FARMAKOLOGI KLINIK
SKRINING HIPOKRATIK
NIM : 1801055
GRUP : B (S1-4B)
KELOMPOK : 5 (LIMA)
DOSEN PENGAMPU :
ASISTEN :
2020
BAB VI
SKRINING HIPOKRATIK
1. Tujuan
1. Memahami dan terampil melakukan skrinning farmakodinamik obat menggunakan
teknik skrinning hipokratik.
2. Memahami dan mampu menganalisa hasil-hasil skrinning farmakologi obat.
2. Tinjauan Pustaka
Skrining hipokratik adalah salah satu cara untuk menapis aktivitas suatu
obat/bahan yang belum diketahui sebelumnya baik yang berasal dari bahan alami maupun
senyawa sintetis atau semisintetis. Cara ini didasarkan atas bahwa bila obat berinteraksi
dengan materi biologis dalam tubuh akan menghasilkan efek tertentu, tergantung pada
dosis yang diberikan. Penapisan farmakologi pendahuluan dilakukan menurut metode
Malon-Robichoud mengenai penapisan hipokratik yang dimodifikasi. Prinsipnya
adalah melihat gejala-gejala yang timbul pada hewan percobaan setelah diberi
suatu obat. Skrining ini dapat membedakan suatu obat/bahan yang berguna dan yang
tidak berguna dengan cepat dan biaya yang relatif murah. Darinya akan dihasilkan profil
farmakodinamik obat/bahan. Selain itu dapat diketahui efek farmakologi pada suatu
obat yang belum diketahui sebelumnya, sehingga diperoleh perkiraan efek
farmakologi berdasarkan pendekatan data parameter-parameter yang diketahui.
Skrinig hipokratik berfungsi untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari
penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan. Semua skrining
dengan sasaran pengobatan dini ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi orang-orang
simpatomatik yang beresiko mengidap gangguan kesehatan serius. Menurut Wilson and
Jungner (1986) persyaratan skrining antara lain :
1. Masalah kesehatan atau penyakit yang diskrining harus merupakan masalah
kesehatan yang penting.
2. Harus tersedia pengobatan bagi pasien yang terdiagnosa setelah proses skrining.
3. Tersedia fasilitas diagnosa dan pengobatan.
Prinsip dasar penapisan atau skrining farmakologi ini ialah mencari persen
aktivitas yang terjadi pada setiap kelompok efek–efek tersebut, kemudian dapat
ditarik kesimpulan berdasarkan persen aktivitas yang paling besar. Semakin besar persen
aktivitas pada suatu efek maka zat atau obat uji semakin mempunyai
kecenderungan berasal dari kelompok efek tersebut. Uji ini merupakan tahap awal
penelitian farmakologi atau zat-zat yang belum diketahui efeknya serta untuk
mengetahui apakah obat tersebut memiliki efek fisiologis atau tidak sehingga
disebut sebagai penapisan hipokratik (penapisan awal). Penapisan ini masih merupakan
prediksi.
Obat adalah suatu bahan yang apat menyebabkan pengaruh terjadinya perubahan
fisik dan atau psikologik pada tubuh. Hampir semua obat berpengaruh terhadap sistem
saraf pusat. Obat tersebut bereaksi terhadap otak dan dapat mempengaruhi pikiran, yaitu
perasaan atau tingkah laku, hal ini disebut obat psykoaktif. Obat dapat berasal dari
berbagai sumber. Banyak diperoleh dari ekstraksi tanaman, misalnya nikotin dalam
tembakau, kofein dari kopi dan kokain dari tanaman koka. Obat yang berbahaya yang
termasuk dalam kelompok obat yang berpengaruh pada system saraf pusat (SSP/CNS)
adalah obat yang dapat menimbulkan ketagihan/adiksi (drug addict). Menurut klasifikasi
umum obat yang berpengaruh pada SSP banyak jenisnya ada yang bersifat adiktif
maupun non-adiktif.
