Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
B. PREVALENSI
Angka kejadian penyakit kanker di Indonesia (136.2/100.000 penduduk) berada
pada urutan 8 di Asia Tenggara, sedangkan di Asia urutan ke 23. Angka kejadian
tertinggi di Indonesia untuk laki laki adalah kanker paru yaitu sebesar 19,4 per 100.000
penduduk dengan rata-rata kematian 10,9 per 100.000 penduduk.
Berdasarkan data Riskesdas, prevalensi tumor/kanker di Indonesia menunjukkan
adanya peningkatan dari 1.4 per 1000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79 per 1000
penduduk pada tahun 2018. Prevalensi kanker tertinggi adalah di provinsi DI Yogyakarta
4,86 per 1000 penduduk, diikuti Sumatera Barat 2,47 79 per 1000 penduduk dan
Gorontalo 2,44 per 1000 penduduk.
C. KLASIFIKASI
Terdapat dua jenis kanker paru, yaitu (Varalakhsmi, 2013: 63):
1. Small Cell Lung Cancer (SCLC) SCLC adalah jenis kanker paru yang tumbuh
lebih cepat daripada jenis kanker NSCLC, akan tetapi pertumbuhan SCLC lebih
dapat terkendali dengan kemoterapi. Sekitar 20% kasus kanker paru adalah
SCLC, atau sekitar 30.000 pasien setiap tahunnya terdiagnosis penyakit tersebut.
2. Non Small Cell Lung Cancer (NSCLC) Sekitar 75%-80% kasus kanker paru
adalah NSCLC. Terdapat 3 tipe NSCLC, yaitu:
a. Adenokarsinoma adalah jenis dari NSCLC yang paling umum dari kanker
paru dan lebih banyak muncul pada wanita. Kanker tipe ini berkembang dari
sel-sel yang memproduksi lendir pada permukaan saluran udara.
b. Karsinoma skuamosa 12
Jenis ini paling umum dari kanker paru serta paling banyak terjadi pada pria
dan orang tua. Karsinoma skuamosa berkembang dalam sel yang mengisi
saluran udara, dan kanker ini tumbuh relatif lambat.
c. Karsinoma sel besar
Pertama kali muncul biasanya di saluran pernapasan yang lebih kecil dan
dapat menyebar dengan cepat. Tipe ini sering disebut juga karsinoma tidak
berdiferensiasi karena bentuk sel kanker ini bundar besar.
D. ETIOLOGI
Etiologi kanker paru dapat dibedakan dua jenis, yaitu : faktor resiko yang dapat
dimodifikasi antara lain polusi udara, asap rokok lingkungan, makanan, karsinogen
dilingkungan pekerjaan dan beberapa jenis penyakit paru juga sangat berpengaruh
terhadap dengan meningkatnya risiko berkembangnya kanker paru. Faktor risiko yang
tidak dapat dimodifikasi antara lain faktor genetika, jenis kelamin.
1. Faktor Genetika
Menurut penelitian adanya riwayat orang tua menderita kanker paru, makan
anaknya memiliki risiko menderita kanker paru lebih dari lima kali. Pada orang
bukan perokok namun memiliki riwayat keluarga menderita kanker paru, maka
risiko menderita kanker paru lebih besar, apabila dibandingkan dengan orang
perokok tetapi tidak memiliki riawayat dalam keluarga kanker paru.
2. Jenis Kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar daripada perempuan karena laki-laki
memiliki kebiasaan merokok dengan jumlah yang besar.
Setiap tahun lebih banyak orang yang didiagnosis dengan kanker paru-paru, tetapi
banyak perempuan yang hidup dengan penyakit ini. Tingkat kasus baru pada
tahun 2011 menunjukan bahwa pria mengembangkan kanker paru-paru lebih
sering daripada wanita (64,8 dan 48,6 per 100.000 masing-masing).
3. Merokok
Lebih dari 87% penderita kanker paru adalah perokok, namun hanya sekitar 20%
dari perokok yang berkembang menjadi kanker paru. Asap rokok yang di hirup
langsung maupun perokok pasif, mengandung zat kimia dan zat karsinogen yang
dapat merangsang perubahan sebagian besar gen yang mengontrol homeostatis
alveolar normal dan sel-sel bronkial.
Hubungan antara merokok dengan kanker paru-paru pada penelitian epidemiologi
adalah : jumllah rokok rokok yang dihisap perhari, usia pada saat mulai merokok,
jumlah dan lamanya tahun merokok, jenis hisapan/kedalaman hisapan rokok,
kandungan tar dan nikotin dalam rokok.
