Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengkajian terhadap penyakit kanker yang menakutkan bagi semua
orang, jumlah penderita kanker di indonesia belum diketahui secara pasti,
tetapi peningkatannya dari tahun ke tahun dapat dibuktikan sebagai salah
satu penyebab utama kematian. Hanya beberapa jenis kanker yang dapat
diobati, terutama jika diobati saat masih stadium dini. Keberhasilan
pengobatan sangat dipengaruhi oleh jenis kanker, stadium kanker, keadaan
umum penderita, dan usaha penderita untuk sembuh.
Kanker disebabkan oleh pertumbuhan sel-sel jaringan yang tidak
normal dalam tubuh manusia. Sel-sel kanker ini akan cepat berkembang
secara tidak terkendali, bahkan dapat menyebar dan menyerang organ-
organ penting lainnya. Dalam keadaan normal, sel dalam tubuh kita akan
membelah diri jika ada pergantian sel-sel yang telah mati dan rusak.
Namun, sel kanker ini justru akan membelah terus-menerus meskipun
tubuh kita tidk membutuhkannya. Akibatnya, akan terjadi penumpukan
sel-sel baru yang disebut tumor ganas atau kanker.
Ada beberapa diantaranya jenis-jenis kanker yaitu terutama kanker
paru merupakan kanker ganas yang terjadi pada jaringan paru-paru, kanker
ini termasuk jenis kanker yang mematikan, penyebab utama munculnya
kanker paru yaitu asap rokok sehingga hampir 90% penderita kanker paru
adalah laki-laki perokok aktif atau mantan perokok. Tingginya angka
perokok pada masyarakat indonesia akan menjadikan kanker paru sebagai
salah satu masalah kesehatan di indonesia.
Kanker paru merupakan salah satu jenis panyakit yang
memerlukan penanganan dan tindakan yang cepat dan terarah.
Pemanfaatan tumbuhan mimba atau daun mimba (Azadirachta indica
A.Juss) adalah daunyang tergolong dalam tanaman terna/perdu yang
pertama kali ditemukan didaerah Hindustani, di Madhya Pradesh, India.

1
Mimba datang tersebar ke Indonesia diperkirakan sejak tahun 1.500
dengan daerah penanaman utama adalah di Pulau Jawa.
Tanaman mimba mempunyai beberapa kegunaan dimana mimba
digunakan untuk penyembuhan sejumlah penyakit. Daun mimba memiliki
beberapa kandungan seperti β-sitosterol, hiperoside, nimbolide, quercetin,
rutin.mimba memiliki banyak manfaat yaitu sebagai antiinflmasi,
antirematik, antipiretik, penurunan gula darah, antitukak lambung,
antifertilitas, antivirus, dan antikanker.
Berdasarka latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang “Uji Aktivitas Antikanker Ekstrak Daun
Mimba (Azadirachta indica A.Juss) Terhadap Sel Kanker Paru Secara
In Vitro”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apakah ekstrak daun mimba mempunyai sifat sitotoksisitas terhadap
sel kanker paru-paru ?
2. Bagaimana proses ekstrak daun mimba terhadap uji aktivitas sel
kanker paru-paru ?
3. Apakah esktrak daun mimba dapat di kembangkan sebagai obat
antikanker ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum :
Untuk mengetahui apakah esktrak daun mimba memiliki potensi
yang baik untuk di kembangkan sebagai senyawa antikanker.
Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui apakah ekstrak daun mimba mempunyai sifat
sitotoksisitas terhadap sel kanker paru-paru.
2. Untuk mengetahui proses ekstrak daun mimba terhadap uji aktivitas
antikanker.
3. Untuk mengetahui apakah ekstrak daun mimba dapat di kembangkan

2
sebagai obat antikanker.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat umum :
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk
mendukung penemuan obat alternatif herbal antikanker dari daun mimba.
Manfaat khusus :
Penelitian ini diharapkan dapat melengkapi teori yang telah ada
mengenai khasiat, daun mimba terhadap antikanker dalam bidang ilmu
kefarmasian.
E. Hipotesis
Ekstrak daun mimba efektif terhadap uji aktivitas antikanker.

