. Di dalam hal perceraian dasar-dasar perceraian itu dapat kita
!"#$
(
!)#*+, %&'
Ayat 232)
b) At-Thalaq Ayat 1
IJKL=
DEFGH"*>
%&'
MO!"#$
QREB-G5 -
567E#P,
U )Y-G5!
U
VWX2
U [\7+]^_ Z
U
7L9
c
b QR561B!>ab 3`
FRX1!>e 3` -
/9d^
hD*i;⌧j^ *fg9,H*> :2 `
..G) 0h,#9 m hD=&k*hlb
0.G) -G05*n*>
*b m
.sG!*e Z
Lr05 q_XG9
uC
t!b2 0h? 0G5*^
(١ : )ا
ق
Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Katsir bin Uba’id al- Himsi,
telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Khalid dari
Ubaidillah bin Walid al-Dzashofi dari Muharib bin Itsar dari
Abdullah bin Umar RA.: telah berkata Rasulullah Saw. :
Sesuatu perbuatan halal yang paling dibenci Allah adalah talak
atau perceraian (HR.Ibnu Majah)”.
dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 pada pasal 38-41. Pada pasal 38
13
Abi Abdullah bin Yazid Al-Qazwainiy, Sunan Ibnu Majah, Beirut, Lebanon, Daar al-
Fikr,1994, h. 633.
putus karena: a. Kematian; b. perceraian; c. atas keputusan pengadilan”. Hal
atas kehendak suami dan perceraian atas kehendak istri. Hal ini karena
perceraian dapat terjadi akibat talak yang dilakukan oleh suami kepada istri
seperti halnya talak yang dijelaskan oleh hukum Islam, dan perceraian dapat
terjadi akibat gugatan perceraian yang dilakukan oleh istri terhadap suami.
Namun hal ini harus dilakukan didepan pengadilan seperti dalam pasal 115
1. Jenis Perceraian
a. Cerai Talak
14
Mukri Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Jakarta : Pustaka Pelajar,
2003), cet. ke-4, h. 206.
15
Kompilasi Hukum Islam. Departemen Agama RI, 1996. h. 38.
Cerai talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama
b. Cerai Gugat
perceraian apabila sudah tidak merasa cocok lagi dan tidak tahan oleh
Dalam Islam, gugat cerai biasa disebut khulu’. Khulu’ berasal dari
16
Ibid., h. 60.
isteri menebus dirinya agar dibebaskan dari ikatan perkawinan dengan cara
Definisi lain dari khulu’ secara bahasa berarti tebusan dan menurut
tebusan (dari pihak isteri kepada pihak suami) dengan menggunakan lafadz
2. Alasan perceraian
perkawinan mereka.
17
Mustofa Al-Khin, Mustofa Al-Bugho, dan Ali Asy-Syarbaji, kitab fiqh madzhab syafie,
jilid ke 4 (Kuala Lumpur: Prospecta Printers SDN BHD, 2005)
18
Syaikh Hasan Ayub, fikih keluarga,penerjemah M. Abd.Ghofar,E.M (Pustaka Al-
Kautsar,2006) cet ke-5. hlm. 305.
19
Amir Syarifuddin, Garis-garis besar Fiqh,(Jakarta: Kencana Prenada Media,2003) edisi ke-
1. hlm. 131.
tersebut, maka terajadi putusnya perkawinan yakni melalui jalan perceraian.
Dalam sebuah perceraian harus ada alasan kuat yang melatar belakangi
X
b U
7⌧jp2 0☺^
m [\/?!b2
*n=y 70#W ,
0☺^ #!d*,#
7j0
JZ
m
⌧j0
QR560@7i5 *:5, >b
-
5676
QR56V75,
20
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 1997), cet. Ke-2, h.
269-274.
R;1 380☺!
|f
:, U -
56^X
U
[h9 3⌧, [\7+=5$2
Z
L: < ⌧d+0 -
E[)#*
BC
=+3 `#* F{y⌧c
(٣٤ : ءC )ا
Artinya: “Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena
Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka
wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara
diri, ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatiri
nusyuznya maka nasihatilah mereka dan pisahkan diri mereka
dari tempat tidur mereka ,dan pukulah mereka. kemudian jika
mereka menaatimu maka janganlah kamu mencari-cari jalan
untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi
Maha Besar” (Q.S. an-Nisa’ : 34).
berikut:
dapat juga nusyuz yang datang dari suami. Selama ini sering
c
b X,y Y2(I[
C:
2
@7ip 0/#5*^
00 Y'1 3⌧, =u
kX
0#W> :2 0☺E[)#*
m ☯,#. 0☺z=k*^
< [0( .⌧,#IW
☯7jpO
\;Xa2
U
=;59 : m -⌧|i
F{y⌧c Z
Q{, U
7]n9
=+0( F{5#0☺59 0☺^
( : ءC )اuAC
Artinya: “Dan jika seseorang khawatir akan nusyuz, atau sikap tidak acuh
dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan
perdamaian yang sebenarnya dan perdamaian itu itu lebih baik
(bagi mereka) walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir.
Dan jika kamu menggauli istrimu dengan baik dan memelihara
dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), maka sesungguhnya
Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S.
an-Nisa’ : 128).
jalan yang ditempuh apabila suami nusyuz seperti acuh tak acuh, tidak
persengketaan antara kedua belah pihak suami dan istri. Apabila karena
Hal ini juga disebut dengan fakhisyah, hal ini menimbulkan saling
ba’in kubra”.
berikut:21
rumah tangga, tidak ada lagi rasa kasih sayang yang merupakan
21
Muhammad Hamidy, Perkawinan Dan Permasalahannya, (Surabaya : Bina Ilmu, 1980), h.
89.
b. Karena salah satu pihak berpindah agama (murtad).
a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi,
b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-
turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain
luar kemampuanya.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman
e. Salah satu pihak mendapatkan cacat badan atau penyakit dengan akibat
pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.
1. Akibat Perceraian
diambil sebagai jalan keluarnya maka akan timbul akibat dari perceraian itu
sendiri. Dalam hal ini baik Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan atau Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengatur hal tersebut pada
Pasal 41
keputusannya.
isteri.
Pasal 149
22
R.Subekti, S.H dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h 549.