Obat yang termasuk golongan stimulansia SSP pada umumnya ada dua
mekanisme yaitu: Memblokade system penghambatan dan meninggikan perangsangan
synopsis. Obat stimulansia ini bekerja pada system saraf dengan meningkatkan transmisi
yang menuju atau meninggalkan otak. Stimulan tersebut dapat menyebabkan orang
merasa tidak dapat tidur, selalu siaga dan penuh percaya diri. Stimulan dapat
meningkatkan denyut jantung, suhu tubuh dan tekanan darah. Pengaruh fisik lainnya
adalah menurunkan nafsu makan, pupil dilatasi, banyak bicara, agitasi dan gangguan
tidur. Bila pemberian stimulant berlebihan dapat menyebabkan kegelisahan, panic, sakit
kepala, kejang perut, agresif dan paranoid. Bila pemberian berlanjut dan dalam waktu
lama dapat terjadi gejala tersebut diatas dalam waktu lama pula. Hal tersebut dapat
menghambat kerja obat depresan seperti alcohol, sehingga sangat menyulitkan
penggunaan obat tersebut. Obat yang bersifat stimulansia sedang adalah cafein dalam
kopi, teh dan minuman kokakola, ephedrin yang digunakan untuk pengobatan bronchitis
dan asthmac) dan nikotin dalam tembakau, selain bagi perokok berat yang digunakan
untuk relaks/istirahat. Semenara obat yang bersifat stimulansia kuat yaitu amphetamine,
termasuk amphetamine yang illegal seperti “Shabu”, kokaine atau coke atau crackc,
ecstasy dan tablet diet seperti Duromine dsb.
Zat atau obat yang biasanya diuji pada skrining hipokratik antara lain yang
memberikan efek depresan SSP, perangsang SSP, simpatomimetik,
parasimpatomimetik, simpatolitik, musclerelaxant, analgesik, vasokonstriktor, dan
vasodilator.
1. Parasimpatomimetik
Parasimpatomimetika atau kolinergika adalah sekelompok zat yang dapat
menimbulkan efek yang sama dengan stimulasi susunan parasimpatis,
karena melepaskan neurohormon asetilkolin di ujung-ujung neuronnya. Efek-
efek yang muncul setelah pemberian kolinergika adalah:
Stimulasi pencernaan dengan jalan memperkuat peristaltik dan sekresi
kelenjar ludah dan getah lambung (HCl), juga sekresi air mata, dll.
Memperlambat sirkulasi, antara lain dengan mengurangi kegiatan jantung,
vasodilatasi, dan penurunan tekanan darah.
Memperlambat pernapasan, antara lain dengan menciutkan bronchi,
sedangkan sekresi dahak diperbesar.
Kontraksi otot mata dengan efek penyempitan pupil (miosis) dan menurunnya
tekanan intraokuler akibat lancarnya pengeluaran air mata.
Kontraksi kandung kemih dan ureter dengan efek memperlancar pengeluaran urin.
Dilatasi pembuluh dan kontraksi otot kerangka.
Menekan SSP setelah pada permulaan menstimulasinya
2. Simpatomimetik
Simpatomimetika atau adrenergika adalah zat-zat yang dapat menimbulkan (sebagian)
efek yang sama dengan stimulasi susunan sipaticus dan melepaskan
noradrenalin di ujung-ujung sarafnya. Efek-efek yang ditimbulkan adalah:
Vasokonstriksi otot polos dan menstimulsi sel-sel kelenjar dengan
bertambahnya antar lain sekresi liur dan keringat.
Menurunkan peristaltik usus.
Memperkuat daya dan frekuensi kontraksi jantung.
Bronkodilatasi dan stimulasi metabolisme glikogen dan lemak.
