Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Tinjauan pustaka adalah latar belakang atau ringkasan dari suatu bahan

pembahasan atau referensi yang dimuat sebagai bahan pembahasan dalam

melakukan sebuah penelitian. Tinjauan pustaka dalam bab ini membahas tentang

konsep dasar gastroenteritis akut, konsep dasar tentang anak dan proses

keperawatan.

2.1. Konsep Dasar Gastroenteritis

Bagian ini akan membahas beberapa bagian mengenai gastroenteritis akut

seperti definisi gastroenteritis akut, anatomi dan fisiologi sistem pencernaan,

etiologi gastroenteritis akut, tanda dan gejala gastroenteritis akut, patofisiologi,

klasifikasi gastroenteritis akut, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan

gastroenteritis akut dan komplikasinya.

2.1.1. Definisi

Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah

penyakit yang ditandai dengan adanya perubahan bentuk dan konsistensi tinja

yang lembek hingga mencair dan bertambahnya jumlah frekuensi buang air besar

yang lebih dari biasanya, yaitu 3 kali atau lebih dalam sehari yang mungkin dapat

disertai dengan muntah atau tinja yang berdarah. Penyakit ini paling sering

dijumpai pada anak balita, terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, dimana

seorang anak bisa mengalami 1 – 3 episode diare berat (Kemenkes RI, 2019).

6
7

Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang

terjadi karena frekuensi buang air besar yang berlebihan hingga berbentuk tinja

yang encer ataupun cair (Mutaqqin & Sari, 2011).

Gangguan diare dapat melibatkan lambung dan usus (gastroenteritis), usus

halus (enteritis), kolon (colitis) atau kolon dan usus (enterokolitis). Diare biasanya

diklasifikasikan sebagai diare akut dan kronis. Diare akut adalah diare yang

berlangsung kurang dari 15 hari sementara diare kronik adalah diare yang terjadi

terus menerus berlangsung lebih dari 15 hari (Wong, 2015).

2.1.2. Etiologi

Menurut Vivian (2010) diare dapat disebabkan oleh beberapa faktor,

seperti infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi), makanan, dan faktor

psikologis. Berikut adalah penjabaran dari faktor-faktor yang yang dapat

menyebabkan diare:

1) Faktor infeksi

Proses ini dapat diawali dengan adanya mikroorganisme (kuman) yang

masuk ke dalam saluran pencernaan bayi yang kemudian berkembang

dalam usus dan merusak sel mukosa intestinal yang dapat menurunkan

daerah permukaan intestinal sehingga terjadinya perubahan kapasitas dari

intestinal yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi intestinal dalam

absorpasi cairan dan elektrolit. Adanya toksil bakteri juga akan

menyebabkan system transfortasi menjadi aktif dalam usus, sehingga sel

mukosa mengalami iritasi dan akhirnya sekresi cairan dan elektrolit akan

meningkat.
8

(1) Infeksi enteral: infeksi saluran pencernaan yang merupakan

penyebab utama diare pada anak.

(2) Infeksi bakteri: Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella,

Campylobacter, Yersinia, Aeromonas.

(3) Infeksi virus: Eteroovirus (virus ECHO, Coxsackie, poliomyelitis),

Adenovirus, Ratavirus, Astrivirus.

(4) Infeksi parasit: Cacing (Ascaris, Trichiuris, Oxyuris,

Strongyloides), protozoa (Entamoeba histolytica, Giardian lamblia,

Trichomonas hominis), jamur (Candida albicans).

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui faecal oral antara lain

melalui makanan/minuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung

dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran

kuman enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare. Perilaku tersebut

antara, lain:

2) Tidak memberikan ASI (Air Susu lbu) secara penuh 0-6 bulan pada

pertama kehidupan. Pada bayi yang tidak diberi ASI risiko untuk

menderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi ASI penuh dan

kemungkinan menderita dehidrasi berat juga lebih besar.

Pemberian susu formula pada bayi usia 0-6 bulan mempunyai hubungan

dengan kejadian diare, dan bayi yang diberikan susu formula mempunyai

risiko 14,1 kali terpapar diare, dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi

susu formula. Berdasarkan hasil analisis pada penelitian ini, menunjukkan

bahwa responden yang memberikan susu formula kepada bayi nya

berisiko bayinya terkena diare. Terjadinya diare pada bayi yang diberi susu
9

formula karena bayi dengan usia dibawah 6 bulan sistem pencernaannya

belum sempurna, dan umur bayi berperan terhadap berkurangnya

frekuensi defekasi, dimana hal ini merupakan petunjuk dari semakin

matangnya kapasitas“waterconserving” pada usus.(Fitriya, 2010).

3) Menggunakan botol susu Penggunaan botol ini memudahkan pencemaran

oleh kuman, karena botol susah dibersihkan.

4) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan

beberapa jam pada suhu kamar, makanan akan tercemar dan kuman akan

berkembang biak.

5) Menggunakan air minum yang tercemar. Air mungkin sudah tercemar dari

sumbernya atau pada saat disimpan di rumah. Pencemaran di rumah dapat

terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan

tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat

penyimpanan.

6) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang

tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak.

7) Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar. Sering

beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah berbahaya, padahal sesungguhnya

mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar.

8) Infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain diluar alat pencernaan,

seperti Otitis media akut (OMA), tonsilofaringitis, Bronkopneumonia,

Ensifalitis, keadaan ini terutama terbagi pada bayi dan anak berumur di

bawah 2 tahun.
10

9) Faktor malabsorpsi Merupakan kegagalan dalam melakukan absorbsi yang

mengakibatkan tekanan osmotic meningkat kemudian akan terjadi

pergeseran air dan elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi

rongga usus sehingga terjadilah diare.