4. Polusi Udara
Polusi udara yang berada di luar maupun didalam ruangan, gas buangan
kendaraan bermotor / bermobil juga mengandung unsur-unsur karsinogenik.
Belakangan terakhir ini, bahan dekorasi ruangan seperti formaldehid dan gas
radon mungkin juga berisiko menimbulkan kanker paru.
5. Paparan Pekerjaan
Sekitar 3% sampai 17% kanker paru disebabkan oleh paparan unsur-unsur
karsinogenik yang terdapat pada lingkungan pekerjaan. Misalnya : asebstos,
kromium, hidrokarbon polisiklik. Dari unsur tersebut yang paling sering adalah
asebestos. Gas radon yang ditemukan secara alami dalam batu, air tanah dan tanah
juga dapat meningkatkan kanker paru.
E. Tanda dan Gejala
Gejala kanker paru tidak khas tetapi batuk, sesak napas, atau nyeri dada (gejala respirasi)
yang muncul lama atau tidak kunjung sembuh dengan pengobatan biasa pada “kelompok
risiko” harus ditindak lanjuti untuk prosedur diagnosis kanker paru.
Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan tumor langsung, seperti batuk, hemoptisis,
nyeri dada dan sesak napas/stridor. Batuk merupakan gejala tersering (60-70-%) pada
kanker paru
Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti efusi pleura, efusi perikard,
sindrom vena kava superior, disfagia, pancoast syndrom, dan paralisis diafragma.
Pancoast syndrom merupakan kumpulan gejala dari kanker paru yang tumbuh di suklus
superior, yang menyebabkan infasi preksus brakial sehingga menyebabkan nyeri pada
lengan, syndrom horner (ptosis, miosis, dan hemofacial anhidrosis)
Keluhan suara serak mendadak menandakan telah terjadi kelumpuhan saraf atau
gangguan pada pita suara. Gejala klinis sistemik yang kadang juga menyertai adalah
oenurunan berat badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan menurun, dan demam
hilang timbul. Gejala yang berkaitan dengan gangguan neurologis (sakit kepala,
lemah/prease) sering terjadi jika lelah terjadi penyebaran ke otak, atau tulang belakang.
Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada kanker yang telah menyebar ke tulang.
Terdapat gejalan lain seperti paraneoplastik, seperti nyeri muskuloskletal,hematologi,
vaskuler neurologi, dan lain lain.
- Hemoptisis
- Atelektasis
b. Invasi local
- Nyeri dada
- Dispnea karena efusi pleura
- Invasi ke perikardium
- Sindrom Pancoast, karena invasi pada pleksus brakialis dan saraf simpatis servikalis
- Hipertrofi osteoartropati
- Neuromiopati
- Sering terdapat pada perokok dengan PPOK/ COPD yang terdeteksi secara radiologis
Nyeri dapat terjadi pada tulang rusuk atau otot dada atau bagian lain tubuh di mana kanker paru-
paru telah menyebar. Kondisi ini biasanya terjadi pada tahap penyakit yang lebih lanjut.
2. Efusi Pleura
Kanker paru memicu penyumbatan di saluran udara utama, sehingga menyebabkan penumpukan
cairan di sekitar paru-paru (disebut efusi pleura). Kondisi ini ditandai nyeri saat bernapas, batuk,
demam, dan sesak napas.
3. Pneumonia
Jika dibiarkan, efusi pleura berpotensi menekan paru-paru, menurunkan fungsi paru-paru, dan
meningkatkan risiko pneumonia. Gejala pneumonia termasuk batuk, nyeri dada, dan demam. Jika
tidak diobati, kasus pneumonia memiliki konsekuensi yang mengancam jiwa.
4. Batuk Berdarah
Pengidap kanker paru bisa mengalami hemoptisis (batuk berdarah) akibat pendarahan di saluran
udara. Ciri batuk darah bisa bermacam-macam. Ada yang berwarna merah muda atau merah
terang, tapi ada juga yang memiliki tekstur berbusa atau bahkan bercampur dengan lendir.
5. Neuropati
Neuropati adalah kelainan yang memengaruhi saraf, terutama di tangan atau kaki. Kanker paru
yang tumbuh di dekat saraf lengan atau bahu berpotensi menekan saraf, menyebabkan rasa sakit
dan kelemahan. Gejalanya berupa mati rasa, kelemahan, rasa sakit, dan rasa geli.
