Anda di halaman 1dari 8

TERAPI KOMPLEMENTER DALAM KEPERAWATAN MEDICAL BEDAH

MARISA ESTER N (1651046)


YOSI JULIANTI TINAMBUNAN (1651019)

UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA


TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ada sekitar 46 juta jiwa yang menderita penyakit Alzheimer di dunia, dan sebanyak 22 juta jiwa di antaranya
berada di Asia. Di negara maju seperti Amerika Serikat saat ini ditemukan lebih dari 4 juta orang usia lanjut penderita
Penyakit Alzheimer. Angka ini diperkirakan akan meningkat hampir 4 kali pada tahun 2050. Hal tersebut berkaitan
dengan lebih tingginya harapan hidup pada masyarakat di negara maju, sehingga populasi penduduk lanjut usia juga
bertambah.
Indonesia sebagai negara berkembang dengan jumlah penduduk terbanyak ke-4 di dunia. Dampak keberhasilan
pembangunan kesehatan antara lain terjadinya penurunan angka kelahiran, angka kesakitan dan angka kematian serta
peningkatan angka harapan hidup penduduk Indonesia. Di Indonesia, usia harapan hidup meningkat dari 68,6 tahun
(2004) meningkat menjadi 72 tahun (2015). Usia harapan hidup penduduk Indonesia diproyeksikan akan terus
meningkat, sehingga persentase penduduk Lansia terhadap total penduduk diproyeksikan terus meningkat.
Berdasarkan hasil Susenas tahun 2014, jumlah Lansia di Indonesia mencapai 20,24 juta orang atau sekitar
8,03% dari seluruh penduduk Indonesia. Data tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan dengan hasil
Sensus Penduduk tahun 2010 yaitu 18,1 juta orang atau 7,6% dari total jumlah penduduk.
Di dalam otak terdapat system saraf. System saraf dibentuk oleh jaringan saraf yang terdiri atas beberapa
macam sel. Komponen utamanya adalah sel saraf atau neuron didampingi oleh sel glia sebagai sel pengunjung. Neuron
atau sel saraf adalah sejenis sel dalam tubuh yang bertanggung jawab atas reaksi, transmisi, dan proses pengenalan
stimuli, merangsang aktivitas sel-sel tertentu dan melepas neurotransmiter. Sedangkan sel glia mempunyai bebrapa
fungsi, termasuk sebagai sel pendukung ,untuk nutrisi, perbaikan jaringan rusak, pertahanan, isolasi suatu neuron,dan
fungsi fagositosis.
Gangguan fungsi otak berkaitan dengan kerusakan neuron. Kerusakan neuron otak dapat dipicu oleh berbagai
haal salah satunya adalah diabetes melitus. Tingginya kadar gula darah pada tikus putih (Rattus norvegicus) strain
wistar berpengaruh terhadap nekrosis neuron otak( sandy, 2009). Kondisi diabetes melitus dalam jangka waktu lama
dan tidak mendapatkan pengobatan dapat meningkatkan komplikasi seperti penyakit jantung coroner, diabetic
nephropathy, retinophaty hingga kebutaan, peripheral neurophaty,hingga kematian akibat thrombosis otak.
Otak penderita Alzheimer jaringan sarafnya menyusut. Plat timbul di sekitar sel-sel saraf. Pada tahap awal,
protein berubah menjadi potongan toksik amyloid yang umumnya hancur dan dibuang. Kekebalan tubuh bereaksi
terhadap plak sehingga terjadi peradangan. Selanjutnya protein menjerat sel-sel saraf sehingga neuron tidak berfungsi
dengan normal pada sinaps sehingga penjalaran akan terganggu. Itu sebabnya penderita diabetes melitus beresiko
menderita Alzheimer, akibat terjadinya kerusakan mikrovaskular pada jaringan sarafnya (Ide,2008).