(1) Malabsorbsi karbohidrat: Disakarida (Intoleransi laktosa, maltose,

dan sukrosa), munosakarida (intoleransi lukosa, fruktosa dan

galaktosa). Pada bayi dan anak yang tersering ialah intoleransi

laktosa.

(2) Malabsobsi lemak

(3) Malabsobsi protein

(4) Faktor makanan yang menyebabkan diare adalah makanan yang

tercemar, basi, beracun, terlalu banyak lemak, mentah (misal,

sayuran), dan kurang matang. Dapat terjadi pula apabila toksin

yang ada tidak mampu diserap dengan baik dan dapat terjadi

peningkatan peristaltic usus yang akhirnya menyebabkan

penurunan kesempatan untuk menyerap makanan.

10) Faktor psikologis Dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan peristaltic

khusus yang dapat mempengaruhi proses penyerapan makanan seperti:

rasa takut dan cemas.

2.1.3. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejala gastroenteritis terbagi menjadi dua yaitu sebagai berikut :

1) Diare akut
11

(1) Buang air besar (BAB) cair, perut terasa kembung akibat berisi gas,

nyeri di perut dan perut terasa tidak nyaman hingga merasa mual

sampai muntah.

(2) Nyeri pada perut kanan bawah disertai kram dan bunyi pada perut

(3) Kadang terjadi demam jika terjadi diare terjadi akibat adanya

infeksi bakteri pada saluran pencernaan.

(4) Terjadinya penurunan berat badan

(5) Nafsu makan berkurang

2) Diare kronis

(1) Terjadi penurunan berat badan

(2) Nafsu makan berkurang

(3) Demam akibat adanya infeksi bakteri pada saluran pencernaan

(4) Adanya dehidrasi atau syok hipovolemik akibat banyaknya cairan

yang keluar

(5) Denyut nadi lemah (Kusuma, 2016)

2.1.4. Patofisiologi

Menurut Muttaqin & Sari (2011) secara umum kondisi peradangan pada

gastrointestinal disebabkan oleh infeksi dengan melakukan invasi pada mukosa,

memproduksi enterotoksin dan atau memproduksi sitotoksin. Mekanisme ini

menghasilkan peningkatan sekresi cairan atau menurunkan absorpsi cairan

sehingga akan terjadi dehidrasi dan hilangnya nutrisi dan elektrolit. Mekanisme

dasar yang menyebabkan diare meliputi hal-hal sebagai berikut:

1) Gangguan osmotik, kondisi ini berhubungan dengan asupan makanan atau

zat yang sukar diserap oleh mukosa intestinal dan akan menyebabkan
12

tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran

air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan

ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.

2) Respons inflamasi mukosa, terutama pada seluruh permukaan intestinal

akibat produksi enterotoksin dari agen infeksi memberikan respons

peningkatan aktivitas sekresi air dan elektrolit oleh dinding usus ke dalam

rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena terdapat peningkatan isi

rongga usus.

3) Gangguan motilitas usus, terjadinya hiperperperistaltik akan

mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan

sehingga timbul diare, sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan

mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat

menimbulkan diare.

Usus halus menjadi bagian absorpsi utama dan usus besar melakukan absorpsi air

yang akan membuat solid dari komponen feses, dengan adanya gangguan dari

gastroenteritis akan menyebabkan absorpsi nutrisi dan elektrolit oleh usus halus,

serta absorpsi air menjadi terganggu. Selain itu, diare juga dapat terjadi akibat

masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati

rintangan asam lambung. Mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian

mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang

selanjutnya akan menimbulkan diare. Mikroorganisme memproduksi toksin.

Enterotoksin yang di produksi agen bakteri (seperti E. Coli dan Vibrio cholera)

akan memberikan efek langsung dalam peningkatan pengeluaran sekresi air ke

dalam lumen gastrointestinal. Beberapa agen bakteri bisa memproduksi sitotoksin


13

(seperti Shigella dysenteriae, vibrio parahaemolyticus, clostridium difficilr,

enterohemorrhagic E. Coli) yang menghasilkan kerusakan sel-sel yang

terinflamasi. Invasi enterosit dilakukan beberapa miktoba seperti Shigella,

organisme campylobacter, dan enterovasif E. Coli yang menyebabkan terjadinya

destruksi, serta inflamasi.

Pada manifestasi lanjut dari diare dan hilangnya cairan, elektrolit

mamberikan manifestasi pada ketidakseimbangan asam basa dan gangguan

sirkulasi yaitu terjadinya gangguan keseimbangan asam basa (metabolik asidosis).

Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bikarbonat bersama feses. Metabolisme

lemak tidak sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh dan terjadinya

penimbunan asam laktat karena adanya anoreksia jaringan. Produk metabolisme

yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi

oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na dari cairan eksraseluler ke

dalam cairan intraseluler.

Respon patologis penting dari gastroenteritis dengan diare berat adalah

dehidrasi, pemahaman perawat sangatlah penting mengenai bagaimana patofisiogi

dehidrasi dapat membantu dalam menyusun rencana intervensi sesuai kondisi

individu. Dehidrasi adalah suatu gangguan dalam keseimbangan air yang

disebabkan output melebihi intake sehingga jumlah air pada tubuh berkurang.

