Anda di halaman 1dari 131

IMPLEMENTASIKEBIJAKAN AKSESIBILITAS

BAGI PENYANDANG DISABILITAS DI LINGKUNGAN


STADION UTAMA GELORA BUNG KARNO JAKARTA
 

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh:

Fanhari Nugroho(1112054100053)

PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1440 H / 2019 M
 
 
 
ABSTRAK

Fanhari Nugroho, 1112054100053


ImplementasiKebijakan Aksesibilitas
 
Bagi Penyandang Disabilitas Di Lingkungan Stadion Utama
Gelora Bung Karno Jakarta

Penyandang disabilitas adalah sekelompok masyarakat


yang beragam dengan karakteristik yang berbeda antara lain
penyandang disabilitas fisik seperti, disabilitas mental, ataupun
gabungan dari disabilitas fisik dan mental.Penyediaan fasilitas
dan aksesibilitas dalam pembangunandan lingkungan harus
dilengkapi dengan fasilitas pendukung dan aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas. Pemerintah memiliki peran menjadi
pelindung atas terpenuhinya kemudahan aksesibilitas
masyarakatnya, salah satunya penyandang disabilitas. Karena itu,
Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta sebagai fasilitas
publik pada dasarnya memiliki fasilitas yang dibutuhkan oleh
penyandang disabilitas.
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui serta
menganalisis bagaimana implementasi kebijakan dan aksesibilitas
bagi penyandang disabilitas di lingkungan Stadion Utama Gelora
Bung Karno Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif dengan metode wawancara, observasi serta analisis
data-data terkait untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan
dalam penelitian ini.
Dari hasil penelitian ini menjelaskan bahwa implementasi
kebijakan aksesibilitas di lingkungan Stadion Utama Gelora Bung
Karno Jakarta sudah berjalan dengan baik dalam terwujudnya
aksesibilitas yang ramah terhadap penyandang disabilitas. Dalam
aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di lingkungan Stadion
Utama Gelora Bung Karno Jakarta sudah terbilang memenuhi
standar yang sudah ditetapkan atas kebijakan yang sudah dibuat,
hal ini terlihat dari analisis dan data temuan pada penelitian ini
bahwa sudah lengkapnya fasilitas dalam memenuhi kebutuhan
penyandang disabilitas dalam melakukan mobilitas.

viii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat


dan
 
karuniaNya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Tidak
lupa salawat serta salam penulis haturkan pada baginda alam
Nabi Muhammad SAW serta para sahabat dan kerabatnya yang
telah mengajarkan umatnya untuk bersungguh-sungguh dalam
menuntut ilmu dan terus berjalan di atas agama Allah.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan, baik dari segi isi maupun teknik penulisan, sekalipun
penulis sudah berusaha untuk menyusun skripsi ini sebaik
mungkin. Karena sesungguhnya kesempurnaan hanya miliki
Allah SWT.
Pada kesempatan ini penulis akan menyampaikan rasa
terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan
bantuan, motivasi, dan arahan serta saran terhadap penulis
sehingga penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan ucapan
terimakasih kepada:
1. Kedua orang tua saya, H. Tomjun Saryono dan Hj.
Caturwati yang telah mendidik dan selalu mendoakan
anak-anaknya berada dalam lindungan Allah SWT. Serta
seluruh anggota keluarga penulis yang tidak pernah lelah
untuk memberi dukungan kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi.
2. Suparto M.Ed., Ph.D, sebagai Dekan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah

ix
Jakarta. Dr. Siti Napsiyah Ariefuzzaman, MSW sebagai
Wakil Dekan Bidang Akademik. Dr. Rulli Nasrullah,
M.Si sebagai Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum.
 
Drs. Cecep Sastrawijaya, MA sebagai Wakil Dekan
Bidang Kemahasiswaan.
3. Ahmad Zaky, M.Si sebagai Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah
Jakartayang sekaligus sebagai Dosen Pembimbing bagi
penulis. Hj. Nunung Khoiriyah, MA selaku sekretaris
Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Lisma Dyawati Fuaida, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing
Akademik.
5. Seluruh Dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, pengajaran, dan bimbingan selama penulis
menjalani perkuliahan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi dan Civitas Akademika yang telah
memberikan sumbangan ilmu pengetahuan, pengajaran,
dan bimbingan selama penulis menjalani perkuliahan di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
7. Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, penulis mengucapkan terimakasih karena telah
membantu dalam memberikan referensi buku, jurnal,
ataupun skripsi dari penelitian-penelitian terdahulu.

x
8. Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno Jakarta.
Dalam proses penelitian, peneliti sangat di sambut dengan
keramahan yang tulus dan membantu penulis dalam
 
menyelesaikan skripsi.
9. HMJ Kesejahteraan Sosial dan keluarga besar mahasiswa
Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang telah berperan besar dalam penulis selama menjadi
mahasiswa dan menerima penulis dalam keluarga
Kesejahteraan Sosial UIN Jakarta.
10. HMI Cabang Ciputat, keluarga besar HMI KOMFAKDA,
terkhusus Aula Insan Cita. Terimakasih telah memberikan
wadah dan mengajarkan banyak hal.
11. Teman-teman seperjuangan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dari awal masuk kampus. Terimakasih yang
sebesar-besarnya atas segala perbuatan baik yang
diberikan kepada penulis dan selalu mendukung penulis
selama menjadi mahasiswa.

Jakarta, 5 Juli 2019


Penyusun,

Fanhari Nugroho
1112054100053

xi
 

xii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................... viii
KATAPENGANTAR .............................................................. xi
 
DAFTAR ISI ............................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ............................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ......................... 5
1. Batasan Masalah ......................................... 5
2. Rumusan Masalah ...................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .......................... 6
1. Tujuan Penelitian ........................................ 6
2. Manfaat Penelitian ...................................... 6
D. Metodologi Penelitian ....................................... 7
1. Pendekatan Penelitian................................. 7
2. Jenis Penilitian ............................................ 8
3. Tempat dan Waktu Penelitian .................... 8
4. Sumber Data ............................................... 9
5. Teknik Pengumpulan Data ......................... 9
6. Keabsahan Data .......................................... 10
7. Teknik Analisis Data .................................. 11
8. Teknik Pemilihan Informan........................ 11
9. Teknik Penulisan ........................................ 13
E. Tinjauan Pustaka ............................................... 13
F. Sistermatika Penulisan....................................... 14

xiii
BAB II LANDASAN TEORI .............................................. 17
A. Kebijakan Publik ............................................... 17
1. Definisi Kebijakan Publik .......................... 17
 
2. Dimensi Kebijakan Publik ......................... 18
3. Proses Kebijakan Publik ............................ 20
4. Kebijakan Sosial ........................................ 22
B. Implementasi Kebijakan .................................... 23
1. Definisi Implementasi ................................ 23
2. Implementasi Kebijakan ............................ 24
C. Penyandang Disabilitas ..................................... 25
1. Beberapa Istilah Sebutan “Orang
Berkelainan” (Disabilitas) .......................... 25
2. Ciri-Ciri Penyandang Disabilitas ............... 33
3. Pandangan Islam Terhadap
Penyandang Disabilitas .............................. 35
4. Pemahaman Dan Pandangan Terhadap
Penyandang Disabilitas .............................. 38
D. Aksesibilitas Bagi Penyandang Disabilitas ....... 40

BAB III PROFIL LEMBAGA ............................................. 49


A. Latar Belakang Gelora Bung Karno .................. 49
B. Visi dan Misi ..................................................... 52
C. Sturuktur Organisasi .......................................... 53
D. Sarana dan Prasarana ......................................... 53
E. Aksesibilitas Penyandang Disabilitas di
GBK ................................................................... 66

xiv
BAB IV DATA DAN TEMUAN PENELITIAN ................ 71
A. Implementasi Kebijakan Aksesibilitas Bagi
Penyandang Disabilitas Di Lingkungan
 
Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta ...... 71
B. Aksesibilitas PenyandangDisabilitas Di
Lingkungan Stadion Utama Gelora Bung
Karno Jakarta ..................................................... 81

BAB V ANALISIS DAN TEMUAN LAPANGAN ........... 87


A. Implementasi Kebijakan Aksesibilitas Bagi
Penyandang Disabilitas Di Lingkungan
Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta ...... 87
B. Aksesibilitas Penyandang Disabilitas Di
Lingkungan Stadion Utama Gelora Bung
Karno Jakarta ..................................................... 91

BAB VI PENUTUP ............................................................... 95


A. Kesimpulan ........................................................ 95
B. Implikasi ............................................................ 96
C. Saran .................................................................. 97

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 99


LAMPIRAN ............................................................................. 101

xv
DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Sampel Kerangka Informan ................................. 12


 

Tabel 2.1 Klasifikasi Disabilitas .......................................... 34

xvi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tahapan Kebijakan Publik ................................... 20


 

Gambar 3.1 Struktur Organisasi .............................................. 53


Gambar 4.1 Ramp di Dalam Stadion Utama Gelora Bung
Karno Jakarta ....................................................... 83
Gambar 4.2 Kursi Penyandang Disabilitas di Stadion
Utama Gelora Bung Karno Jakarta ...................... 83
Gambar 4.3 Tribun Penyandang Disabilitas di Stadion
Utama Gelora Bung Karno Jakarta ...................... 84
Gambar 4.4 Toilet dan Wastafel Untuk Penyandang
Disabilitas di Stadion Utama Gelora Bung
Karno Jakarta ....................................................... 84
Gambar 4.5 Lift di Dalam Stadion Utama Gelora Bung
Karno Jakarta ....................................................... 85
Gambar 4.6 Guiding Block di Lingkungan Stadion Utama
Gelora Bung Karno Jakarta.................................. 85

xvii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
 

Penyandang disabilitas adalah kelompok masyarakat


yang beragam dengan berbagai karakteristik yang berbeda-
beda antara lain penyandang disabilitas fisik seperti,
disabilitas mental, ataupun gabungan dari disabilitas fisik dan
mental. Menurut WHO (World Health Organization)
disabilitas adalah A restriction or inability to perform an
activity in the manner or within the range considered normal
for a human being, mostly resulting from impairment.
Definisi tersebut menyatakan dengan jelas bahwa
disabilitas merupakan pembatasan atau ketidakmampuan
untuk melakukan suatu kegiatan dengan cara yang atau dalam
rentang dianggap normal bagi manusia, sebagian besar akibat
penurunan kemampuan. Pada dasarnya penyandang
disabilitas ialah manusia yang memiliki kemampuan berbeda
dari manusia lainnya, memiliki hak yang sama agar bisa
mandiri serta mendapat penghidupan yang layak seperti
manusia normal pada umumnya.
Setiap manusia dalam menjalankan aktivitas sehari-
hari pasti membutuhkan akses untuk memudahkan mobilitas
diri agar produktivitasnya terjaga. Di sinilah salah satu peran
negara atau pemerintah untuk membangun dan menata
fasilitas sarana dan prasarana untuk masyarakatnya yang bisa
juga disebut sebagai fasilitas publik.

1
Pengertian tentang fasilitas publik seperti yang
dijelaskan oleh Mujimin WM (2007, 25) adalah semua atau
sebagian dari kelengkapan prasarana dan sarana pada
 
bangunan gedung dan lingkungannya agar dapat diakses dan
dimanfaatkan oleh semua orang termasuk penyandang
disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam
segala aspek kehidupan dan penghidupan.
Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas dalam bangunan
gedung dan lingkungan, harus dilengkapi dengan penyediaan
fasilitas dan aksesibilitas. Setiap orang atau badan termasuk
instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan
bangunan gedung wajib memenuhi persyaratan teknis fasilitas
dan aksesibilitas. Keselamatan, kegunaan, dan kemandirian
adalah hal yang perlu mendapat perhatian lebih dalam hal ini.
Menurut Mujimin WM (2007, 64) fasilitas publik
aksesibilitas disabilitas pada bangunan gedung dan
lingkungan meliputi : Ukuran dasar ruang, jalur pedestrian,
jalur pemandu, area parkir, pintu, Ramp, tangga, lift,
Eskalator, toilet, pancuran, westafel, telepon, perlengkapan
dan peralatan kontrol, perabot, dan marka.
Perlu juga kita cermati bersama, bahwa pemenuhan
layanan sosial terhadap penyandang disabilitas tidak hanya
berhenti dalam penerimaan di suatu masyarakat. Akan tetapi
juga harus diperhatikan sejauh mana pemerintah memberikan
kebutuhan dan pelayanan dalam membangun kemandirian
teman-teman penyandang disabilitas dalam melakukan
aktivitasnya sehari-hari.

2
Dari Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 sudah
ditegaskan dengan jelas, bahwa penyandang disabilitas wajib
hukumnya mendapatkan hak atas aksesibilitas dan hak
 
pelayanan publik yang mudah, layak, tanpa diskriminasi dan
tanpa biaya tambahan. Kemudian pada pasal 83 poin (1) yang
menyebutkan bahwa: Pemerintah dan Pemerintah Daerah
wajib mengembangkan sistem keolahragaan pendidikan,
keolahragaan rekreasi, dan keolahragaan prestasi.
Adapun kebijakan yang lebih mengerucut lagi terkait
aksesibilitas, yakni pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
Nomor: 30/PRT/M/2006 tentang pedoman teknis fasilitas dan
aksesibilitas pada bangunan gedung dan lingkungan. Dan
untuk lingkup provinsi DKI Jakarta SK Gubernur No. 66
Tahun 1981 telah di undangkan sebagai respon positif
diberlakukannya tahun penyandang disabilitas sedunia
selanjutnya pada tahun 2001 muncul SK Gub No. 140 tentang
Tim aksesibilitas sarana dan prasarana bagi penyandang
disabilitas di wilayah provinsi DKI Jakarta.
Dari tindakan kebijakan akan dihasilkan kinerja dan
dampak kebijakan, dan proses selanjutnya adalah evaluasi
terhadap implementasi, kinerja, dan dampak kebijakan. Hasil
evaluasi ini bermanfaat bagi penentuan kebijakan baru di
masa yang akan datang, agar kebijakan yang akan datang
lebih baik dan lebih berhasil (Subarsono, 2005: 11-12).
Penyelenggaraan Asian Para Games 2018 lalu
sebenarnya bisa menjadi batu loncatan penyediaan fasilitas
olahraga yang dilengkapi dengan fasilitas bagi disabilitas.

3
Dikutip dari Tempo yang dipublikasikan oleh soldier.id
(2016) menyebutkan bahwa di Stadion Utama Gelora Bung
Karno Jakarta (SUGBK), sudah ada 264 kursi untuk
 
disabilitas, 6 toilet disabilitas dan Rampdengan lebar dan
tingkat kemiringan yang sesuai. Memang, pada beberapa
arena pertandingan baik di area terpadu Gelora Bung Karno
(GBK) maupun area selain itu, pekerjaan besar masih harus
dihadapi untuk pengembangan sistem manajemen olahraga
disabilitas di Indonesia karena beberapa fasilitas yang
dibangun untuk menunjang aksesibilitas bagi disabilitas pada
gelaran Indonesia 2018 Asian Para Games lalu sifatnya masih
belum permanen.
Salah satu penyandang masalah kesejahteraan sosial
sebagai sasaran dari pembangunan sosial adalah penyandang
disabilitas. Dimana aksesibilitas merupakan kemudahan yang
disediakan bagi penyandang disabilitas guna mewujudkan
kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan
penghidupan sebagai suatu kemudahan bergerak melalui dan
menggunakan bangunan gedung dan lingkungan dengan
memperhatikan kelancaran dan kelayakan, yang berkaitan
dengan masalah sirkulasi visual dan komponen setting.
Sehingga aksesibilitas wajib diterapkan secara optimal guna
mewujudkan kesamaan kesempatan dalam mencapai segala
aspek kehidupan dan penghidupan menuntut adanya
kemudahan dan keselamatan akses bagi semua pengguna.
Serta dengan hadirnya Undang-Undang No. 8 Tahun
2016 Tentang Penyandang Disabilitas memberikan harapan

4
agar penyandang disabilitas dapat beraktivitas secara mandiri
dan berpartisipasi penuh dalam segala aspek kehidupan,
negara wajib mengambil langkah yang tepat umtuk menjamin
 
akses bagi penyandang disabilitas atas dasar kesamaan
dengan warga lainnya, terhadap lingkungan fisik, transportasi,
informasi dan komunikasi termasuk juga sistem serta
teknologi informasi dan komunikasi serta akses terhadap
fasilitas dan jasa pelayanan untuk publik.
Untuk itu aksesibilitas sangatlah penting dalam
membangun kemandirian teman-teman penyandang
disabilitas agar mereka tidak selalu bergantung pada orang
lain, dan dapat membuat penyandang disabiitas jauh dari
stigma “orang yang dikasihani”.
Dengan penjabaran latar belakang di atas, maka
peneliti tertarik untuk meneliti
mengenai”ImplementasiKebijakan Aksesibilitas Bagi
Penyandang Disabilitas di Lingkungan Stadion Utama
Gelora Bung Karno Jakarta”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah


1. Batasan Masalah
Agar tidak terjadi kesalahpahaman dan pelebaran
pembahasan maka peneliti mencoba memfokuskan
mengenai implementasi kebijakan aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas di lingkungan Stadion Utama
Gelora Bung Karno Jakarta.

5
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, penelitian
dapat dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai
 
berikut:
a. Bagaimana implementasi kebijakan aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas di lingkungan Stadion Utama
Gelora Bung Karno Jakarta?
b. Bagaimana aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di
lingkungan Stadion Utama Gelora Bung Karno
Jakarta?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian
a. Implementasi kebijakan aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas di lingkungan Stadion Utama
Gelora Bung Karno Jakarta.
b. Aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di
lingkungan Stadion Utama Gelora Bung Karno
Jakarta.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
informasi dan dokumentasi ilmiah serta dapat
memberikan sumbangan pemikiran pada lembaga
pendidikan. Peneliti juga berharap penelitian ini
dapat menambah wawasan bagi pembaca dalam
memperkaya ilmu pengetahuan.

6
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi
dan informasi yang berguna bagi pembaca,
 
khususnya bagi mahasiswa Program Studi
Kesejahteraan Sosial dalam mengetahui
implementasi kebijakan aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas di lingkungan Stadion Utama
Gelora Bung Karno Jakarta.

D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
pendekatan Kualitatif dengan menggunakan metode
Deskriptif, Rustanto (2015, 17) menyebutkan bahwa:
“metode penelitian Kualitatif adalah metode penelitian
yang di gunakan untuk meneliti pada kondisi yang
alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci,
teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil
penelitian Kualitatif lebih menekankan makna pada
generalisasi”.
Pendekatan Kualitatif ini dipilih berdasarkan
tujuan penelitian yang ingin mendapatkan gambaran
tentang peran Gelora Bung Karno (GBK) dalam
memberikan kebijakan dan bentuk pelaksanaan serta
kendala apa saja dalam membangun aksesibilitas untuk
penyandang disabilitas.

7
2. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan penelitian Deskriptif,
yaitu penelitian yang menggambarkan sebuah situasi di
 
lapangan. Data yang dikumpulkan berupa kata-kata,
gambar dan bukan angka-angka. Data tersebut berasal dari
hasil wawancara secara langsung, observasi, dan
dokumentasi (Bugin 2013, 39).
Berdasarkan pemahaman di atas, maka dalam
penelitian kali ini peneliti berusaha untuk
menggambarkan serta menganalisa implementasi
kebijakan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di
lingkungan Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta.

3. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini mengambil lokasi di Stadion Utama
Gelora Bung Karno Jakarta, yang beralamat di Jalan
Pintu Satu Senayan, Gelora, Tanah Abang, Kota Jakarta
Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10270. Pemilihan
lokasi tersebut didasari oleh pertimbangan:
1) Adanya keingintahuan peneliti terhadap bagaimana
implementasi kebijakan aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas di lingkungan Stadion
Utama Gelora Bung Karno Jakarta. Dan juga
sebagai penambah pemahaman dan wawasan
peneliti dalam kajian kebijakan sosial dan
disabilitas.

8
2) Waktu penelitian dimulai pada bulan Januari 2019
sampai dengan bulan Juni 2019.

 
4. Sumber Data
Dalam penelitian ini sumber data yang digunakan
adalah sumber data primer (pokok) dan sumber data
sekunder (pendukung). Sumber data primer diperoleh
langsung dari subyek yang diteliti (responden),
sedangakan sumber data sekunder diperoleh dari
keterangan-keterangan dari orang lain yang mengerti
mengenai obyek yang diteliti, dan keterangan-keterangan
dari buku, artikel, dan sejenisnya, yang ada hubungannya
dengan obyek yang diteliti.

5. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
mengadakan pencatatan atau pengutipan dari dokumen
yang ada di lokasi, literatur-literatur, laporan-laporan dan
sebagainya. Penelitian ini juga berfungsi untuk
memperoleh data sekunder yang diperlukan dalam
penelitian. Adapun teknik pengumpulan data dalam
penyusunan skripsi ini adalah:
a. Observasi atau pengamatan adalah kegiatan keseharian
manusia dengan menggunakan panca indera mata
sebagai alat bantu utamanya selain panca indera
lainnya seperti telinga, mulut dan kulit.(Bungin
2005,134).

9
b. Wawancara, yaitu suatu cara yang digunakan peneliti
untuk memperoleh informasi secara lisan dari
informan, melalui interaksi verbal secara langsung
 
dengan tatap muka atau dengan menggunakan media
(seperti telepon), dengan tujuan untuk memperoleh
data yang dapat menjawab permasalahan penelitian
(Bungin 2005,134). Dalam wawancara yang dilakukan
penulis guna menjalin keakraban tak hanya sekedar
untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan oleh
penulis.
c. Studi Dokumentasi, yaitu teknik pengumpulan data
dengan menggunakan dokumen atau bahan-bahan
tertulis/cetak/rekaman peristiwa yang berhubungan
dengan hal yang ingin diteliti. (Rustanto 2015,60).

6. Keabsahan Data
Dalam melakukan penelitian kualitatif sering kali
mendapatkan persoalan dalam menguji keabsahan hasil
penelitian, hal ini dikarenakan banyak hal yaitu, alat yang
diandalkan adalah wawancara dan observasi mendukung
banyak kelemahan ketika dilakukan secara terbuka
apalagi tanpa kontrol dalam observasi partisipasif, sumber
data kualitatif yang kurang akan mempengaruhi hasil
akurasi penelitian (Bungin 2005, 156)
Oleh sebab itu, untuk melakukan keabsahan data
adalah dengan melakukan triangulasi. Dimana triangulasi
adalah pemerikasaan data yang memanfaatkan sesuatu

10
yang lain. Diluar data ini untuk keperluan pengecekan
atau pembanding data itu (Moleong 2003, 330).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
 
triangulasi dengan cara membandingkan sumber-sumber
data yang diperoleh dilapangan dengan kenyataan yang
ada saat penelitian.

7. Teknik Analisis Data


Penelitian kali ini dilakukan dengan penelitian
Kualitatif, yang datanya diperoleh melalui wawancara dan
pengamatan tersebut di deskripsikan dalam bentuk uraian.
Menurut Bogdam, analisis data adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil
wawancara, catatan lapangan dan bahan-bahan yang lain,
sehingga dapat dengan mudah dipahami dan tenuannya
dapat di informasikan kepada orang lain (Sugiono 2009,
224).

8. Teknik Pemilihan Informan


Peneliti memilih teknik nonoprobability sampling
yaitu menurut Sugiyono “teknik pengambilan sampel
yang tidak memberikan peluang/kesempatan bagi setiap
unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi
sampel. Jenis teknik yang dipilih ialah purposive
Samplingyaitu pengambilan sampel sumber data dengan
pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini,
misalnya orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa

11
yang kita harapkan, atau mungkin dia sebagai penguasa
sehingga memudahkan peneliti menjelajahi objek
ataupun situasi sosial yang diteliti. (Sugiono 2009, 54)
 
Dalam penelitian ini penulis mengambil informan,
yaitu pihak Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung
Karno sebagai pembuat kebijakan dan kedua masyarakat
disabilitas sebagi penerima kebijakan.
Dalam penelitian ini penulis memilih beberapa sumber
karena agar mendapatkan informasi yang variatif dari
bobot kasus yang terjadi. Hal ini lah yang membuat
penulis tertarik mengkaji penelitian.

Tabel 1. 1 Sampel Kerangka Informan


No. Informasi yang di cari Informan Jumlah

1. Gambaran Umum dari Kepala


Kebijakan aksesibilitas Subdivisi
di Stadion Utama Sekretaris 1 orang
Gelora Bung Karno Organisasi
Jakarta PPKGBK
2. Proses dari Kebijakan Staf
aksesibilitas di Stadion Perencanaan
Utama Gelora Bung Pembangunan 1 orang
Karno Jakarta. dan
Pemeliharaan
3. Disabilitas Penerima
1 orang
Kebijakan

12
9. Teknik Penulisan
Untuk penulisan dan penyusunan skripsi ini dalam
penelitian ini mengacu pada buku Pedoman Penulisan
 
Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi)
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan tinjauan pustaka
sebagai langkah penyusunan skripsi yang diteliti agar
terhindar dari kesamaan judul dan lain-lain dari skripsi yang
sudah ada sebelumnya, serta sebagai referensi penelitian yang
berhubungan dengan disabilitas. Setelah mengadakan tinjauan
pustaka, maka peneliti menemukan beberapa skripsi yang
berhubungan dengan disabilitas, tetapi peneliti akan
memaparkan dari sudut yang berbeda yaitu:
1. Skripsi dengan judul “Implementasi Kebijakan
Pendidikan Inklusif Bagi Mahasiswa Difabel di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta” yang ditulis oleh Tridiwa
Arief Sulistyo, NIM: 1111054100030, Program Studi
Kesejahteraan Sosial. Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, tahun 2011. Skripsi tersebut
mengenai implementasi kebijakan pendidikan inklusif
bagi mahasiswa difabel di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Perbedaan skripsi peneliti adalah penelitian ini
mengarah kepada kebijakan pendidikan inklusif dan
pelaksanaan aksesibilitas bagi mahasiswa difabel. Selain

13
itu subjek dan objek penelitian yang berbeda dengan
judul penelitian yang tertera di atas.
2. Skripsi dengan judul “Implementasi Kebijakan
 
Aksesibilitas Bagi Penyandang Disabilitas Fisik di
Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia” yang ditulis
oleh Rani Artiesda Bonavida, NIM: 0906534073,
Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, tahun
2013. Skripsi ini membahas mengenai implementasi
kebijakan bagi penyandang disabilitas yang diterapkan
pada fasilitas di perpustakaan pusat Universitas
Indonesia. Lebih spesifikasinya menggambarkan
bagaimana perpustakaan pusat Universitas Indonesia
dalam mengimplementasikan kebijakan akasesibilitas
terkait dengan fasilitas yang aksesibelitas terkait dengan
institusi pendidikan yang inklusif.

F. Sistematika Penelitian
Skripsi ini disusun berdasarkan buku “Petunjuk
Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi : Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini terdiri
dari lima bab antara lain:
Terdiri dari latar belakang masalah,
perumusan masalah, batasan dan
BAB I:
perumusan masalah, tujuan dan manfaat
PENDAHULUAN
penelitian, metodologi penelitian, serta
sistematika penulisan.

14
BAB II: Dalam bab ini akan membahas landasan
KAJIAN teoritis yang akan digunakan. Teori-teori
PUSTAKA yang berkaitan dengan dukungan sosial.

 
BAB III:
GAMBARAN Bab ini berisi gambaran umum objek
UMUM LATAR penelitian.
PENELITIAN

Bab ini berisi tentang uraian penyajian


BAB IV: data dan temuan penelitian di lapangan.
DATA DAN
Segala temuan yang berkait dengan
TEMUAN
PENELITIAN penelitian dibahas pada bab ini.

Bab ini berisi hasil temuan penelitian dan


pembahasan/diskusi yang berisi tentang
pembahasan atau diskusi mengenai hasil
penelitian yang diperoleh. Bagaimana
keterkaitan penelitian dengan teori yang
BAB V: sudah ada, penelitian yang disandingkan
PEMBAHASAN dengan sudut pandang teoritis dan analisis
dampak yang dihasilkan dari
implementasi kebijakan aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas di Stadion Utama
Gelora Bung Karno Jakarta.

Bab ini berisi rangkuman hasil penelitian


yang ditarik dari analisis data dan
pembahasan. Implikasi dan saran berisi
perbaikan-perbaikan atau masukan-
masukan dari penulis untuk perbaikan-
BAB VI: perbaikan yang berkaitan dengan
PENUTUP penelitian. Peneliti juga dapat
mengemukakan persoalan-persoalan baru
yang muncul dari penelitian tersebut
untuk dijadikan bahan penelitian
selanjutnya.

15
 

16
BAB II
LANDASAN TEORI

A.  Kebijakan Publik


1. Definisi Kebijakan Publik
Menurut Edi Suharto (2013, 3), Kebijakan adalah
sebuah instrumen pemerintahan, bukan hanya yang
menyangkut aparatur negara melainkan menyentuh
pengelolaan sumber daya publik. Pada intinya kebijakan
merupakan keputusan-keputusan yang secara langsung
mengatur sumber daya alam, finansial dan manusia demi
kepentingan orang banyak.
Thomas Dye mendefinisikan kebijakan publik
menurutnya adalah apapun pilihan pemerintah untuk
melakukan atau tidak melakukan. Konsep ini sangat luas
karena mencakup sesuatu yang tidak dilakukan pemerintah
ketika pemerintah menghadapi suatu masalah publik
(Subarsono 2005, 2)
Mengacu pada Hogwood dan Gunn, kebijakan
publik setidaknya mencakup hal-hal sebagai berikut:
a. Bidang kegiatan sebagai ekspresi dari tujuan umum atau
pernyataan-pernyataan yang ingin dicapai.
b. Proposal tertentu yang mencerminkan keputusan-
keputusan pemerintah yang telah dipilih.
c. Kewenangan formal seperti undang-undang atau
peraturan pemerintah.

17
d. Program, yaitu seperangkat kegiatan yang mencakup
rencana penggunaan sumber daya lembaga dan strategi
pencapaian tujuan.
 
e. Keluaran (output), apa yang nyata yang telah disediakan
oleh pemerintah, sebagai produk dari kegiatan tertentu.
f. Teori yang menjelaskan bahwa jika kita melakukan X,
maka akan diikuti oleh Y.
g. Proses yang berlangsung dalam periode waktu tertentu
yang relatif panjang (Suharto 2013, 4-5)

2. Dimensi Kebijakan Publik


Bridgemen dan Davis menerangkan bahwa kebijakan
publik memiliki tiga dimensi yang saling relevan, yaitu:
a. Kebijakan Publik sebagai Tujuan
Kebijakan adalah a mean to an end, alat untuk
mencapai sebuah tujuan. Kebijakan publik pada
akhirnya menyangkut pencapaian tujuan publik.
Artinya, kebijakan publik merupakan seperangkat
tindakan pemerintah yang didesain untuk mencapai
hasil-hasil tertentu yang diharapkan oleh publik sebagai
konstituen pemerintah. Sebuah kebijakan tanpa tujuan
tidak memiliki arti, bahkan tidak mustahil akan
menimbulkan masalah baru. Misalnya sebuah kebijakan
yang tidak memiliki tujuan jelas, program-program akan
diterapkan secara berbeda-beda, strategi pencapaiannya
menjadi kabur, dan akhirnya para analis akan
menyatakan bahwa pemerintah telah kehilangan arah.

18
Karenanya, sebuah kebijakan yang baik akan
menghindari jebakan ini dengan jalan merumuskan
secara eksplisit:
 
1. Pernyataan resmi mengenai pilihan-pilihan
tindakan yang akan dilakukan
2. Model sebab dan akibat yang mendasari kebijakan
3. Hasil-hasil yang akan dicapai dalam kurun waktu
tertentu
b. Kebijakan publik sebagai pilihan tindakan yang
legal
Pilihan tindakan dalam kebijakan bersifat legal atau
otoritatif karena dibuat oleh lembaga yang memiliki
legitimasi dalam sistem pemerintahan. Dalam konteks
ini, adalah penting mengembangkan proses kebijakan
yang partisipatif dan dapat diterima secara luas sehingga
dapat menjamin bahwa usulan dan aspirasi masyarakat
dapat diputuskan secara teratur dan mencapai hasil baik.
c. Kebijakan publik sebagai hipotesis
Kebijakan dibuat berdasarkan teori, model dan
hipotesis mengenai sebab akibat. Kebijakan-kebijakan
senantiasa bersandar pada asumsi-asumsi mengenai
perilaku. Kebijakan selalu mengandung insentif yang
mendorong orang untuk melakukan sesuatu. Kebijakan
harus mampu menyatukan perkiraan-perkiraan
(proyeksi) mengenai keberhasilan yang akan dicapai
dan mekanisme mengenai kegagalan yang mungkin
terjadi (Suharto 2013, 5-8). Kebijakan publik

19
merupakan suatu keputusan atau tindakan yang
mengatur pengelolaan sumber daya alam, manusia dan
finansial serta mempunyai tujuan baik demi
 
kepentingan bersama.

3. Proses Kebijakan Publik


Dalam pandangan Randall B. Ripley, tahapan
kebijakan publik digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. 1 Tahapan Kebijakan Publik

Hasil

Diikuti

Hasil
Diperlukan

Hasil

Diperlukan Mengarah Ke

Dalam penyusunan agenda kebijakan ada tiga


kegiatan yang perlu dilakukan; (1) membangun persepsi
di kalangan stakeholders bahwa sebuah fenomena benar-

20
benar dianggap masalah. Sebab bisa jadi suatu fenomena
oleh sekelompok masyarakat tertentu dianggap masalah,
tetapi bagi sebagian masyarakat yang lain bukan
 
dianggap sebagai masalah; (2) membuat batasan
masalah; (3) memobilisasi dukungan agar masalah
tersebut dapat masuk dalam agenda pemerintah.
Pada tahap formulasi dan legitimasi kebijakan, perlu
mengumpulkan dan menganalisis informasi yang
berhubungan dengan masalah yang bersangkutan,
kemudian berusaha mengembangkan alternatif-alternatif
kebijakan, melakukan negosiasi, sehingga sampai pada
sebuah kebijakan yang dipilih.
Tahap selanjutnya adalah implementasi kebijakan.
Pada tahap ini perlu dukungan sumber daya, dan
penyusunan organisasi pelaksana kebijakan. Dalam
proses implementasi sering ada mekanisme insentif dan
sanksi agar implementasi suatu kebijakan berjalan
dengan baik.
Dari tindakan kebijakan akan dihasilkan kinerja dan
dampak kebijakan, dan proses selanjutnya adalah
evaluasi terhadap implementasi, kinerja, dan dampak
kebijakan. Hasil evaluasi ini bermanfaat bagi penentuan
kebijakan baru di masa yang akan datang, agar kebijakan
yang akan datang lebih baik dan lebih berhasil
(Subarsono 2005, 11-12)

21
4. Kebijakan Sosial
Kebijakan sosial adalah seperangkat tindakan,
kerangka kerja, petunjuk, rencana, peta dan strategi,
 
yang dirancang untuk menterjemahkan visi politis
pemerintah atau lembaga pemerintah ke dalam program
dan tindakan untuk mencapai tujuan tertentu di bidang
kesejahteraan sosial. Karena urusan kesejahteraan sosial
senantiasa menyangkut orang banyak, maka kebijakan
sosial seringkali diidentikan dengan kebijakan publik
(Suharto 2005, 82)
Kebijakan sosial adalah ketetapan yang didesain
secara kolektif untuk mencegah terjadinya masalah
sosial (fungsi preventif), mengatasi masalah sosial
(fungsi kuratif), dan mempromosikan kesejahteraan
sebagai wujud kewajiban negara dalam memenuhi hak-
hak sosial warganya (Suharto 2013, 11). Tujuan-tujuan
kebijakan sosial:
1. Mengantisipasi, mengurangi, atau mengatasi
masalah-masalah sosial yang terjadi di masyarakat.
2. Memenuhi kebutuhan-kebutuhan individu, keluarga,
kelompok, atau masyarakat yang tidak dapat mereka
penuhi secara sendiri-sendiri melainkan harus melalui
tindakan kolektif.
3. Meningkatkan hubungan intrasosial manusia dengan
mengurangi kedisfungsian sosial individu dan
kelompok yang disebabkan oleh faktor-faktor
internal-personal maupun eksternal-struktural.

22
4. Meningkatkan situasi dan lingkungan sosial-ekonomi
yang kondusif bagi upaya pelaksanaan peranan-
peranan sosial dan pencapaian kebutuhan masyarakat
 
sesuai dengan hak, harkat, dan martabat
kemanusiaan.
5. Menggali, mengalokasikan dan mengembangkan
sumber-sumber kemasyarakatan demi tercapainya
kesejahteraan sosial dan keadilan sosial (Suharto
2005, 62)

B. Implementasi Kebijakan
1. Definisi Implementasi
Secara etimologis konsep implementasi berasal dari
Bahasa Inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar
webster, to implement (mengimplementasikan) berarti to
provide the means for carrying out (menyediakan sarana
untuk melaksanakan sesuatu); dan to give practical effect
to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu).
(elip.unikom.ac.id, 2016).
Pengertian implementasi selain secara estimologis
diatas, dijelaskan juga menurut Van Meter dan Van Horn
bahwa: (elip.unikom.ac.id, 2016).
“Implementasi adalah tindakan-tindakan yang
dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-pejabat
atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang
diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah
digariskan dalam keputusan kebijakan.”

23
Pandangan Van Meter dan Van Horn bahwa
implementasi merupakan tindakan oleh individu, pejabat,
kelompok badan pemerintah atau swasta yang diarahkan
 
pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan
dalam suatu keputusan tertentu. Badan-badan tersebut
melaksanakan pekerjaan-pekerjaan pemerintah yang
membawa dampak pada warga negaranya
(elip.unikom.ac.id, 2016)

2. Implementasi kebijakan
Dalam pandangan George C. Edwards III,
implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel,
yaitu: (1) komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi, dan
(4) struktur birokrasi. Keempat variabel ini juga saling
berhubungan satu sama lain.
(1) Komunikasi
Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan
agar implementor mengetahui apa yang harus
dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran
kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok
sasaran (target group) sehingga akan mengurangi
distorsi implementasi.
(2) Sumber Daya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara
jelas dan konsisten, tetapi apabila implementor
kekurangan sumber daya untuk melaksanakan,
implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumber daya

24
tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yaitu
kompetensi implementor, dan sumber daya finansial.
(3) Disposisi
 
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki
oleh implementor. Apabila implementor memiliki
disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan
kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan
oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki
sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat
kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga
menjadi tidak efektif.
(4) Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas
mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap implementasi kebijakan.
Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap
organisasi adalah adanya operasi yang standar
(standard operating procedures atau SOP) SOP
menjadi pedoman bagi setiap implementor dalam
bertindak (Subarsono 2005, 90-92).