23
Kompilasi Hukum Islam, Departemen Agama RI, 1996, h 149.
a. Memberikan mut’ah yang layak kepada bekas isterinya baik berupa
dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak bain atau nusyuz
Qobla al-Dukhul.
Pasal 150
Bekas suami berhak melakukan ruju’ kepada bekas isterinya yang masih
Pasal 151
Bekas isteri selama dalam masa iddah wajib menjaga dirinya tidak
Pasal 152
Bekas isteri berhak mendapat nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali
bila ia nusyuz.
pasal 156
a. anak yang belum Mumayyiz berhak mendapatkan hadhanah dari
2) Ayah;
ibu;
ayah.
2. Hikmah Perceraian
Dalam Al-Qur’an tidak ada ayat yang menyuruh atau melarang eksistensi
menyuruh melakukannya.
juga pada permasalahan perceraian akan ada hikmah yang akan kita dapatkan
baik bagi sang suami atau sang isteri. Talak pada dasarnya sesuatu yang halal
tetapi hal yang paling dibenci oleh Allah SWT, hikmah dibolehkannya talak
bagi kedua belah pihak baik itu sang suami atau isteri bahkan kepada sang
24
Ibid., h. 74-75.
Allah SWT Yang Maha Bijaksana menghalalkan talak tapi membencinya,
kecuali untuk kepentingan suami, istri atau keduanya, atau untuk kepentingan
yang harus kita jalani, baik itu bersifat senang ataupun sedih. Karena semua
ini sudah ada ketentuannya yang telah lama ditentukan oleh Allah SWT
sehingga diharapkan semua peristiwa yang kita alami dapat kita ambil hikmah
atau sebagai pembelajaran untuk kehidupan kita kedepan agar lebih baik dan
bisa lebih mendekatkan diri dengan sang pencipta yaitu Allah SWT.
Orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, namun
umumnya di masyarakat pengertian orang tua adalah orang yang telah melahirkan
Ibu dan bapak selain telah melahirkan kita ke dunia ini juga yang mengasuh
dan yang telah membimbing anaknya dengan cara memberikan contoh yang baik
25 Amir Syarifudin
, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia antara Fiqh dan Munakahat dan UU
perkawinan, (Jakarta, Prenada Media, 2006), h. 109-200.
26
Abdul Mustakim, Kedudukan dan Hak-hak Anak dalam Perspektif al-Qur’an, (Artikel
Jurnal Musawa, vol.4 No. 2, Juli-2006), hal. 149-150.
dalam menjalani kehidupan sehari-hari, selain itu orang tua juga telah
menjawab secara jelas tentang sesuatu yang tidak dimengerti oleh anak. Karena
orang tua adalah pusat kehidupan rohani anak dan sebagai penyebab berkenalnya
dengan alam luar, maka setiap reaksi emosi anak dan pemikirannya dikemudian
dahulu. Sedangkan anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa
yang senantiasa harus dijaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan
Hal ini sungguh pada tempatnya, karena tiada seorang pun yang nuraninya bisa
mengingkari pengorbanan dan jasa tanpa batas dari orang tua mereka. Selama
sembilan bulan ibu menjaga dan memberikan darahnya sendiri demi anak yang
dikandung. Pada saat melahirkan betapa seorang ibu amat menderita. Ia tidak
anak juga mengandung pengertian sebagai manusia yang masih kecil. Selain itu
27
Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Citra Umbara, Bandung),
hal. 4.
28
Hendi Suhendi, Pengantar Studi Sosial Keluarga, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 45-
53.
anak pada hakekatnya seorang yang berada pada satu masa perkembangan
berarti anak yang dilahirkan orang tuanya laki-laki maupun perempuan, besar
atau kecil, tunggal atau banyak. Karenanya jika anak belum lahir belum dapat
disebut al-Walad atau al-Mawlud, tetapi disebut al-Janin yang berarti al-Mastur
keluarga yang sama. Bentuk-bentuk keluarga tersebut dapat dibedakan dari dua
hal, yaitu: 31
1. Keluarga Bathin (Nuclear Family), yaitu sebuah keluarga yang terdiri dari
pilihan bukan kewajiban. Hubungan antara suami dan isteri lebih penting
29
Anton M. Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (cet-2; Jakarta: Balai Pustaka, 1988),
hal. 30-31.
30
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah:Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, (jilid XV,
Jakarta, Lentera Hati, 2004), hal. 614.
31
A. Sutarmadi, Administrasi Pernikahan dan maanajemen Kekeluargaan, h. 8-13.
keluarga yang mandiri, lebih bertanggung jawab, lebih bebas menentukan
pilihan dan terhindar dari konflik lebih jauh antara keluarga besar.
2. Keluarga Luas (Extended Family), yaitu sebuah keluaga yang terdiri dari
dari kakek dan nenek yang sama, termasuk keturunan tinggal dalam satu
anggota keluarga akan sering terjadi dan arus hubungan kekeluargaan lebih
banyak ditentukan oleh satu orang saja, yaitu orang yang memiliki
Pada hakekatnya kedudukan orang tua sangatlah penting bagi anak, karena
orang tua adalah orang yang telah melahirkan dan membesarkan anak. Sesuai
dan wajib mentaati kehendak dan keinginan yang baik dari orang tuanya, dan jika
anak sudah dewasa mengemban kewajiban memelihara orang tua serta karib
khusus karena antara orang tua dan anak adanya ikatan biologis, artinya relasi ini
secara alamiah atau natural yang mempersatukan mereka, yang terpenting dalam
hubungan antara orang tua dan anak ini adalah kewajiban orang tua dalam
memberikan nafkah selama anak ini belum dewasa orang tua wajib memberi
nafkah dan penghidupan kepada anak itu. Artinya ketika anak sudah berkeluarga,
orang tua sudah tidak wajib lagi dalam memberikan nafkah dan penghidupan
kepada anaknya, karena seorang anak yang sudah berkeluarga sudah dikatakan
dewasa, dan seorang anak yang sudah berkeluarga apabila seorang isteri menjadi
tanggungan suaminya.