Meskipun yang hilang adalah cairan tubuh, tetapi dehidrasi juga disertai gangguan

elektrolit. Dehidrasi dapat terjadi karena kekurangan air (water deflection),

kekurangan natrium (sodium defletion), serta kekurangan air dan natrium secara

bersama-sama.
14

Kekurangan air atau dehidrasi primer (water deflection): pada peradangan

gastroenteritis, fungsi usus besar dalam melakukan absorpsi cairan terganggu

sehingga masuknya air sangat terbatas. Gejala-gejala khas pada dehidrasi primer

adalah haus, saliva sedikit sekali sehingga mulut kering, oliguria sampai anuri,

sangat lemah, serta timbulnya gangguan mental seperti halusinasi dan delirium.

Pada stadium awal kekurangan cairan, ion natrium dan klorida ikut menghilang

dengan cairan tubuh, tetapi akhirnya terjadi reabsorpsi ion melalui tubulus ginjal

yang berlebihan sehingga cairan ekstrasel mengandung natrium dan klor

berlebihan, serta terjadi hipertoni. Hal ini menyebabkan air keluar dari sel

sehingga terjadi dehidrasi intasel, inilah yang menimbulkan rasa haus. Selain itu,

terjadi perangsangan pada hipofisis yang kemudian melepaskan hormon

antidiuretik sehingga terjadi oliguria.

Dehidrasi sekunder (sodium depletion). Pada gastroenteritis, dehidrasi

sekunder merupakan dehidrasi yang terjadi karena tubuh kehilangan cairan tubuh

yang mengandung elektrolit. Kekurangan natrium sering terjadi akibat keluarnya

cairan melalui saluran pencernaan pada keadaan muntah-muntah dan diare yang

hebat. Akibat dari kekurangan natrium terjadi hipotoni ekstrasel sehingga tekanan

osmotik menurun. Hal ini menghambat dikeluarkan hormon antidiuretik sehingga

ginjal mengeluarkan air agar tercapai konsentrasi cairan ekstrasel yang normal.

Akibatnya volume plasma dan cairan interstisial menurun. Selain itu, karena

terdapat hipotoni ekstrasel, air akan masuk ke dalam sel. Gejala-gejala dehidrasi

sekunder adalah nausea, muntah-muntah, sakit kepala, serta perasaan lesu dan

lelah. Akibat turunnya volume darah, maka curah jantung pun menurun sehingga

tekanan darah juga menurun dan filtrasi glomerulos menurun, kemudian


15

menyebabkan terjadinya penimbunan nitrogen yang akan meningkatkan risiko

gangguan kesimbangan asam basa dan hemokonsentrasi.

Diare dengan dehidrasi berat dapat mengakibatkan renjatan (syok)

hipovolemik. Syok adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh defisien sirkulasi

akibat disparitas (ketidakseimbangan) antara volume darah dan ruang vascular.

Faktor yang menyebabkan ketidakseimbangan ini adalah bertambahnya kapasitas

ruang susunan vascular dan berkurangnya volume darah. Syok dibagi dalam syok

primer dan syok sekunder. Pada syok primer terjadi defisiensi sirkulasi akibat

ruang vascular membesar karena vasodilatasi. Ruang vaskular yang membesar

mengakibatkan darah seolah-olah ditarik dan sirkulasi umum dan segera masuk ke

dalam kapiler dan venula alat-alat dalam (visera). Pada syok sekunder terjadi

gangguan keseimbangan cairan yang menyebabkan defisiensi sirkulasi perifer

disertai jumlah volume darah yang menurun, aliran darah yang kurang, serta

hemokosentrasi dan fungsi ginjal yang terganggu. Sirkulasi yang kurang tidak

langsung terjadi setelah adanya kena serangan/kerusakan, tetapi baru beberapa

waktu sesudahnya, oleh karena itu disebut syok sekunder atau delayed shock.

Gejala-gejalanya adalah rasa lesu dan lemas, kulit yang basah, kolaps vena

terutama vena-vena supervisial, pernapasan dangkal, nadi cepat dan lemah,

tekanan darah yang rendah, oliguria, dan terkadang disertai muntah. Faktor yang

menyebabkan terjadinya disparitas pada gastroenteritis adalah karena volume

darah berkurang akibat permeabilitas yang bertambah secara menyeluruh. Hal ini

membuat cairan keluar dari pembuluh-pembuluh dan kemudian masuk ke dalam

jaringan sehingga terjadi pengentalan (hemokonsentarsi) darah (Wong, 2015).


16
17

2.1.5. Klasifikasi

Diare dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu sebagai berikut:

1) Diare akut, yaitu penyebab utama keadaan sakit pada anak-anak balita.

Diare akut didefenisikan sebagai keadaan peningkatan dan perubahan tiba-

tiba frekuensi defekasi yang sering disebabkan oleh agen infeksius dalam

traktus GI. Diare akut biasanya sembuh sendiri (berlangsung kurang dari

14 hari) dan akan mereda tanpa terapi yang spesifik jika dehidrasi tidak

terjadi. Diare infeksius akut (Gastroenteritis Infeksiosa) dapat disebabkan

oleh virus, bakteri dan parasit yang patogen.

2) Diare kronis sebagai keadaan meningkatnya frekuensi defekasi dan

kandungan air dalam feses dengan (lamanya sakit lebih dari 14 hari). Diare

kronis terjadi karena keadaan kronis seperti sindrom malabsorbsi, penyakit

inflamasi usus, defisiensi kekebalan, alergi makan, intoleransi laktosa, atau

diare non spesifik lainnya yang kronis, atau sebagai akibat dari

penatalaksanaan diare akut yang tidak memadai.