C. Penyandang Disabilitas
1. Beberapa Istilah Sebutan “Orang Berkelainan”
(Disabilitas)
a) Pengertian Istilah Penyandang Cacat
Kata “cacat” dalam Kamus Umum Bahasa
Indonesia memiliki beberapa arti, yaitu: (1)

25
kekurangan yang menyebabkan mutunya kurang baik
atau kurang sempurna (yang terdapat pada benda,
badan, batin, atau akhlak); (2) lecet (kerusakan, noda)
 
yang menyebabkan keadaannya menjadi kurang baik
(kurang sempurna); (3) cela atau aib; (4) tidak/kurang
sempurna. Dari beberapa pengertian ini tampak jelas
bahwa istilah “cacat” memiliki konotasi yang negatif,
peyoratif, dan tidak bersahabat terhadap mereka yang
memiliki kelainan. Persepsi yang muncul dari istilah
“penyandang cacat” adalah kelompok sosial ini
merupakan kelompok yang serba kekurangan, tidak
mampu, perlu dikasihani, dan kurang bermartabat.
Persepsi seperti ini jelas bertentangan dengan tujuan
konvensi Internasional yang mempromosikan
penghormatan atau martabat “penyandang cacat” dan
melindungi dan menjamin kesamaan hak asasi mereka
sebagai manusia.
Dalam The International Classification of
Impairment, Disability and Handicap (WHO, 1980),
ada tiga definisi berkaitan dengan kecacatan, yaitu
impairment, disability, dan handicap. Impairment
adalah kehilangan atau abnormalitas struktur atas
fungsi psikologis, fisiologis atau anatomi. Disability
adalah suatu keterbatasan atau kehilangan kemampuan
(sebagai akibat impairment) untuk melakukan suatu
kegiatan dengan cara atau dalam batas-batas yang
dipandang normal bagi seorang manusia.

26
Handicapadalah suatu kerugian bagi individu tertentu,
sebagai akibat dari suatu impairment atau disability,
yang membatasi atau menghambat terlaksananya suatu
 
peran yang normal. Namun hal ini juga tergantung
pada usia, jenis kelamin, dan faktor-faktor sosial atau
budaya.
Definisi-definisi di atas menunjukkan bahwa
disability hanyalah salah satu dari tiga aspek
kecacatan, yaitu kecacatan pada level organ tubuh dan
level keberfungsian individu. Handicap merupakan
aspek yang dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak
terkait langsung dengan kecacatan. Suatu impairment
belum tentu mengakibatkan disability. Misalnya,
seseorang yang kehilangan sebagian dari jari
kelingking tangan kanannya tidak akan menyebabkan
orang itu kehilangan kemampuan untuk melakukan
kegiatan sehari-harinya secara selayaknya. Demikian
pula, Disability tidak selalu mengakibatkan seseorang
mengalami handicap. Misalnya, orang yang
kehilangan penglihatan (impairment) tidak mampu
mengoperasikan komputer secara visual (disability),
tetapi dia dapat mengatasi keterbatasannya itu dengan
menggunakan software pembaca layar dan, oleh
karemnanya, dia tetap dapat berperan sebagai
pemrogram (progamer) komputer. Akan tetapi,
handicap dalam bidang programming itu akan muncul
manakala dia dihadapkan pada komputer yang tidak

27
dilengkapi dengan speech screen reader. Ini berarti
bahwa keadaan handicap itu ditentukan oleh faktor-
faktor di luar dirinya. Gerakan Penyandang Cacat
 
secara tegas menolak definisi ketiga ini, yaitu
handicap, karena dianggap tidak berpihak dan lebih
banyak disebabkan oleh faktor dari luar diri mereka.
Mereka lebih memilih menggunakan dua konsep yang
berkaitan dengan model sosial, yaitu istilah
impairment dan disability, karena keduanya mencakup
“hilangnya suatu fungsi” dan “menjadi cacat akibat
sikap sosial”.
Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat, Pasal 1 Ayat 1, mendefinisikan
“penyandang cacat” sebagai “setiap orang yang
mempunyai kelainan fisik atau mental, yang dapat
mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan
baginya untuk melakukan kegiatan secara selayaknya.”
Menurut (Dr. Akhmad Soleh 2016,19), definisi ini dan
istilah “penyandang cacat” itu bukan karena konsepnya
yang salah, melainkan karena pilihan kata yang
dipergunakan untuk mewakili konsep (cacat) tidak
tepat.
b) Pengertian Istilah Difabel
Pada Konferensi Ketunanetraan Asia di Singapura
pada tahun 1981 yang diselenggarakan oleh
International Federation of The Blind (IFB) dan World
Council for the Welfare The Blind (WCWB), istilah

28
“diffabled” diperkenalkan, yang kemudian
diindonesiakan menjadi “difabel”. Istilah “diffabled”
sendiri merupakan akronim dari “differently abled” dan
 
kata bendanya adalah diffability yang merupakan
akronim dari different ability yang dipromosikan oleh
orang-orang yang tidak menyukai istilah “disabled”
dan “disability”. Bagi masyarakat Yogyakarta pada
umumnya, dan khususnya kalangan LSM, istilah
“difabel” sangat populer sebagai pengganti sebutan
penyandang cacat, karena dianggap lebih ramah dan
menghargai daripada sebutan “cacat”. Di samping
lebih ramah, istilah “difabel” lebih egaliter dan
memiliki keberpihakan, karena different ability berarti
“memiliki kemampuan yang berbeda”. Tidak saja
mereka yang memiliki ketunaan yang “memiliki
kemampuan yang berbeda”, tetapi juga mereka yang
tidak memiliki ketunaan juga memiliki kemampuan
yang berbeda.
c) Pengertian Istilah Penyandang Ketunaan
“Penyandang Ketunaan” berasal dari kata “tuna”,
dari bahasa Jawa Kuno yang berarti rusak atau rugi.
Penggunaan kata ini diperkenalkan pada awal tahun
1960-an sebagai bagian dari istilah yang mengacu pada
kekurangan yang dialami oleh seseorang pada fungsi
organ tubuhnya secara spesifik, misalnya istilah
tunanetra, tunarungu, tunadaksa, dan tunagrahita.
Penggunaan istilah tuna ini pada awalnya dimaksudkan

29
untuk memperhalus kata cacat demi tetap menghormati
martabat penyandangnya, tetapi dalam perkembangan
selanjutnya kata tuna digunakan juga untuk
 
membentuk istilah yang mengacu pada kekurangan
non-organik, misalnya istilah tunawisma, tunasusila,
dan tunalaras. Tetapi, kata tuna tidak seperti kata cacat
yang dapat digunakan untuk mengatakan, misalnya,
“sepatu ini cacat”.
Secara kebahasaan, tuna adalah kata sifat (adjective)
dan kata bendanya adalah ketunaan, yang secara
harifiah berarti kerugian atau kerusakan. Pararel
dengan kata “tuna” yang digunakan untuk
memperhalus kata “cacat”, maka kata “ketunaan” dapat
pula digunakan untuk memperhalus kata “kecacatan”.
Oleh karena itu, istilah “penyandang ketunaan” cukup
realistik, karena tetap menggambarkan keadaan yang
sesungguhnya (kerusakan, kekurangan, atau kerugian
sebagaimana arti hakikat harifiah kata tuna itu), tetapi
tidak mengandung unsur merendahkan martabat berkat
eufisme yang sudah melekat pada kata tersebut. Lebih
jauh, istilah “tuna” juga sudah dikenal dan diterima
secara luas, baik oleh penyandangnya maupun oleh
masyarakat pada umumnya.
d) Pengertian Istilah Penyandang Disabilitas
Dalam upaya mencari istilah sebagai pengganti
terminologi “penyandang cacat” maka diadakan
Semiloka di Cibinong Bogor pada 2009. Forum ini

30
diikuti oleh pakar linguistik, komunitas, filsafat,
sosiologi, unsur pemerintah, komunitas penyandang
cacat, dan Komnas HAM. Dari forum ini munculah
  istilah baru, yaitu “Orang dengan Disabilitas”, sebagai
terjemahan dari “Persons with Disability”.
Berdasarkan saran dari pusat bahasa yang menetapkan
bahwa kriteria peristilahan yang baik adalah frase yang
terdiri dari dua kata, maka istilah “Orang dengan
Disabilitas” dipadatkan menjadi “penyandang
disabilitas”. Akhirnya, istilah “penyandang disabilitas”
inilah yang disepakati untuk digunakan sebagai
pengganti istilah “penyandang cacat”. Dengan
demikian, dikutip dari (Dr. Akhmad Soleh 2016, 22)
menggunakan istilah “penyandang disabilitas” sebagai
terminologi untuk merujuk kepada mereka yang
sebelumnya disebut “penyandang cacat”.
Disabilitas (disability) atau cacat adalah mereka
yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual,
atau sensorik, dalam jangka waktu lama di mana ketika
berhadapan dengan berbagai hambatan, hal ini dapat
menghalangi partisipasi penuh dan efektif mereka
dalam masyarakat berdasarkan kesetaraan dengan yang
lainnya. Istilah (penyandang disabilitas) mempunyai
arti yang lebih luas dan mengandung nilai-nilai
inklusif yang sesuai dengan jiwa dan semangat
reformasi hukum di Indonesia, dan sejalan dengan
substansi Convention on the Rights of Persons with
Disabilities (CRPD) yang telah disepakati untuk

31
diratifikasi pemerintah Indonesia dan sudah disahkan
sebagai undang-undang negara Indonesia pada 2011.
Dimana tujuan CRPD adalah untuk memajukan,
  melindungi, dan menjamin kesamaan hak dan
kebebasan yang mendasar bagi semua penyandang
disabilitas, serta penghormatan terhadap martabat
penyandang disabilitas sebagai bagian yang tidak
terpisahkan (inherent dignity).
Perubahan berbagai istilah penyebutan terhadap
penyandang disabilitas yang diusung oleh para
akademisi, kalangan LSM, Orsos/Ormas, dan para
birokrat itu merupakan proses perubahan pergeseran
dari paradigma lama ke paradigma baru. „hal ini
bertujuan untuk memperhalus kata sebutan dan
mengangkat harkat serta martabat penyandang
disabilitas, karena makna dari istilah sebutan tersebut
berpengaruh terhadap asumsi, cara pandang, dan pola
pikir seseorang terhadap penyandang disabilitas.
Pergeseran istilah sebutan, model pendekatan, dan
sifat pendekatan terhadap disabilitas telah
menggambarkan pergeseran posisi dan perkembangan
peran penyandang disabilitas. Menurut Brown S, pada
paradigma lama penyandang disabilitas dilihat sebagai
obyek, selalu diintervensi, menjadi pasien, penerima
bantuan, dan sebagai subyek penelitian. Sedangkan
pada paradigma baru penyandang disabilitas dilihat
sebagai pemakai/pelanggan, rekan yang terberdayakan

32
(empowered peer), menjadi partisipan riset, dan
pemegang kebijakan.

  2. Ciri-Ciri Penyandang Disabilitas


Berikut adalah ciri-ciri penyandang disabilitas:
a) Penyandang cacat fisik, yaitu individu yang mengalami
kelainan kerusakan fungsi organ tubuh dan kehilangan
organ sehingga mengakibatkan gangguan fungsi tubuh.
Misalnya gangguan penglihatan, pendengaran dan
gerak.
b) Penyandang cacat mental, yaitu individu yang
mengalami kelainan mental dan atau tingkah laku
akibat bawaan atau penyakit. Individu tersebut tidak
bisa mempelajari dan melakukan perbuatan yang
umum dilakukan orang lain (normal), sehingga
menjadi hambatan dalam melakukan kegiatan sehari-
hari.
c) Penyandang cacat fisik dan mental, yaitu individu yang
mengalami kelainan fisik dan mental sekaligus atau
cacat ganda seperti gangguan pada fungsi tubuh,
penglihatan, pendengaran, dan kemampuan berbicara
serta mempunyai kelainan mental atau tingkah laku,
sehingga yang bersangkutan tidak mampu melakukan
kegiatan sehari-hari selayaknya (Departemen Sosial RI
2006, 23).
Menurut Turnbull dan Stowe dalam Barnes dan Mercer
berpendapat bahwa studi mengenai disabilitas dapat dilihat
dari banyak perspektif, yaitu human development, public

33
policy, law, culture ethics, philosophy, and technology.
Penelitian mengenai disabilitas menghasilkan beberapa
teori yang menjelaskan disabilitas dari perspektif
  masyarakat. Colemen, Butcher, dan Carson dalam
Supraktiknya disabilitas fisik dibedakan menjadi dua yaitu
kontingental dan bawaan. Kontingental ialah cacat yang
sudah dibawa sejak lahir kemudian cacat bawaan ialah
cacat yang dibawa setelah lahir (Michael Oliver 1996, 25).
Menurut Kaufman dan Kallhallahan dalam Pothier, dan
Devlin, mengklarifikasikan disabilitas fisik dan mental
sebagai berikut:

Tabel 2. 1 Klasifikasi Disabilitas


Tipe Nama Jenis Difabel Pengertian
A Tuna Netra Disabilitas Fisik Tidak dapat melihat (Buta)
B Tuna Rungu Disabilitas Fisik Tidak dapat mendengar (Tuli)
C Tuna Wicara Disabilitas Fisik Tidak Dapat Berbicara (Bisu)
D Tuna Daksa Disabilitas Fisik Cacat Tubuh
E1 Tuna Laras Difabel Fisik Cacat Suara dan Nada
E2 Tuna Laras Disabilitas Mental Sukar mengendalikan emosi
dan sosial
F Tuna Grahita Disabilitas Mental Cacat Pikiran (Lemah daya
tangkap)
G Tuna Ganda Disabilitas Ganda Penderita cacat lebih dari satu
jenis kecacatan (fisik dan
mental)

34
3. Pandangan Islam terhadap Penyandang Disabilitas
Manusia dalam pandangan Islam adalah makhluk
yang paling sempurna bentuknya. Tidak ada yang lebih
 
tinggi kesempurnaannya dari manusia kecuali Allah SWT.,
meskipun sebagian manusia diciptakan dalam kondisi fisik
kurang sempurna. Karena apa pun yang sudah melekat dan
terjadi pada manusia adalah pemberian Allah SWT. Hal ini
sesuai dengan firman Allah yang tersurat dalam surat at-
Tin ayat 4 yang artinya: “Sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
Demikian juga terdapat dalam surat Al-Hujurat ayat 13
yang berbunyi:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang
paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah
orang yang paling bertakwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13).
Dalam sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh
Bukhari-Muslim juga dikatakan bahwa:
“Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuhmu,
rupamu, akan tetapi Allah melihat hatimu” (HR.
Bukhari-Muslim).
Berdasarkan kedua ayat dan hadits di atas dapat
disimpulkan bahwa Islam memandang manusia secara
positif dan egaliter serta memandang substansi manusia
lebih pada sesuatu yang bersifat immateri daripada yang

35
bersifat materi. Dengan kata lain, semua manusia memiliki
hak dan kewajiban yang sama, apa pun latar belakang
sosial, pendidikan, ataupun fisik seseorang. Yang
 
membedakan di antara manusia adalah aspek ketakwaan
dan keimanannya.
Dalam sejarah Nabi Muhammad SAW. juga dikenal
tentang bagaimana seharusnya penyandang disabilitas
diperlakukan secara sama. Sebagaimana yang dijelaskan
dalam asbab an-nuzul surat „Abasa ayat 1-4, dalam Tafsir
Jalalain, bahwa pada suatu hari datanglah kepada Nabi
seorang tunanetra (buta) bernama Abdullah Ibnu Ummi
Maktum atau anak Ummi Maktum, dan dikutip dari
(Ahmad Mustafa Al-Maragi 1993, 70) mengisahkan anak
Ummi Maktum bernama Amr Ibnu Qais (anak laki-laki
paman Siti Khadijah). Dia berkata dengan suara agak keras
kepada Nabi: “Ajarkanlah kepadaku apa-apa yang telah
Allah ajarkan kepadamu.” Karena buta maka pada saat itu
Abdullah Ibnu Ummi Maktum tidak mengetahui kesibukan
Nabi yang sedang menghadapi para pembesar kaum
musyrikin Quraisy. Nabi sangat menginginkan mereka
masuk Islam. Hal ini menyebabkan Nabi bermuka masam
dan berpaling dari Abdullah Ibnu Ummi Maktum lalu
menuju rumah tetap menghadapi pembesar-pembesar
Quraisy. Karena merasa diabaikan, Abdullah Ibnu Ummi
Maktum berkata: “Apakah yang saya katakan ini
mengganggu Tuan?” Nabi menjawab: “Tidak.” Maka
turunlah wahyu yang menegur sikap Nabi tersebut. Setelah

36
itu setiap Abdullah Ibnu Ummi Maktum datang
berkunjung, Nabi selalu mengatakan: “Selamat datang
orang yang menyebabkan Rabbku menegurku karenanya,”
 
lalu Nabi menghamparkan kain serbannya untuk tempat
duduk Abdullah Ibnu Ummi Maktum. Selanjutnya, Nabi
mengangkat dan memberi kepercayaan kepada Abdullah
Ibnu Ummi Maktum untuk memangku jabatan sebagai
walikota, dan dia adalah orang kedua dalam permulaan
Islam sebelum hijrah yang dikirim Nabi sebagai mubalig
atau da‟i ke Madinah.
Para ahli hukum Islam pada tahun 1981
mengemukakan tentang “Universal Islamic Declaration of
Human Right” yang diangkat dari Al-Quran dan sunnah
Nabi. Pernyataan deklarasi HAM ini terdiri dari dua puluh
tiga bab, enam puluh tiga pasal, yang meliputi segala aspek
kehidupan dan penghidupan manusia. Beberapa hak pokok
yang disebutkan dalam deklarasi tersebut, antara lain, (a)
hak untuk hidup, (b) hak untuk mendapatkan kebebasan,
(c) hak untuk persamaan kedudukan, (d) hak untuk
mendapatkan keadilan, (e) hak untuk mendapatkan
perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan, (f) hak
untuk mendapatkan perlindungan dari penyiksaan, (g) hak
untuk mendapatkan atas kehormatan dan nama baik, (h)
hak untuk bebas berfikir dan berbicara, (i) hak untuk bebas
memilih agama, (j) hak untuk bebas berkumpul dan
berorganisasi, (k) hak untuk mengatur tata kehidupan
ekonomi, (l) hak jaminan sosial, (m) hak untuk bebas

37
mempunyai keluarga dan segala sesuatu yang berkaitan
dengannya, (n) hak bagi wanita dalam kehidupan rumah
tangga, (o) hak untuk mendapatkan pendidikan.
 

4. Pemahaman dan Pandangan terhadap Penyandang


Disabilitas
Seseorang yang mengalami peristiwa kecacatan
dan penyebab terjadinya kecacatan secara individu disebut
dengan teori “tragedi pribadi kecacatan”. Sementara
bagaimana seseorang yang mengalami kecacatan itu harus
menjalani kehidupannya, harus bekerja, bersekolah, harus
pergi, apa jenis layanan yang harus mereka terima, dan
bagi janin dalam kandungan (yang sudah diketahui cacat),
apakah harus hidup atau tidak, semua masalah ini tidak
bisa dijawab secara individual maupun medis, karena
kecacatan adalah masalah sosial yang berkaitan dengan
segala unsur yang ada pada masyarakat. Oleh karena itu,
Mike Oliver menggagas cara pandang terhadap
penyandang disabilitas dengan teori “social model”.
Kemudian (Peter Colaridge 1997, 286-287)
mengadopsi teori tersebut yang diformulasikan kedalam
tiga pandangan terhadap disabilitas, yaitu model
tradisional, model kedokteran, model sosial. Model
tradisional adalah model yang dikonstruk oleh agama dan
budaya. Ada agama tertentu dan budaya yang menganggap
bahwa disabilitas sebagai bentuk hukuman. Mereka yang
cacat dianggap memiliki dosa besar, kotor, dan tercela.