Tanaman pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di ladang, perkebunan, tepi
jalan maupun di perkarangan. Pegagan berasal dari asia tropik, menyukai tanah lembab, cukup sinar atau agak
terlindung serta dapat ditemukan di dataran rendah sampai dengan ketinggian 2500 m dpl ( Heyne 1987, Dalimartha
2000). Tanaman ini sering dianggap sebagai gulma yang kurang diperhatikan manfaatnya, padahal sudah banyak
masyarakat yang memanfaatkan pegagan sebagai bahan obat. Sejak zaman dahulu, pegegen telah dipergunakan sebagai
obat kulit, berkhasiat untuk memperbaiki gangguan syaraf dan peredaran darah. Di Jawa Barat, daun pegagan juga
dikenal sebagai lalapan yang dikonsumsi dalam bentuk segar maupun direbus, bahkan ada juga yang
mencampurkannya dalam asinan. Di Australia pegagan digunakan sebagai bahan baku obat yang bermanfaat sebagai
anti pikun dan juga anti stress.
Tanaman pegagan telah terbukti berkhasiat sebagai obat melalui beberapa ilmiah terdahulu. Pegagan dikenal
sebagai obat yang memiliki berbagai macam efek pada sistem saraf pusat seperti stimulasi saraf, peningkatan memori
serta intelegensi, penenang dan sedasi, karenanya pegagan dapat diberikan sebagai obat untuk penderita
insomnia,maupun kelainan mental. Pegagan bekerja baik untuk meningkatkan kemampuan kognitif dan kadar
neurotransmiter monoamine pada hippocampus.
Kenapa masyarakat mendunia mulai menyenanginya, dikarenakan obat-obatan tradisional saat ini telah menjadi
andalan masyarakat Indonesia dalam mengatasi berbagai penyakit. Pegagan (C. asiatica) adalah jenis herbal yang saat
ini mengundang banyak perhatian para ilmuwan untuk diteliti. Penelitian yang dilakukan oleh Annisa (2006)
membuktikan tentang peran pegagan dalam memacu kecakapan kognitif dan kadar neurotransmiter monoamine pada
hipokampus tikus serta meningkatkan β amyloid hipokampus pada penderita Alzheimer (Dhanasekaran, 2007). Efek
pegagan lain yang pernah diteliti yaitu antipiretik, antispasmodik, anti toksik, diuretik, sedatif, menyembuhkan
penyakit lepra, dan psoriasis (Winarto dan Surbakti, 2003). Efek tersebut diakibatkan oleh senyawa yang terkandung di
dalamnya yaitu asiatikosida, saponin, madekosida, centelosida, asam asiatat dan madekasat. Peran senyawa tersebut
dapat meningkatkan produksi kolagen dan proses penyembuhan luka (Kristina, 2008). Kemampuan pegagan dalam
meregenerasi jaringan neuron otak yang mengalami nekrosis menjadikan pegagan banyak dipilih untuk mengatasi
penyakit yang berhubungan dengan kemampuan daya ingat. Selain itu kandungan triterpenoid saponin (asiaticoside)
yang terkandung di dalam pegagan diketahui melancarkan peredaran darah otak. Adanya senyawa triterpenoid dalam
pegagan khususnya asiatic acid dan asiaticoside menjadi dasar berkembangnya herbal ini dalam mengatasi pernyakit
yang berhubungan dengan otak (Lee,et al., 2000).
Masyarakat Indonesia yang telah memanfaatkan pegagan secara turun-temurun adalah masyarakat Sasak
Lombok, Bengkulu dan Jawa. Mereka mengkonsumsi pegagan dalam bentuk segar sebagai lalapan untuk makan pagi
atau siang, sedangkan rebusannya banyak digunakan untuk mengobati berbagai penyakit termasuk penyakit penurunan
daya ingat. Namun demikian sampai saat ini belum ada bukti ilmiah tentang efek komsumsi pegagan sebagaimana
kebiasaan masyarakat tersebutterhadap kemampuan daya ingat.Oleh karena hal tersebut di atas, pada penelitian ini
bertujuan untuk membuktikan efekpemberian pegagan segar dan rebusan dibandingkan dengan ekstrak dalam memacu
kemampuan dayaingatpada hewan coba tikus
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mampu menjelaskan mengenai Alzheimer
2. Memberikan informasi kepada masyarakat dan kalangan medis bahwa pegagan (Cebtella asiatica) dapat
dipakai sebagai suplemen otak ,sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu terapi obat
tradisional.