Tentunya kewajiban anak itu sendiri sebenarnya tidak hilang ketika seorang
anak ini sudah dewasa dan mempunyai keluarga sendiri, namun kedudukan orang
tua terhadap anak yang berubah. Karena ketika anak sudah berkeluarga mereka
kedudukan orang tua terhadap anak yang sudah mempunyai keluarga hanyalah
sebatas antara hubungan timbal balik antara orang tua dan anak, atau orang tua
E. Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak menurut hukum Islam
timbal balik yang harmonis antara orang tua dan anaknya. Keterkaitan yang erat
generasi ke generasi.32
32
Ibnu Mushtafa, Keluarga Islam Menyongsong Abad 2,(Penerbit : al-Bayan Bandung) 1993
cet 1, h. 112.
perumahan dan kesehatan. Kemudian mendidik anak-anaknya adalah sangat
anaknya, selain itu kewajiban orang tua adalah mendidik anaknya agar berakhlak
baik.33
1. Hak nasab, dengan hubungan nasab ada sederetan hak-hak anak yang harus
ditunaikan orang tuanya dan dengan nasab pula dijamin hak orang tua
terhadap anaknya.
2. Hak Radla’ adalah hak anak menyusui, ibu bertanggung jawab di hadapan
Allah menyusui anaknya ketika masih bayi hingga umur dua tahun, baik
masih dalam tali perkawinan dengan ayah bayi atau pun sudah bercerai.
3. Hak Hadhanah adalah tugas menjaga, mengasuh dan mendidik bayi atau
anak yang masih kecil sejak lahir sampai mampu menjaga dan mengatur diri
sendiri.
33
Abdul Qadir Djaelani, Keluarga Sakinah, (PT: Bina Ilmu, Surabaya) 1995, cet. 1 h. 212.
34
Satria Effendi, Makna, Urgensi dan Kedudukan Nasab dalam Perspektif Hukum Keluarga
Islam, (Artikel Jurnal Mimbar Hukum, Jakarta, Al-Hikmah dan DITBINBAPERA Islam No. 42 Tahun
X 1999), hal. 7-19.
dewasa dan berakal atau sampai menikah dan perwalian terhadap harta
anak.
kedua orang tuanya. Kewajiban ini tidaklah gugur bila seseorang telah
berkeluarga. Karena jalan yang haq dalam menggapai ridha Allah SWT adalah
melalui orang tua yaitu dengan “Birrul Walidain”. Sebagaimana yang tersirat
U
j.Gh59 ~`2 0hl^_ mJ%Jy
) ]> `
Cf!* ?! ^
-
*5#[h*> Lb m =%X
0;+!
⌧ 0G'
3⌧, 0☺563⌧c 2 0☺56.G*)2
3` h¤ a2 0☺¡¢£ r79
0☺./Z r5y 0☺56[DE9
ABC ☺>B3 =`[y
(٢٣: )ءارسالا
Artinya : “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah
selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan
sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-
duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-
kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan
janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang mulia”. (Q.S. al-Israa’: 23).
Mengenai ayat al-Qur-an di atas, bahwa adalah benar seorang anak itu harus
berbakti dan menghormati orang tuanya walaupun anak itu sudah berkeluarga,
akan tetapi orang tua pun harus mengerti ketika anaknya sudah berkeluarga.
Artinya anaknya itu mempunyai kewajiban yang lain selain kewajiban kepada
orang tuanya, yaitu kewajiban kepada keluarganya. Selain itu memang benar
bahwa anak itu harus selalu berbakti kepada orang tuanya dan selalu
selalu mematuhi perintah orang tua, apalagi ketika anak tersebut sudah
kezhaliman, maka anak harus menaatinya karena ridha orang tua adalah pintu
" وَاِن،ً اَْأَة:ِ "إِن:َََل. ُ$َFُ أن" رَ?ُ
ًأ9ْ َ ُ*I َ:ِ3َ ا"رْدَاءِر:ِوََْ أ
567ِ و9ْ6َ 96ّ ا:"6َِ ﺹ9ّ6لَ ا0ُ7َُ رPْQَِ7:َََل..َ2ِ<َ
َِ :ُُِْﻥMَF :Nُأ
ََ اَْبZَِِ\ْ ذ3َMَ. َْWِX ِْنYَ. ،ِT" َUََْابِ ا0ُْ أVَ7َْاُِأَو0"أ:ُل0َُی
35
(ٌcٌََِْ ﺹCَ# ٌdَِْی#:َ وَ<َل%ِ`ِىNaُ ا$)رَوَا ."ُ9ْ]َ^ْ#أَوِا
Artinya: Abu Darda’ ra. berkata, “Seorang laki-laki datang kepadaku dan berkata,
‘Aku memiliki seorang istri dan ibuku menyuruhku agar
menceraikannya.’” Abu Darda’ menjawab, “Aku pernah mendengar
Rasulullah SAW bersabda, ‘Orang tua adalah pintu surga yang paling
baik. Jika kamu mau, buanglah pintu itu atau peliharalah.’” (H.R.
Tirmidzi. Ia berkata, “Hadits ini shahih”).
35
Muhil Dhofir dan Farid Dhofir, Syarah dan Terjemahan Riyadhus Shalihin, (Jakarta: PT,
Najahun Dinar 2006) Cet. Ke-2 Hal. 395-386
Pada hakekatnya seorang anak harus berbuat baik kepada kedua orang
tuanya, meskipun orang tua masih dalam keadaan musyrik mereka tetap
Berbuat baik kepada kedua orang tua harus didahulukan daripada fardhu
kifayah, amalan-amalan sunnah, berjihad di jalan Allah SWT dan berbuat baik
kepada kedua orang tua tidak berarti harus meninggalkan kewajiban terhadap istri
istri sudah berlangsung sejak lama. Oleh karena itu para Imam (Aimmah) sudah
(abad kedua) dan zaman Syaikhul Islam (abad ketujuh) permasalahan ini sudah
terjadi dan sudah dijelaskan bahwa tidak boleh taat kepada kedua orang tua untuk
menceraikan istri karena hawa nafsu. Kecuali jika istri tidak taat pada suami,
berbuat zhalim, berbuat kefasikan, tidak mengurus anaknya, berjalan dengan laki-
laki lain, tidak pakai jilbab (tabaruj/memperlihatkan aurat), jarang shalat dan
ketika suami sudah menasehati dan mengingatkan tetapi istri tetap nusyuz
F. Hak dan kewajiban antara orang tua dan anak menurut hukum Positif
36
Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Berbakti Kepada Kedua Orang Tua, (Darul Qolam – Jakarta,
2005) hal. 34
37
Ibid., hal. 29
Di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Hak dan
kewajiban antara orang tua dan anak dapat kita lihat dalam Bab X menyatakan
bahwa:
Pasal 45
sebaik-baiknya.
2) Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku
sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana
putus.
Pasal 19
38
Undang-Undang No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (Citra Umbara, Bandung),
hal. 11
Berkaitan dengan kewajiban anak maka orang tua berkewajiban memelihara
orang tua, akan tetapi bukan sebagai akibat dari kekuasaan orang tua.
dengan anak yang tercipta karena keturunan. Hal ini terbukti dari ketentuan pasal
minantnya.
yang dimaksud ialah mendidik anak tersebut menjadi mahluk sosial. Bagian yang
utama dari kewajiban orang tua ini adalah menyekolahkan anak-anak agar dapat
orang tua dapat memerintah anak dan sebaliknya anak wajib mematuhi perintah
39
Satria Effendi, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, (cet-2, Kencana,
Jakarta, 2004), hal. 157-163.
itu. Kewajiban orang tua terhadap anaknya adalah sebuah wujud aktualitas hak-
usia anak yang mampu berdiri sendiri (dewasa) adalah 21 tahun, sepanjang anak
tidak cacat fisik atau pun mental atau belum kawin. Orang tua mewakili anak
kedua orang tua anak tidak mampu, Pengadilan dapat menunjuk salah seorang
tentang perkawinan disebutkan bahwa kewajiban anak yang utama terhadap orang
tuanya adalah menghormati dan mentaati kehendak yang baik dari orang tuanya.
Dan bila mana anak telah dewasa wajib memelihara orang tuanya dengan sebaik-
memelihara keluarga dalam garis lurus keatas, bila mereka ini memerlukan
bantuannya.
Seorang anak yang sudah berkeluarga artinya sudah dikatakan dewasa, dan
seorang yang sudah dewasa berarti harusnya sudah bisa mengurusi keluarganya
sendiri tanpa adanya turut campur orang tua, karena dengan adanya turut campur
40
Deasy Caroline Moch. Dja’is, SH, Pelaksanaan Eksekusi Nafkah Anak diPengadilan
Agama, (Artikel Jurnal Mimbar Hukum, Jakarta, Al-Hikmah dan DITBINBAPERA Islam No. 42
Tahun X 1999), hal. 39.
orang tua ke dalam keluarga anak biasanya akan terjadi ketidakharmonisan dalam
Oleh karena itu, mengenai kewajiban orang tua terhadap keluarga anak
sebenarnya hanya sebatas hubungan timbal balik dan bukan mencampuri urusan
keluarga anaknya, karena anak tersebut sudah dikatakan dewasa dan mempunyai
keluarga sendiri.
BAB III
JAKARTA TIMUR
agama, pada tahun 1828 dengan ketetapan Komisaris Jenderal tanggal 12 Maret
1828 nomor 17 khusus untuk Jakarta (Betawi) di tiap-tiap distrik dibentuk satu
Majelis ada perbedaan semangat dan arti terhadap Pasal 13 Staatsblad 1820
Nomor 22, maka melalui resolusi tanggal 1 Desember 1835 pemerintah di masa
berikut :
“Apabila terjadi sengketa antara orang-orang Jawa satu sama lain mengenai
soal-soal perkawinan, pembagian harta dan sengketa-sengketa sejenis yang
harus diputus menurut hukum Islam, maka para “pendeta” memberi keputusan,
41
Diambil dari arsip Pengadilan Agama Jakarta Timur tanggal 12 Juli 2008. h.1.
tetapi gugatan untuk mendapat pembiayaan yang timbul dari keputusan dari para
“pendeta” itu harus diajukan kepada pengadilan-pengadilan biasa”.
karena beranggapan bahwa hukum Eropa jauh lebih baik dari hukum yang telah
Akan tetapi dalam rangka pelaksanaan politik konkordansi itu, Mr. Scholten
Nomor 4 Tahun 1967 lahir Peradilan Agama Jakarta dan diadakan perubahan
2. Wilayah Yurisdiksi
adalah wilayah daerah Kotamadya Jakarta Timur yang terdiri dari 10 (sepuluh)
a. Sebelah utara dengan : Kodya Jakarta Utara dan Kodya Jakarta Pusat
Islam 2.569.390 jiwa (bersumber data Depag. Tahun 2003). Kodya Jakarta Timur
42
Ibid.h. 3.
43
Ibid.h. 3.
3. Struktur Organisasi
Lantai 1
Lantai 2
Lantai 3
5. Keterangan Gedung
Timur dengan alamat Jl. Raya Bekasi KM 18 Kel. Jatinegara, Kec. Pulogadung
Timur dibangun diatas tanah negara milik Pemda DKI dengan luas tanah 360 M2,
luas bangunan 360 M2, terdiri dari 2 lantai, dibangun tahun 1979 di bawah APBN
Depag RI, dengan keadaan yang demikian kecil dan volume pekerjaan yang
relatif padat, begitu pula dengan karyawan yang berjumlah 59 orang ditambah
dengan pegawai honorer 4 orang, maka gedung tersebut tidak memadai lagi. Oleh
karena itu, pada tahun anggaran 1997/1998, melalui anggaran APBN/ABBD DKI
sama seluas 360 m2, sehingga sekarang ini menjadi 2 lantai dan 14 ruangan.
Dua Wetan alamat Jl. Raya PKP No. 24 Kel. Kelapa Dua Wetan Kec. Ciracas
Kodya Jakarta Timur, Telp (021) 87717549 kode pos 13750 Gedung Pengadilan
Agama Jakarta Timur dibangun di atas nama hak pakai No. 28 Kodya Jakarta
Timur dengan luas tanah 2.760 m2, luas bangunan 1400 m2 terdiri dari 3 lantai
yang dibangun tahun 2003 dengan Dana Pemda DKI Jakarta. Gedung baru kantor
Pengadilan Agama Jakarta Timur yang demikian besar dan volume pekerjaan
yang cukup padat begitu pula dengan karyawan yang berjumlah 70 orang PNS,
ditambah dengan pegawai honorer 13 orang, pada tanggal 1 Maret 2004 seluruh
6. Peta Lokasi
44
Ibid.h. 4.