38
Meskipun pandangan seperti ini sudah tidak dominan lagi,
di beberapa tempat pandangan seperti ini masih berlaku.
Sementara itu, pandangan medis beranggapan bahwa
 
disabilitas hanyalah sebuah isu medis, dan oleh karena itu,
pendekatannya pun juga bersifat medis. Masalah disabilitas
dikaitkan dengan persoalan abnormalitas. Mereka yang
cacat dianggap sebagai abnormal, dan oleh karena itu,
perlu dikoreksi, diluruskan, dan disembuhkan. Pandangan
tradisional dan medis sama-sama cenderung menganggap
masalah disabilitas sebagai masalah pribadi masing-masing
penyandang cacat, tanpa dikaitkan dengan keseluruhan
bangunan sosial-kemasyarakatan. Pandangan ini
menggiring pada individualisasi masalah kecacatan, yaitu
memandang disabilitas sebagai masalah individu dan tidak
dikaitkan dengan konteks dan struktur sosial yang lebih
luas.
Berbeda dengan kedua pandangan di atas, pandangan
sosial beranggapan bahwa masalah disabilitas tidak bisa
dipisahkan dari konteks sosial yang luas. Pandangan
tradisional dan medis dianggap tidak memberdayakan
kelompok penyandang disabilitas. Dalam pandangan
sosial, penyatuan kelompok disabilitas dengan masyarakat
berarti proses memberdayakan mereka dalam rangka
menundukkan rintangan-rintangan sosial, bukan dalam
rangka normalisasi, perawatan, atau pengobatan.
Pemberdayaan dalam model sosial juga dipahami dalam
konteks sosial yang lebih luas. Tidak hanya kelompok

39
disabilitas yang secara individu diberdayakan agar dapat
mentransendensi situasi-batas, tapi ruang publik pun juga
harus didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan
 
bagi kelompok penyandang disabilitas untuk
mengaksesnya.

D. Aksesibilitas Bagi Penyandang Disabilitas


Setiap manusia dalam menjalankan aktivitasnya sehari-
hari pasti membutuhkan akses untuk memudahkan mobilitas
diri agar produktivitasnya terjaga. Di sinilah salah satu peran
negara untuk membangun dan menata akses sarana dan
prasarana untuk warganya yang juga bisa disebut sebagai
fasilitas publik.
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas, yang dimaksud aksesibilitas adalah
kemudahan yang disediakan untuk Penyandang Disabilitas
guna mewujudkan Kesamaan Kesempatan. Kemudian pada
Bagian Keempat Belas Hak Aksesibilitas pada pasal 18
disebutkan bahwa, hak penyandang Disabilitas meliputi:
1) Mendapatkan aksesibilitas untuk memanfaatkan fasilitas
publik; dan
2) Mendapatkan akomodasi yang layak sebagai bentuk
aksesibilitas bagi individu.
Sementara dalam CRPD (The Convention on the Human
Right of Persons with Disabilities) Pasal 9 Ayat 1 tentang
aksesibilitas, dinyatakan bahwa dalam rangka memampukan
penyandang cacat untuk hidup secara mandiri dan

40
berpartisipasi penuh dalam segala aspek kehidupan, maka
negara-negara pihak harus melakukan langkah-langkah yang
diperlukan untuk menjamin harus melakukan langkah-
 
langkah yang diperlukan untuk menjamin akses penyandang
cacat terhadap lingkungan fisik, transportasi, informasi dan
komunikasi serta fasilitas dan pelayanan lainnya yang terbuka
atau disediakan bagi publik, baik di perkotaan maupun di
pedesaan, atas dasar kesetaraan dengan orang-orang lain (Dr.
Akhmad Soleh 2016, 53).
Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas dalam bangunan
gedung dan lingkungan, harus dilengkapi dengan penyediaan
fasilitas dan aksesibilitas. Setiap orang atau badan termasuk
instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan
bangunan gedung wajib memenuhi persyaratan teknis fasilitas
dan aksesibilitas. Dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu
mendapatkan perhatian:
1) Keselamatan, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum
dalam suatu lingkungan. Dinamika yaitu setiap orang dapat
mencapai semua tempat atau bangunan yang bersifat
umum dalam suatu lingkungan.
2) Kegunaan, yaitu setiap orang harus dapat mempergunakan
semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam
suatu lingkungan.
3) Kemandirian, yaitu setiap orang harus bisa mencapai,
masuk dan mempergunakan semua tempat atau bangunan
yang bersifat umum dalam suatu lingkungan dengan tanpa
membutuhkan bantuan orang lain (WM 2007, 63).

41
Adapun fasilitas publik aksesibilitas disabilitas
pada bangunan gedung dan lingkungan meliputi: (a) Ukuran
dasar ruang, (b) Jalur pedestrian, (c) Jalur pemandu; (d) Area
 
parkir; (e) Pintu; (f) Ramp; (g) Tangga; (h) Lift; (i) Eskalator;
(j) Toilet; (k) Pancuran; (l) Wastafel; (m) Telepon; (n)
Perlengkapan dan peralatan kontrol; (o) Perabot; (p) Marka
(WM 2016, 64). Berbagai fasilitas publik yang aksesibel
tersebut sudah ada petunjuk teknisnya yang terdapat pada
Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan. Dalam naskah ini hanya
dikemukakan beberapa contoh. Antara lain, berkenaan dengan
ukuran dasar ruang, jalur pemandu, Ramp, dan toilet. Sebagai
berikut:
a. Ukuran Ruang
1) Esensi
Ukuran dasar ruang tiga dimensi (panjang, lebar, tinggi)
yang mengacu kepada ukuran tubuh manusia dewasa,
peralatan yang digunakan dan ruang yang dibutuhkan
untuk mewadahi pergerakannya.
2) Persyaratan
a) Ukuran dasar ruang diterapkan dengan
mempertimbangkan fungsi bangunan, bangunan
dengan fungsi yang memungkinkan digunakan oleh
orang banyak secara sekaligus, seperti balai
pertemuan, bioskop dan sebagainya harus
menggunakan ukuran dasar maksimum.

42
b) Ukuran dasar minimum dan maksimum yang
digunakan dalam pedoman ini dapat ditambah atau
dikurangi sepanjang asas-asas aksesibilitas dapat
 
tercapai
b. Jenis Pemandu
1) Esensi
Jalur yang memandu kaum disabilitas untuk berjalan
dengan memanfaatkantekstur ubin pengarah dan ubin
peringatan.
2) Persyaratan
a) Tekstur ubin pengarah bermotif garis-garis
menunjukkan arah perjalanan.
b) Tekstur ubin peringatan (bulat) memberi peringatan
terhadap adanya perubahan situasi di sekitarnya.
c) Daerah-daerah yang hams menggunakan ubin tekstur
pemandu (guidingblocks):
1. Di depan jalur lalu-lintas kendaraan.
2. Di depan pintu masuk/keluar dari dan ke tangga
atau fasilitas persilangan dengan perbedaan
ketinggian lantai.
3. Di pintu masuk/keluar pada terminal transportasi
umum atau area penumpang.
4. Pada pedestrian yang menghubungkan antara
jalan dan bangunan.
5. Pada pemandu arah dari fasilitas umum ke
stasiun transportasi umum terdekat.

43
d) Pemasangan ubin tekstur untuk jalur pemandu pada
pedestrian yang telahada perlu memperhatikan
tekstur dari ubin, sehingga tidak terjadi kebingungan
 
dalam membedakan tekstur ubin pengarah dan
tekstur ubin peringatan.
e) Untuk memberikan perbedaan warna antara ubin
pemandu dengan ubin lainnya, maka pada ubin
pemandu dapat diberi warna kuning atau jingga.
c. Ramp
1) Esensi
Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang
dengan kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi
orang yang tidak dapat menggunakan tangga (WM
2007, 68).
2) Persyaratan-persyaratan
a) Kemiringan suatu Ramp di dalam bangunan tidak
boleh melebihi 7°, perhitungan kemiringan tersebut
tidak termasuk awalan atau akhiran dinamika Ramp
(curb Ramps/landing). Sedangkan kemiringan suatu
Ramp yang ada di luar bangunan maksimum 6°.
b) Panjang mendatar dari satu Ramp (dengan
kemiringan 7°) tidak boleh lebih dari 900 cm.
Panjang Ramp dengan kemiringan yang lebih rendah
dapat lebih panjang.
c) Lebar minimum dari Ramp adalah 95 cm tanpa tepi
pengaman, dan 120 cm dengan tepi pengaman.
Untuk Ramp yang juga digunakan sekaligus untuk

44
pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang hams
dipertimbangkan secara seksama lebarnya,
sedemikian sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi
 
tersebut, atau dilakukan pemisahan Ramp dengan
fungsi sendiri-sendiri.
d) Muka datar pada awalan atau akhiran dari suatu
Ramp harus bebasdan datar sehingga memungkinkan
sekurang-kurangnya untuk memutar kursiroda
dengan ukuran minimum 160 cm.
e) Permukaan datar awalan atau akhiran suatu Ramp
harus memiliki tekstur sehingga tidak licin.
f) Lebar tepi pengaman Ramp (low curb) 10 cm,
dirancang untuk menghalangi kursi roda agar tidak
terperosok atau keluar dari jalur Ramp. Apabila
berbatasan langsung dengan lalu-lintas jalan umum
atau persimpangan harus dibuat sedemikian rupa
agar tidak mengganggu jalan umum.
g) Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang
cukup sehingga membantu penggunaan Ramp saat
malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian-
bagian Ramp yang memiliki ketinggian terhadap
muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang
membahayakan.
h) Ramp harus dilengkapi dengan pegangan (handrail)
yang dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang
sesuai.

45
d. Kamar Kecil
Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua
orang (tanpa terkecuali kaum disabilitas, orang tua dan
 
ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas umum lainnya
(WM 2007, 69).
1) Persyaratan-persyaratan
a) Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus
dilengkapi dengan tampilan rambu bagi disabilitas
pada bagian luarnya.
b) Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang
gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna
kursi roda.
c) Ketinggian tempat duduk closet harus sesuai dengan
ketinggian pengguna kursi roda (45-50 cm).
d) Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi
dengan pegangan rambat (handrail) yang memiliki
posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna
kursi roda dan disabilitas yang lain. Pegangan
disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke
atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi
roda.
e) Letak kertas tissu, air, keran air atau pancuran
(shower) dan perlengkapan-perlengkapan seperti
tempat sabun dan pengering tangan hatus dipasang
sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang
yang memiliki keterbatasan-keterbatasan fisik dan
bisa dijangkau pengguna kursi roda.

46
f) Keran pengungkit sebaiknya dipasang pada
wastafel.
g) Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin.
 
h) Pintu harus mudah dibuka untuk memudahkan
pengguna kursi roda untuk membuka dan menutup.
i) Kunci-kunci toilet dipilih sedemikian sehingga bisa
dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat.
j)Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti
pada daerah pintu masuk, dianjurkan untuk
menyediakan tombol pencahayaan darurat
(emergency light button) bila sewaktu-waktu terjadi
listrik padam.
Fasilitas layanan publik berupa gedung dan
lingkungannya tersebut sudah selayaknya berlaku
universal bagi semua orang, termasuk bagi penyandang
disabilitas ini bukan dalam pengertian mengistimewakan
penyandang disabilitas, melainkan suatu pendekatan yang
menganjurkan agar suatu desain direncanakan dan
dirancang memenuhi kebutuhan spesifik penyandang
disabilitas, tetapi sekaligus juga memenuhi kebutuhan
pengguna lain (WM 2007, 71).

47
 

48
BAB III
PROFIL LEMBAGA

A.  Latar Belakang Gelora Bung Karno (GBK)


1. Sejarah Gelora Bung Karno (GBK)
Bermula dari Asian Games III Tahun 1958 di Tokyo
dimana oleh Asian Games Federation, Indonesia ditunjuk
untuk menjadi penyelenggara Asian Games ke IV Tahun
1962. Maka pada saat itu Presiden RI pertama Ir. Soekarno
segera menjawab tantangan dengan menentukan lokasi
yang tepat untuk perhelatan akbar tersebut, dengan
membangun Sarana dan Prasarana Olahraga.
Melihat letak geografis dan pengembangan kota di
Jakarta di kemudian hari, maka pilihan jatuh ke arah
selatan yaitu daerah Senayan, yang merupakan batas antara
Jakarta Kota dan Satelit Kebayoran Baru.
Upacara pembukaan Asian Games ke IV Tahun 1962
dilaksanakan di Stadion Utama Gelora Bung Karno yang
dihadiri oleh lebih dari 110.000 orang. Pada pidatonya
Presiden RI pertama Ir. Soekarno (Bung Karno)
mengatakan bahwa peristiwa ini merupakan tonggak
sejarah bagi Bangsa Indonesia Khususnya dibidang
olahraga yang merupakan bagian dari Nation and
Character Building, maupun dalam rangka pergaulan
dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
Setahun kemudian dilaksanakan GANEFO (Games of
The New Emergencing Forces) ke 1 Tahun 1963. Dengan

49
selesainya pembangunan Gelanggang Olahraga Bung
Karno pada saat itu membuktikan bahwa bangsa Indonesia
mampu melaksanakan pembangunan sebuah komplek
 
olahraga bertaraf internasional yang pada masa itu belum
banyak dimiliki oleh negara maju sekalipun. Seiring
dengan perkembangan zaman maka di komplek Gelora
Bung Karno dilaksanakan berbagai pembangunan fasilitas
olahraga maupun fasilitas pendukung lainnya.
Dukungan kepada dunia olahraga menjadi fokus dan
perhatian kami dimana Gelora Bung Karno telah
menanamkan dan tidak kurang Rp1 Triliun dalam bentuk
berbagai Prasarana dan Sarana serta fasilitas lainnya
sebagai bentuk sumbangsih kepada dunia olahraga.
Saat ini Kawasan Gelora Bung Karno berdiri berbagai
macam fasilitas untuk kegiatan olahraga sebanyak 36
Venues, Politik, Bisnis, Rekreasi dan Pariwisata. Fungsi
lain Kawasan Gelora Bung Karno adalah memiliki 84%
Kawasan Terbuka Hijau yang merupakan daerah resapan
air dengan lingkungan hijau seluas 67,5% yang masih
terdapat kelestarian aneka pepohonan langka yang besar
dan rindang yang merupakan hutan kota juga sebagai
tempat bermukimnya 22 jenis burung liar yang senantiasa
berkicau sepanjang hari menambah suasana asri di
kawasan ini.
Selain itu juga telah dilakukan penataan secara terpadu
dan menyeluruh pada Kawasan Gelora Bung Karno yaitu
dengan dibangunnya plaza, gerbang, air mancur dan

50
pedestrian yang tidak lain adalah untuk meningkatkan
penampilan serta kenyamanan bagi masyarakat pengguna
yang berkunjung di Kawasan Gelora Bung Karno.
 
Adapun yang melatar belakangi pembentukan Gelora
Bung Karno yang dikutip dari (gbk.id, 2017), yaitu:
1) KEPRES 318 Tahun 1962:
1. Pembentukan Yayasan Gelora Bung Karno.
2) KEPRES 4 Tahun 1984:
1. Badan Pengelola Gelanggang Olahraga Senayan
sebagaimana telah bebrapa kali diubah, terakhir
diubah dengan KEPRES 94 Tahun 2004.
3) KEPRES 7 Tahun 2001:
1) Perubahan Nama Gelanggang Olahraga Senayan
menjadi Gelanggang Olahraga Bung Karno.
4) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 233 Tahun
2008:
1. Tentang penetapan Gelora Bung Karno sebagai
BLU (Badan Layanan Umum).

Gambar 1. Denah Komplek Gelora Bung Karno Jakarta

51
B. Visi dan Misi GBK
1. Visi GBK
“Menjadi salah satu kawasan olahraga terintegrasi yang
 
modern, ramah lingkungan dan unggul di dunia”
2. Misi
1. Mengoptimalkan seluruh sumber daya PPKGBK
untuk menunjang terselenggaranya pelayanan prima
dan pengelolaan Gelora Bung Karno secara
profesional sesuai kaidah-kaidah good corporate
governance;
2. Melestarikan lingkungan Komplek Gelora Bung
Karno sebagai paru-paru kota, sebagai ruang terbuka
hijau, dan sebagai objek wisata dan prasarana
komunikasi sosial;
3. Mengamankan dan melestarikan aset di Komplek
Gelora Bung Karno sebagai aset negara dengan tetap
memperhatikan sebagai benda cagar budaya serta
membangun, mengembangkan, memelihara sarana
dan prasarana yang terintegrasi, modern dan
berstandar internasional untuk mendukung kemajuan
olahraga nasional;
4. Mengembangkan dan memanfaatkan segala potensi
Kawasan Gelora Bung Karno yang bersifat strategis,
umum, dan rutin untuk meningkatkan pendapatan
dalam rangka menciptakan kemandirian ekonomi.

52
C. Struktur Organisasi

Gambar 3. 1 Struktur Organisasi

D. Sarana dan Prasarana GBK


a) Fasilitas Umum
1) Stadion Utama
a. Spesifikasi
b. Kapasitas tempat duduk: 78.000 (Premium
Single Seat)
c. Jalur Atletik, Kelas 1 Racartan
d. 7K CCTV System
e. Mendukung Sistem Pengenalan Wajah

53
f. Pencahayaan 3000 lux (mendukung kualitas HD
untuk siaran langsung)
g. Sistem pencahayaan berbasis perangkat lunak
 
h. 2 Lantai VVIP Box perusahaan
i. 12 Gates, 24 Sektor Gates
j. Akses Wifi 4,5G
k. 8 Cara Akses
l. System Manajemen Bangunan
m. Dikelilingi oleh Air Kanal
n. Pusat Operasi Tempat
o. Pusat Data
p. 1293 Modul Sel Surya (teknologi ramah
lingkungan)

2) Portofolio
Berikut ini adalah acara multinasional dan
besar telah diadakan di Stadion Utama Gelora Bung
Karno:
1. Asian Games (1962)
2. Ganefo
3. SEA Games X
4. SEA Games XIV
5. SEA Games XIX
6. Pertandingan Trafeo Persija (Maret 2015)
7. Konser Musik One Direction (Maret 2015)
8. Indonesia Greaser Party (2015)
9. Tumplek Blek (2015)

54
10. Ngabuburit Djarum (2015)
11. Ujian Masuk STAN (Agustus 2015)
12. Konser Bon Jovi (September 2015)
 
13. Job Fair Career (2015)
14. Familiy Gathering Panasonic Global (Oktober
2015)
15. Final Piala Presiden (Oktober 2015)
16. Islamic Fashion Fair
17. Final Piala Presiden (2016)
18. Final Bhayangkara Cup (2016)
19. Mayday Fiesta
20. Musim Panas Jackloth

3) Istora
a. Spesifikasi
Berikut adalah spesifikasi Istora:
1. Arena bermain menggunakan lapisan parkeet
kayu sungkai
2. Sound System: TOA dengan 4 speaker dan 2
subwoovers
3. LED dan jam analog untuk papan skor
4. Tiket digital
5. AC 900PK
6. 60.400 watt untuk penerangan
7. Sistem CCTV 7K untuk keamanan dengan
fitur manajemen keramaian

55
8. Istora sudah dilengakapi dengan fasilitas
pendukung publik seperti toilet, musholla,
ruang VIP, ruang ganti pemain, ruang kantor,
 
ruang medis, dan area parkir.

b. Portofolio
Berikut ini beberapa acara multinasional dan
besar telah diadakan di Istora:
1. Dahsyat Award (2015)
2. Shooting Telkomsel
3. Levis Bazaar
4. Resepsi Pernikahan Masal
5. Pocari Clinic Run
6. Try Out SBMPTN 2015
7. Shooting Iklan Aqua
8. Konser Musik KCA
9. Pasar Jongkok Otomotif (2015)
10. Konser Musik Boyzone
11. Kejuaraan Bulutangkis BCA
12. Mudik Bersama Pertamina
13. HUT SCTV 2015
14. Kejuaraan World Championship (2015)
15. Pameran Indonesia Hebat (2015)
16. Islamic Fair
17. Natal Bersama MNC Group (2015)
18. HUT Indosiar (2016)

56
4) Lapangan Panahan
a. Spesifikasi
Lapangan Panahan Gelora Bung Karno adalah
 
lapangan memanah berstandar internasional yang
memiliki panjang 59 meter untuk putaran
internasional (dengan luas lahan 10.471 meter
persegi untuk putaran internasional). Rumput
yang digunakan di bidang ini adalah rumput
alami. Lapangan memanah ini sudah dilengkapi
dengan fasilitas pendukung publik seperti toilet,
masjid, ruang VIP, ruang ganti pemain, dan tribun
top-down dengan kapasitas 97 kursi. Lapangan
memanah Gelora Bung Karno dapat digunakan
untuk turnamen memanah atau untuk latihan atau
latihan memenah rutin harian.

b. Portofolio
Bidang panahan biasanya digunakan untuk
kompetisi panahan baik secara nasional maupun
internasional. Selain itu, Lapangan Panahan
secara rutin digunakan sebagai tempat untuk
latihan memanah dan kegiatan non-olahraga
lainnya.