3) Diare intraktabel pada bayi merupakan sindrom yang terjadi pada bayi

dalam usia beberapa minggu pertama serta berlangsung lebih lama dari 2

minggu tanpa ditemukannya mikroorganisme patogen sebagai penyebab

dan bersifat resisten atau membandel terhadap terapi. Penyebab yang

paling sering adalah diare infeksius akut yang tidak ditangani secara

memadai.

4) Diare kronis nonspesifik, yang juga dikenal dengan istilah kolon iritabel

Pada anak atau diare todler, merupakan penyebab diare kronis yang sering

dijumpai pada anak-anak yang berusia 6 hingga 54 minggu. Anak-anak ini


18

memperlihatkan feses yang lembek yang sering disertai partikel makanan

yang tidak tercerna, dan lamanya diare melebihi 2 minggu. Anak-anak

yang menderita diare kronis nonspesifik ini akan tumbuh secara normal

dan pada anak-anak ini tidak terdapat gejala malnutrisi dan tidak ada darah

dalam fesesnya serta tidak tampak infeksi enteric (Wong, 2015).

2.1.6. Pemeriksaan Penunjang

Adapun beberapa jenis pemeriksaan yang umum dilakukan pada pasien

anak dengan gastroenteritis akut yaitu sebagai berikut:

1) Pemeriksaan Darah seperti pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,

pemeriksaan gas darah, kadar gula darah dan sebagainya.

2) Pemeriksaan Stool lengkap seperti pemeriksaan makroskopik untuk

melihat apakah pada stool terdapat darah atau mukosa karena pada kasus

tersebut biasanya disebabkan oleh infeksi beberapa jenis bakteri tertentu.

Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan mikroskopik untuk melihat

apakah ada lekosit yang menandakan adanya respon terhadap bakteri yang

menyerang mukosa kolon. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan

kultur tinja bila dicurigai terjadinya kasus tertentu seperti Hemolytic

Uremic Syndrome.

3) Pemeriksaan Urin seperti urin lengkap (urinalisa) untuk mengetahui

adanya keton pada urin yang menandakan dehidrasi (Wong, 2015).

2.1.7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan yang umum dilakukan pada pasien dengan gastroenteritis

akut menurut Mutaqqin yaitu sebagai berikut:

1) Penatalaksanaan Medis
19

(1) Dehidrasi sebagai prioritas utama pengobatan. Empat hal penting

yang perlu diperhatikan.

a) Jenis cairan: oral: pedialyte atau oralit, ricelyte. Parenteral:

NaCl, isotonic, infuse RL

b) Jumlah cairan yang diberikan sesuai dengan cairan yang

dikeluarkan.

c) Jalan masuk atau cairan pemberian

 Cairan per oral, pada pasien dehidrasi ringan dan sedang

cairan diberikan per oral berupa cairan yang berisikan NaCl

dan NaHCO3, KCL, dan glukosa.

 Cairan parenteral, pada umumnya cairan Ringer Laktat

(RL) selalu tersedia di fasilitas kesehatan dimana saja.

Mengenai beberapa banyak cairan yang diberikan

tergantung dari berat ringan dehidrasi, yang diperhitungkan

dengan kehilangan cairan sesuai dengan umur dan berat

badannya.

d) Jadwal pemberian cairan Diberikan 2 jam pertama, selanjutnya

dilakukan penilaian kembali status hidrasi untuk menghitung

kebutuhan cairan. Identifikasi penyebab diare. Terapi sistemik

seperti pemberian obat anti diare, obat anti mortilitas dan sekresi

usus, antimetik.

(2) Pengobatan dietetic

Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat

badan kurang dari 7 kg jenis makanan: susu (ASI atau susu


20

formula yang mengandung laktosa rendah ada asam lemak tidak

jenuh, misalnyta LLM. Almiron atau sejenis lainnya). Makan

setengah padat (bubur) atau makan padat (nasi tim), bila anak tidak

mau minum susu karena dirumah tidak biasa. Susu khusus yang

disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang

tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang

atau tidak jenuh

2) Penatalaksanaan keperawatan

(1) Bila dehidrasi masih ringan

Berikan minum sebanyak-banyaknya, 1 gelas setiap kali setelah

pasien defekasi. Cairan mengandung elektrolit, seperti oralit. Bila

tidak ada oralit dapat diberikan larutan garam dan 1 gelas air matang

yang agak dingin dilarutkan dalam satu sendok teh gula pasir dan 1

jumput garam dapur. Jika anak terus muntah tidak mau minum sama

sekali perlu diberikan melalui sonde. Bila cairan per oral tidak dapat

dilakukan, dipasang infuse dengan cairan Ringer Laktat (RL) atau

cairan lain (atas persetujuan dokter). Yang penting diperhatikan

adalah apakah tetesan berjalan lancar terutama pada jam-jam

pertama karena diperlukan untuk mengatasi dehidrasi.

(2) Pada dehidrasi berat

Selama 4 jam pertama tetesan lebih cepat untuk mengetahui

kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang

masuk tubuh dapat dihitung dengan cara:


21

1) Jumlah tetesan per menit dikali 60, dibagi 15/20 (sesuai set

infuse yang dipakai). Berikan tanda batas cairan pada botol

infuse waktu memantaunya.

2) Perhatikan tanda vital: denyut nadi, pernapasan, suhu.

3) Perhatikan frekuensi buang air besar anak apakah masih

sering, encer atau sudah berubah konsistensinya.

4) Berikan oralit 1-2 sendok jam untuk mencegah bibir dan

selaput lendir mulut kering.

5) Jika dehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberikan

makan lunak atau secara realimentasi.