7. Daftar Nama Ketua Pengadilan Agama Jakarta Timur
S1 IAIN
Drs. Hasan Bisri, SH,
9. IV/b S1 UMY 1999-2001
MH
S1 UII
Timur
Golongan Pendidikan
No. Nama Terkah Terakhi Keterangan
ir r
Kasubbag.
2. Alfiah Yuliastuti, SH III/b SH
Kepegawaian
S1 UIJ
Kasubbag
3. Rohimah, SH. MH III/b
S2 UIJ Keuangan
D3.
11. R. Desy Puspasari II/c Sekretar Staf Umum
is
Golongan Pendidikan
No. Nama Terkah Terakhi Keterangan
ir r
S1 IAIN
7. Dra. Nurroh Sunnah, SH IV/b Hakim
S1 UIM
Golongan Pendidikan
No. Nama Terkah Terakhi Keterangan
ir r
Panitera
1. Drs. H. Syaiful Anwar IV/b S1 IAIN
/Sekretaris
Panitera Muda
3. Ali Mushofa, SH III/d S1 UIA
Gugatan
Panitera Muda
4. Pahrurrozi, SH III/c S1 UIA
Hukum
H. Bangbang Sri Panitera Muda
5. III/d S1 Unta
Pancala, SH Permohonan
Panitera
6. Drs. Ade Faqih III/c S1 UIJ
Pengganti
Panitera
7. Siti Makbullah, SH III/c S1 UIJ
Pengganti
Panitera
8. Aday, S.Ag III/c S1 Hukum
Pengganti
Panitera
9. Syamsul Rizal, SH III/c S1 Hukum
Pengganti
Panitera
10. Sumaryuni, SH III/b S1 Hukum
Pengganti
Panitera
11. Hamdani, SHI III/b S1 Syari’ah
Pengganti
Panitera
12. Mastanah, SH III/b S1 Hukum
Pengganti
Panitera
13. Nova Asrul Lutfi, SH III/c S1 Hukum
Pengganti
Panitera
16. Dra. Siti Nurhayati III/d S1 IAIN
Pengganti
Panitera
17. Titiek Indriyaty, SH III/b S1 UIA
Pengganti
S1
Staf Panmud
20. Sutini, S,Ag III/c Tarbiya
Hukum
h
Staf Panmud
21. Mohamad Edwar II/a Man
Hukum
Staf Panmud
22. Sirajuddin Haris II/a Man
Hukum
Staf Panmud
23. M. Dirwansyah Ridlah II/a Man
Gugatan
Golongan Pendidikan
No. Nama Terkah Terakhi Keterangan
ir r
Juru Sita
3. Burhamzah III/a SLA
Pengganti
Juru Sita
4. Budi Sukirno III/a SLA
Pengganti
Juru Sita
5. Obang Hasyim. A II/c SLA
Pengganti
Juru Sita
6. Ikbal Bisry II/b SLA
Pengganti
Juru Sita
7. Sri Mulyati III/b S.Ag
Pengganti
Juru Sita
8. Veny Rarmawati II/b SLA
Pengganti
Juru Sita
9. Rahmah Sufiyah, SH III/b S1. Hukum
Pengganti
Juru Sita
11. Muhammad Sayhon II/a SLA
Pengganti
1164/Pdt.G/2008/PA.JT
Rita Melawati S.E. binti Abdul Azis Satrio, umur 28 tahun, agama Islam, pendidikan
S1, pekerjaan Guru, bertempat tinggal di Jalan Cipinang Muara II No. 2 RT 017 RW
02 Kelurahan Pondok Bambu, Kecamatan Duren Sawit, Kota Jakarta Timur. Dan
tergugat adalah suami yaitu Fachrizal Yaris S.H. bin Yan Safrizal, umur 37 tahun,
agama Islam pendidikan S1, pekerjaan karyawan Swasta, bertempat tinggal di Jalan
Delima II No. 14B RT 004 RW 003 Kelurahan Malaka Sari, kecamatan Duren Sawit,
Perkawinan mereka telah tercatat di PPN KUA Kecamatan Duren Sawit Kota
Jakarta Timur dengan Akta Nikah Nomor 982/89/VI/2006 tanggal 18 Juni 2006.
Setelah menikah Penggugat dan Tergugat hidup rukun sebagaimana layaknya Suami
Isteri dengan baik telah berhubungan badan dan keduanya bertempat tinggal di
Malaka Sari Jakarta Timur selama 6 bulan namun belum dikaruniai keturunan.
Akan tetapi kehidupan rumah tangga penggugat dan tergugat mulai goyah dan
terjadi perselisihan dan pertengkaran secara terus-menerus yang sulit diatasi sejak
bulan Desember tahun 2006 dan semakin tajam dan memuncak terjadi pada bulan Juli
1. Orang tua Tergugat selalu ikut campur dalam rumah tangga Penggugat dan
Tergugat.
sebagai isteri.
3. Antara Penggugat dan Tergugat sudah tidak ada kecocokan dalam membina
rumah tangga.
4. Orang tua Tergugat selalu menceritakan aib Penggugat kepada orang lain.
Sejak berpisah Penggugat dan Tergugat sejak bulan Juli tahun 2008 maka hak
dan kewajiban suami isteri tidak berjalan sebagaimana mestinya karena sejak itu
bermusyawarah atau berbicara dengan tergugat secara baik-baik tetap tidak berhasil
untuk rakyat pencari keadilan bagi yang beragama Islam, mengenai perkara perdata
kekuasaan siapapun, bahkan ketua pengadilan sendiri tidak berhak ikut campur dalam
soal peradilan yang dilaksanakannya. Hakim bertanggung jawab kepada diri sendiri
dan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas putusan yan telah ditetapkan.46
Pada hari sidang yang telah ditetapkan, penggugat dan tergugat telah hadir
dipersidangan. Lalu majelis hakim telah member nasihat kepada penggugat dan
45
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata di Pengadilan Agama, (Pustaka Pelajar : Yogyakarta,
1996) Cet. 1 h.16.
46
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Jakarta: Ciputat Press) Cet.
1 h.32.
Kemudian dibacakan surat gugatan tertanggal 28 Juli 2008 yang isinya tetap
dengan penggugat. Lalu penggugat maupun tergugat menyatakan cukup dalam jawab
bukti berupa fotokopi kutipan akta nikah Nomor 982/89/VI/2006 tanggal 18 Juni
2006 yang dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Duren Sawit Kodya Jakarta Timur
(bukti P.1).