57
5) Stadion Akuatik
a. Spesifikasi
Setelah renovasi untuk Asian Games ke-18,
 
Stadion Akuatik terdiri dari 4 kolam standar
internasional dengan konsep semi indoor
1. Kolam utama dengan ukuran 50m x 25m x
3m dengan 8 baris
2. Kolam polo air dengan kedalaman 3m
3. Kolam selam indah dengan ukuran 21m x
25m x 5m
4. Pemanasan kolam di lantai dasar dengan
ukuran 20m x 50m x 1,4m hingga 2m
Stadion Akuatik Gelora Bung Karno sudah
dilengkapi dengan fasilitas pendukung umum
seperti toilet, masjid, sound system, ruang VIP,
ruang ganti pemain, ruang kantor, ruang medis,
dan area parkir. Berikut adalah spesifikasi
lengkap dari Stadion Akuatik:
1. Sistem Sky Pool
2. Sistem Penyaringan UV 24 Jam
3. 7830 kursi tunggal, 800 kursi teleskop
4. Panel sel surya
5. Pintu pagar untuk kontrol akses
6. Sistem CCTV 4K untuk keamanan
7. Sistem tiket digital
8. Wifi berkecepatan tinggi, jaringan selular
4,5G

58
Stadion Akuatik dapat digunakan untuk
turnamen (turnamen nasional dan internasional)
atau untuk latihan atau latihan rutin harian.
 

b. Portofolio
Beberapa acara yang berlangsung Di Stadion
Akuatik adalah turnamen nasional dan
internasional. Tempat ini juga digunakan untuk
olahraga teratur.

6) Lapangan Hoki
a. Spesifikasi
Lapangan Hoki Gelora Bung Karno adalah
area standar internasional seluas 6.755,8 meter
persegi dengan lampu 208 FOP. Ada 2 lapangan
hoki yang mencapai standar internasional,
dilapisi dengan karpet sintetis dan dilengkapi
dengan fasilitas pendukung lainnya, seperti
ruang ganti pemain, ruang kantor, toilet, dan
masjid, ruang manajemen, dan Ruang Kontrol
CCTV. Kapasitas wilayah tribun di bidang ini
adalah ± 818 kursi. Lapangan Hoki Gelora Bung
Karno telah disertifikasi oleh International
Hockey Federation (FIH).

b. Portofolio
Lapangan hoki dapat digunakan sebagai
tempat untuk turnamen nasional dan

59
internasional dan kegiatan non-olahraga lainnya.
Lapangan ini secara rutin digunakan untuk
pelatihan atlet nasional dan publik.
 

7) Lapangan ABC
a. Spesifikasi
Lapangan Sepak Bola ABC Gelora Bung Karno
sudah menggunakan ukuran standar
internasional untuk sepakbola (100 x 68 meter
dengan 32 lampu FOP). Jenis rumput yang
digunakan untuk lapangan A dan B adalah
rumput alami bernama Zoysia Matrella, rumput
alam berstandar internasional terbaik yang juga
digunakan untuk Stadion Utama Gelora Bung
Karno, Lapangan Sepak Bola C menggunakan
rumput sintetis. Lapangan sudah dilengkapi
dengan fasilitas pendukung, seperti masjid,
ruang ganti pemain, dan toilet. Lapangan
Sepakbola ABC adalah lapangan multifungsi
dan dapat digunakan untuk acara berskala besar,
baik acara nasional maupun internasional.
Lapangan ini juga dilengkapi dengan tribun top-
down.

b. Portofolio
Beberapa acara yang berlangsung di Lapangan
Sepakbola ABC adalah turnamen nasional dan

60
internasional. Lapangan ini juga digunakan
untuk latihan sepakbola secara rutin.

 
8) Basket Hall
a. Spesifikasi
Ruang Bola Basket Gelora Bung Karno adalah
arena olahraga dalam ruangan berstandar
internasional dengan konstruksi besi dan
ketinggian 15m. arena olahraga ini sangat cocok
untuk berbagai kegiatan olahraga dan non-
olahraga. Lapangan ini sudah dilengkapi dengan
fasilitas pendukung, seperti masjid, ruang ganti
pemain, toilet dan fasilitas difabel. Berikut ini
adalah spesifikasi lain dari hall basket:
1. Kapasitas tribun 2496 kursi yang terdiri dari
60 kursi VIP, 9 kursi difabel
2. Power supply 1000KVA
3. 16 lampu arena @ 1000 watt
4. 7K CCTV untuk keamanan dilengkapi
dengan fitur manajemen keramaian

b. Portofolio
Hall Basket dapat digunakan sebagai tempat
untuk turnamen nasional dan internasional dan
kegiatan non-olahraga lainnya. Salah satu acara
yang telah diadakan di tempat ini adalah Test
Event Asian Games XVIII.

61
9) Softball
a. Spesifikasi
Lapangan softball di area GBK adalah lapangan
 
softball terbesar dan terbaru di Indonesia yang
sudah menggunakan standar internasional (16,76
– 18,29 m). Juga ini adalah satu-satunya
lapangan bola lunak yang terletak di area utama
dan strategis di Jakarta (dekat jalan raya Gatot
Subroto-Sudirman). Lapangan ini dilengkapi
tribun, ruang ganti, toilet, dan ruang sholat.
b. Portofolio
Lapangan softball dapat digunakan untuk
turnamen (turnamen nasional dan internasional)
atau untuk latihan atau latihan rutin harian.

10) Stadion Madya


a. Spesifikasi
Stadion Madya Gelora Bung Karno
(sebelumnya bernama Small Training Football
Field (STTF) kapasitas kurang lebih 15.000
atau 20.000 kursi. Stadion Madya adalah
stadion atletik standar internasional yang
memiliki luas 1,75 hektar dengan sumbu
panjang 176,1 meter, sumbu pendek 124,2
meter dan dilengkapi dengan 2 tribun; tribun
barat dengan kapasitas 8.000 kursi dan tribun
timur dengan kapasitas 12.000 kursi.Stadion

62
Madya Gelora Bung Karno sudah dilengkapi
dengan fasilitas pendukung umum seperti
toilet, masjid, sound system, ruang ganti
 
pemain, ruang kantor, area parkir. Stadion
Madya dapat digunakan untuk turnamen
sepakbola dan atletik atau untuk latihan atau
latihan rutin sepakbola dan atletik.

b. Portofolio
Stadion Madya dapat digunakan untuk
turnamen sepakbola dan atletik atau untuk
latihan atau latihan rutin sepakbola dan atletik.

11) Lapangan Baseball


a. Spesifikasi
Baseball Gelora Bung Karno adalah lapangan
baseball bertaraf internasional. Bidang ini
menggunakan rumput Bermuda. Kapasitas
tribun dari lapangan ini adalah 198 flip up
kursi dan 1122 kursi monoblock.
b. Portofolio
Lapangan baseball dapat digunakan sebagai
tempat untuk turnamen nasional dan
internasional dan kegiatan non-olahraga
lainnya. Bidang ini secara rutin digunakan
untuk pelatihan atlet nasional dan publik.

63
12) Tennis Outdoor
a. Spesifikasi
Tennis Outdoor Gelora Bung Karno (Lapangan
 
Tengah) adalah arena olahraga luar ruang
berstandar internasional dengan ukuran arena
1.988 meter persegi, menggunakan lapisan-
lapisan selir, evolusi permukaan, dan softbase
sebagai bahan permukaan, dengan lampu LED
Gigatera 800 watt. Tennis Outdoor memiliki 2
bidang dengan kapasitas tribun 3.800 kursi dan
22 kursi VIP. Tennis Outdoor juga dilengkapi
dengan lampu standar internasional untuk
kegiatan olahraga malam. Selain digunakan
untuk tenis dan kegiatan olahraga lainnya,
Tennis Outdoor juga dapat digunakan untuk
kegiatan multi-event baik olahraga dan non-
olahraga, baik komersial maupun non-komersial,
seperti pameran, konser, pertemuan perusahaan
dan keluarga.

b. Portofolio
Beberapa acara yang berlangsung di Tennis
Outdoor adalah turnamen nasional dan
internasional. Tempat ini juga merupakan aula
multifungsi.

64
13) Tennis Indoor
a. Spesifikasi
Tennis Indoor Gelora Bung Karno adalah arena
  olahraga indoor berstandar internasional dengan
fasilitas Pendingin Ruangan, dilengkapi dengan
fasilitas pendukung umum seperti toilet, masjid,
dan ruang ganti pemain. Tennis Indoor dapat
digunakan untuk turnamen tenis (turnamen
nasional dan internasional) atau untuk latihan atau
latihan rutin harian. Selain digunakan untuk tenis
dan kegiatan olahraga lainnya, Tennis Indoor
Stadium juga dapat digunakan untuk kegiatan
multi-event baik olahraga dan non-komersial,
seperti pameran, konser, pertemuan perusahaan
dan keluarga. Berikut ini adalah spesifikasi
lengkap Tennis Indoor:
1. Lapangan menggunakan lapisan flexi
2. Sistem suara dengan 4 speaker dan 2
subwoover
3. Sistem tiket digital
4. 68.000 watt untuk penerangan
5. Kapasitas Tribune: 3.300 kursi
6. Sistem CCTV 7K untuk keamanan dengan fitur
manajemen kerumunan.

b. Portofolio
Berikut ini adalah beberapa kegiatan yang telah
diadakan di Tennis Indoor Stadium:

65
1. Pelantikan Hanura DKI
2. Try Out bersama Perguruan Tinggi Negeri
Jakarta dan sekitarnya
 
3. Konser Musik Younder
4. Acara Partai PPP
5. HUT BTN
6. Konser Kisah Kasih
7. Pertandingan Jakarta – Japan club
8. Konser Korea Eru
9. Stand up Comedy Festival
10. Pertandingan Davis Cup

E. Aksesibilitas Penyandang Disabilitas di GBK


Hampir seluruh fasilitas yang ada di kompleks Gelora
Bung Karno telah ramah untuk para penyandang disabilitas.
Seperti yang dikutip dari (m.brilio.net, 2018) aksesibilitas
untuk para penyandang disabilitas ini berkat Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang
berhasil menyelesaikan renovasi dan pembangunan venue
serta penataan kawasan untuk para penyandang disabilitas.
Penyediaan fasilitas ini sesuai dengan Peraturan Menteri
PUPR No. 14 Tahun 2017 tentang Persyaratan Kemudahan
Bangunan.
Berikut ini 13 pembangunan yang telah dilakukan untuk
menyediakan fasilitas bagi penyandang disabilitas di
kompleks Gelora Bung Karno, yaitu:

66
1) Stadion Utama GBK
Terdapat akses berupa Ramp yang bisa dilalui kursi roda
dengan lebar dan tingkat kemiringan sudah sesuai
  pedoman teknis. Terdapat 264 kursi di tribun penonton
bagi penyandang disabilitas dan pendamping. Fasilitas
lainnya adalah 6 toilet khusus disabilitas dilengkapi tanda
dan petunjuk arah.
2) Training Facility
Fasilitas bagi penyandang disabilitas yakni parkir bagi
pengunjung dan atlet, lokasi drop-off yang terkoneksi
dengan Ramp, toilet, lift dan tempat penonton. Selain itu
dibangun jalur pemandu (guiding block) pada trotoar di
depan bangunan.
3) Stadion Renang (Aquatic)
Terdapat 2 pintu akses bagi penyandang disabilitas di sisi
Timur dan Barat dan jalur Ramp mulai dari loket tiket
hingga tribun. Kursi penonton penyandang disabilitas
sebanyak 100 buah.
4) Lapangan Hoki, Lapangan Panahan, dan Sepakbola ABC
Tersedia Ramp sebagai akses masuk hingga ke tribun
serta adanya toilet disabilitas.
5) Istana Olahraga (Istora)
Tersedia fasilitas akses Ramp di sisi Utara dan Selatan
Stadion, Ramp pada setiap ruangan yang berbeda elevasi,
toilet disabilitas di lantai 1 dan lantai 2. Untuk atlet
penyandang disabilitas, fasilitas tidak berbeda dengan
penonton, di mana akses menuju arena pertandingan juga
relatif mudah, karena tersedianya Ramp. Pada ruang ganti

67
atlet desain juga sudah disesuaikan dengan kebutuhan
disabilitas, di antaranya lebar daun pintu dan toilet
khusus.
  6) Stadion Tenis Indoor
Untuk akses penonton penyandang disabilitas, sudah
disediakan melalui jalur pintu Barat, di mana sudah ada
penambahan Ramp kecil yang menghubungkan toilet
disabilitas dan area bagi penonton penyandang disabilitas
yang terletak di lantai dasar. Akses ke tribun melalui
koridor sisi barat gedung dan tambahan Rampportable
karena adanya beda elevasi lantai koridor dengan area
pertandingan. Kapasitas untuk kursi roda sebanyak 25
kursi di sisi Barat stadion.
7) Stadion Tenis Outdoor
Tersedia akses bagi penyandang disabilitas menuju kursi
penonton. Kursi penonton disabilitas di lantai dasar
berkapasitas 36 kursi roda, di lantai atas terdapat tribun
VIP berkapasitas 5 kursi roda dan akses VIP ke lantai
atas menggunakan lift di sisi utara.
8) Gedung Basket
Tersedia akses bagi pengunjung penyandang disabilitas
yang bisa diakses melalui pintu utara dan barat. Kursi
penonton berada di sisi area pertandingan yang dapat
diakses dengan mudah oleh penyandang disabilitas.
9) Stadion Madya
Penyandang disabilitas yang ingin menonton, dapat
mengakses tribun secara langsung atau melalui Ramp
pada bagian depan bangunan. Pada lantai dasar tribun

68
barat dan timur, bagi penonton penyandang disabilitas
telah disediakan area untuk menonton pertandingan.
10) Lapangan Softball
  Akses pengunjung penyandang disabilitas berada di pintu
barat
11) Lapangan Baseball
Penonton penyandang disabilitas dapat mengakses tribun
secara langsung atau melalui Ramp pada bagian depan
bangunan. Tersedia tribun penonton penyandang
disabilitas di lantai 2 yang dilengkapi akses Ramp.
12) Penataan Kawasan GBK
Tersedia jalur pemandu (guiding block) pada sepanjang
koridor dan trotoar di kawasan GBK. Kawasan GBK juga
dilengkapi toilet bagi penyandang disabilitas.
13) Lapangan Squash
Tersedia akses masuk bagi penyandang disabilitas di
bagian pintu utama yang dapat diakses bersamaan dengan
pintu masuk penonton umum. Tersedia ruang bagi
penonton penyandang disabilitas yang menggunakan
kursi roda berkapasitas 20 orang.

69
 

70
BAB IV
DATA DAN TEMUAN

 
Pada bab ini peneliti mendapatkan berbagai data dan
temuan serta informasi mengenai implementasi kebijakan
aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di lingkungan Stadion
Utama Gelora Bung Karno Jakarta. Dengan ini, peneliti mengkaji
serta menggabungkan data temuan dari hasil wawancara,
observasi, dan dokumentasi. Dalam bab ini terbagi dalam
beberapa pembahasan yaitu, implementasi dan aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas di lingkungan Stadion Utama Gelora
Bung Karno Jakarta.
A. Implementasi Kebijakan Aksesibilitas Bagi Penyandang
Disabilitas di Lingkungan Stadion Utama Gelora Bung
Karno Jakarta
Pada dasarnya, kebijakan aksesibilitas bertujuan untuk
menyamaratakan kesempatan bagi penyandang disabilitas
dalam memanfaatkan akses dan fasilitas, sehingga mereka
mampu berdaya tanpa membeda-bedakan dan mendapatkan
kesempatan yang sama baik itu penyandang disabilitas dengan
non-disabilitas. Karena pada dasarnya dalam menjalankan
aktifitas sehari-hari, manusia pasti membutuhkan akses untuk
memudahkan mobilitas diri agar aktifitasnya terjaga. Seperti
yang dikatakan Ibu Dyah Kumala Sari selaku Kepala Subdivisi
Sekretaris Organisasi Pusat Pengelolaan Komplek Gelora
Bung Karno (PPKGBK) pada wawancara pribadi peneliti

71
dengan beliau yang dilakukan di PPKGBK (28/5/2019), beliau
mengatakan:
“pertama kita lihat dari sisi humanis gitu ya saudara-
  saudara kita kan tidak semuanya diberikan
kesempurnaan fisik, jadi saya rasa ini kesamaan
kesempatan, menurut saya siapapun harus boleh
menikmati venue yang dibangun pemerintah.”

Di lingkungan Stadion Utama Gelora Bung Karno


Jakarta mempunyai kebijakan aksesibilitas untuk penyandang
disabilitas dalam upaya memiliki kesamaan dan kesempatan
yang sama dalam memanfaatkan fasilitas di lingkungan
SUGBK. Hal ini dinyatakan dalam wawancara pribadi peneliti
dengan Ibu Dyah, berikut (28/5/2019) penjelasannya:
“Tahapan kebijakan itu pertama mengadakan
penyusunan agenda formulasi dan legitimasi kebijakan,
implementasi kebijakan, evaluasi terhadap kinerja, dan
dampak kebijakan dan kebijakan baru. Dalam hal ini kita
perlu berkoordinasi dan mengetahui agenda, kebijakan,
tindakan kebijakan yang mengarah pada kinerja dan
dampak kebijakan kepada pemerintah.”