3. Menambah ilmu pengetahuan tentang pengobatan tradisional menggunakan pegagan.
4. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pegagan (Centella asiatica)
Pegagan (Centella asiatica) merupakan tanaman liar yang banyak tumbuh di perkebunan, tepi jalan, di daerah
persawahan, di sela-sela rumput, di tanah yang agak lembab ataupun agak ternaungi, dan dapat ditemukan di dataran
rendah sampai dataran tinggi (2500 m dpl). Pegagan termasuk salah satu tumbuhan yang paling banyak dipakai
sebagai bahan ramuan obat tradisional. Pegagan berasal dari daerah Asia tropik dan tumbuh besar di berbagai negara
seperti Filipina, Cina, India, Sri Langka, Madagaskar, Afrika, dan Indonesia (Depkes RI, 1977).
Pegagan adalah tanaman tidak berbatang, menahun, mempunyai rimpang pendek dan stolon-stolon yang
merayap, panjang 10-80 cm, akar keluar dari setiap buku buku, banyak percabangan yang membentuk tumbuhan baru,
daun tunggal, bertangkai panjang, dan terdiri dari 2-10 helai daun. Helaian daun berbentuk ginjal, tepi bergerigi atau
beringgit dan agak berambut. Bunga tersusun dalam karangan berupa payung, tunggal atau 3-5 bunga bersama-sama
keluar dari ketiak daun, dan berwarna merah muda atau putih. Buah kecil bergantung, berbentuk lonjong, pipih,
panjang 2-2,5 mm, baunya wangi, dan rasanya pahit. Daunnya dapat dimakan sebagai lalap untuk penguat lambung.
Pegagan dapat diperbanyak dengan pemisahan stolon dan biji (Depkes RI, 1977; Jayusman, 2005).
Klasifikasi pegagan menurut Nurendah, 1982 adalah sebagai berikut:
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Umbillales
Famili : Umbillferae (Apiaceae)
Genus : Centella
Species : Centella asiatica
Pegagan merupakan tanaman herbal sehingga tanaman ini dapat digunakan sebagai obat tradisional. Pegagan
mengandung triterpenoid, fosfor, flavonoid, brahmosida, asam brahmat, asam sentelat, asam sentolat, saponim, resin,
pektin, hidrocotyline, vellarine asaticoside, thankunside, isothankuside, madecassoside, mesoinositol, centellose,
mucilago,garam K, Na, Ca, Fe, Mg, vitamin B, vitamin C, dan minyak atsiri (Wijayakusuma, 1994; Musyarofah,
2006).
Tabel 1. Kandungan gizi per 100 g daun pegagan segar
Kandungan Gizi Kadar
Kalori 34 kal
Air 89,3 g
Protein 1,6 g
Lemak 0,6 g
Karbohidrat 6,9 g
Serat 2,0 g
Abu 1,6 g
Kalsium 170 mg
Β-karoten 6580 µg
Tiamin 0,15 mg
Riboflavin 0,14 mg
Niasin 1,2 mg
Asam askorbat 4 mg
Fosfor 30 mg
Besi 3,1 mg
Kalium 414 mg

Sumber : kristina et al., 2009


Kandungan bahan aktif yang ditemukan dalam pegagan antara lain triterpenoid, minyak esensial, flavonoid,
fitosterol, β-karoten dan bahan aktif lainnya. Kandungan triterpenoid saponin dalam pegagan berkisar 1-8%. Unsur
yang utama dalam triterpenoid adalah asiatikosida, centellosida, madekassosida brahmosida, brahminosida, serta
centellasaonin-B, C dan D yang berfungsi dalam proses sintesa kolagen (Wijayakusuma, 1994; Musyarofah, 2006).