Selain bukti surat, penggugat juga telah menghadirkan 2 orang saksi keluarga
berikut:
1. Saksi I : Satya Putra Ilyas bin Hermawi, umur 53 tahun, agama Islam, pekerjaan
dikaruniai anak
− Bahwa Penggugat dengan Tergugat akan bercerai
2. Saksi II : Hasna Hasan binti Hasan Bisri, umur 63 tahun, agama Islam,
− Bahwa mereka saat ini akan bercerai Penggugat dengan Tergugat karena
orang tua Tergugat terlalu ikut campur dalam masalah rumah tangga
− Bahwa Penggugat dengan Tergugat sudah pisah rumah sejak bulan Juli
2008 dan
sudah menasehati keduanya tapi tidak berhasil dan penggugat dan tergugat
menyatakan menerimanya.
Baik penggugat maupun tergugat telah mencukupkan pembuktiannya dan
Untuk menyingkat uraian dalam putusan perkara ini, majelis hakim cukup
sebagaimana tersebut diatas, majelis hakim telah berusaha menasehati penggugat dan
tergugat agar rukun kembali dalam membina rumah tangganya, akan tetapi tidak
berhasil, sesuai dimaksud Pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1989 yang telah diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 Pasal 31
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 143 Kompilasi Hukum Islam.
karena saling terjadi perselisihan dan pertengkaran dengan tergugat yang disebabkan
penggugat. Dan dari dalil-dalil gugatan penggugat dan tanggapan tergugat dapatlah
disimpulkan bahwa yang menjadi pokok masalah dalam perkara ini apakah benar
telah terjadi perselisihan atau pertengkaran antara penggugat dan tergugat yang
terjadi sejak bulan Desember tahun 2006 dan puncaknya pada Juli tahun 2008.
Dalam meneguhkan dalil-dalilnya, penggugat telah mengajukan alat-alat bukti
yang terdiri dari bukti surat bertanda P.1. dan dua orang saksi. Bukti surat bertanda
P.1. berupa asli kutipan akta nikah nomor 982/89/VI/2006 tanggal 18 Juni 2006 yang
dikeluarkan oleh KUA Kecamatan Duren Sawit Kodya Jakarta Timur, bukti tersebut
adalah surat yang dibuat dan ditanda tangani oleh pejabat yang berwenang dan dalam
surat tersebut memuat tentang telah terjadinya akad nikah antara penggugat dan
tergugat memuat tentang telah terjadinya akad nikah antara penggugat dan tergugat
Dengan demikian majelis hakim menilai bukti P.1. adalah bukti otentik yang
telah memenuhi syarat formil dan syarat materil sehingga mempunyai kekuatan
hukum atau pembuktian yang sempurna dan mengikat sesuai dengan Pasal 165 HIR.
Oleh karenanya majelis hakim menilai bahwa penggugat dan tergugat adalah
hubungan sesuai suami istri yang sah dan belum mempunyai anak.
dan orang tua tergugat terlalu ikut campur dalam urusan rumah tangga penggugat dan
tergugat dan secara yuridis alasan-alasan perceraian yang diajukan oleh Penggugat
tersebut mengacu kepada Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 197 Jo,
oleh penggugat dan pengakuan menurut Pasal 174 HIR merupakan bukti sempurna
sengketa diantara para pihak dianggap telah terbukti. Namun karena masalah rumah
tangga (pernikahan) itu bukan hanya sebatas hubungan perdata biasa saja antara
suami isteri, akan tetapi di dalamnya terkandung nilai-nilai moral yang luhur maka di
bukti-bukti juga perlu mendengar keterangan dari pihak keluarga penggugat dan/atau
tergugat.
bersesuaian satu sama lain dengan keterangannya dibenarkan oleh penggugat maupun
tergugat maka majelis hakim telah dapat menemukan fakta di persidangan yaitu pada
− Antara penggugat dan tergugat sering terjadi percekcokan dan pertengkaran dan
− Dalam berumah tangga antara penggugat dan tergugat pernah terjadi ketidak
sebagai berikut:
− Penggugat dan tergugat adalah suami istri yang sah sesuai bukti P.1.
174 HIR pengakuan tergugat tersebut menjadi bukti yang kuat, oleh karenanya
persidangan dan terbukti bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat telah
terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang sudah tidak dapat
dirukunkan kembali.
− Berdasarkan fakta antara penggugat dan tergugat telah berpisah rumah selama 1
tahun, kondisi ini merupakan indikasi bahwa rumah tangga penggugat dan
tergugat sudah tidak harmonis lagi karena perselisihan dan pertengkaran antara
Tahun 1975, kondisi ini menunjukan bahwa rumah tangga penggugat dan
yaitu untuk membentuk rumah tangga yang sakinah, mawadah dan rahmah serta
sebagaiman telah dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat (21) yang
pasangan hidup dari jenismu sendiri supaya kamu mendapat ketenangan hati
dan dijadikanNya kasih sayang diantara kamu, sesungguhnya yang demikian itu
terwujud.
Dari fakta-fakta tersebut terbukti kedua belah pihak baik penggugat maupun
tergugat telah kehilangan hakikat dan makna dari tujuan perkawinan tersebut dimana
ikatan perkawinan sedemikian rapuh, tidak terdapat lagi rasa sakinah (ketenangan)
dan telah luput dari rasa mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang) dan
mungkin melahirkan madharat yang lebih besar bagi penggugat dan tergugat.
Undang Nomor 1 Tahun 1974 Jo. majelis hakim berpendapat bahwa dalil-dalil
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam
telah terpenuhi, maka telah cukup alasan bagi majelis maka majelis hakim untuk
(f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f)
talak ba’in sugro tergugat (Eko Fachrizal Yaris S.H. bin Yan Safrizal) terhadap
(1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diperbaharui dengan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006, maka majelis hakim menetapkan biaya perkara
D. Analisa Penulis
Islam adalah agama yang sangat adil terhadap umatnya. Dalam hukum
perkawinan pun Islam memberikan batasan Syar’i guna mengarungi bahtera rumah
tangga agar menjadi sebuah keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah. Namun
seringkali konflik dan perpecahan pun sering muncul dalam biduk rumah tangga,
sehingga Islam pun membuka kelonggaran berupa pintu perceraian, bila konflik dan
perpecahan sudah tidak bisa diatasi. Artinya Islam tidak memberikan suatu ketentuan
yang kaku, sehingga ada pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan dalam hal ini.