Ibu Dyah juga menambahkan, bahwa kebijakan


penyandang disabilitas untuk dapat merasakan akses maupun
fasilitas, bukan hanya dari pemerintah, namun seharusnya
sudah menjadi kesadaran dari setiap orang yang notabennya
non-disabilitas, untuk memberikan kebijakan tersebut. Karena
pada dasarnya para penyandang disabilitas juga memiliki hak
yang sama untuk merasakan fasilitas yang dibuat oleh
pemerintah seperti di Stadion Utama Gelora Bung Karno

72
Jakarta. Hal ini diutarakan beliau dalam wawancara
(28/5/2019) dengan peneliti, berikut penuturannya:
“perumusan kebijakan aksesibilitas bagi disabilitas
  sebetulnya kebijakan untuk disabilitas itu kan tentu tidak
turut serta merta ya itu dari pemerintah pusat yang mana
diturunkan kepada semua kementerian bukan hanya
kementerian PUPR. Saya rasa semua sekarang harus
ramah disabilitas kan bukan hanya di stadion sebagai
sarana olahraga tapi saya rasa di tempat-tempat lain juga.
Untuk mengakomodir kebijakan dari pemerintah, PUPR
menerapkan itu kepada GBK bukan hanya di stadion
utama tapi juga di venue lainnya gitu”

Dengan adanya kebijakan aksesibilitas bagi penyandang


disabilitas mempunyai maksud dan tujuan untuk mengatasi
permasalahan atau kesenjangan sosial bagi penyandang
disabilitas. Seperti yang dikatakan oleh Christoffel Panjaitan
sebagai Staf Perencanaan, Pembangunan, dan Pemeliharaan
PPKGBK (28/5/2019), beliau mengatakan:
“Tujuannya ya untuk mengantisipasi, mengurangi atau
mengatasi masalah-masalah dan kesenjangan yang
dihadapi oleh penyandang disabilitas dalam mengakses
fasilitas di SUGBK. Selain itu tujuan kebijakan
aksesibilitas bagi penyandang disabilitas untuk
memenuhi kebutuhan-kebutuhan serta hak mereka yang
bertujuan untuk meningkatkan keberfungsian sosial.
Sehingga mereka mampu mencapai kemandirian dan
tidak selalu bergantung kepada orang lain, serta dapat
membuat penyandang disabilitas jauh dari stigma orang
yang dikasihani.”

Dalam hal pembangunan fasilitas sangatlah penting


adanya sumber dana untuk menunjang terwujudnya
aksesibilitas bagi penyandang disabilitas. Hal ini juga

73
disampaikan (28/5/2019) oleh Christoffel, berikut
pernyataannya:
“Kalo pendanaan untuk renovasi kemarin kita
  menggunakan APBN tahun 2016 sampai 2018.
Pendanaan itu dari pusat. Tapi setelah itu untuk
perawatan, pemeliharaan itu dana GBK sendiri dana
pribadi jadi kita gak di supply sama APBN. Di bawah
naungan Kementerian Sekretariatan Negara melalui
badan layanan umum.” (28/5/2019)

Perencanaan pelaksanaan pembangunan fasilitas serta


penerapan implementasi kebijakan, PPKGBK pada awalnya
melakukan koordinasi untuk pelaksanaan program. Dalam hal
ini Ibu Dyah menjelaskan dalam wawancara pribadi peneliti
dengan beliau, (28/5/2019) beliau menjelaskan:
“terkait dengan kebijakan ini ya karena itu kan dari
pemerintah jadi memang dari PUPR dan GBK kita
diskusi tentang itu ya tapi memang lebih banyak
eksekutornya itu dan perencanaannya itu dan arsitek-
arsitek juga dilibatkan karena kan Stadion Utama ini
merupakan cagar budaya jadi kita gak bisa sembarangan
merombak, menghancurkan gitu ya jadi memang banyak
bagian yang harus dipertahankan. Jadi perencanaan
untuk pembangunan ini memang diskusi dari arsitek
terus tim ahli cagar budaya, tim arsitek dan PUPR.”

Dalam pelaksanaan kebijakan aksesibilitas di lingkungan


Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta, yang disampaikan
Ibu Dyah (28/5/2019) dalam wawancara pribadi peneliti
dengan beliau, berpendapat bahwa:
“Pelaksanaannya hmm kebijakan itu saya rasa sudah
dilaksanakan ya sejak kita renovasi jadi gitu kan secara
go in the flow jadi kita ikut aja kebijakan itu sudah

74
berjalan dengan sendirinya gitu bukan hanya di stadion
utama.”

Begitu juga dalam menerapkan aksesibilitas bagi


 
penyandang disabilitas di lingkungan Stadion Utama Gelora
Bung Karno Jakarta yang sudah terakomodir. Seperti yang
diutarakan oleh Christoffel dalam wawancara (28/5/2019)
pribadi peneliti dengan beliau, beliau menjelaskan:
“Penerapan untuk akses dan fasilitas disabilitas di
kawasan kita (GBK) baru terakomodir setelah renovasi
untuk kepentingan Asian Games. Jadi sepengetahuan
saya dulu itu kayak mulai dari jalan pedestrian itu
dulunya itu belum ada guiding block yang warna kuning
untuk penyandang disabilitas ya dan juga fasilitas-
fasilitas olahraga kita juga dulu belum mengakomodir
kebutuhan-kebutuhan apa saja yang diperlukan para
disabilitas. Dengan adanya renovasi Asian Games 2018,
kan biasanya untuk olimpiade dunia itu ada kebutuhan
untuk atlet yang normal atau biasa dan itu
diselenggarakan oleh INASGOC dan atlet disabilitas
namanya Para Games gitu lho kalo olimpiade namanya
Paralimpic. Jadi mulailah kita untuk memikirkan
bagaimana untuk mengakomodir para atlet-atlet difabel
ini. Penerapannya itu dari Undang-Undang dan juga dari
Kementerian PUPR. Jadi renovasi kita ini juga disupport
Kementerian PUPR jadi yang membangun dan
merenovasi venue-venue kita ini semuanya PUPR.”

Kemudian dalam melakukan implementasi program,


penting adanya proses sosialisasi kebijakan kepada
masyarakat. Sehingga masyarakat mampu memahami
kebijakan atau aturan yang telah ditetapkan. Dalam proses ini,
Ibu Dyah mengatakan:

75
“Proses sosialisasinya sebetulnya waktu renovasi itu kan
kita juga sudah banyak melakukan sosialisasi untuk
GBK kita itu melakukan sosialisasi lewat media sosial
GBK, melalui website, foto-foto waktu pas renovasi kita
  upload juga gitu ya jadi sedikit banyak sebelum SU itu
jadi kita juga sudah sounding ke masyarakat bahwa ini
kita ramah disabilitas lho gitu kan kita sudah ada Ramp,
sudah ada toilet untuk disabilitas, terus juga sudah ada
kursi untuk disabilitas juga.” (28/5/2019)

Hal serupa juga disampaikan dalam wawancara pribadi


antara peneliti dengan Christoffel yang menjelaskan tentang
proses sosialisasi kebijakan yang dilakukan PPKGBK,
(28/5/2019) beliau menyampaikan:
“Proses sosialisasinya kita punya akun sosial media
Instagram, namanya Love_GBK. Di situ kita
menampilkan venue-venue dan komplek kita yang sudah
mengakomodir kebutuhan disabilitas. Biasanya ada
postingan gimana kondisi pedestrian kita, terus kemarin
diposting oleh humas kita terkait aksesibilitas disabilitas.
Jadi ini salah satu cara kita mensosialisasikan melalui
sosial media.”

Setelah sosialisasi kebijakan dan fasilitas juga tersedia,


sekarang masyarakat sudah bisa mengakses atau menggunakan
fasilitas di SUGBK atas dasar kebijakan yang sudah dibuat
oleh PPKGBK. Adapun perubahan atau dampak yang terjadi
setelah kebijakan ini terlaksana, seperti yang dikatakan oleh
Christoffel dalam wawancara (28/5/2019), beliau menjelaskan:
“Pertama untuk pengunjung disabilitas mulai banyak
yang datang ke sini. Jadi dengan adanya itu penyandang
disabilitas terakomodir, mereka senang juga dong
dengan adanya fasilitas itu, terus kita juga melihat
kebutuhan mereka jadi ya mulai banyak lah kalo ada

76
event-event pertandingan. Jadi mereka sudah tidak
bingung lagi kalo ke sini bagaimana, kalo ke sana
bagaimana. Jadi sudah banyak lah kemajuannya.”

 
Christoffel juga menambahkan perbedaan sebelum dan
sesudah adanya kebijakan dan fasilitas yang ada di SUGBK,
beliau mengatakan:
“Perbedaannya jauh sih jadi mereka terakomodir, merasa
nyaman, gak merasa di kucilkan, mereka juga dipandang
jadi dari sisi sosialnya mereka juga mau berkunjung ke
tempat kita gitu lho. Kalo dari sisi fasilitas sih
perbedaannya jauh jadi lebih tertata dan lebih
terakomodir untuk mereka” (28/5/2019)

Hal serupa juga disampaikan dalam wawancara


(28/5/2019) pribadi peneliti dengan Ibu Dyah, berikut
penjelasannya:
“Kalau dulu gak ada yang kursi roda itu bisa masuk,
susah kan, karena memang tidak ada fasilitasnya, gak
ada yang mengakomodir. Terus sekarang kan ada.”

Begitu pula dalam menjaga dan merawat fasilitas-


fasilitas yang ada di lingkungan Stadion Utama Gelora Bung
Karno Jakarta, pihak pengelola sudah memperhatikan jika ada
fasilitas yang mengalami kerusakan. Seperti yang dijelaskan
Christoffel (28/5/2019) sebagai berikut:
“Untuk perawatannya sih kalo untuk kebersihan kita
punya sub kontraktor sendiri punya vendor sendiri,
vendor kebersihan sendiri namanya ISS (Integreted
Service Solution). Jadi kalo untuk kebersihan toilet pasti
mereka, semua segala kebersihan sudah kerja sama
mereka. Kalo misalkan ada kerusakan pasti kita yang
perbaiki. Pertama misalnya ada hal kecil yang bisa

77
diperbaiki misalnya konstruksi pembangunan ataupun
jalan pasti diperbaiki.”

Fasilitas yang dibangun untuk para penyandang


 
disabilitas pun tidak asal dibangun. Artinya fasilitas tersebut
juga dibuat dengan standar yang sama dengan fasilitas untuk
non-disabilitas. Termasuk di SUGBK yang punya fasilitas
berstandar internasional yang diimplementasikan juga khusus
untuk penyandang disabilitas. Seperti yang diungkapkan oleh
Ibu Dyah sebagai berikut:
“Karena di Stadion Utama itu kan kita fasilitasnya sudah
standar internasional ya, rumput sudah standar
internasional, fasilitasnya juga internasional, jadi standar
yang kita bangun itu juga adalah standar internasional.”
(28/5/2019)

1. Kendala-Kendala yang Dihadapi Penyandang


Disabilitas
Dalam menjalankan aktivitas sehari-hari setiap
manusia pasti membutuhkan akses untuk memudahkan
mobilitas diri agar produktivitasnya terjaga. Penyediaan
aksesibilitas dan fasilitas dalam bangunan gedung dan
lingkungan harus dilengkapi dengan penyediaan fasilitas
dan aksesibilitas. Setiap orang atau instansi pemerintah
dalam penyelenggaraan pembangunan gedung wajib
memenuhi persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas
yaitu keselamatan, kegunaan, kemandirian.
Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta
sebagai salah satu fasilitas publik kebanggaan

78
masyarakat Indonesia, ternyata dalam penerapan
kebijakan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas
masih ada kendala-kendala. Hal ini juga disampaikan
 
oleh Ibu Dyah dalam wawancara pribadi dengan peneliti
(28/5/2019), berikut pernyataannya:
“Kendalanya memang kadang-kadang kita kan belum
semua masyarakat itu tau Ramp-nya itu ada di mana
gitu kan, terus toilet disabilitas itu ada di mana gitu
kan. Mungkin kendala kita adalah belum lengkapnya
penunjuk arah, oh sudah ada sih tapi belum terlalu
lengkap”

Hal serupa juga disampaikan oleh Christoffel


dalam wawancara pribadi dengan peneliti (28/5/2019),
berikut penjelasannya:
“Kendalanya sih kendala operasional sebenernya
sih. Seperti guiding block yang seharusnya di
peruntukan untuk teman-teman disabilitas malah
digunakan untuk parkir kendaran. Terus sama itu sih
belum adanya parkir khusus untuk mereka. Jadi
disetiap kantong-kantong parkir kita itu sendiri
sifatnya masih umum belum memikirkan konteks
parkir disabilitas yang benar-benar pakem untuk
mereka.”

Meskipun begitu, hasil wawancara dengan Ibu


Dyah untuk kendala aksesibilitas di lingkungan Stadion
Utama Gelora Bung Karno Jakarta yang diutarakan
dalam wawancara (28/5/2019) pribadi dengan peneliti,
beliau mengutarakan:
“Kendala aksesibilitas di lingkungan SU saya rasa
engga ada ya karena selama ini kita tidak menerima
complain tentang aksesibilitas disabilitas di

79
SUGBK. Waktu itu kita yang pernah ada sedikit
kendala justru di kawasan, jadi dia mau nyebrang
jalan dari trotoarnya itu Ramp-nya kurang ada gitu
lho jadi bagian landainya itu kurang. Jadi itu sudah
  kita kerjakan sudah kita landaikan jadi kursi roda
pun bisa menyebrang jalan dengan baik gitu gak
jomplang. Gitu sih kalo di GBK kendalanya ga
ada.”

Hal ini juga dirasakan oleh Firman salah satu


penyandang disabilitas yang sudah ke SU ketika
diundang oleh panitia pada peresmian renovasi Stadion
Utama Gelora Bung Karno Jakarta dalam wawancara
(29/5/2019) pribadi peneliti dengan beliau, berikut
penuturannya:
“Kalau menurut saya stadionnya sudah bagus, dulu
kalau menonton pertandingan sepak bola ya lewat
televisi saja. Perbedaan signifikan akses untuk
disabilitas untuk yang kursi roda itu jauh lebih
ramah, jauh lebih banyak alternatifnya. Tingkat
kemiringannya tidak terlalu tajam. Jadi kan yang
biasanya kesulitan buat kursi roda bila Ramp-nya
terlalu tajam jadi susah kan kalau naik ke atas.
Kalau dulu waktu sebelum renovasi aku masuk ke
VVIP itu mesti diangkat.”
Walaupun sudah ada perbedaan yang signifikan
untuk aksesibilitas, masih ada kendala yang dirasakan
Firman sebagai pengguna kursi roda, berikut
penjelasannya:
“Kesulitan sih tidak ada, tetapi saat hujan kami
kecipratan air hujan. Soalnya duduknya kan di
depan, harusnya kalau hujan bisa ditutup. Untuk
closed dan wastafel saya kira tata letaknya yang

80
belum pas, sehingga membuat terkesan sempit.”
(29/5/2019)

B.  Aksesibilitas Penyadang Disabilitas di Lingkungan


Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta
Penyandang disabilitas ialah individu dengan
karakteristik khusus dan memiliki kemampuan yang berbeda
dengan individu pada umumnya. Karena memiliki
kemampuan yang berbeda, maka kebutuhannya juga berbeda
dengan yang lainnya. Hak aksesibilitas bagi penyandang
disabilitas menjadi penting seiring dengan perkembangan
zaman yang semakin pesat, hak aksesibilitas menjadi penting
karena demi keberlangsungan penyandang disabilitas untuk
melakukan mobilitas dengan cepat dan aman seperti yang
lainnya.
Begitu juga yang dilakukan PPKGBK dalam memberi
layanan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas di
lingkungan Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta,
seperti yang dikatakan (28/5/2019) Ibu Dyah:
“…akses untuk para disabilitas itu sudah disiapkan gitu
kan mungkin yang nyata terlihat itu adalah Ramp
menuju ke tribun penonton. Nah, mungkin tadi kamu
sudah ke SU (Stadion Utama) melihat bahwa kursi
difabel itu juga sudah disiapkan yang khusus gitu ya.
Jadi satu kosong satu untuk pendampingnya. Itu salah
satu pelayanan kita yang berada di tribun untuk
penonton. Nah, lainnya itu adalah toilet difabel. Pada
dasarnya sih hampir sama ya modelnya hampir sama.
Jadi kan diukur bagaimana mereka bisa fleksibel untuk

81
kursi roda. Lalu juga lift, kita juga apa namanya memang
karena disabilitas itu untuk kursinya diletakkan di paling
bawah gitu kan yaa jadi memang tidak ke atas gitu ya
karena kalo tribun yang di atas itu kan memang untuk
  yang normal bukan untuk disabilitas.”

Adapun fasilitas dari hasil kebijakan yang sudah di


buat oleh Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung
Karno(PPKGBK) untuk penyandang disabilitas dalam
menunjang keberfungsian sosial mereka untuk tidak
bergantung pada orang lain dan memudahkan mereka untuk
mengakses fasilitas yang ada di lingkungan Stadion Utama
Gelora Bung Karno Jakarta. Seperti yang dijelaskan oleh Ibu
Dyah dalam wawancara pribadi dengan peneliti (28/5/2019)
yang dilakukan di kantor PPKGBK, beliau menjelaskan:
“Fasilitasnya itu Ramp, kursi, toilet, lift. Tapi kalo lift itu
bukan di Stadion Utama, lift itu ada di Stadion Tenis.
Jadi kalau di Stadion Utama, kalau kamu
mengkhususkan Stadion Utama itu hanya Ramp, toilet
dan tribun (kursi). Lift gak ada karena memang untuk
disabilitas itu tribunnya ada di bawah gak perlu naik ke
atas. Tapi misalnya untuk ke bangku penonton tidak ada
ya tapi lift itu bisa masuk kursi roda.”

Berikut merupakan aksesibilitas bagi penyandang


disabilitas dari hasil observasi (28/5/2019) langsung yang
sudah tersedia di lingkungan Stadion Utama Gelora Bung
Karno Jakarta:

82
1. Ramp

Gambar 4. 1Ramp di dalam Stadioz Utama Gelora Bung Karno Jakarta

2. Kursi

Gambar 4. 2 Kursi Penyandang Disabilitas di Stadion Utama


Gelora Bung Karno Jakarta

83
Gambar 4. 3Tribun Penyandang Disabilitas di

3. Toilet dan Wastafel


Gambar 4. 4Toilet dan Wastafel Untuk Disabilitas Di GBK

84
4. Lift
Gambar 4. 5 Lift Dalam Stadion Utama GBK

5. Guiding Block
Gambar 4. 6 Guiding Block di Lingkungan Stadion Utama
Gelora Bung Karno Jakarta

85
 

86
BAB V
ANALISIS DATA TEMUAN LAPANGAN

A.  Implementasi Kebijakan Aksesibilitas Bagi Penyandang


Disabilitas di Lingkungan Stadion Utama Gelora Bung
Karno Jakarta
Pada hakikatnya, dalam rangka memampukan
penyandang disabilitas untuk hidup secara mandiri dan
berpartisipasi penuh dalam segala aspek kehidupan, maka
kebijakan aksesibilitas bertujuan untuk menyamaratakan
kesempatan bagi penyandang disabilitas dalam memanfaatkan
akases dan fasilitas, sehingga mereka mampu berdaya tanpa
membeda-bedakan dan mendapatkan kesempatan yang sama
baik itu penyandang disabilitas dengan non-disabilitas. Karena
pada dasarnya dalam menjalankan aktifitas sehari-hari,
manusia pasti membutuhkan akses untuk memudahkan
mobilitas diri agar produktivitasnya terjaga.
Pandangan Van Meter dan Van Horn bahwa
implementasi merupakan tindakan oleh individu, pejabat,
kelompok badan pemerintah atau swasta yang diarahkan pada
tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam suatu
keputusan tertentu. Badan-badan tersebut melaksanakan
pekerjaan-pekerjaan pemerintah yang membawa dampak pada
warga negaranya (elip.unikom.ac.id, 2016)
PPKGBK merupakan suatu badan pemerintahan yang
mempunyai kebijakan dalam mengurus segala kebutuhan akan
fasilitas atau aksesibilitas pada SUGBK. Akan tetapi kebijakan

87
yang dilakukan PPKGBK dalam hal implementasi kebijakan
mengacu pada kebijakan pemerintah pusat yang mana
diturunkan kepada kementerian PUPR dalam hal
 
pembangunan, PUPR sebagai pembuat kebijakan sudah
menerapakan itu kepada PPKGBK untuk mengakomodir
kebijakan dari pemerintah.
Dalam hal melakukan implementasi kebijakan seperti
yang dikatakan oleh George C. Edwards III seperti yang
dituliskan oleh Subarsono (2005, 90-92), implementasi
kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel, yaitu: (1)
komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi, dan (4) struktur
birokrasi. Keempat variabel ini juga saling berhubungan satu
sama lain. Empat variabel ini menajdi tolak ukur akan
implementasi kebijakan yang dilakukan untuk mencapai
tujuan.
Pada analisis peneliti dengan data temuan lapangan yang
ada pada bab IV skripsi ini, peneliti melihat bentuk
komunikasi yang dilakukan oleh pihak PPKGBK dalam
melakukan implementasi kebijakan. Dalam hal ini PPKGBK
sudah melakukan sosialisasi lewat media sosial GBK, melalui
website, foto-foto ketika renovasi, dan juga menyampaikan ke
masyarakat bahwa saat ini GBK sudah ramah disabilitas
dengan menyediakan akses dan fasilitas untuk penyandang
disabilitas di lingkungan Stadion Utama Gelora Bung Karno
Jakarta. Sehingga, kini masyarakat tidak perlu khawatir lagi
jika berkunjung ke SUGBK.