6. Komplikasi Jantung
Tumor yang tumbuh di dekat jantung bisa menekan atau menyumbat pembuluh darah dan arteri,
sehingga memicu pembengkakan di bagian atas tubuh, seperti dada, leher, dan wajah. Kondisi ini
rentan mengganggu irama jantung normal dan menyebabkan penumpukan cairan di sekitar
jantung. Jika tidak segera mendapat penanganan, komplikasi ini memicu masalah penglihatan,
sakit kepala, pusing, dan kelelahan.
7. Komplikasi Esofagus
Terjadi ketika kanker tumbuh di dekat kerongkongan. Gejalanya berupa kesulitan menelan dan
nyeri ketika makanan melewati kerongkongan menuju perut.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar-X dada
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengenali kelainan
struktur dada dan jaringan paru, untuk diagnosis penyakit dan
cedera paru, dan untuk memonitor terapi. Sinar-X dada ini
dapat digunakan sebagai alat skrinning untuk kanker paru.
2. Specimen sputum
Specimen sputum dikirim untuk pemeriksaan sitologi untuk menetapkan
diagnosis kanker paru. Sampel sputum dikumpulkan di pagi hari. Jika sel malignan
ditemukan pada sputum, pemeriksaan yang lebih mahal dan lebih invasif dapat tidak
diperlukan. Akan tetapi, sampel sputum negatif untuk sel malignan tidak meniadakan
kanker paru; dapat secara sederhana mengindikasikan bahwa tumor bukan sel yang
tumbuh ke sekresi mukosa.
3. Bronkoskopi
Bronkoskopi adalah visualisasi langsung
laring, trakea, dan bronki melalui sebuah
bronskop untuk mengidentifikasi lesi,
mengangkat benda asing dan sekresi,
mengambil jaringan untuk biopsy, dan
memperbaiki aliran trakeobronkial.
Bronkoskopi sering kali dilakukan untuk
memvisualisasikan dan mendapatkan
jaringan untuk biopsi dari tumor. Ketika massa tumor atau jaringan yang dicurigai
diidentifikasi secara visual kabel digunakan untuk mendapatkan spesimen biopsi. Jika
tumor tidak dapat dilihat, jalan napas dibilas dengan larutan salin (pembilasan
bronkus) untuk mendapatkan sel untuk pemeriksaan sitologi.
4. CT Scan
CT dada dapat dilakukan saat sinar-x tidak
memperlihatkan sebagian area dengan baik, seperti
pelura dan mediastinum. Selain itu juga dilakukan
untuk membedakan kondisi patologik (sepeti, tumor, abses, dan aneurisma
aorta),membedakan efusi pleura dan pembesaran limfe, dan memonitor terapi. CT
Scan digunakan untuk mengevaluasi dan melokalisasi tumor, terutama tumor pada
parenkim paru dan pleura. Juga dilakukan sebelum biopsi jarum untuk melokalisasi
tumor. Pemindaian CT dapat juga mendeteksi jarak metastasis tumor dan
mengevaluasi respons tumor terhadap terapi.
Sumber :
LeMone, Priscilla et all. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Respirasi :
Diagnosis Keperawatan NANDA Pilihan, NIC & NOC. Jakarta : EGC
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Bedah
Terapi utama utama untuk sebagian besar KPBSK, terutama stadium I-II dan
stadium IIIA yang masih dapat direseksi setelah kemoterapi neoadjuvan. Jenis
pembedahan yang dapat dilakukan adalah lobektomi, segmentektomi dan reseksi
sublobaris. Pasien dengan kardiovaskular atau kapasitas paru yang lebih rendah,
pembedahan segmentektomi dan reseksi sublobaris paru dilakukan.
2. Radioterapi
Radioterapi dalam tatalaksana kanker paru Bukan Sel Kecil (KPKBSK) dapat
berperan di semua stadium KPKBSK sebagai terapi kuratif definitif, kuratif
neoajuvan atau ajuvan maupun paliatif. Radioterapi dapat diberikan pada stadium I
yang menolak dilakukan operasi setelah evaluasi bedah thoraks dan pada stadium
lokal lanjut (Stadium II dan III) konkuren dengan kemoterapi. Pada pasien Stadium
IIIA resektabel, kemoterapi pre operasi dan radiasi pasca operasi merupakan pilihan.
Pada pasien Stadium IV, radioterapi diberikan sebagai paliatif atau pencegahan gejala
(nyeri, perdarahan, obstruksi).