Triterpenoid merupakan senyawa aktif yang terdapat pada tanaman pegagan. Triterpenoid genin terdiri atas
beberapa unsur asam. Unsur yang paling dominan adalah asam asiatika. Asam asiatika berfungsi dalam proses
apoptosis sel kanker (Hsu, 2004). Asiatikosida berfungsi meningkatkan perbaikan dan penguatan sel- sel kulit,
stimulasi pertumbuhan kuku, rambut, dan jaringan ikat. Glikosida saponin dengan dosis tinggi akan menghasilkan efek
pereda rasa nyeri. Saponin yang terkandung dalam tanaman ini mempunyai manfaat mempengaruhi kolagen misalnya
dalam menghambat produksi jaringan bekas luka yang berlebihan (Annisa, 2006). Kandungan triterpenoid pegagan
dapat merevitalisasi pembuluh darah sehingga peredaran darah ke otak menjadi lancar, memberikan efek menenangkan
dan meningkatkan fungsi mental menjadi lebih baik.
Minyak esensial sebesar 0,1% dari seluruh kandungan bahan aktif di dalamnya. Minyak esensial ini terbagi
menjadi 2 jenis yaitu monoterpen dan sesquiterpen (Gupta and Kumar, 2006). Monoterpen dan sesquiterpen banyak
terdapat pada jaringan parenkim daun pegagan. Minyak esensial memberikan wangi yang khas pada tumbuhan pegagan
(Dasuki, 1991).
Flavonoid merupakan salah satu kandungan gizi yang terdapat dalam pegagan. Flavonoid adalah suatu
kelompok senyawa fenol terbanyak terdapat di alam. Senyawa ini bertanggung jawab terhadap zat warna merah, ungu,
biru, dan zat warna kuning dalam tumbuhan (Jayanti, 2007). Flavonoid termasuk senyawa fenolik alam yang potensial
sebagai antioksidan.
Fitosterol merupakan turunan senyawa sterol, yang dahulu hanya ditemukan pada hewan dalam bentuk
kolesterol sebagai bahan baku pembentuk hormon seks. Senyawa-senyawa fitosterol yang terdapat pada tumbuhan
antara lain sitosterol, stigmasterol, dan kampesterol. Ketiga senyawa fitosterol tersebut terbukti mampu bekerja baik
untuk mengurangi kolesterol total dan LDL kolesterol dalam darah (Tisnajaya et al., 2005).
Pegagan memiliki rasa manis, bersifat mendinginkan, berfungsi membersihkan darah, melancarkan peredaran
darah, peluruh kencing, penurun panas, menghentikan pendarahan, meningkatkan syaraf memori, antibakteri, tonik,
antiplasma, antiinflamasi, hipotensif, insektisida, antialergi, dan simultan (Lasmadiwati, 2004). Rao et al. (2007)
menyatakan bahwa penggunaan pegagan dapat meningkatkan fungsi kognitif. Tanaman ini banyak dimanfaatkan
sebagai tanaman obat, sayuran segar, lalapan atau dibuat jus. Penelitian ilmiah menunjukkan tentang khasiat pegagan
diantaranya efek anti–neoplastik, efek pelindung tukak lambung, menurunkan tekanan dinding pembuluh,
mempercepat penyembuhan luka, penambah nafsu makan, demam, gigitan ular, menyegarkan badan, menurunkan
panas, batuk kering, mimisan, peningkatan kecerdasan dan daya ingat , dan anti trombosis (Badan POM, 2010), serta
mengobati lepra, gangguan perut dan rematik (Wahjoedi dan Pudjiastuti, 2006).