88
Dalam hal ini PPKGBK dalam implementasi kebijakan
melakukan pola komunikasi dua arah kepada pemerintah atau
kementerian dan dengan masyarakat dalam melaksanakan
 
implementasi kebijakan tersebut. Perlu disadari bahwa
partisipasi msyarakat dalam hal implementasi sangatlah
penting demi tercapainya tujuan kebijakan. Oleh karena itu
PPKGBK juga melakukan sosialisasi kebijakan akesesibiltas
bagi penyandang disabilitas sehingga masyarakat mampu
memanfaatkan akses tersebut dan dapat menjaga serta
merawat apa yang sudah dihasilkan pada kebijakan tersebut.
Melihat pola komunikasi yang dilakukan oleh PPKGBK
mendapat tanggapan atau respon dari masyarakat khususnya
kaum difabel seperti yang di jelaskan pada bab IV, bahwa
seberapa pentingkah pembangunan aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas di kawasan SUGBK. Dalam hal ini
masyarakat menilai bahwa, pembangunan aksesibilitas dilihat
dari sisi kemanusiaan dengan memberikan kesempatan yang
sama bagi saudara-saudara kita yang tidak semuanya diberikan
kesempurnaan fisik, sehingga mereka dapat menikmati semua
fasilitas yang dibangun pemerintah lewat pengelolaan yang
dilakukan oleh PPKGBK.
Dalam perumusan kebijakan juga terlihat adanya pola
komunikasi yang dilakukan PPKGBK, perumusan ini
didasarkan pada penyusunan agenda formulasi dan legitimasi
kebijakan, implementasi kebijakan, evaluasi terhadap kinerja
dan dampak kebijakan dan kebijakan baru. Dalam hal ini kita
perlu berkoordinasi dan mengetahui agenda pemerintah,

89
kebijakan, tindakan kebijakan yang mengarah pada kinerja dan
dampak kebijakan kepada pemerintah.
1. Kendala-Kendala yang Dihadapi Penyandang
 
Disabilitas
Bagi sebagian besar masyarakat dalam melihat
kebijakan aksesibilitas bagi disabilitas sebagai hal yang
lebih positif dalam usaha-usaha memberikan kesempatan
pada penyandang disabilitas yang memiliki hambatan
dalam melakukan aktivitasnya dan memanfaatkan fasilitas
publik dapat setara dengan orang non-disabilitas pada
umumnya. Dalam penerapan kebijakan ini masyarakat
diharapkan mampu memahami serta menjaga fasilitas
disabilitas di lingkungan Stadion Utama Gelora Bung
Karno Jakarta.
Stadion Utama Gelora Bung Karno sebagai salah satu
fasilitas publik yang juga sebagai kebanggaan masyarakat
Indonesia dan juga dapat menjadi contoh standarisasi dalam
penerapan implementasi kebijakan akasesibilitas bagi
penyandang disabilitas, ternyata dalam penerapannya masih
banyak kendala yang dihadapi. Hal tersebut dijelaskan pada
bab IV dalam temuan data lapangan bahwa, masyarakat
belum menyadari fungsi fasilitas-fasilitas yang dikhususkan
untuk penyandang disabilitas contohnya, masyarakat belum
mengetahui fungsi Ramp serta letaknya yang belum tau ada
di mana. Dikarenakan petunjuk arah yang ada di
lingkungan Stadion Utama belum terlalu lengkap.
Seharusnya Ramp sebagai jalur sirkulasi yang memiliki

90
bidang kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang
yang tidak dapat menggunakan tangga.
Bukan hanya itu, fasilitas seperti guiding block yang
 
seharusnya diperuntukkan untuk penyandang disabilitas di
alih fungsikan sebagai parkir kendaraan. Padahal
seharusnya guiding block itu fasilitas yang sangat berfungsi
dan membantu penyandang disabilitas tuna netra dalam
mempermudah aktivitasnya di lingkungan Stadion Utama
Gelora Bung Karno Jakarta. Dan juga untuk kebijakan
aksesibilitas dalam hal fasilitas parkir untuk penyandang
disabilitas saja, belum tersedia.
Hal serupa terjadi pada fasilitas tribun penonton
untuk penyandang disabilitas, mungkin karena fasilitas
tribun atau kursi untuk penyandang disabilitas itu yang
letaknya berada di depan, kendalanya adalah ketika hujan
tribun atau kursi itu terkena cipratan air hujan.

B. Aksesibilitas Bagi Penyandang Disabilitas di Lingkungan


Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta
Pada dasarnya setiap manusia mempunyai hak yang
sama akan aksesibilitas dalam aktivitasnya sehari-hari
sehingga produktifitasnya terjaga baik penyandang disabilitas
maupun non-disabilitas. Dalam hal ini sangatlah penting
adanya intervensi pemerintah atau peran negara untuk
membangun serta menata akses sarana dan prasarana untuk
masyarakatnya yang juga bisa disebut sebagai fasilitas publik.

91
Sesuai Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas, yang dimaksud aksesibilitas adalah
kemudahan yang disediakan untuk Penyandang Disabilitas
 
guna mewujudkan Kesamaan Kesempatan. Dalam Undang-
Undang No. 8 Tahun 2016 pada Bagian Keempat Belas Hak
Aksesibilitas pada pasal 18 disebutkan bahwa, hak
penyandang disabilitas Mendapatkan aksesibilitas untuk
memanfaatkan fasilitas publik; dan Mendaopatkan akomodasi
yang layak sebagai bentuk aksesibilitas bagi individu.
Banyak sekali permasalahan yang dihadapi oleh
penyandang disabilitas baik pada perolehan hak dalam hal
maupun pemenuhan kewajiban sebagai masyarakat
sebagaimana mestinya. Permasalahan yang ada pada
penyandang disabilitas tergantung pada jenis kelaianannya.
Mereka yang mengalami kekurangan penglihatan akan
mengalami kesulitan dalam mobilitas, untuk mengenal
lingkungan dan cara berkomunikasi, oleh karena itu mereka
memerlukan sarana-sarana khusus.
Adapun fasilitas dari hasil kebijakan yang sudah dibuat
oleh PPKGBK untuk penyandang disabilitas dalam
menunjang keberfungsian mereka agar tidak bergantung pada
orang lain di lingkungan Stadion Utama Gelora Bung Karno
Jakarta, berikut merupakan aksesibilitas bagi penyandang
disabilitas yang sudah ada seperti Ramp, kursi, toilet, lift dan
guiding block
Berdasarkan observasi langsung yang peneliti lakukan
di lapangan sesuai pada Gambar satu dan gambar dua

92
ditemukan bahwa penyediaan fasilitas Ramp tersebut sudah
memenuhi persyaratan ukuran standar internasional. Karena
lebar Ramp yang lebih dari cukup untuk kursi roda serta
 
sudah mempunyai pengaman.
Pada gambar tiga dan gambar empat yang menunjukan
tribun dan kursi untuk penyandang disabilitas sudah disiapkan
khusus. Dengan posisi penempatan satu kosong, satu untuk
pendamping dengan jumlah 200 kursi.
Gambar lima dan gambar 6 adalah gambaran untuk
toilet dan wastafel. Pada observasi lapangan kali ini peneliti
menemukan adanya ketersediaan untuk penyandang disabiltas
mendapatkan fasilitas toilet atau wastafel, toilet juga
merupakan salah satu fasilitas inti yang dibutuhkan bagi
semua orang. Bahkan terlihat bersih, rapih dan juga dengan
ukuran yang cukup untuk digunakan penyandang disabilitas.
Dari gambar tujuh terlihat bahwa penyediaan lift sudah
tergolong aksesibel karena dapat diakses dengan mudah dan
masih aktif dengan baik. Dengan begitu para pengguna
fasilitas tersebut bisa memanfaatkan dengan sebaik-baiknya
dan diharapkan tidak menghambat aktivitas bagi penyandang
disabilitas.
Berdasarkan observasi peneliti pada gambar delapan,
terlihat guiding block atau jalan pemandu merupakan
petunjuk arah yang bermotif bulat dan lurus untuk tanda hati-
hati dengan tekstur timbul yang digunakan untuk aksesibilitas
agar dapat mengetahui jalan arah menuju Stadion Utama
Gelora Bung Karno Jakarta. Fasilitas guiding block sudah

93
terlihat di beberapa lokasi kawasan GBK. Karena guiding
block merupakan fasilitas mendasar yang dibutuhkan untuk
penyandang tuna netra.
 

94
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
 
Berdasarkan hasil penelitian dan observasi mengenai
implementasi kebijakan aksesibilitas bagi penyandang
disabilitas di lingkungan Stadion Utama Gelora Bung Karno
Jakarta, diketahui bahwa sudah terdapat penerapan kebijakan
aksesibilitas di lingkungan Stadion Utama GBK demi
terwujudnya aksesibilitas yang ramah terhadap penyandang
disabilitas.
Dalam pengimplementasian kebijakan aksesibilitas
bagi penyandang disabilitas di lingkungan Stadion Utama
Gelora Bung Karno Jakarta yang dilakukan oleh Pusat
Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno bisa dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya dan menjaganya bersama-sama.
Karena penyandang disabilitas pada hakikatnya mempunyai
hak yang sama untuk menikmati segala kegiatan di
lingkungan Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta. Dan
untuk non-disabilitas agar dapat menghormati fasilitas yang
disediakan bagi penyandang disabilitas.
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas, yang dimaksud aksesibilitas adalah
kemudahan yang disediakan untuk Penyandang Disabilitas
guna mewujudkan Kesamaan Kesempatan. Yang di
dalamnya membahas tentang hak mendapatkan fasilitas
publik dan mendapatkan akomodasi yang layak sebagai
individu.

95
Untuk aksesibilitas di lingkungan Stadion Utama
GBK sudah dikatakan ramah terhadap penyandang
disabilitas, dengan lingkungan yang luas pengelola sudah
 
dapat memberikan fasilitas di setiap sudut Stadion Utama.
Bahkan aksesibilitas stadion sudah menjadi standar
internasional yang ramah bagi penyandang disabilitas untuk
melakukan aktivitasnya.

B. Implikasi
Penyediaan aksesibilitas yang disediakan oleh pengelola
Stadion Utama memiliki fokus kepada kesamaan hak kepada
semua masyarakat baik disabilitas maupun non-disabilitas
dalam melakukan kegiatan di lingkungan Stadion Utama
Gelora Bung Karno Jakarta. Bahkan pada penyelenggaraan
Asian Para Games 2018, para atlet dan penonton disabilitas
sudah dapat menikmati kemeriahan acara tersebut.
Implikasi dalam penelitian dapat dijadikan landasan
dalam pembuatan kebijakan serta implementasi aksesibilitas
pada sarana dan prasarana bagi penyandang disabilitas.
Bahkan Stadion Utama GBK dapat dijadikan contoh untuk
stadion-stadion lainnya di seluruh Indonesia dari Sabang-
Merauke agar menyediakan akasesibilitas di kawasan sekitar
Stadion. Karena stadion merupakan salah satu sarana umum
untuk menikmati hiburan diranah olahraga dan tidak terjadi
perbedaan terhadap hak para pengguna fasilitas.

96
C. Saran
Berdasarkan hasil penelitan ini menunjukan bahwa
pengelola kurang melakukan sosialisasi terhadap fungsi dari
 
fasilitas yang disediakan oleh pihak Pusat Pengelolaan
Komplek Gelor Bung Karno, karena masih banyak
masyarakat yang kurang memahami fungsi dari fasilitas
penyandang disabilitas, maka dari itu pihak pengelola
diharapkan mampu meningkatkan sosialisasi terhadap
penggunaan akasesibilitas sepenuhnya agar dapat
dimanfaatkan sesuai dengan tujuan yang sebenarnya.
Untuk itu peneliti memberikan saran dan harapan
dengan informasi yang efektif kepada pengelola, masyarakat
dan penyandang disabilitas, agar dapat memanfaatkan dan
menjaga sesuai fungsinya masing-masing. Adapun saran yang
diberikan antara lain:
1. seharusnya pihak pengelola memperhatikan terkait
sosialisasi terhadap fungsi fasilitas yang tersedia, karena
masih banyak rambu-rambu atau petunjuk arah yang
masih belum dipahami para pengguna fasilitas
penyandang disabilitas dan diharapkan melakukan
sosialisasi kelapisan masyarakat. Bahkan guiding block
yang seharusnya diperuntukkan untuk teman-teman
disabilitas, tetapi digunakan untuk parkir kendaraan.
Dengan begitu pihak pengelola masih belum tegas
terhadap peraturan fungsi dari fasilitas penyandang
disabilitas.

97
Maka dari itru yang paling penting, pihak pengelola
serta masyarakat harus saling menjaga dan merawat
fasilitas-fasilitas yang sudah dibangun. Karena dengan
 
menjaga, sama saja kita menghargai hak-hak mereka
untuk mendapatkan kesamaan kesempatan di berbagai
aktivitasnya.
2. Sebaiknya penyediaan fasilitas beserta fungsi yang
dilakukan pihak pengelola harus dipahami oleh kalangan
masyarakat umum. Agar masyarakat non-disabilitas tidak
mengambil hak-hak aksesibilitas para penyandang
disabilitas demi tercapainya tujuan fungsi yang
sebenarnya, karena dapat dikatakan masyarakat juga
berperan agar terjaganya fasilitas dan aksesibilitas
tersebut.
3. Seharusnya teman-teman penyandang disabilitas bisa
menjaga fasilitas dan aksesibilitas yang telah tersedia
karena penyandang disabilitas sendiri selaku pengguna
dari fasilitas yang tersedia.

98
DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2013. Analisis Data Dan Penelitian


 
Kualitatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cet ke 2
Bungin, M Burhan. 2005. Memahami Penelitian
Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group
Departemen Sosial RI. Panduan Kriteria Penyandang
Cacat Fisik. Jakarta: Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial
Penyandang Cacat, Direktorat Jenderal Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial, Direktorat Sosial RI, 2006
Moleong, Lexy J. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif,
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Oliver, Michael. 1996. Understanding Disability (From
Theory To Practice). London: Macmillan Press
Rachma, Dini. “Implementasi Menurut Para Ahli.”
Artikel diakses pada 27 April 2019 dari
http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=112335
Rustanto, Bambang. 2015. Penelitian Kualitatif Pekerja
Sosial. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Soleh, Akhmad. 2016. Aksesibilitas Penyandang
Disabilitas Terhadap Perguruan Tinggi. Yogyakarta: LKiS
Pelangi Aksara
Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Konsep,
Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugiono. 2009. Memahami Penelitian Kualitatif.
Bandung: CV Alfabeta, Cet ke 5

99
Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik: Panduan
Praktis Mengkaji Masalah dan Kebijakan Sosial. Bandung:
Alfabeta
 
Suharto, Edi. 2013. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan
Publik. Bandung: Alfabeta
Undang-Undang RI No. 8 Tahun 2016 Tentang
Penyandang Disabilitas
WM, Mujimin. 2007. “Penyediaan Fasilitas Publik Yang
Manusiawi Bagi Aksesibilitas Difabel”, Dinamika Pendidikan,
No. 1, h 65
https://gbk.id/

https://m.brilio.net/creator/begini-aksesibilitas-bagi-
penyandang-disabilitas-di-gelora-bung-karno-6cf57f.html

100
Lampiran 1
Transkip Wawancara Mendalam Untuk Implementasi
Kebijakan Aksesibilitas Bagi Penyandang Disabilitas di
 
Lingkungan Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta

Tanggal : Selasa, 28 Mei 201


Nama Informan : Dyah Kumala Sari
Jabatan : Kepala Subdivisi Sekretaris Organisasi
PPKGBK

1. Bagaimana GBK memberi layanan aksesibilitas bagi


disabilitas di lingkungan SUGBK?
Ini kan fokus di stadion utama ya, sebetulnya itu
waktu kita renovasi menjelang Asian games itu memang
akses untuk para disabilitas itu sudah disiapkan gitu kan
mungkin yang nyata terlihat itu adalah Ramp menuju ke
tribun penonton. Nah, mungkin tadi kamu sudah ke SU
melihat bahwa kursi difabel itu juga sudah disiapkan yang
khusus gitu ya. Jadi satu kosong satu untuk pendampingnya.
Itu salah satu pelayanan kita yang berada di tribun untuk
penonton. Nah, lainnya itu adalah toilet difabel. Pada
dasarnya sih hampir sama ya modelnya hampir sama. Jadi kan
diukur bagaimana mereka bisa fleksibel untuk kursi roda.
Lalu juga lift, kita juga apa namanya memang karena
disabilitas itu untuk kursinya diletakkan di paling bawah gitu
kan yaa jadi memang tidak ke atas gitu ya karena kalo tribun

101
yang di atas itu kan memang untuk yang normal bukan untuk
difabel.

2.  Bagaimana GBK menerapkan aksesibilitas untuk


disabilitas di lingkungan Stadion Utama?
Penerapannya sih biasa ya maksudnya tidak ada
sesuatu yang khusus atau bagaimana karena memang rata-rata
itu banyak juga masyarakat pengguna SU (Stadion Utama)
yang sudah tau bahwa kita itu sudah ramah pada disabilitas
gitu kan ya. Nah bukan hanya di stadion utama tapi kan juga
di apa namanya kawasan GBK juga ada.

3. Bagaimana perumusan kebijakan aksesibilitas bagi


disabilitas di lingkungan stadion utama?
Nah terus perumusan kebijakan aksesibilitas bagi
disabilitas sebutulnya kebijakan untuk disabilitas itu kan tentu
tidak turut serta merta ya itu dari pemerintah pusat yang mana
diturunkan kepada semua kementerian bukan hanya
kementerian PUPR. Saya rasa semua sekarang harus ramah
disabilitas kan bukan hanya di stadion sebagai sarana
olahraga tapi saya rasa di tempat-tempat lain juga. Untuk
mengkakomodir kebijakan dari pemerintah, PUPR
menerapkan itu kepada GBK bukan hanya di stadion utama
tapi juga di venue lainnya gitu.Tahapan kebijakan itu pertama
mengadakan penyusunan agenda formulasi dan legitimasi
kebijakan, implementasi kebijakan, evaluasi terhadap kinerja
dan dampak kebijakan dan kebijakan baru. Dalam hal ini kita

102
perlu berkoordinasi dan mengetahui agenda pemerintah,
kebijakan, tindakan kebijakan yang mengarah pada kinerja
dan dampak kebijakan kepada pemerintah.
 