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA
A. Klasifikasi Tanaman Daun Mimba (Azadirachta indica Juss.)

Divisi : Spermatophyta
Subdivisi: Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Subkelas : Dialypetaleae
Bangsa : Rutales
Suku : Meliaceae
Marga : Azadirachta
Jenis : Azadirachta indica Juss. (Tjitrosoepomo, 1996)

Nama daerah: Imba, Mimba (Jawa); Membha, Mempheuh (Madura); Intaran,


Mimba (Bali)
Nama asing: Margosier, Margosatree, Neem tree (Inggris/Belanda) (Heyne,
1987).

Nama ilmiah: Azadirachta indica Juss.

B. Uraian Tumbuhan

Merupakan pohon yang tingi batangnya dapat mencapai 20 m. Kulit tebal,


batang agak kasar, daun menyirip genap, dan berbentuk lonjong dengan tepi
bergerigi dan runcing, sedangkan buahnya merupakan buah batu dengan panjang
1 cm. Buah mimba dihasilkan dalam satu sampai dua kali setahun, berbentuk

4
oval, bila masak daging buahnya berwarna kuning, biji ditutupi kulit keras
berwarna coklat dan didalamnya melekat kulit buah berwarna putih. Batangnya
agak bengkok dan pendek, oleh karena itu kayunya tidak terdapat dalam ukuran
besar (Heyne, 1987).

Daun mimba tersusun spiralis, mengumpul di ujung rantai, merupakan


daun majemuk menyirip genap. Anak daun berjumlah genap diujung tangkai,
dengan jumlah helaian 8-16. tepi daun bergerigi, bergigi, beringgit, helaian daun
tipis seperti kulit dan mudah laya. Bangun anak daun memanjang sampai setengah
lancet, pangkal anak daun runcing, ujung anak daun runcing dan setengah
meruncing, gandul atau sedikit berambut. Panjang anak daun 3-10,5 cm (Backer
dan Van der Brink, 1965).

Helaian anak daun berwarna coklat kehijauan, bentuk bundar telur


memanjanga tidak setangkup sampai serupa bentuk bulan sabit agak melengkung,
panjang helaian daun 5 cm, lebar 3 cm sampai 4 cm. Ujung daun meruncing,
pangkal daun miring, tepi daun bergerigi kasar. Tulang daun menyirip, tulang
cabang utama umumnya hampir sejajar satu dengan lainnya.

Tumbuhan liar di hutan dan di tempat lain yang tanahnya agak tandus, ada
juga yang ditanam orang ditepi-tepi jalan sebagai pohon perindang
(Mardisiswodjo, 1985). Banyak terdapat di daerah Jawa Barat, Jawa Timur,
Madura 1-300 meter. Umumnya di tempat yang sangat kering, di pinggir jalan,
pada hutan yang terbuka (Backer dan Van der Brink, 1965).

C. Kandungan kimia dan Kegunaan


Daun mimba mengandung senyawa-senyawa diantaranya adalah β-
sitosterol, hyperoside, nimbolide, quercetin, quercitrin, rutin, azadirachtin, dan
nimbine. Beberapa diantaranya diungkapkan memiliki aktivitas antikanker (Duke,
1992). Daun mimba mengandung nimbin, nimbine, 6-desacetylbimbine,
nimbolide dan quercetin (Neem Foundation, 1997).