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Analisis Hasil Membaca Jurnal Antara Pengaruh Dari Tumbuhan Pegagan
Penyakit Alzheimer, penyakit neurodegeneratif terbanyak di dunia, memiliki indikator patognomonik berupa
deposisi peptida β-amyloid yang akan menjadi plak pada parenkim otak dan dinding pembuluh darah otak. Hal ini
ditandai dengan adanya gangguan daya ingat dan kerusakan neuron pada sistem saraf pusat.5,6 Peptida β-amyloid
merupakan hasil dari proses degenerasi dari amyloid precursos protein (APP) yang terdiri dari dua peptida mayor
(Aβ1-40 dan Aβ1-42) dengan panjang yang berbeda. Konsentrasi plasma peptida β-amyloid bertambah sesuai usia dan
akan meningkat pada individu dengan mutasi, hal ini menyebabkan onset awal penyakit Alzheimer. Peptida Aβ1-40
dan Aβ1-42 merupakan komponen penting dari plak pada penyakit Alzheimer, serta telah dilaporkan mampu
menginduksi kematian neuron dan neurotoksisitas pada kedua penelitian in vitro maupunin vivo.5 Mekanisme primer
dari Aβ1-40 adalah induksi reactive oxygen species (ROS) secara berlebihan, seperti superoksida, hidrogen peroksida
(H2O2), dan oksigen. Peningkatan ROS intraseluler menyebabkan stres oksidatif.5 Terlebih lagi, kombinasi antara
induksi ROS yang dimediasi β-amyloid dan influks Ca2þ yang berlebihan telah dilaporkan mampu menimbulkan stres
oksidatif, aktivasi sel glia dan berkontribusi terhadap apoptosis seluler, yang dapat mengarah pada perubahan
neurodegeneratif berupa kehilangan daya ingat dan perubahan tingkah laku.5,6 Karena pentingnya mekanisme terkait
ROS pada penyakit Alzheimer, beberapa penelitian menggunakan antioksidan, seperti vitamin E7 dan ekstrak Centella
asiatica, atau meningkatkan aktivitas enzim pada sistem pertahanan antioksidatif, seperti superoxide dismutase (SOD),
katalase, glutathione peroxidase (GPx), dan glutathione reductase (GR), untuk melindungi sel neuron dari ROS yang
diinduksi β-amyloid. Penelitian menunjukan dari penggunaan antioksidan dan aktivasi sistem pertahanan oksidatif
dapat menekan neurotoksisitas dari β-amyloid pada model in vitro dan in vivo. Oleh karena itu, agen yang dapat
menurunkan stres oksidatif dapat berkontribusi sebagai strategi terapi superior untuk pengobatan neurotoksisitas yang
diinduksi oleh β-amyloid dan dapat menimbulkanpeningkatan hasil neurologi pada penyakit Alzheimer.5 Gambaran
otak penderita penyakit Alzheimer menunjukkan atrofi yang bermula dari lobus medial temporal dan menyebar ke
lateral dan medial dari lobus parietal dan temporal, serta ke lateral dari korteks frontal. Secara mikroskopis, terdapat
neuritic plaque yang mengandung β-amyloid, neurofibrillary tangles (NFTs) yang terdiri dari hyperphosphorylated tau
filaments, dan akumulasi β-amyloid pada dinding pembuluh darah korteks dan leptomeninges.
Centella asiatica telah diketahui secara luas sebagai agen penyembuh luka, karena kemampuannya untuk
menyembuhkan luka kecil, goresan, luka bakar, dan iritasi kulit. Juga digunakan untuk reepitelisasi kulit dan
menyembuhkan luka epitel pada kornea. Semakin merkembangnya teknologi, potensi yang belum ditemukan pada
tanaman ini dilaporkan mempunyai efek antiinflamasi, antimikroba, antifungi, antidepresan, antioksidan, dan
antikanker. Centella asiatica juga telah ditemukan memiliki efek antiproliferasi terhadap sel epitel respiratori manusia
secara in vitro dan juga mampu mengurangi jumlah, motilitas, viabilitas sperma pada tikus jantan, selain memiliki efek
infertilitas.2 Walaupun banyak penelian preklinik yang telah dilakukan, penelitian klinik lebih lanjut sangatlah
diperlukan untuk mengevaluasi nilai farmakologi dan standarisasi profil biokimia dari ekstrak tanaman sebelum
diaplikasikan pada variasi terapi. Karena efek toksisitas dari Centella asiatica sangat bergantung terhadap distribusi
geografik, standarisasi dari komponen bioaktif selama persiapan ektraksi akan nampak dalam variasi momen yang
berbeda. Ini disebabkan karena adanya fluktuasi yang akan menimbulkan berbagai macam komplikasi dan dapat
mempengaruhi nilai terapeutik.