Penanganan diare lainya yaitu dengan rencana terapi A, B, dan C sebagai

berikut:

1) Rencana Terapi A

Penanganan diare rumah, dengan menjelaskan pada ibu tentang 4

aturan perawatan di rumah:

(1) Beri cairan tambahan

(2) Beri tablet Zinc selama 10 hari.

(3) Lanjutkan pemberian makanan

(4) Kapan harus kembali konseling bagi ibu.

2) Rencana terapi B

Penanganan dehidrasi ringan/sedang dengan oralit. Berikan oralit

di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.

Tabel 2.1 Pemberian Oralit


22

Umur < 4 bulan 4 – 12 bulan 1 – 2 tahun 2 – 5 tahun


Berat < 6 kg 6 - 10 kg 10 – 12 kg 12 – 19 kg
Jumlah 200 - 400 400 - 700 700 - 900 900 – 1.400

(1) Tentukan jumlah oralit untuk 3 jam pertama

a) Jika anak menginginkan, boleh diberikan lebih banyak

dari pedoman diatas.

b) Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak

menyusu, berikan juga 100-200 ml air matang selama

periode ini.

(2) Tunjukan cara memberikan larutan oralit

a) Minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/gelas

b) Jika anak muntah, tunggu 10 menit . Kemudian berikan

lagi lebih lambat.

c) Lanjutkan ASI selama anak mau

(3) Berikan tablet Zinc selama 10 hari berturut-turut

a) Umur <6 bulan: 10 mg/hari

b) Umur ≥6 bulan: 20 mg/hari

(4) Setelah 3 jam

a) Ulangi penilaian dan klasifikasi kembali derajat

dehidrasinya.

b) Pilih rencana terapi yang seusuai untuk melanjutkan

pengobatan.

c) Mulai memberi makan anak.

(5) Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai

a) Tunjukan cara menyiapkan cairan oralit di rumah


23

b) Tunjukan beberapa banyak oralit yang harus diberikan

dirumah untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan.

c) Beri oralit yang cukup untuk dehidrasi dengan

menambahkan 6 bungkus lagi

d) Jelaskan 4 aturan perawatan diare dirumah.

3) Rencana terapi C

Penanganan dehidrasi berat dengan cepat, yaitu dengan:

(1) Memberikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa

minum, beri oralit melalui mulut sementara infuse

dipersipakan. Beri ml/kg cairan Ringer Laktat atau jika

tersedia, gunakan cairan NaCl yang dibagi sebagai berikut

Tabel 2.2 Pemberian Cairan

Umur Pemberian Pertama Pemberian Berikut 70

30 mg ml/kg selama mg ml/kg selama


Bayi (di bawah 12 bulan) 1 jam 5 jam
Anak (12 bulan – 5 tahun) 3 menit 2 jam

(2) Periksa kembali anak setiap15-30 menit. Jika nadi belum

teraba,

beri tetesan lebih cepat.

(3) Beri oralit (kira-kira 5 m/kg/jam) segera setelah anak mau

minum: biasanya sesudah 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak)

dan beri juga tablet Zinc.

(4) Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam.

Klasifikasi dehidrasi dan pilih rencana terapi yang sesuai untuk

melanjutkan pengobatan.
24

(5) Rujuk segera untuk pengobatan intravena, jika tidak ada

fasilitas untuk pemberian cairan intravena terdekat (dalam 30

menit).

(6) Jika anak bisa minum, bekali ibu larutan oralit dan tunjukan

cara meminumkan pada anaknya sedikit demi sedikit selama

dalam perjalanan menuju klinik.

(7) Jika perawat sudah terlatih mengunakan pipa orogastik untuk

rehidrasi, mulailah melakukan rehidrasi dengan oralit melalui

pipa nasogastrik atau mulut: beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam

(total 120 ml/kg).

(8) Periksa kembali anak setiap1-2 jam:

a) Jika anak muntah terus atau perut makin kembung, beri

cairan lebih lambat.

b) Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi tidak membaik, rujuk

anak untuk pengobatan intravena.

(9) Sesudah 6 jam, periksa kembali anak. Klasifikasi dehidrasi.

Kemudian tentukan rencana terapi sesuai (A, B, atau C) untuk

melanjutkan pengobatan.

4) Pemberian Tablet Zinc untuk Semua Penderita Diare

(1) Pastikan semua anak yang menderita diare mendapatkan tablet Zinc

sesuai dosis dan waktu yang telah ditentukan.

(2) Dosis tablet Zinc (1 tablet – 20 mg). berikan dosis tunggal selama

10 hari

a) Umur < 6 bulan: 0,5 tablet


25

b) Umur ≥ 6 bulan: 1 tablet

(3) Cara pemberian tablet Zinc

a) Larutan tablet dengan sedikit air atau ASI dalam sendok teh

(tablet akan larut) 30 detik), segera berikan kepada anak.

b) Apabila anak muntah sekitar setengah jam setelah pemeberian

tablet Zinc, ulangi pemberian dengan cara memberikan

potongan lebih kecil dilarutkan beberapa kali hingga satu dosis

penuh.

c) Ingatkan ibu untuk memberikan tablet Zinc setiap hari selama

10 hari penuh, meskipun diare sudah berhenti, karena Zinc

selain memberi pengobatan juga dapat memberikan

perlindungan terhadap diare selama 2-3 bulan ke depan.