5
Tanaman mimba mempunyai beberapa kegunaan. Di India tanaman ini
disebut “the village pharmacy”, dimana mimba digunakan untuk penyembuhan
penyakit kulit, antiinflamasi, demam, antibakteri, antidiabees, penyakit
kardiovaskular, dan insektisida (McCaleb, 1986). Daun mimba juga di gunakan
sebagai repelan, obat penyakit kulit, hipertensi, diabetes, anthelmintika, ulkus
peptik, dan antifungsi. Selain itu bersifat antibakteri dan antiviral (Narula, 1997).
Seduhan kulit batangnya digunakan sebagai obat malaria. Penggunaan
kulit batangnya yang pahit dianjurkan sebagai tonikum. Kulit batang yang ditoreh
pada waktu tertentu setiap tahun menghasilkan cairan dalam jumlah besar. Cairan
ini diminum sebagai obat penyakit lambung di India. Daunnya yang sangat pahit,
di Madura digunakan sebagai makanan ternak. Rebusannya di minum sebagai
obat pembangkit selera dan obat malaria (Heyne, 1987).

C. Kanker

Kanker adalah suatu penyakit sel dengan ciri gangguan atau kegagalan
mekanisme pengatur multiplikasi dan fungsi homeostasis lainnya pada organisme
multiseluler. Sifat umum dari kanker ialah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan berlebihan umumnya berbentuk tumor.

2. Gangguan diferensiasi dari sel dan jaringan sehingga mirip jaringan mudigah.

3. Bersifat invasif, mampu tumbuh di jaringan sekitarnya (perbedaan pokok


dengan jaringan normal).

4. Bersifat metastatik, menyebar ke tempat lain dan menyebabkan pertumbuhan


baru.

5. Memiliki hereditas bawaan (acquired heredity) yaitu turunan sel kanker juga
dapat menimbulkan kanker dan,

6. Pergeseran metabolisme ke arah pembentuka makromolekul dari nukleosida


dan asam amino serta peningkatan katabolisme karbohidrat untuk energi sel

6
Sel kanker mengganggu tuan rumah karena menyebabkan :

1. Desakan akibat pertumbuhan tumor.

2. Penghancuran jaringan tempat tumor berkembang atau bermetastatis.

3. Gangguan sistemik lain sebagai akibat sekunder dari pertumbuhan sel kanker.

Di negara yang telah maju yang telah berhasil membasmi penyakit infeksi,
kanker merupakan penyebab kematian kedua setelah penyakit kardiovaskuler. Di
AS kanker merupakan penyebab utama pada wanita antara 30-54 tahun dan anak-
anak 3-14 tahun. Dengan metode pengobatan pada saat ini, 1/3 jumlah pasien
tertolong melalui pembedahan dan terapi radiasi. Kesembuhan hampir seluruhnya
terjadi pada pasien yang penyakitnya belum menyebar pada saat pembedahan.
Diagnosis lebih dini makin meningkatkan penyembuhan.

Antikanker diharapkan memiliki toksisitas selektif artinyamengahncurkan


sel kanker tanpa merusak sel jaringan normal. Pada umumnya antineoplastik
menekan pertumbuhan atau poliferasi sel dan menimbulkan toksisitas, karena
menghambat pemebelahan sel normal yang poliferasinya cepat misalnya sumsum
tulang, epitel germinativum, mukosa saluran cerna, folikel rambut dan jaringan
limfosit. Terapi hanya dapat dikatakan berhasil baik, bila dosis yang digunakan
dapat mematikan sel tumor yang ganas dan tidak terlalu mengganggu sel normal
yang berpoliferasi.

Pasien yang keadaann umumnya masih baik paling mendapat manfaat dari
pengobatan, sedangkan yang keadaan umumnya buruk paling sedikit. Status
imunologik pasien khususnya imunitas seluler berkolerasi baik dengan hasil
pengobatan. Pasien yang imunitas selulernya tidak terganggu memberikan respon
baik terhadap pengobatan, sebaliknya yang imunokompetensinya rendah
menunjukan respon buruk. Hasil pe3ngobatan ulang umumnya lebih buruk dari
pengobatan terdahulu.