3. Simpatolitik
Simpatolitika atau adrenolitika adalah zat-zat yang melawan sebagian atau seluruh
aktivitas susunan saraf simpatis. Efeknya melawan efek yang ditimbulkan oleh
simpatomimetika.
4. Analgetik
Anlagetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau
menghalau rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran.
5. Vasodilator
Vasodilator didefinisikan sebagai zat-zat yang berkhasiat melebarkan pembuluh darah
secara langsung.
6. Vasokonstriktor
Efek yang ditimbulkan berlawanan dengan vasodilator
7. CNS Activation
Zat-zat yang dapat merangsang SSP. Efek-efek yang ditimbulkan adalah:
Konvulsi.
Meningkatkan laju pernapasan.
Misal pada tikus, efek yang diitmbulkan antara lain:
- Aktivitas motorik meningkat
- Temperatur rektum naik
- Rasa ingin tahu meningkat
8. CNS Depressant
Zat-zat yang dapat menekan SSP. Efek yang ditimbulkan berlawanan dengan CNS
activation. Misal pada tikus, efek yang ditimbulkan antara lain:
Aktivitas motorik menurun
Laju pernapasan menurun
Hilang refleks pinal
Paralisa kaki
Hilang daya cengkeram
9. Muscle Relaxant: Efek yang ditimbulkan mirip dengan CNS depressant
4. Cara Kerja
1. Timbang hewan, tandai dan tentukan dosis yang akan diberikan.
2. Amati parameter-parameter seperti yang tertera pada tabel 2 dan beri skor 1 atau 0
untuk respon kualitatif dan 1,2,3 untuk respon kuantitatif.
3. Respon kuantitatif dapat dilihat pada tabel 3. Gunakan alat yang tersedia untuk
mendeteksi gejala tertentu seperti :
a. Tonus otot melalui kemampuan hewan memegang jaring atau bergelantung pada
alat gelantung.
b. Laju pernafasan dihitung persatuan waktu memakai stopwatch.
c. Reaksi jepit ekor menggunakan pinset.
d. Reaksi plat panas menggunakan hotplate.
e. Temperature tubuh menggunakan thermometer.
f. Chromodacriorea (air mata beerdarah), salvias, lakrimasi, menggunakan kertas
saring.
4. Setelah semua parameter teramati (pada keadaan tak diberi obat = kontrol) injeksi
masing-masing hewan pada dosis yang telah ditentukan.
5. Amati lagi semua parameter diatas pada 5, 10, 15, 30 dan 60 menit serta 2 jam setelah
penyuntikan obat.
6. Evaluasi hasil dengan cara sbb :
a. Kumpulkan nilai menurut bobot untuk masing-masing parameter sesuai dengan
dosis seperti contoh berikut :
Tabel 1 (Parameter yang diamati : peningkatan laju pernafasan)
BB mencit = 28 g 0,028 kg
2. Simpatolitik
SKOR
SKOR
PARAMETER TOTA JUMLAH JUMLAH
MAX %
L
aktivasi = 5x0x SBT/SBM
Kelopak mata ↓ 0x1 0 0
1
x 100%
5x0x
Aktivitas motorik↓ 0x1 0 0
1
5x1x = 5/10 x
Konvulsi 4x1 4 5
100% 1
5x1x
Temperature rectum ↓ 1x1 1 5
1 = 50 %
5 10
JUMLAH
3. Analgetik
PARAMETER SKOR SKOR