Dalam Islam perkawinan tidak diikat dalam ikatan mati dan tidak pula
dalam keadaan darurat dan terpaksa. Perceraian dibenarkan dan dibolehkan apabila
hal tersebut lebih baik daripada tetap dalam ikatan perkawinan tetapi tidak tercapai
dengan alasan-alasan tertentu, kendati perceraian itu sangat dibenci oleh Allah
SWT.47
1164/Pdt. G/2008/PA JT yang disebabkan karena orang tua tergugat selalu ikut
Dalam perkara cerai ini penggugat Rita Melawati S.E. binti Abdul Azis Satrio
menggugat suaminya Fachrizal Yaris S.H. bin Yan Safrizal pada tanggal 28 Juli
2008. Penggugat menyatakan dalam surat gugatannya yang menjadi alasan utama
disebabkan oleh, orang tua tergugat selalu ikut campur dalam rumah tangga
penggugat dan tergugat, tergugat lebih mementingkan keluarga (orang tua) pada
kepentingan penggugat sebagai isteri, antara penggugat dan tergugat sudah tidak ada
47
Ahmad shiddiq, Hukum Talaq Dalam Ajaran Islam (Surabaya Pustaka Pelajar 2001), cet.
Ke-1, h.54-55.
kecocokan dalam membina rumah tangga dan orang tua tergugat selalu menceritakan
Hemat penulis inti dari alasan perceraian dalam perkara ini adalah perselisihan
dan pertengkaran terus menerus hal ini sesuai dengan pasal 19 huruf (f) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam.
Perselisihan dan pertengkaran ini disebabkan orang tua tergugat selalu ikut campur
dalam rumah tangga penggugat dan tergugat, tergugat lebih mementingkan keluarga
(orang tua) pada kepentingan penggugat sebagai isteri, antara penggugat dan tergugat
sudah tidak ada kecocokan dalam membina rumah tangga dan orang tua tergugat
Majelis hakim pun sudah berusaha unuk memberikan nasihat kepada penggugat
dan tergugat agar dapat rukun kembali, namun tidak berhasil. Hal ini sudah sesuai
dengan Pasal 82 ayat (1) dan (4) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 143 Kompilasi Hukum Islam.
Dalam pembacaan surat gugatan oleh penggugat yang pada intinya tetap
mempertahankan isi dari surat gugatan tersebut. Dalam jawaban tergugat terhadap
dengan penggugat.
Hemat penulis, tergugat dalam jawabannya terhadap gugatan penggugat yang
orang tua tergugat selalu ikut campur dalam rumah tangga penggugat dan tergugat
tangga.
menyatakan Pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal
116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam cukup sebagai landasan hukum dalam perkara
ini. Mengenai pernyataan tergugat bahwa tergugat tidak keberatan bercerai dengan
penggugat, ini berarti pengakuan tergugat tersebut menjadi bukti yang kuat sesuai
dengan Pasal 174 HIR dan berarti tergugat menyetujui terhadap isi petitum gugatan
penggugat.
akta nikah nomor 982/89/VI/2006 tanggal 18 Juni 2006 yang dikeluarkan oleh KUA
Kecamatan Duren Sawit Kodya Jakarta Timur dan saksi sebanyak 2 orang. Saksi-
saksi adalah keluarga dari penggugat, dan keterangan dari saksi-saksi tersebut saling
berhubungan dan bersesuaian satu sama lain yang antara lain menjelaskan: bahwa
penggugat dan tergugat benar suami istri yang sah dan belum mempunyai keturunan
anak, benar terjadi perselisihan antara mereka karena penggugat dan tergugat
menikah karena dijodohkan dan karena orang tua tergugat terlalu ikut campur dalam
masalah rumah tangga serta kedua saksi sudah berusaha mendamaikan mereka berdua
menerangkan bahwa telah terjadi perselisihan dan pertengkaran antara penggugat dan
tergugat.
Hemat penulis mengenai alat bukti surat sudah sesuai dengan Pasal 165 HIR
yang bukti surat tersebut adalah bukti otentik yang telah memenuhi syarat formil dan
alat bukti saksi juga sudah sesuai dengan Pasal 22 ayat 2 Peraturan Pemerintah
Putusan hakim terhadap perkara ini yang menjadi landasan hakim adalah Pasal
19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 huruf (f)
Hemat penulis, putusan ini terlalu sedikit mengambil landasan hukum dalam
mengambil putusan karena dari penulis lihat dari perkara ini dapat diambil Pasal 34
ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 77 ayat (5) Kompilasi
Hukum Islam.
Lalu dengan alasan adanya campur tangan orang tua dapat dijadikan sebuah
alasan dalam mengajukan perceraian, karena mengajukan gugatan adalah hak dari
orang tua, tetapi akibat dari turut campur orang tua yang mengakibatkan adanya
hakim dari wawancara yang dilakukan penulis bahwa orang tua tergugat selalu ikut
campur dalam rumah tangga penggugat dan tergugat ini hanya dijadikan sebab atau
Sedangkan dilihat dari hukum Islam dalam perkara ini alasan perceraian ini
adalah syiqaq. Syiqaq ini disebabkan oleh suami tidak bisa menjadi pemimpin
Dalam amar putusan majelis hakim terhadap perkara ini adalah mengabulkan
gugatan penggugat seluruhnya yang berarti seluruh isi petitum pengugat dikabulkan,
menjatuhkan talak satu bain sugra tergugat (Fachrizal Yaris S.H. bin Yan Safrizal)
terhadap penggugat (Rita Melawati S.E. binti Abdul Azis Satrio) yang berarti dalam
PENUTUP
C. Kesimpulan
1. Turut campur orang tua terhadap rumah tangga anak menurut hukum Islam
dibenarkan atau dibolehkan selama perintah kedua orang tua tidak mengandung
kezhaliman, karena ridha orang tua adalah pintu surga. Sosok orang tua tidak
bisa dihilangkan karena orang tua adalah orang yang telah melahirkan dan
menceraikan istri sudah berlangsung sejak lama. Oleh karena itu para Imam
zaman Imam Ahmad (abad kedua) dan zaman Syaikhul Islam (abad ketujuh)
permasalahan ini sudah terjadi dan sudah dijelaskan bahwa tidak boleh taat
kepada kedua orang tua untuk menceraikan istri karena hawa nafsu. Kecuali
jika istri tidak taat pada suami, berbuat zhalim, berbuat kefasikan, tidak
Sedangkan turut campur orang tua terhadap keluarga anak menurut hukum
positif seharusnya tidak ada atau tidak dibenarkan, karena kewajiban orang tua
Undang tentang Perkawinan hak dan kewajiban antara orang tua dalam Bab X
menyatakan bahwa kedua orang tua hanya wajib memelihara dan mendidik
anak-anak mereka sebaik-baiknya sampai anak itu kawin atau dapat berdiri
sendiri. Artinya ketika anak itu sudah menikah anak itu sudah dikatakan dewasa
dan orang tua tentu saja sudah tidak lagi mempunyai kewajiban terhadap
anaknya. Apa lagi untuk mencampuri urusan keluarga anaknya, tentu saja tidak
menikah.