7
D. Kanker Paru

Kanker paru merupakan salah satu jenis kanker yang mempunyai tingkat
insidensi yang tinggi di dunia, sebanyak 17% insidensi terjadi pada pria (peringkat
kedua setelah kanker prostat) dan 19% pada wanita (peringkat ketiga setelah
kanker payudara dan kanker kolorektal) (Ancuceanu and Victoria, 2004). Di
Indonesia, kanker paru menjadi penyebab kematian utama kaum pria dan lebih
dari 70 % kasus kanker itu baru terdiagnosis pada stadium lanjut (Anonim, 2006).

Kanker paru dapat disebabkan karena berbagai faktor, antara lain yaitu
asap rokok dan perubahan genetik. Merokok adalah penyebab utama terjadinya
kanker paru pada 80-90% kasus kanker paru meskipun hanya 10-15% perokok
terserang kanker paru (Kopper and Timar, 2005). Asap rokok telah terbukti
merupakan penyebab utama timbulnya kanker paru, baik pada perokok aktif
maupun pasif. Angka kesakitan dan kematian akibat kanker paru meningkat
sebanding dengan jumlah rokok yang dihisap setiap hari, usia saat mulai merokok,
dalamnya hisapan, lama kebiasaan merokok dan tingginya zat-zat karsinogen
dalam tar pada asap rokok. Zat-zat karsinogen tersebut antara lain naftilamin,
pirena, toluidin, dibenzacridin, kadmium, benzo[a]pirena, vinilklorida, dan
polonium-210 (Serpi, 2003). Selain itu asap rokok diketahui mengandung lebih
dari 20 jenis karsinogen terutama tobacco-specific nitrosamine4 –
(methylnitrosamino) -1 – (3-pyrydyl) -1- butanon (NKK). Zat karsinogenik
tersebut dapat menyebabkan perubahan sel-sel epitel bronkus kearah keganasan.

Kanker paru merupakan penyebab utama keganasan di dunia, mencapai


hingga 13 persen dari semua diagnosis kanker. Selain itu, kanker paru juga
menyebabkan 1/3 dari seluruh kematian akibat kanker pada laki-laki. Di Amerika
Serikat, diperkirakan terdapat sekitar 213.380 kasus baru pada tahun 2007 dan
160.390 kematian akibat kanker paru pada tahun 2007. Berdasarkan data WHO,
kanker paru merupakan jenis kanker terbanyak pada laki-laki di Indonesia, dan
terbanyak kelima untuk semua jenis kanker pada perempuan. Kanker paru juga

8
merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak pada laki-laki dan kedua
terbanyak pada perempuan.

Hasil penelitian berbasis rumah sakit dari 100 RS di Jakarta menunjukkan


bahwa kanker paru merupakan kasus terbanyak pada laki-laki dan nomor 4
terbanyak pada perempuan, dan merupakan penyebab kematian utama pada laki-
laki dan perempuan. Berdasarkan data hasil pemeriksaan di laboratorium Patologi
Anatomik RSUP Persahabatan, lebih dari 50 persen kasus dari semua jenis kanker
yang didiagnosa adalah kasus kanker paru. Data registrasi kanker Rumah Sakit
Dharmais tahun 2003-2007 menunjukkan bahwa kanker trakea, bronkus dan paru
merupakan keganasan terbanyak kedua pada pria (13,4%) setelah kanker
nasofaring (13,63%) dan merupakan penyebab kematian akibat kanker terbanyak
pada pria (28,94%).

Insiden kanker paru termasuk rendah pada usia di bawah 40 tahun, namun
meningkat sampai dengan usia 70 tahun. Faktor risiko utama kanker paru adalah
merokok. Secara umum, rokok menyebabkan 80% kasuskanker -8-paru pada laki-
laki dan 50% kasus pada perempuan. Faktor lain adalah kerentanan genetik
(genetic susceptibility), polusi udara, pajanan radon, dan pajanan industri
(asbestos, silika, dan lain-lain).