JUMLAH JUMLAH
TOTAL MAX
Ekor berdiri 0x0,5 0 5x0x0,5 0
Gerak berputar 0x1 0 5x0x1 0
Reaksi jepit ekor 5x1 5 5x1x1 5
5 5
JUMLAH
% aktivasi = SBT/SBM x 100%
= 5/5 x 100%
= 100%
4. Vasodilatasi
SKOR
SKOR
PARAMETER TOTA JUMLAH JUMLAH
MAX
L
5x0x
Ekor /telinga merah 0x1 0 0
1
0 0
JUMLAH
%
aktivasi = SBT/SBM
x 100%
= 0/0 x100%
= 0%
BB mencit = 26 g 0,026 kg
Dosis ekstrak = 30 mg/kg BB
Konsentrasi ekstrak = 1 mg/ml
VAO ekstrak = BB x dosis
C
= 0,026 kg x 30 mg/kgBB
1 mg / ml
= 0,78 ml (i.p)
SKOR
JUMLA SKOR JUMLA
PARAMETER TOTA
H MAX H
L
Kelopak mata ↓ 0x1 0 5x0x1 0
Aktivitas motorik↓ 0x1 0 5x0x1 0
Respirasi ↓ 0x2 0 5x0x2 0
Rasa ingin tahu↓ 0x1 0 5x0x1 0
Reflex kornea hilang 0x1 0 5x0x1 0
Reflex telinga hilang 4x1 4 5x1x1 5 % aktivasi
= Reflex balik hilang 0x1 0 5x0x1 0 SBT/SBM
x 100% Paralisa kaki 0x1 0 5x0x1 0
Temperature rectum↓ 7x1 7 5x2x1 10
Jatuh dari rotaroad 7x1 7 5x2x1 10 = 43/50 x
Katalepsi 5x1 5 5x1x1 5
100%
5x2x1,
Tonus tubuh↓ 10x1,5 15 15
5
Reaksi jepit ekor↓ 5x1 5 5x1x1 5 = 86%
Pandangan tak lurus 0x2 0 5x0x2 0
JUMLAH
43 50
2. Simpatolitik
SKOR
SKOR
PARAMETER TOTA JUMLAH JUMLAH
MAX
L
5x0x
Kelopak mata ↓ 0x1 0 0
1
5x0x
Aktivitas motorik↓ 0x1 0 0
1
5x1x
Konvulsi 5x1 5 5
1 %
5x2x
aktivasi = Temperature rectum ↓ 7x1 7 10 SBT/SBM
1
x 100% 12 15
JUMLAH
= 12/15 x
100%
= 80%
3. Analgetik
SKOR
JUMLA SKOR JUMLA
PARAMETER TOTA
H MAX H
L
Ekor berdiri 0x0,5 0 5x0x0,5 0
Gerak berputar 0x1 0 5x0x1 0
Reaksi jepit ekor 5x1 5 5x1x1 5
5 5
JUMLAH
% aktivasi
= SBT/SBM x 100%
= 5/5 x 100%
= 100%
4. Vasodilatasi
SKOR
SKOR
PARAMETER TOTA JUMLAH JUMLAH
MAX
L
5x0x
Ekor /telinga merah 0x1 0 0
1
0 0
JUMLAH
% aktivasi = SBT/SBM x 100%
= 0/0 x100%
= 0%
BB mencit = 30 g 0,03 kg
Dosis ekstrak = 100 mg/kg BB
Konsentrasi ekstrak = 1 mg/ml
VAO ekstrak = BB x dosis
C
= 0,03 kg x 100 mg/kgBB
1 mg / ml
= 3 ml (i.p)
2.
Simpatolitik
SKOR
SKOR
PARAMETER TOTA JUMLAH JUMLAH
MAX
L
5x0x
Kelopak mata ↓ 0x1 0 0
1
5x0x
Aktivitas motorik↓ 0x1 0 0
1
5x1x
Konvulsi 5x1 5 5
1 % aktivasi
5x2x
= Temperature rectum ↓ 8x1 8 10 SBT/SBM
1
x 100% 13 15
JUMLAH
= 13/15 x
100%
= 86,67%
3. Analgetik
SKOR
JUMLA SKOR JUMLA
PARAMETER TOTA
H MAX H
L
Ekor berdiri 0x0,5 0 5x0x0,5 0
Gerak berputar 0x1 0 5x0x1 0
Reaksi jepit ekor 5x1 5 5x1x1 5
5 5
JUMLAH
% aktivasi
= SBT/SBM x 100%
= 5/5 x 100%
= 100%
4. Vasodilatasi
SKOR
SKOR
PARAMETER TOTA JUMLAH JUMLAH
MAX
L
5x0x
Ekor /telinga merah 0x1 0 0
1
0 0
JUMLAH
% aktivasi
= SBT/SBM
x 100%
= 0/0 x100%
= 0%
b. Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai skrining hipokratik untuk
menapis aktivitas suatu obat atau bahan yang belum diketahui efeknya sebelumnya.