5) Pemberian Probiotik Pada Penderita Diare

Probiotik merupakan mikroorganisme hidup yang diberikan

sebagai suplemen makanan yang memberikan pengaruh menguntungkan

pada penderita dengan memperbaiki keseimbangan mikroorganisme usus,

akan terjadi peningkatan kolonisasi bakteri probiotik di dalam lumen.

Saluran cerna. Probiotik dapat meningkatkan produksi musin mukosa usus

sehingga meningkatkan respons imun alami (innate immunity). Probiotik

menghasilkan ion hidrogen yang menurunkan pH usus dengan

memproduksi asam laktat sehingga menghambat pertumbuhan bakteri

pathogen. Probiotik saat ini banyak digunakan sebagai salah satu terapi

suportif diare akut. Hal ini berdasarkan perannya dalam menjaga

keseimbangan flora usus normal yang mendasari terjadinya diare.


26

Probiotik aman dan efetif dalam mencegah dan mengobati diare akut pada

anak

6) Kebutuhan Nutrisi

Pasien yang menderita diare biasanya juga menderita anoreksia

sehingga masukan nutrisinya menjadi kurang. Kekurangan kebutuhan

nutrisi akan bertambah jika, pasien mengalami. Muntah-muntah atau diare

lama, keadaan ini menyebabkan makin menurunnya daya tahan tubuh

sehingga penyembuhan tidak lekas tercapai, bahkan dapat timbul

komplikasi. Pada pasien yang menderita malabsorbsi pemberian jenis

makan yang menyebabakan malabsorbsi harus dihindarkan. Pemberian

makanan harus mempertimbangkan umur berat badan dan kemampuan

anak menerimanya. Pada umumnya anak umur 1 tahun sudah bisa makan

makanan biasa, dianjurkan makan bubur tanpa sayuran pada saat masih

diare, dan minum teh. (Mutaqqin & Sari, 2011).

2.1.8. Komplikasi

Adapun beberapa komplikasi yang diakibatkan oleh gastroenteritis akut

jika tidak mendapatkan penanganan yaitu sebagai berikut:

1) Hiponatremi

2) Hipokalemi

3) Hipokalsemi

4) Hipoglikemi

5) Disritmia jantung akibat kekurangan elektrolit yang diperlukan jantung

6) Syok hipovolemik
27

7) Malnutrisi energi protein

8) Kejang akibat dehidrasi hipertonik

9) Dehidrasi (Suryadi, 2016)

Adapun cara yang digunakan dalam menentukan derajat dehidrasi yaitu

seperti dalam tabel di bawah ini:

No. Tanda & Dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi Berat

Gejala Ringan Sedang


1. Keadaan Sadar, gelisah, Mengantuk, Lemas, tidak sadar,

umum haus tampak gelisah mengantuk,

berkeringat dingin,

ekstremitas teraba

dingin, sianosis.
2. Denyut nadi Normal, < Teraba cepat Cepat, lemah, susah

120x/menit tapi lemah, 120 teraba, sekitar

– 140 x/menit 140x/menit


3. Pernafasan Normal Dalam, agak Dalam dan sangat

cepat cepat
4. Ubun-ubun Normal Cekung Sangat cekung

besar
5. Kelopak mata Normal Cekung Sangat cekung
6. Air mata Ada Tidak ada Sangat kering
7. Mukosa Lembab Kering Sangat kering
8. Kulit Turgor kulit Lambat Sangat lambat

normal
9. BAK Normal Berkurang Tidak BAK

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1. Pengkajian
28

Beberapa hal yang perlu dikaji pada pasien anak dengan gastroenteritis

yaitu sebagai berikut:

1) Identitas pasien, meliputi nama, umur, alamat, identitas orang tua dan

diagnosa medis

2) Riwayat penyakit sekarang sesuai dengan prinsip PQRST

3) Riwayat penyakit dahulu, untuk mengetahui penyakit lain yang pernah

diderita pasien

4) Keluhan utama

5) Riwayat tumbuh kembang seperti mulai merangkak, berdiri dan berjalan

6) Riwayat kelahiran meliputi berat badan, tinggi dan lingkar kepala

7) Riwayat imunisasi

8) Riwayat penyakit keluarga

9) Riwayat alergi makanan atau obat

10) Pola aktifitas sehari-hari meliputi pola makan, minum, eliminasi, tidur,

personal hygene

11) Pengkajian fisik

(1) Keadaan umum hasil pemeriksaan tanda tanda vital yang didapat pada

klien gastroenteritis adalah mual muntah dan BAB cair lebih dari 3x

sehari.

(2) Tanda – Tanda Vital

Umunya didapati tekanan darah menurun dan denyut nadi meningkat

disertai dengan peningkatan suhu tubuh

(3) Kepala
29

Palpasi: Raba dan tentukan turgor kulit elastic atau tidak, tekstur

halus, kulit hangat/dingin.

Inspeksi: pertumbuhan rambut atau tidak, kotor atau tidak serta

bercabang atau tidak.

(4) Leher

Inspeksi: Amati bentuk, warna kulit, amati adanya perkembangan,

kelenjar tiroid, dan amati kesimetrisan leher dari depan belakang dan

samping

(5) Mata

Inspeksi: Lihat kelopak mata, reflek berkedip baik/tidak, konjungtiva

dan sclera: merah atau konjungtivis, ikterik/indikasi hiperbilirubin,

atau meditrasis, cekung atau tidak

(6) Hidung

Inspkesi: Simetris atau tidak, ada atau tidaknya sekret

(7) Telinga

Inspeksi: Daun telinga simetris atau tidak, ukuran, warna

Palpasi: Tekan daun telinga adakah respon nyeri atau tidak serta

rasakan kelenturan kartilago.