Konsumsi bubuk daun kering dari Centella asiatica yang dicampur dengan susu merupakan kebiasaan pada
beberapa bagian di India untuk meningkatkan daya ingat ataupun dapat dengan cara direbus saja .Penelitian awal pada
efek sistem saraf pusat dari Centella asiatica menyatakan bahwa ekstrak dari tanaman ini dapat ditoleransi dengan baik
dan mungkin memiliki efek prokognitif pada manusia dan tikus.
Asiatica meningkatkan retensi daya ingat pada manusia dan meningkatkan aktivitas dan tingkah laku pada anak
anak dengan retardasi mental. Fungsi tambahan dari Centella asiatica adalah relaksasi dan ketenangan mental selama
praktik meditasi dan mengurangi depresi serta kecemasan ketika dikombinasikan dengan tanaman lain. Beberapa
penelitian menunjukan fakta bahwa Centella asiatica memiliki mekanisme aksi yang relevan terhadap terapi penyakit
Alzheimer. Efek neuroprotektif dari Centella asiatica telah dibuktikan melalui paparan biakan neuron terhadap
glutamat. Centella asiaticatelah dilaporkan secara in vivo untuk mencegah defisit kognitif yang terjadi selama
pengobatan dengan Streptozotocin dan melindungi neuron kolinergik dari efek toksik alumunium. Selain itu, terapi
Centella asiatica mampu

menurunkan produksi protein karbonil. Data ini menunjukan bahwa Centella asiatica menurunkan neuropatologi pada
penyakit Alzheimer.
Penelitian melaporkan bahwa ekstrak etanol Centella asiatica dapat menekan neurotoksisitas yang diinduksi
oleh β-amyloid dengan cara meningkatkan sistem pertahanan antioksidatif pada sel diferensiasi PC12 dan IMR32 serta
memberikan dasar yang menguntungkan untuk perkembangan pengobatan terapetik atau profilaksis penyakit
Alzheimer.5 β-amyloid dan stres oksidatif telah menunjukan peran yang signifikan pada perkembangan dan progresi
penyakit Alzheimer. Data menggambarkan bahwa pengobatan jangka panjang dengan 2,5 g/kg ekstrak air Centella
asiatica menurunkan level β1-40-amyloid dan β1-42-amyloid yang dapat dideteksi dengan biokimia pada hipokampus.
Pengobatan post natal day (PND) 60-300 dengan 5,0 g/kg ekstrak etanol mampu mengurangi beban amiloid karena
fibrillar βamyloid di korteks.
Penyakit Alzheimer, yang ditandai dengan pengendapan β-amyloid, dapat ditemukan pada 10% populasi
manusia dengan usia diatas 70 tahun. β-amyloid mampu menimbulkan stres oksidatif, aktivasi sel glia dan
berkontribusi terhadap apoptosis seluler, yang dapat mengarah pada perubahan neurodegeneratif berupa kehilangan
daya ingat dan perubahan tingkah laku. Centella asiatica memiliki efek neuroprotektif dan antioksidan yang tinggi,
meningkatkan daya ingat, menurunkan inflamasi, serta meningkatkan aktivitas kognitif. Dengan adanya efek
neuroprotektif dari Centella asiatica, tumbuhan ini dapat mengurangi pengendapan dari β-amyloid di hipokampus
pasien dengan penyakit Alzheimer.
3.2 Kesimpulan
Ekstrak Centella asiatica, bahwa pegagan dapat meregenerasi sel otak nekrosis sehingga dapat memperbaiki
daya ingat. Macam sediaan pegagan baik dalam bentuk ekstrak, segar maupun rebusan (pengolahan secara tradisional)
sama-sama mampu meningkatkan daya ingat mampu menurunkan pengendapan βamyloid di hipokampus yang
berperan sebagai patognomonik pada penyakit Alzheimer, sehingga dapat digunakan sebagai pengobatan maupun
profilaksis dari penyakit tersebut.
REFERENSI
- Manfaat Pegagan (Centella asiatica) terhadap Pengobatan Penyakit Alzheimer
- Efek Farmakologi Pegagan(Centella asiatica(L.) Urban)Sebagai Suplemen Pemacu Daya Ingat

Anda mungkin juga menyukai