Adapun percobaan ini bertujuan agar praktikkan dapat memahami dan terampil
melakukan skrining farmakodinamik obat menggunakan teknik skrining hipokratik
serta memahami dan mampu menganalisa hasil-hasil skrining farmakologi obat.
Hewan uji yang digunakan pada percobaan ini adalah mencit dan obat yang ingin
diketahui aktivitasnya adalah obat/bahan X yang dirahasiakan jenisnya dengan
berbagai dosis, yaitu 10 mg/kgBB, 30 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB. Sebelum hewan
uji diberi perlakuan dengan obat yang akan diuji, dilakukan control terlebih dahulu,
yaitu mengamati keadaan normal mencit sesuai parameter yang tertera pada table di
hasil pengamatan agar dapat dijadikan pembanding ketika mencit diberi perlakuan
dengan obat/bahan uji. Setelah itu, barulah mencit disuntikkan dengan obat/bahan X
lalu diamati aktivitas mencit sesuai parameter-parameter pada menit ke 5, 10, 15, 30
dan 60.
Obat diberikan kepada mencit sesuai dengan perhitungan VAO, dimana mencit
untuk uji bahan X konsentrasi 10 mg/kgBB memiliki berat 28 g, konsentrasi 30
mg/kgBB dengan mencit seberat 26 g dan konsentrasi 100 mg/kgBB pada mencit
dengan berat 30 g. Obat X disuntikkan secara intraperitoneal.
Untuk mencit yang diujikan bahan X dengan konsentrasi 10 mg/kgBB, respon
sudah mulai terlihat di menit ke 5, dimana mencit fasikulasi (kontraksi spontan otot),
tremor, aktivitas motoric meningkat, respirasi meningkat, agresif, temperature rectum
turun, jatuh dari rotaroad, katalepsi (gangguan kesadaran, sikap dan otot tubuh), tonus
tubuh dan reaksi jepit ekor. Reaksi-reaksi tersebut bertahan hingga menit ke-60,
kecuali turunnya temperature rectum, hanya pada menit ke 5 saja. Sementara itu, pada
menit ke 10 mencit mengalami rasa ingin tahu yang meningkat dan konvulsi (kejang).
Pada menit 30, reflex telinga mencit hilang dan mencit menggeliat. Dan pada menit
45, temperature rectum mencit meningkat. Berdasarkan data hasil pengamatan,
dilakukan perhitungan mengenai aktivitas penekan system saraf pusat dari obat/bahan
x, simpatolitik, analgetik dan vasodilatasi. Didapat hasil secara berturut-turut yaitu
80%, 50%, 100% dan 0%.
Pada mencit yang diujikan dengan bahan x konsentrasi 30 mg/kgBB, pada menit
ke 5 fasikulasi tidak terlihat seperti pada mencit yang diujikan dengan konsentrasi 10
mg/kgBB. Mencit tremor, aktivitas motoric meningkat, respirasi meningkat, agresif,
rasa ingin tahu meningkat, konvulsi, temperature rectum turun, jatuh dari rotaroad,
katalepsi, tonus tubuh dan reaksi jepit ekor. Respon-respon tersebut berlansung
hingga menit ke 60. Pada menit ke 10 reflex telinga hilang. Menit ke 15 mencit
menggeliat, menit ke 30 tidak terjadi respon baru dan pada menit ke 60 temperatur
meningkat. Berdasarkan hasil pengamatan parameter-parameter tersebut, didapat
aktivitas penekan system saraf pusat dari obat/bahan x, simpatolitik, analgetik dan
vasodilatasi secara berturut-turut sebesar 86%, 80%, 100% dan 0%. Berdasarkan hasil
ini, aktivitas penekan system saraf pusat dan simpatolitik meningkat dari dari
konsentrasi 10 mg/kgBB.