Sebagian besar kasus kanker paru didiagnosa dari gejala yang muncul,
dikaitkan dengan kejadian primer, metastasis atau praneoplastik. Sebagian kanker
paru terdapat dalam empat bentuk tipe histologi yang terdiri dari bentuk squamous
cell cancer, adenocarcinoma, large cell cancer, yang ketiganya digolongkan dalam
non small cell lung cancer (NSCLC). Sedangkan bentuk keempat adalah small
cell lung cancer (SCLC) (Minna et al., 2002). Tingkat insidensi kanker paru jenis
SCLC mencapai 25% dari kejadian kanker paru, yang mempunyai karakteristik
metastasis awal dan sensitive terhadap kemoterapi dan radioterapi (Ancuceanu
and Victoria, 2004). Sedangkan kasus NSCLC terjadi pada 15% pasien yang
terdiagnosis kanker paru, yang mempunyai karakteristik kurang sensitif terhadap
kemoterapi dan radioterapi (Ancuceanu and Victoria, 2004).

9
Tingkatan stadium kanker paru dibagi menjadi empat (Anonim, 2006) :

Stadium Manifestasi Klinis


Stadium I Pertumbuhan kanker paru masih terbatas pada paru-paru
dan dikelilingi oleh jaringan paru-paru
Stadium II Kanker telah menyebar dekat kelenjar getah bening
Stadium IIIa Kanker telah menyebar keluar paru-paru tetapi masih bisa
diambil dengan operasi bedah
Stadium IIIb Kanker telah menyebar keluar paru-paru dan tidak bisa
diambil dengan operasi bedah
Stadium IV Kanker telah menyebar ke organ/jaringan tubuh yang lain
(metastasis)

Perubahan genetik yang terjadi pada kanker paru dikarenakan mutasi pada
tumor suppressor gene atau oncogene. Ketidakseimbangan antara kedua gen
tersebut memicu berkembangnya sel kanker. Kanker paru terjadi mutasi pada
onkogen Ras yang memegang peran penting dalam proliferasi sel dan tranduksi
sinyal. Famili gen Ras yang sering mengalami mutasi pada sel kanker adalah H-
Ras, K-Ras dan N-Ras. Mutasi yang terjadi pada K-Ras antara lain transversi
GC, transisi GA dan transversi GC sedangkan mutasi pada N-Ras antara
lain transverse TG dan transisi AG. Mutasi Ras jarang terjadi pada SCLC
dan terjadi 15-20% NSCLC (Forgacs et al., 2001). Selain Ras, onkogen yang
berperan dalam pertumbuhan kanker paru adalah BCl-2 yang menurunkan
regulasi apoptosis, kematian sel kanker yang terprogram (Petmirt et al., 2003).
Pada penderita kanker paru juga ditemukan adanya mutasi tumor suppressor gene,
p53 yaitu transversi GT sehingga fungsi protein p53 sebagai dalam menekan
pertumbuhan sel kanker terganggu (Hainaut and Pfeifer, 2001).

Kanker paru dapat dicegah dengan menerapkan pola hidup sehat dan
menghindari kebiasaan merokok. Proteksi terhadap paparan karsingen mutlak
diperlukan pada mereka yang bekerja dalam lingkungan yang tercemar polusi
industri seperti asbes, uranium, kromium dan senyawa karsinogen yang lain.

10
Terapi yang paling penting bagi pasien kanker paru adalah kombinasi dari
pembedahan, kemoterapi dan radioterapi. Pembedahan adalah pengobatan pasien
NSCLC stadium I, II dan beberapa IIIa. Kemoterapi dan radioterapi dapat
diberikan pada pasien dengan stadium penyakit yang terbatas, jika secara
fisiologis mereka masih mampu menjalani pengobatan ini. Pasien-pasien dengan
stadium penyakit ekstensif ditangani dengan kemoterapi saja. Regimen kombinasi
kemoterapi yang sering digunakan adalah siklofosfamid-doksorubisin-vinkristin
dan siklofosfamid – doksorubisin-vinkristin-etopoksid. Terapi radiasi juga dipakai
untuk profilaksis metastasis ke otak dan untuk penanganan paliatif nyeri,
hemoptisis berulang, efusi atau obstruksi saluran nafas (Price and Wilson, 1995).