3. Kemoterapi
Kemoterapi dapat diberikan sebagai modalitas neoadjuvant pada stadium dini,
atau sebagai adjuvant pasca pembedahan. Terapi adjuvant dapat diberikan pada
KPKBSK stadium IIA, IIB dan IIIA. Pada KPKBSK stadium lanjut, kemoterapi dapat
diberikan dengan tujuan pengobatan jika tampilan umum pasien baik. Kemoterapi
adalah sebagai terapi paliatif pada pasien dengan stadium lanjut.
Penatalaksanaan kanker paru karsinoma sel kecil (KPKSK) berbeda dengan KPBSK,
pasien dengan KPKSK, penatalaksanaan dilakukan berdasarkan stadium, antara lain :
1. Stadium terbatas
Pilihan modalitas terapi pada stadium ini adalah kombinasi dari kemoterapi
berbasis-platinum dan terapi radiasi toraks. Kemoterapi dilakukan paling banyak 4-6
siklus, dengan peningkatan toksisitas yang signifikan jika diberikan lebih dari 6
siklus. Regimen terapi kombinasi yang memberikan hasil paling baik adalah
concurrent therapy, dengan terapi radiasi dimulai dalam 30 hari setelah awal
kemoterapi. Regimen kemoterapi yang tersedia untuk stadium ini adalah EP,
sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama, sisplatin/karboplatin dengan
irinotekan. Reseksi bedah dapat dilakukan dengan kemoterapi adjuvant atau
kombinasi kemoterapi dan radiasi terapi adjuvant pada TNM stadium dini,
dengan/tanpa pembesaran kelenjar getah bening.
2. Stadium lanjut
Pilihan utama modalitas terapi stadium ini adalah kemoterapi kombinasi.
Regimen kemoterapi yang dapat digunakan pada stadium ini adalah:
sisplatin/karboplatin dengan etoposid (pilihan utama), atau sisplatin/karboplatin
dengan irinotekan. Pilihan lain adalah radiasi paliatif pada lesi primer dan lesi
metastasis.
1. Edukasi Pasien
Anjurkan pada pasien untuk berhenti merokok untuk mencegah kanker paru dan
meningkatkan prognosis pada pasien kanker paru stadium awal. Merokok bahkan
sebatang sehari tetap meningkatkan risiko kesehatan secara signifikan. Untuk itu,
anjurkan pasien untuk berhenti merokok secara total. Penghentian rokok juga berlaku
pada orang sekitar yang tinggal bersama dengan pasien. Paparan terhadap zat-zat
yang dapat meningkatkan risiko terhadap kanker paru seperti asbestos sebaiknya
dihindari.
2. Upaya Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Metode skrining yang telah direkomendasikan untuk deteksi dini kanker paru
terbatas pada kelompok pasien risiko tinggi. Kelompok pasien dengan risiko tinggi
mencakup pasien usia > 40 tahun dengan riwayat merokok ≥ 30 tahun dan berhenti
merokok dalam kurun waktu 15 tahun sebelum pemeriksaan, atau pasien ≥ 50 tahun
dengan riwayat merokok ≥ 20 tahun dan adanya minimal satu faktor risiko lainnya
(pajanan radiasi, paparan okupasi terhadap bahan kimia karsinogenik, riwayat kanker
pada pasien atau keluarga pasien, dan riwayat penyakit paru seperti penyakit paru
obstruktif kronis atau fibrosis paru).
Pada pasien berisiko tinggi, dengan anamnesa dan pemeriksaan fisik yang
mendukung kecurigaan adanya keganasan pada paru-paru, dapat dilakukan
pemeriksaan low-dose CT scan untuk skrining kanker paru setiap tahun, selama 3
tahun, namun tidak dilakukan pada pasien dengan komorbiditas berat lainnya.
Pemeriksaan ini dapat mengurangi mortalitas akibat kanker paru hingga 20%. Pada
pasien yang tidak memenuhi kriteria kelompok risiko tinggi, pemeriksaan low-
dose CT scan tidak direkomendasikan.