Untuk mencit ketiga yang diujikan dengan bahan X konsentrasi 100 mg/kgBB,
pada menit ke 5 fasikulasi terlihat, repon lainnya yaitu tremor, aktivitas motoric
meningkat, respirasi meningkat, agresif, rasa ingin tahu meningkat, reflex telinga
hilang, konvulsi, temperature rectum turun, jatuh dari rotaroad, katalepsi, tonus tubuh
dan reaksi jepit ekor. Pada menit ke 10, tidak muncul respon baru. Sementara pada
menit ke 15 mencit menggeliat dan pada menit ke 60 temperatur rectum meningkat.
Secara umum, respon yang ditunjukkan ole mencit yang diujikan dengan bahan X
berbagai konsentrasi hamper sama. Berdasarkan perhitungan melihat hasil dari
parameter-parameter tersebut, didapat aktivitas penekan system saraf pusat,
simpatolitik, analgetik dan vasodilatasi secara berturut-turut sebesar 90%, 86,67%,
100% dan 0%.
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa nilai aktivitas penekan
system saraf pusat dari obat/bahan x, simpatolitik, dan analgetik meningkat seiring
dengan meningkatnya konsentrasi. Pada data pengamatan berdasarkan persentase,
efek yang paling besar adalah analgetik, karena nilai nya tetap 100% pada konsentrasi
10 mg/kgBB, 30 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB. Efek terbesar kedua adalah aktifitas
penekan system sarah pusat yaitu sebesar 80% pada konsentrasi 10 mg/kgBB, 86%
pada konsentrasi 30 mg/kgBB dan 90% pada konsentrasi 100 mg/kgBB. Efek lainnya
yaitu simpatolitik sebesar 50% pada konsentrasi 10 mg/kgBB, 80% pada konsentrasi
30 mg/kgBB dan 86,67% pada konsentrasi 100 mg/kgBB. Dan bahan X tidak
memiliki aktivitas vasodilatasi karena nilainya 0% pada ketiga konsentrasi tersebut.
Bahan X memiliki aktivitas analgetik 100%. Analgetik atau obat penghilang nyeri
adalah zat yang mengurangi bahkan menghilangkan rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran. Nyeri sendiri merupakan gejala penyakit atau kerusakan yang paling
sering terjadi. Analgetik merupakan senyawa yang dapat menekan fungsi saraf pusat
secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi
kesadaran. Analgesik bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa
sakit. Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul, analgetika dibagi
menjadi dua golongan yaitu analgetika narkotik dan analgetika nonnarkotik .
Meskipun sering berfungsi untuk mengingatkan, melindungi dan memudahkan untuk
diagnosis, tetapi pasien merasakannya sebagai hal yang tidak mengenakkan.
Kebanyakan menyiksa dan karena itu berusaha untuk membebaskan rasa
nyeri. Seluruh kulit luar mukosa yang membatasi jaringan dan juga banyak organ
dalam bagian luar tubuh peka terhadap rasa nyeri.
Pada percobaan ini, ketidakuratan hasil mungkin saja terjadi. Ketidakakuratan
hasil yang diperoleh mungkin saja terjadi dikarenakan kesalahan-kesalahan yang bisa
disebabkan karena pengamatan dari efek terapi mencit yang subjektif, agak susah
untuk dapat menentukan apakah terjadi perubahan signifikan pada mencit. Mencit
tersebut juga mungkin saja kurang memberikan respon terhadap efek terapi yang
seharusnya karena sifat mencit yang agak resisten.