(8) Mulut

Inspeksi: lihat pada bagian bibir apakah ada kelainaan kongenital

(bibir sumbing) kesimetrisan, warna, pembengkakan, lesi,

kelembapan, amati juga jumlah dan bentuk gigi, berlubang, warna

plak dan kebersihan gigi.


30

Palpasi: Pegang dan tekan pelan daerah pipi kemudian rasakan ada

masa atau tumor, oedem atau nyeri.

(9) Dada

Inspeksi: Amati bentuk dada dan pergerakan dada kanan dan kiri,

amati adanya retraksi intrecosta amati pergerakan paru

Auskultas: Untuk mengetahui ada atau tidaknya suara tambahan nafas,

veskular, wheezing, atau ronchi dan kelainan pada suara jantung

(10) Abdomen

Inspeksi: Amati bentuk perut secara umum, warna, ada tidaknya

retraksi, benjolan simetrisan, turgor kulit

Auskultasi: Dengarkan adanya peningkatan bising usus

Perkusi: Umumnya timpani

Palpasi: Biasanya terdapat nyeri tekan pada bagian kiri bawah akibat

(11) Ekstremitas

Inspeksi: Akral biasanya teraba dingin, capillary refill melambat,

perhatikan warna kuku apakah ada sianosis atau tidak

2.2.2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis mengenai

pengalaman/respon individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah

kesehatan yang aktual atau potensial. Diagnosa keperawatan merupakan

pernyataaan yang menguraikan respon aktual klien terhadap masalah kesehatan

yang dinilai oleh perawat yang mempunyai ijin dan berkompeten untuk

mengatasinya (Asmadi, 2010). Adapun beberapa diagnosa yang dapat muncul

pada pasien dengan kasus gastroenteritis yaitu sebagai berikut:


31

1) Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan kehilangan cairan

aktif.

2) Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan kurang asupan makanan.

3) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologi hiperperistaltik.

4) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.

5) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diare berlebih.

2.2.3. Intervensi Keperawatan

No. Diagnosa Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi


1. Kekurangan volume Setelah dilakukan asuhan 1) Monitor status dehidrasi

cairan yang keperawatan diharapkan (kelembaban membrane

berhubungan dengan masalah kekurangan mukosa, nadi adekuat,

kehilangan cairan volume cairan teratasi tekanan darah).

aktif. dengan kriteria hasil: 2) Monitor vital sign.

1) Mempertahankan urine 3) Monitor status cairan

output sesuai dengan termasuk intake dan

usia, BB. output cairan.

2) Nadi, suhu tubuh dan 4) Monitor tingkat hb dan

tekanan darah normal. hematokrit.

3) Tidak ada tanda-tanda 5) Monitor berat badan.

dehidrasi, elastisitas 6) Dorong orangtua pasien

turgor kulit baik, untuk meningkatkan

membran mukosa intake oral.

lembab, tidak ada rasa

haus yang berlebihan.


32

2. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan asuhan 1) Kaji adanya alergi.

nutrisi: kurang dari keperawatan masalah 2) Kolaborasi dengan ahli

kebutuhan tubuh defisit nutrisi teratasi gizi untuk menentukan

berhubungan dengan denga kriteria hasil: jumlah kalori dan nutrisi

kurang asupan 1) Adanya peningkatan yang dibutuhkan.

makanan. berat badan sesuai 3) Beri diet tinggi serat untuk

dengan tujuan. mengurangi konstipasi.

2) Berat badan sesuai 4) Monitor jumlah nutrisi

dengan usia anak. dan kandungan kalori.

3) Tidak ada tanda 5) Kaji kemampuan pasien

malnutrisi. dalam pemenuhan

4) Tidak terjadi kebutuhan nutrisi sesuai.

penurunan berat badan 6) Berat badan dalam batas

yang berarti. normal.

7) Monitor adanya mual dan

muntah.
3. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1) Kaji skala nyeri.

berhubungan dengan keperawatan masalah nyeri 2) Monitor status pernafasan.

agen pencedera akut berkurang. 3) Monitor vital sign.

fisiologi Kriteria hasil: 4) Observasi reaksi non

hiperperistaltik. 1) Merasa nyaman setelah verbal dari

nyeri berkurang. ketidaknyamanan.

2) Wajah lebih tenang. 5) Bantu keluaga

3) Frekuensi menangis memberikan rasa nyaman

anak berkurang. pada anak.


33

4) Tidak ada nyeri tekan 6) Kontrol lingkungan yang

pada abdomen. dapat mempengaruhi nyeri

seperti suhu ruangan dan

kebisingan.

7) Lakukan kolaborasi

pemberian analgesik

untuk meredakan nyeri.


4. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan 1) Monitor suhu tubuh.

berhubungan dengan keperawatan masalah 2) Lakukan kolaborasi dalam

proses inflamasi hipertermi dapat teratasi pemberian antipiretik.

dengan kriteria hasil: 3) Lakukan kompres hangat

1) Suhu tubuh dalam saat anak mengalami

batas normal. demam.