4. Bagaimana pelaksanaan kebijakan aksesibilitas di


lingkungan stadion utama?
Pelaksanaannya hmm kebijakan itu saya rasa sudah
dilaksanakan ya sejak kita renovasi jadi gitu kan secara go in
the flow jadi kita ikut aja kebijakan itu sudah berjalan dengan
sendirinya gitu bukan hanya di stadion utama.

5. Bagaimana proses sosialisasinya?


Proses sosialisasinya sebetulnya waktu renovasi itu
kan kita juga sudah banyak melakukan sosialisasi untuk GBK
kita itu melakukan sosialisasi lewat media sosial GBK,
melalui website, foto-foto waktu pas renovasi kita upload
juga gitu ya jadi sedikit banyak sebelum SU itu jadi kita juga
sudah sounding ke masyarakat bahwa ini kita ramah
disabilitas lho gitu kan kita sudah ada Ramp, sudah ada toilet
untuk disabilitas, terus juga sudah ada kursi untuk disabilitas
juga. Nah, setelah Asian Games terus kan ada Asian Para
Games di situ kan masyarakat tau ternyata GBK itu memang
ramah disabilitas buktinya venue kita dipakai untuk Asian
Para Games. Jadi itu sudah merupakan suatu sosialisasi yang
menurut saya sangat masif ya gitu dan semua kena gitu jadi
bukan hanya masyarakat Indosesia aja.

103
6. SU apa sih mba?
SU itu Stadion Utama. Jadi kalo kamu bicara tentang
stadion GBK itu salah. Jadi stadion sepak bola itu adalah
 
namanya Stadion Utama. Kalo yang kamu sebut GBK itu
adalah all area. 279 hektar. Kamu bilang sebut GBK, yang
namanya Kementerian Pemuda dan Olahraga itu area GBK,
terus Manggala Wana Bakti itu area GBK, MPR-DPR, TVRI,
Plaza Senayan, Senayan City itu area GBK. Jadi dari area 279
hektar itu yang dipake sarana olahraga itu 52%-nya gitu. Jadi
kalo kamu sebut sepak bola itu Stadion Utama GBK, Stadion
Aquatic GBK, Stadion Madya GBK, Lapangan ABC GBK
gitu. Jadi memang ini yang orang-orang suka salah gitu ya
dan saya selalu meluruskan temen-temen kayak kamu gitu
kan temen-temen mahasiswa taunya itu Stadion GBK..
stadion yang mana.. ada Stadion Madya, ada Stadion Aquatic.
Kalo ada orang yang sudah tau semua menyebutnya SU GBK
(Stadion Utama Gelora Bung Karno)

7. Bagaimana dampak adanya sarana dan prasarana


disabilitas di lingkungan SUGBK?
Dampaknya ini bagus ya karena kita sekarang melihat
banyak juga yang sebetulnya mungkin bukan hanya
disabilitas gitu ya, tapi orang tua yang membawa anaknya di
kursi dorong atau juga orang tua yang sudah memakai kursi
roda itu sekarang itu sudah banyak ke GBK gitu jadi tidak
terbatas. Nah, dampaknya saya rasa sih untuk GBK baik ya

104
karena jadi pengunjung itu tidak terbatas jadi mereka
disabilitas atau tidak mereka bisa kita akomodir.

8.  Bagaimana kendala dalam penerapan kebijakan


aksesibilitas bagi penyandang disabilitas?
Kendalanya memang kadang-kadang kita kan belum
semua masyarakat itu tau Ramp-nya itu ada di mana gitu kan,
terus toilet disabilitas itu ada di mana gitu kan..

9. Tadi saya lihat toiletnya itu nyelip susah dicari..


Iya betul, mungkin kendala kita adalah belum
lengkapnya penunjuk arah, oh sudah ada sih tapi belum
terlalu lengkap.

10. Bagaimana kendala aksesibilitas di lingkungan stadion


utama?
Kendala aksesibilitas dilingkungan SU saya rasa
engga ada ya karena selama ini kita tidak menerima complain
tentang aksesibilitas disabilitas di SU GBK. Waktu itu kita
yang pernah ada sedikit kendala justru di kawasan, jadi dia
mau nyebrang jalan dari trotoarnya itu Ramp-nya kurang ada
gitu lho.. jadi bagian landainya itu kurang. Jadi itu sudah kita
kerjakan sudah kita landaikan jadi kursi roda pun bisa
menyebrang jalan dengan baik gitu gak jomplang. Gitu sih
kalo di GBK kendalanya ga ada.

105
11. Bagaimana perencanaan dalam pembangunan fasilitas
bagi penyandang disabilitas?
Tadi ini terkait dengan kebijakan ini ya karena itu kan
 
dari pemerintah jadi memang dari PUPR dan GBK kita
diskusi tentang itu ya tapi memang lebih banyak eksekutornya
itu dan perencanaannya itu dan arsitek-arsitek juga dilibatkan
karena kan Stadion Utama ini merupakan cagar budaya jadi
kita gak bisa sembarangan merombak, menghancurkan gitu
ya jadi memang banyak bagian yang harus dipertahankan.
Jadi perencanaan untuk pemabangunan ini memang diskusi
dari arsitek terus tim ahli cagar budaya, tim arsitek dan
PUPR.

12. Bagaimana standarisasi pembangunan fasilitas disabilitas


di stadion utama?
Standarisasi, karena di Stadion Utama itu kan kita
fasilitasnya sudah standar internasional ya, rumputnya sudah
standar internasional, fasilitasnya juga internasional, jadi
standar yang kita bangun itu juga adalah standar
internasional.

13. Untuk fasilitas disabilitas?


Disabilitas.

14. Itu juga pakai standar internasional?


Iya, bukan hanya di SU tapi juga di Aquatic, di venue
lainnya.

106
15. Siapa saja yang terlibat dalam pembangunan fasilitas
tersebut?
Kalo pembangunan real fisiknya itu tentu PUPR gitu
  kan ya, tapi kalo misalnya untuk perencanaan dan
perancangan tadi saya bilang tim arsitek dan tim cagar
budaya.

16. Bagaimana perawatan dan siapa yang bertanggung


jawab?
Perawatannya yang merawat iti adalah GBK sendiri
ya. Jadi dari unit stadion utama dan juga ada tim divisi
pebangunan dan pemeliharaan itu juga dilibatkan di situ. Jadi
memang yang merawat itu adalah tim GBK.

17. Berapa lama proses pembangunannya?


Proses pembangunannya saya tidak bisa bicara tentang
pembangunan aksesibilitas disabilitasnya ya karena ini
keseluruhan GBK itu sekitar 18 bulan. Sejak awal renovasi
menjelang Asian Games.

18. Apa saja fasilitas yang disediakan?


Fasilitasnya itu Ramp, kursi, toilet, lift. Tapi kalo lift
itu bukan di Stadion Utama, lift itu ada di Stadion Tenis. Jadi
kalau di Stadion Utama, kalau kamu mengkhususkan Stadion
Utama itu hanya Ramp, toilet dan tribun (kursi).

19. Tidak ada lift?


Lift gak ada karena memang untuk disabilitas itu
tribunnya ada di bawah gak perlu naik ke atas. Tapi misalnya

107
untuk ke bangku penonton tidak ada ya tapi lift itu bisa masuk
kursi roda.

20.
 
Seberapa penting pembangunan aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas?
Harus ya menurut saya ini pertama kita lihat dari sisi
humanis gitu ya saudara-saudara kita kan tidak semuanya
diberikan kesempurnaan fisik jadi saya rasa ini kesamaan
kesempatan, menurut saya siapapun harus boleh menikmati
venue yang dibangun pemerintah.

21. Perbedaan apa yang dirasakan oleh penyandang


disabilitas sebelum dan sesudah adanya fasilitas?
Kalau dulu gak ada yang kursi roda itu bisa masuk,
susah kan, karena memang tidak ada fasilitasnya, gak ada
yang mengakomodir.Terus sekarang kan ada.

22. Kalo gak ada, berarti mereka yang berkursi roda itu
nontonnya di mana?
Gak ada yang masuk, jadi mereka memang hanya di
ring road stadion utama saja.

23. Dari mana sumber dana yang didapat oleh pengelola


terkait pembangunan fasilitas penyandang disabilitas?
Pendanaan tentu dari pemerintah melalui APBN. GBK
hanya mengelola, merawat.

108
Lampiran 2
Transkip Wawancara Mendalam Untuk Implementasi
Kebijakan Aksesibilitas Bagi Penyandang Disabilitas di
 
Lingkungan Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta

Tanggal : Selasa, 28 Mei 2019

Nama Informan : Christoffel Panjaitan

Jabatan : Staf Perencanaan, Pembangunan, dan


Pemeliharaan

1. Bagaimana GBK menerapkan aksesibilitas untuk


disabilitas di lingkungan Stadion Utama?
Penerapanuntuk akses dan fasilitas disabilitas di
kawasan kita (GBK) baru terakomodir setelah renovasi untuk
kepentingan Asian Games. Jadi sepengetahuan saya dulu itu
kayak mulai dari jalan pedestrian itu dulunya itu belum ada
guiding blockyang warna kuning untuk penyandang
disabilitas ya dan juga fasilitas-fasilitas olahraga kita juga
dulu belum mengakomodir kebutuhan-kebutuhan apa saja
yang diperlukan para disabilitas. Dengan adanya renovasi
Asian Games 2018, kan biasanya untuk olimpiade dunia itu
ada kebutuhan untuk atlet yang normal atau biasa dan itu
diselenggarakan oleh INASGOC dan atlet disabilitas
namanya Para Games gitu lho kalo olimpiade namanya
Paralimpic. Jadi mulailah kita untuk memikirkan bagaimana
untuk mengakomodir para atlet-atlet difabel ini.Penerapannya

109
itu dari Undang-Undang dan juga dari Kementerian PUPR.
Jadi renovasi kita ini juga disupport Kementerian PUPR jadi
yang membangun dan merenovasi venue-venue kita ini
  semuanya PUPR.

2. Apa tujuan dari kebijakan aksesibilitas bagi penyandang


disabilitas di SUGBK?
Tujuannya ya untuk mengantisipasi, mengurangi atau
mengatasi masalah-masalah dan kesenjangan yang dihadapi
oleh penyandang disabilitas dalam mengakses fasilitas di
SUGBK. Selain itu tujuan kebijakan aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas untuk memenuhi kebutuhan-
kebutuhan serta hak mereka yang bertujuan untuk
meningkatkan keberfungsian sosial. Sehingga mereka mampu
mencapai kemandirian dan tidak selalu bergantung kepada
orang lain, serta dapat membuat penyandang disabilitas jauh
dari stigma orang yang dikasihani.

3. GBK sebagai pelaksana?


GBK sebagai pemilik lahan. Jadi, karena PUPR yang
melaksanakan renovasinya dia juga melihat peraturan-
peraturan yang ada dan juga karena adanya kebutuhan untuk
Para Games jadi kebutuhan dan peraturannya itu diterapin di
sini. Mulai dari pedestrian yg dulunya belum ada guiding
block sekarang sudah ada, terus untuk Stadion Utama dulunya
belum ada kursi penyandang disabilitas dan belum ada
terakomodir untuk mereka untukmenonton sekarang sudah
diakomodir, terus aksesibilitas mereka kita akomodir mulai

110
dari guiding block tadi dan juga mulai memperhatikan Ramp-
Ramp yang dilalui oleh mereka. Dulunya sih karena memamg
belum kepikiran untuk mereka sekarang sudah dibikin Ramp-
  Ramp untuk akses mereka yang dulunya belum ada untuk
mencantumkan kebutuhan disabilitas sekarang sudah ada,
terus untuk fasilitas toilet yang dulunya belum ada, sekarang
sudah diakomodir untul toilet disabilitas.

4. Berarti sudah ada kemajuan ya?


Yaa.. kalo kemajuannya sih jauh ya kalo saya lihat
soalnya dulu itu sih sangat kurang terawat, karena bangunan
kita ini kan dari tahun 1962, direnovasi lagi pas AFC tahun
2010 atau 2012 ya. Nah kemudian untuk Asian Games tahun
2018.

5. Oh pas AFC sempat direnov ya?


Yaa.. sempat direnov untuk Stadion Utamanya doang
dan itu juga renovasi kecil ya. Nah itu untuk kebutuhan
difabel juga dulu belum terakomodir dengan baik.

Bagaimana proses sosialisasinya?


Proses sosialisasinya kita punya akun sosial media
Instagram namanya Love_GBK. Di situ kita menampilkan
venue-venue dan komplek kita yang sudah mengakomodir
kebutuhan disabilitas. Biasanya ada postingan gimana kondisi
pedestrian kita, terus kemarin diposting oleh humas kita
terkait aksesibilitas disabilitas. Jadi ini salah satu cara kita
mensosialisasikan melalui sosial media.

111
6. Bagaimana dampak adanya sarana dan prasarana
disabilitas di lingkungan SUGBK?
Pertama untuk pengunjung disabilitas mulai banyak
 
yang datang ke sini. Jadi dengan adanya itu penyandang
disabilitas terakomodir, mereka senang juga dong dengan
adanya fasilitas itu, terus kita juga melihat kebutuhan mereka
jadi ya mulai banyak lah kalo ada event-event pertandingan.
Jadi mereka sudah tidak bingung lagi kalo kesini bagaimana,
kalo ke sana bagaimana. Jadi sudah banyak lah kemajuannya.

7. Bagaimana kendala dalam penerapan kebijakan


aksesibilitas bagi penyandang disabilitas?
Kendalanya sih kendala operasional sebenernya sih.
Seperti guiding block yang seharusnya diperuntukan untuk
teman-teman disabilitas malah digunakan untuk parkir
kendaran. Terus sama itu sih belum adanya parkir khusus
untuk mereka. Jadi disetiap kantong-kantong parkir kita itu
sendiri sifatnya masih umum belum memikirkan konteks
parkir disabilitas yang benar-benar pakem untuk mereka.

8. Bagaimana perawatan dan siapa yang bertanggung


jawab?
Untuk perawatannya sih kalo untuk kebersihan kita
punya sub kontraktor sendiri punya vendor sendiri, vendor
kebersihan sendiri namanya ISS. Jadi kalo untuk kebersihan
toilet pasti mereka, semua segala kebersihan sudah kerja sama
mereka. Kalo misalkan ada kerusakan pasti kita yang

112
perbaiki. Pertama misalnya ada hal kecil yg bisa diperbaiki
misalnya kontruksi pembangunan ataupun jalan pasti
diperbaiki.
 

9. Bagaimana standarisasi pembangunan fasilitas disabilitas


di stadion utama?
Standarisasi yang saya tau karena kemarin digunakan
untuk Paragames juga, Paralimpic juga yang pastinya mereka
mengikuti role-role itu sih. Jadi Kementrian PUPR dan juga
kontraktor-kontraktor pasti punya guidline dan role untuk
mengakomodir kegiatan Internasional.

10. Berapa lama proses pembangunannya?


Proses pembangunannya untuk SU kita renovasi kita
mulai tahun 2016 sampai selesainya itu di 2018 bulan januari
sebelum Asian Games. Jadi pembangunan yang dulunya
belum ada untuk fasilitas-fasilitas disabilitas ya dari tahun
2016 sampai Januari 2018.

11. Perbedaan apa yang dirasakan oleh penyandang


disabilitas sebelum dan sesudah adanya fasilitas?
Perbedannya jauh sih jadi mereka terakomodir, merasa
nyaman, gak merasa di kucilkan, mereka juga dipandang jadi
dari sisi sosialnya mereka juga mau berkunjung ke tempat kita
gitu lho. Kalo dari sisi fasilitas sih perbedaannya jauh jadi
lebih tertata dan lebih terakomodir untuk mereka.

113
12. Seberapa penting pembangunan aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas?
Kenapa harus ada pembangunan, karena ini konteksnya
  untuk Asian Games dan Paragames jadi kita membangun itu
juga untuk mereka.

13. Kalo misalkan gak ada event itu gimana?


Semisalnya ga ada event itu kemungkinan gak ada
kemungkinan ada juga hasilnya apa adanya tidak seditel itu
untuk memperhatikan itu.

14. Dari mana sumber dana yang didapat oleh pengelola


terkait pembangunan fasilitas penyandang disabilitas?
Kalo pendanaan untuk renovasi kemarin kita
menggunakan APBN tahun 2016 sampai 2018. Pendanaan itu
dari pusat. Tapi setelah itu untuk perawatan, pemeliharaan itu
dana GBK sendiri dana pribadi jadi kita gak di suplay sama
APBN. Di bawah naungan Kementerian Sekretariatan Negara
melalui badan layanan umum.

15. Bagaimana perumusan kebijakan aksesibilitas bagi


penyandang disabilitas di lingkungan Stadion Utama?
Perumusannya kalo untuk pembangunannya sih
mengikuti Undang-Undang dan peraturan PUPR. Kalau dari
internal kita belum ada peraturan seperti peraturan dirut.

114
Lampiran 3
Transkip Wawancara Mendalam Untuk Implementasi
Kebijakan Aksesibilitas Bagi Penyandang Disabilitas di
 
Lingkungan Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta

Tanggal : Rabu, 29 Mei 2019

Nama Informan : Firman

Masyarakat : Penyandang Disabilitas

1. Bagaimana menurut Anda fasilitas aksesibilitas di


kawasan Stadion Utama Gelora Bung Karno Jakarta?
Menurut saya sudah cukup bagus sih. Perbedaan signifikan
untuk disabilitas untuk yang kursi roda itu jauh lebih ramah,
jauh lebih banyak alternatifnya. Kalo dulu waktu sebelum
renovasi aku masuk ke VVIP itu mesti diangkat. Sekarang
tingkat kemiringannya tidak terlalu tajam. Jadi kan yang
biasanya yang kesulitan buat kursi roda bila ramp-nya terlalu
tajam susah kan kalu naik ke atas.
2. Masih ada kendalanya ga sih?
Kendalanya sih tidak ada, tetapi saat hujan kami kecipratan
air hujan. Duduknya kan di depan, harusnya kalu hujan bisa
ditutup. Untuk closed dan wastafel saya kira tata letaknya
yang belum pas, sehingga membuat terkesan sempit. Terus
juga masyarakat masih belum sadar akan fasilitas yang di

115
khususkan oleh kaum difabel, seperti rampyang seharusnya
bisa di maksimalkan buat memudahkan aksesibilitas kaum
difabel akan tetapi fasilitas tersebut kadang dijadikan lahan
 
parkir dan lahan jualan pedagang kaki lima.

3. Apa harapan Anda setelah adanya fasilitas ini?


Harapannya ya kita disamakan, jadi jangan menganggap kita
berbeda gitu lhoo jadi kan kadang-kadang adakalanya kita
masih dianggap sebelah mata. Dan juga harapannya
pengelola, masyarakat yang memanfaatkan fasilitas untuk
kaum difabel dapat mengetahui fungsi dan dapat merawat
fasilitas yang sudah tersedia.

4. Apa saja perbedaan yang dirasakan setelah kebijakan


Aksesibiltas dan fasilititas yang sudah tersedia di
SUGBK?
Menurut saya stadionnya sudah bagus, dulu kalau menonton
pertandingan sepak bola ya lewat televisi saja. Kesulitan
tidak ada, tetapi saat hujan kami kecipratan. Duduknya kan
di depan, harusnya kalau hujan bisa ditutup. Namun kalau
diajak menonton pertandingan lagi, saya mau.akses stadion
utama GBK ramah bagi disabilitas sih, tetapi fasilitas tempat
duduknya belum. Kalau hujan kami kena cipratan air hujan.
Untuk tunadaksa yang pakai kaki palsu juga tempat
duduknya kurang nyaman. Jumlah kursi juga masih sedikit,
perlu ditambah akan tetapi pada saat ini fasilitasnya sudah

116
sangat baik semenjak persiapan Asian Games dan Asian
Para Games.

117

Anda mungkin juga menyukai