6. Kesimpulan
Adapun beberapa kesimpulan yang dapat diambil dari percobaan ini adalah
sebagai berikut:
1. Skrining hipokratik adalah pengujian untuk mengetahui efek dari suatu bahan/obat
yang belum diketahui sebelumnya.
2. Skrining hipokratik didasarkan atas bahwa obat bila berinteraksi dengan materi
biologis dalam tubuh akan menghasilkan efek tertentu, tergantung pada dosis yang
diberikan.
3. Hewan uji yang digunakan adalah mencit, bahan uji adalah bahan X dengan
konsentrasi 10 mg/kgBB, 30 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB. Variasi dosis berguna
untuk melihat perbedaan efek bahan X pada dosis yang berbeda.
4. Sebelum disuntikkan obat, perlu dilakukan uji control terlebih dahulu, yaitu melihat
aktivitas mencit pada keadaan normal agar bisa dijadikan pembanding saat mencit
diberi obat/bahan X
5. Berdasarkan hasil, efek aktivitas penekan system saraf pusat, simpatolitik, dan
analgetik meningkat sesuai dengan besarnya konsentrasi bahan X yang diberikan.
6. Berdasarkan hasil percobaan, dapat disimpulkan bahan X memiliki aktifitas analgetik
yang besar, kemudian aktifitas penekan system saraf pusat dan simpatolitik yang
cukup besar tetapi tidak memiliki efek vasodilatasi.
Kekurangan:
3. Apakah toksisitas bahan dapat diramalkan menggunakan cara skrining ini? Jelaskan.
Jawaban: Dapat, karena dari skrining hipokratik ini diperoleh seberapa besar aktivitas
dari berbagai kriteria yang diamati. Bila pada skrining hipokratik ini, pada dosis yang
besar dapat memberikan efek yang sangat berlebihan, maka bisa dinyatakan berefek
toksik.
4. Jelaskan tahap-tahap penelitian yang harus dilalui untuk suatu obat baru agar ia dapat
digunakan secara klinis.
Jawaban:
Pengembangan dan penilaian obat ini meliputi 2 tahap uji:
1) Uji Praklinik
Serangkaian uji praklinik yang dilakukan antara lain:
a. Uji Farmakodinamika
b. Uji Farmakokinetik
Untuk mengetahui ADME
Merancang dosis dan aturan pakai
c. Uji Toksikoloogi (mengetahui keamanannya)
d. Uji Farmasetika
2) Uji Klinik
Uji dilakukan pada manusia, dibagi menjadi 4 fase:
a. Uji Klinik Fase 1: merupakan pengujian suatu oba baru untuk pertama kalinya
pada manusia
b. Uji Klinik Fase 2: pada fase ini, obat dicobakan pada pasien sakit
c. Uji Klinik Fase 3:
Pada manusia sakit, ada kelompok control dan kelompok pembanding
Cakupan lebih luas baik dari segi jumlah pasien maupun keragaman
(missal ras)
Setelah terbukti efektif dana man obat siap untuk dipasarkan
d. Uji Klinik Fase 4:
Uji terhadap obat yang telah dipasarkan (post marketing surveillance)
Memantau efek samping yang belum terlihat pada uji-uji sebelumnya
8. Daftar Pustaka
Anonym.1995.Farmakologi dan Terapi ed.4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Katzung, Bertram G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. Jakarta: EGC
Nurmeilis, dkk. 2009. Penuntun Praktikum Farmakologi. Jakarta: Program Studi Farmasi
FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Tan, Hoan Tjay dan Kirana Rahardja. 2003. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo Kelompok Gramedia
Woodley, Michele. 1995. Pedoman Pengobatan. Yogyakarta: Megraw-Hill