J. TELAAH JURNAL
Abstrak
Pasien kanker paru banyak ditemukan sudah berada pada stadium lanjut. Nyeri banyak
dikeluhkan oleh pasien kanker paru. Nyeri yang dialami oleh pasien dapat menurunkan
kualitas hidup pasien. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan stadium kanker
paru dan skala nyeri pada pasien kanker paru yang dirawat di Bagian Paru RSUP Dr M
Djamil Padang. Penelitian ini merupakan studi observasi analitik dengan desain potong
lintang. Sampel penelitian ini adalah data rekam medik pasien kanker paru di Bagian
Paru RSUP DR. M Djamil Padang periode tahun 2014 sampai 2015 yang berjumlah 66
pasien. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2017 sampai Maret 2018 di RSUP Dr M
Djamil Padang. Data dianalisis menggunakan uji Chi-square. Hasil studi didapatkan
karakteristik pasien kanker paru terbanyak adalah umur >40 tahun (90,9%), jenis kelamin
laki-laki (84,8%), status rokok adalah sebagai perokok (74,2%), dan jenis sel Kanker
Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel KeciL/KPKBSK (45,5%). Pasien paling banyak berada
pada stadium lanjut (93,9%) dengan keluhan nyeri paling banyak adalah nyeri sedang
(51,5%). Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan tidak ada hubungan yang bermakna
antara staging kanker paru dengan skala nyeri.
Ringkasan
Didapatkan bahwa usia terbanyak berada diatas 40 tahun (90,9%). Penderita kanker paru
lebih banyak ditemukan pada usia diatas 40 tahun disebabkan pajanan zat yang bersifat
karsinogenik secara berkepanjangan. Pasien kanker paru terbanyak pada penelitian ini
adalah laki-laki (84,8%). Kanker paru lebih banyak ditemukan pada jenis kelamin laki-
laki karena kebiasaan merokok yang lebih sering daripada perempuan dan laki-laki
mempunyai mobilitas tinggi sehingga lebih banyak terpapar bahan karsinogenik seperti
asap rokok, bahan industri di lingkungan kerja, maupun polusi udara.
Tidak ada hubungan yang bermakna antara staging kanker paru dengan skala nyeri.
Banyak faktor yang mempengaruhi nyeri yang dialami pasien. Faktor tersebut antara lain
usia, jenis kelamin, lingkungan, psikologis dan pekerjaan. Banyaknya hal yang
mempengaruhi nyeri membuat hubungan stage kanker paru tidak memiliki hubungan
yang bermakna terhadap skala nyeri yang dialami oleh pasien. Hubungan yang bermakna
mungkin bisa didapatkan jika berbagai faktor yang mempengaruhi nyeri juga ikut diteliti.
Metode
Penelitian ini merupakan studi analitik dengan design cross sectional. Penelitian
dilakukan di Bagian Paru RSUP DR. M Djamil Padang pada bulan Oktober 2017 sampai
Maret 2018. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari status penderita
yang masuk ke Bagian Paru RSUP DR. M Djamil Padang mulai tahun 2014 sampai
2015. Sampel penelitian ini adalah pasien kanker paru yang memiliki data rekam medis
di Bagian Paru RSUP DR. M Djamil Padang dari tahun 2014 sampai 2015. Hasil
penelitian dianalisis dengan menggunakan uji statistik Chi-square.
Hasil Penelitian
Pasien kanker paru paling banyak pada umur >40 tahun (90,9%), jenis kelamin laki-
laki (84,8%), status rokok adalah sebagai perokok (74,2%).
Pasien kanker paru yang dirawat di bangsal paru periode 2014-2015 paling banyak
berada pada stage lanjut 93,9%.
Nyeri terbanyak yang dirasakan oleh pasien adalah nyeri sedang (51,5%).
Pasien kanker paru stage lanjut paling banyak mengeluhkan nyeri sedang yaitu
53,2% dan pada stage awal yang paling banyak dikeluhkan adalah nyeri ringan yaitu
50%.
Kesimpulan
Banyak faktor yang mempengaruhi nyeri yang dialami pasien. Faktor tersebut antara
lain usia, jenis kelamin, lingkungan, psikologis dan pekerjaan. Banyaknya hal yang
mempengaruhi nyeri membuat hubungan stage kanker paru tidak memiliki hubungan
yang bermakna terhadap skala nyeri yang dialami oleh pasien. Jadi, tidak ada hubungan
yang bermakna antara staging kanker paru dengan skala nyeri yang dialami oleh pasien
kanker paru yang dirawat di bagian paru RSUP DR M Djamil Padang.
Rekomendasi
Perawat dianjurkan untuk mengedukasi agar berhenti merokok untuk mencegah kanker
paru dan meningkatkan prognosis pada pasien kanker paru stadium awal. Lalu
mengedukasi pasien dengan memberikan analgesik dosis kecil ini umumnya untuk
menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan dan sedang.
K. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Riwayat Kesehatan: Gejala saat ini, termasuk batuk kronik, sesak napas, sputum
berwarna darah; manifestasi sistemik seperti penurunan berat badan saat ini,
anoreksia, nyeri tulang; riwayat merokok pajanan pekerjaan terhadap karsinogen;
penyakit kronik seperti COPD.
Pemeriksaan fisik: Penampilan umum; warna kulit, bukti jari gada (clubbing
finger); berat badan dan tinggi badan; tanda-tanda vital; kecepatan pernapasan,
kedalaman, ekskursi; suara paru terhadap perkusi dan auskultasi.
Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan diagnostic: CBC dan pemeriksaan
koagluasi, pemeriksaan elektrolit serum dan osmolalitas, hati dan fungsi ginjal;
sinar-X dada dan hasil CT scan; gas darah arteri dan kadar saturasi oksigen.
2. Diagnosa Keperawatan & Intervensi
Ketidakefektifan Pola Napas
o Kaji dan dokumentasikan kecepatan dan kedalaman pernapasan, serta suara
paru minimal setiap 4 jam; evaluasi lebih sering segera pada periode
pascaoperasi atau sesuai indikasi dengan kondisi.
Rasional: Deteksi dini tanda penurunan pernapasan atau suara napas tambahan
diperlukan untuk intervensi yang efektif.
o Tinggikan kepala tempat tidur hingga 60 derajat.
Rasional: Meninggikan kepala tempat tidur mengurangi tekanan pada diafragma
dan memungkinkan ekspansi paru yang optimal.
o Bantu untuk berbalik, batuk, dan napas dalam serta gunakan spirometer
intensif. Bantu membelat dada dengan bantal atau selimut ketika batuk.
Rasional: Tindakan ini meningkatkan kebersihan jalan napas.
Intoleransi Aktivitas
o Rencanakan periode istirahat antara aktivitas dan prosedur.
Rasional: Periode istirahat mengurangi kebutuhan oksigen dan keletihan.
o Bantu pasien pascaoperasi untuk meningkatkan aktivitas secara bertahap.
Rasional: Meningkatkan tingkat aktivitas secara bertahap meningkatkan toleransi
aktivitas.
o Ajarkan tindakan untuk menyimpan energy ketika melakukan ADL, seperti
duduk ketika mandi dan berpakaian serta mengenakan sepatu yang tidak licin.
Rasional: Tindakan menyimpan energy ini mengurangi kebutuhan oksigen dan
memungkinkan pasien untuk tetap mandiri selama mungkin.
Nyeri
o Kaji dan dokumentasikan nyeri menggunakan skala nyeri terstandardisasi dan
data objektif.
Rasional: Nyeri merupakan pengalaman subjektif, paling baik dievaluasi oleh
pasien. Perubahan pada tanda tanda vital, gerakan melindungi, atau
ketidakinginan untuk bergerak dapat mengindikasikan nyeri yang tidak
dilaporkan.
o Beri analgesic sesuai kebutuhan untuk mempertahankan kenyaman.
Rasional: Penyembuhan pascaoperasi dan pengembalian fungsi difasilitasi
dengan manajemen nyeri yang adekuat.
o Untuk nyeri kanker, pertahankan jadwal medikasi sesuai jam menggunakan
narkotik, obat anti inflamasi non steroid, dan medikasi lain sesuai intruksi.
Rasional: Ketagihan bukan masalah pada kanker terminal; memberikan Pereda
nyeri adekuat yang tidak “memecah” nyeri sangat diperlukan.
Berduka Antisipasi
o Habiskan waktu bersama pasien dan keluarga.
Rasional: Waktu diperlukan untuk mengembangkan kepercayaan, hubungan
terapeutik.
o Jawab pertanyaan secara jujur; jangan menyangkal kemungkinan efek
penyakit.
Rasional: Kejujuran memperkuat realitas dan memberi rasa kendali atas
keputusan yang dibuat.
o Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, dan
kekhawatiran mereka.
Rasional: Ekspresi perasaan secara terbuka membantu meningkatkan pemahaman
dan penerimaan.
DAFTAR PUSTAKA
Purba, Ardina Filindri. 2015. Pola Klinis Kanker Paru Di RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode
Juli 2013 – Juli 2014. Skripsi. Universitas Diponegoro.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2019. Hari Kanker Sedunia 2019. Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
LeMone, Priscilla et all. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Respirasi :
Diagnosis Keperawatan NANDA Pilihan, NIC & NOC. Jakarta : EGC