E. Manifestasi Klinis

Kanker paru tidak memiliki gejala klinis yangkhas,tetapi batuk, sesak


napas, atau nyeri dada (gejala respirasi) yang muncul lama atau tidak kunjung
sembuh dengan pengobatan biasa pada pasien“kelompok risiko” harus ditindak
lanjut iuntuk prosedur diagnosis kanker paru.

Gejala yang berkaitan dengan pertumbuhan tumor langsung misalnya


batuk, hemoptisis, nyeri dada dan sesak napas/stridor. Batuk merupakan gejala
tersering (60-70%) pada kanker paru.

Gejala lain berkaitan dengan pertumbuhan regional, seperti efusi pleura,


efusi perikard, sindrom vena kava superior, disfagia, sindrom Pancoast, dan
paralisis diafragma. Sindrom Pancoast merupakan kumpulan gejala dari kanker
paru yang tumbuh di sulkus superior, yang menyebabkan invasi pleksus brakhial
sehingga menimbulka nnyeri pada lengan dan muncul nya sindrom Horner
(ptosis, miosis, hemifacial anhidrosis).

Keluhan suara serak menandakan telah terjadinya kelumpuhan saraf atau


gangguan pada pita suara. Gejala klinis sistemik yang juga kadang menyertai
yaitu penurunan berat badan dalam waktu yang singkat, nafsu makan
menurun,dan demam hilang timbul. Gejala yang berkaitan dengan gangguan

11
neurologis (sakit kepala, lemah/parese) sering terjadi jika terdapat penyebaran ke
otak atau tulang belakang. Nyeri tulang sering menjadi gejala awal pada kanker
yang telah menyebar ke tulang. Gejala lainnya yaitu gejala paraneoplastik, seperti
nyeri muskuloskeletal, hematologi, vaskuler, neurologi, dan lain-lain.

Pada pemeriksaan fisik, tanda yang dapat ditemukan pada kanker paru
dapat bervariasi tergantung pada letak, besar tumor,dan penyebarannya.
Pembesaran kelenjar getah bening (KGB) supraklavikula, leher dan aksila
menandakan telah terjadi penyebaran ke KGB atau tumor di dinding dada, kepala
atau lokasi lain juga menjadi petanda penyebaran. Sesak napas dengan temuan
suara napas yang abnormal pada pemeriksaan fisik didapat jika terdapat massa
yang besar, efusi pleura atau atelektasis. Venektasi (pelebaran vena) di dinding
dada dengan pembengkakan (edema) wajah, leher dan lengan berkaitan dengan
bendungan pada vena kava superior (SVKS). Sindrom Horner sering terjadi pada
tumor yang terletak di apeks -10-(Pancoast tumor).Thrombus pada vena
ekstremitas, yang ditandai dengan edema disertai nyeri pada anggota gerak dan
gangguan sistem hemostatis (peningkatan kadar D-dimer),menjadi gejala telah
terjadinya bendungan vena dalam (DVT). Tanda-tanda patah tulang patologik
dapat terjadi pada kanker yang bermetastasis ke tulang. Tanda-tanda gangguan
neurologis akan didapat jika kanker sudah menyebar ke otak atau tulang belakang.