2) Nadi dan respirasi 4) Anjurkan untuk

dalam rentng normal. meningkatkan intake

3) Tidak ada perubahan cairan dan nutrisi.

warna kulit.
5. Resiko kerusakan Setelah diberikan asuhan 1) Bersihkan sekitar anal

integritas kulit keperawatan diharapkan setelah defekasi dengan

berhubungan dengan masalah kerusakan sabun yang lembut bilas

diare berlebih. integritas kulit teratasi dengan air bersih.

dengan kriteria hasil: 2) Gunakan pakaian yang

Tidak terjadi lecet dan longgar.

kemerahan di bagian anal 3) Monitor data

laboratorium.
34

4) Anjurkan penggunaan

bedak.
2.2.4. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tahap di mana perawat melaksanakan asuhan

keperawatan atau intervensi yang telah ditentukan untuk dapat mencapai tujuan

yang telah ditentukan bersama. Pada tahap ini seorang perawat harus memiliki

kemampuan untuk melaksanakan komunikasi efektif, dapat menciptakan rasa

saling percaya satu dengan yang lain, saling tolong menolong, dapat

mengobservasi keadaan pasien dengan benar dan tepat, dapat memberikan

pendidikan kesehatan, dan dapat mengevaluasi keadaan pasien (Asmadi, 2010).

Implementasi adalah tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan

keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien

mencapai tujuan dan hasil yang telah ditetapkan (Hutahaean, 2010).

2.2.5. Evaluasi

Adapun hasil yang diharapkan dari beberapa diagnosa keperawatan yang

didapatkan di atas yaitu sebagai berikut:

1) Setelah dilakukan asuhan keperawatan diharapkan masalah kekurangan

volume cairan teratasi dengan kriteria hasil: Mempertahankan urine output

sesuai dengan usia, BB, Nadi, suhu tubuh dan tekanan darah normal,

Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran

mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.

2) Setelah dilakukan asuhan keperawatan masalah defisit nutrisi teratasi

dengan kriteria hasil: Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan

tujuan, Berat badan sesuai dengan usia anak, Tidak ada tanda malnutrisi,

Tidak terjadi penurunan berat badan yang berat.


35

3) Setelah dilakukan asuhan keperawatan masalah nyeri akut berkurang

dengan kriteria hasil: Merasa nyaman setelah nyeri berkurang, Wajah lebih

tenang, Frekuensi menangis anak berkurang, Tidak ada nyeri tekan pada

abdomen.

4) Setelah dilakukan asuhan keperawatan masalah hipertermi dapat teratasi

dengan kriteria hasil: Suhu tubuh dalam batas normal, Nadi dan respirasi

dalam rentng normal, Tidak ada perubahan warna kulit.

5) Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan masalah kerusakan

integritas kulit teratasi dengan kriteria hasil: Tidak terjadi lecet dan

kemerahan di bagian anal

2.2.6. Dokumentasi

Pedoman pendokumentasian yang berkualitas adalah sebagai berikut.

1) Rahasia

Informasi yang didapat dari klien merupakan hal yang rahasia dan tidak

boleh dibocorkan kepada orang lain Menurut Potter dan Perry (2011),

dokumentasi merupakan segala sesuatu yang tertulis atau tercetak bagi individu

yang berwenang. Sedangkan pelaporan adalah pertukaran informasi lisan atau

tulisan yang disebarkan di antara pemberi perawatan kesehatan dalam sejumlah

cara.

2) Fakta

Catatan harus mengandung deskripsi, serta harus bersifat objektif sesuai

apa yang dilihat, didengar, dirasa, dan dicium.

3) Akurat
36

Penggunaan pengukuran yang tepat akan memastikan bahwa catatan

adalah akurat.

4) Lengkap

Laporan yang dicatat harus lengkap, mengandung informasi singkat dan

mudah dipahami.

5) Saat ini dan langsung

Data yang didapat langsung dicatat. Kegiatan dan temuan harus dicatat

pada waktunya.

6) Terorganisasi

Data yang dicatat harus menggunakan format atau urutan yang logis.

2.2.7. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan oleh

seorang perawat dalam rangka menolong klien, keluarga maupun komunitas

dalam meningkatkan kesehatan dengan optimal (Notoatmodjo, 2007). Pendidikan

kesehatan yang diberikan dapat memberikan manfaat yang meningkatkan

pengetahuan seseorang mengenai kesehatan yang akan mempengaruhi sikapnya

juga terhadap kesehatan diri sendiri. Sikap merupakan respon dari seseorang

terhadap suatu objek di mana seseorang akan memiliki kecenderungan untuk

melakukan tindakan terhadap respon tersebut. Sikap yang ditentukan akan

dipengaruhi oleh pengetahuan seseorang sehingga seseorang akan bereaksi sesuai

dengan rangsangan yang diterima (Azwar, 2010).

Pada umumnya pendidikan kesehatan yang diberikan pada pasien dengan

gastroentetiris adalah sebagai berikut:

1) Menjaga kecukupan kebutuhan cairan tubuh


37

2) Menjaga kebersihan tangan, makanan dan lingkungan

3) Penanganan awal saat terjadi diare dengan menggunakan oralit (Mutaqqin,

2011).

2.2.8. Discharge Planning

Discharge Planning adalah suatu kegiatan yang tersusun secara sistematis

dalam suatu layanan kesehatan yang disusun untuk menolong klien dan keluarga

dalam menyusun kebutuhan serta mampu melaksanakan perawatan lanjutan di

rumah setelah pasien pulang dari rumah sakit. Dengan dilakukannya hal ini maka

diharapkan agar klien dapat menjaga atau meningkatkan tingkat kesehatan yang

telah dicapai selama dirawat di rumah sakit (Slevin, 2010).

Menurut Mutaqqin (2011), discharge planning yang dapat diberikan pada

pasien dengan kasus gastroenteritis yaitu sebagai berikut.

1) Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai

kemampuan pasien

2) Jelaskan terapi yang diberikan: dosis dan efek samping

3) Menjelaskan cara menangani diare secara mandiri di rumah

4) Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.

Anda mungkin juga menyukai