2. Peradilan Agama sebagai wadah bagi pencari keadilan , khususnya bagi orang
Islam dalam sengketa perkara perdata. Perceraian dibedakan atas cerai talak dan
cerai gugat, maka penyelesaiannya pun berbeda jika dilihat dari bentuk
putusannya. Ada yang bentuk putusannya berupa talak khul’u dan ada yang
berupa talak bain sughra. Hal ini dikarenakan materi hukum yang terdapat
dalam isi posita dan petitumnya yang akhirnya menghasilkan produk hukum
yang berbeda pula. Dalam kasus perceraian akibat dari turut campurnya orang
penggugat dan tergugat, maka dari itu majelis hakim berpendapat bahwa hal
Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan pasal 116 (f) KHI Inpres RI Nomor 1 Tahun
1991, maka penyelesaian perkara perceraian akibat dari turut campurnya orang
tua terhadap keluarga anak ini adalah dengan putusan talak satu bain sughro.
D. Saran
1. Hendaknya orang tua lebih memahami dan menyadari, ketika anaknya telah
sendiri.
2. Alangkah lebih baiknya ketika anak sudah menikah hendaknya tidak tinggal
serumah dengan orang tua atau mertuanya agar orang tua atau mertuanya tidak
4. Bagi pasangan suami isteri bisa lebih menambah intensitas komunikasi dalam
5. Untuk para ulama agar selalu mensyi’arkan tantang kerukunan dalam rumah
tangga, hak dan kewajiban suami istri dalam rumah tangga kepada masyarakat
1974 dan Kompilasi Hukum Islam mengenai perkawinan khususnya hak dan
Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam dan Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2002)
Al-Qazwainiy, Abi Abdullah bin Yazid , Sunan Ibnu Majah, Beirut, Lebanon, Daar
al- Fikr,1994
Asy-Syarbaji, Mustofa Al-Khin, Mustofa Al-Bugho, dan Ali, kitab fiqh madzhab
syafie, jilid ke 4 (Kuala Lumpur: Prospecta Printers SDN BHD, 2005)
Ayub, Syaikh Hasan, Fikih Keluarga, (Pustaka Al-Kautsar, 2006 )
Djaelani, Abdul Qadir, Keluarga Sakinah, (PT: Bina Ilmu, Surabaya) 1995
Dja’is, SH, Deasy Caroline Moch., Pelaksanaan Eksekusi Nafkah Anak diPengadilan
Agama, (Artikel Jurnal Mimbar Hukum, Jakarta, Al-Hikmah dan
DITBINBAPERA Islam No. 42 Tahun X 1999)
Dhofir, Muhil Dhofir dan Farid, Syarah dan Terjemahan Riyadhus Shalihin, (Jakarta:
PT, Najahun Dinar 2006)
Effendi, Satria, Makna, Urgensi dan Kedudukan Nasab dalam Perspektif Hukum
Keluarga Islam, (Artikel Jurnal Mimbar Hukum, Jakarta, Al-Hikmah dan
DITBINBAPERA Islam No. 42 Tahun X 1999)
Ghofar, E.M, Syaikh Hasan Ayub, fikih keluarga,penerjemah M. Abd. (Pustaka Al-
Kautsar,2006)
Hasan, M. Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, Jakarta: Siraja, 2003.
Jawas, Yazid bin Abdul Qadir, Berbakti Kepada Kedua Orang Tua, (Darul Qolam –
Jakarta, 2005) hal. 34
Lopa, Baharuddin, Al Qur’an dan Hak-hak Asasi Manusia, PT. Dana Bhakti
Primayasa,Yogyakarta, 1996
Manan, Abdul, Etika Hakim dalam Penyelenggaraan Peradilan, Suatu Kajian dalam
system Peradilan Islam, Kencana, Jakarta, 2007
Moeliono, Anton M. Kamus Besar Bahasa Indonesia, (cet-2; Jakarta: Balai Pustaka,
1988)
Mughniyah, M. Jawad, fikih lima madzhab, (Beirut: Dar Al- Jawad, 2006)
Nuruddin, Amir dan Tarigan,Azhari Akmal, Hukum Perdata Islam di Indonesia studi
kritis perkembangan hukum islam dari fikih, UU No1/1974 sampai KHI,
Jakarta : Kencana, 2006
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974,
Departemen Agama Republik Indonesia, 2004
Sabiq, Sayyid, Fiqh Sunnah jilid 3, (Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2006)
Sajastani, Abi Daud Sulaiman bin As-as, Sunan Abi Daud, h. 500.
Shiddiq, Ahmad, Hukum Talaq Dalam Ajaran Islam (Surabaya Pustaka Pelajar 2001)
Suhendi, Hendi, Pengantar Studi Sosial Keluarga, (Bandung: Pustaka Setia, 2001)
Surtiretna, Nina, Bimbingan Seks Suami isteri Menurut Pandangan Islam dan Medis,
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2001
Syarifuddin, Amir, Garis-garis besar Fiqh. Jakarta : kencana Prenada Media Group,
2003.
Tim penulis, Relasi Suami Istri dalam Islam, (Jakarta : Pusat Studi Wanita (PSW)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 1, Jakarta.