F. Pengobatan

Pengobatan antikanker merupakan obat spesialitik. Batas keamanannya


begitu sempit sehingga hanya dibnarkan penggunaanya oleh dokter yang
berpengalaman di bidang pengobatan ini, penggunaan yang kurang cermat hanya
akan menambah penderitaan, bersifat fatal dan pemborosan biaya. Serang pasien
akan menghabiskan uang50-60 juta sebelum meninggal dengan perpanjangan
penderitaan tanpa mengalami hidup yang berarti. Ditangan orang yang
bertanggung jawab kemoterapi kanker ini cukup memberikan hasilnya. Menurut
statistik di negara maju, 17% pasien kanker sembuh dengan kemoterapi sehingga
ditambah dengan pembedahan dini, 50% pasien kanker di sembuhkan.

12
Tergantung dari keadaan pasien dan jenis kanker, pengobatan bervariasi
dari dari yang sangat intensif sampai tanpa pengobatan khusus sama sekali,
kecuali yang bersifat suportif yaitu dukungan mental - spiritual - emosional dan
perbaikan kedaan umum. Seringkali tindakan yang disebut terakhir merupakan
tindakan yang paling tepat bagi pasien kanker stadium akhir maupun keluarganya.

G. Obat Antikanker

NO Golongan Sub golongan Obat

1. Alkilator Mustar Nitrogen Mekloretamin

Siklofosfamid

Melfalan

Mustar urasil

Klorambusil

Derivat etilenamil Trietilan-melamin


(TEM)

Trietilen-
tiofosforamid (tio-
TEPA)
Alkil sulfonat

Busulfan
Nitrosourea

Karmustin (BCNU)

Lomustin (CCNU)

Semustin (metil
CCNU)

13
2. Anti metabolit Analog pirimidin 5-Fluorourasil

Sitarabin

6-Azauridin

Floksuridin (FUDR)

Analog Purin 6-Merkaptropurin

6-Tioguanid (T6)

Antagonis Folat Metotreksat

3. Produk alamiah Alkaloid vinka Vinblastin (VLB)

Vinkristin (VCR)

Antibiotik Daktinomisin

Mitomisin

Antrasiklin:
daunorubisin,
doksorubisin

Mitramisin

Bleomisin

Enzim
L-asparaginase

4. Hormon Hormon Prednison


adrenokortikosteroid

Progestin
Hidroksiprogesteron

14
kaproat

Hidroksiprogesteron
asetat
Estrogen
Dietilstrilbestrol

Etinil estradiol
Androgen
Testosteron propionat

Fluoksimeteron

5. Isotop radioaktif Fosfor Natrium fosfat (p32)

Yodium Natrium yodida (l131)

6. Lain-lain Substitusi urea Hidroksiurea

Derivat metilhidrazin Prokabrazin

H. Mekanisme Kerja Obat

Pada umumnya, kerja antikanker berdasarkanatas gangguan pada salah


satu proses sel yang esensial. Karena tidak ada perbedaan kualitatif antara sel
kanker dengan sel normal maka semua antikanker bersifat mengganggu sel
noramal, bersifat sitotoksik dan bukan kankerosid atau kankerotoksikyang
selektif.

1. Alkilator

Alkilator yang bifungsional misalnya mustar nitrogen dapat


berikatan kovalen dengan 2 gugus asam nukleat pada rantai yang berbeda
membentuk cross- linking sehingga terjadi kerusakan pada fungsi DNA.
Hal ini dapat menerangkan sifat sitotoksik dan mutagenikdari alkilator.

15
2. Antimetabolit

Antipurin dan antipirimidin mengambil tempat purin dan pirimidin


dalam membentukan nukleosida, sehingga mengganggu berbagai reaksi
penting dalam tubuh. Penggunaanya sebagai obat kanker didasarkan atas
kenyataan bahwa metabolisme purin dan piri8midin lebih tinggi pada sel
kanker dari sel normal. Dengan demikian, penghambatan sintesis DNA sel
kanker lebih dari terhadap sel normal.

3. Alkaloid vinka

Zat ini berikatan secara spesifik dengan tubulin, komponen protein


mikrotubulus, spindel mitotik,dan memblok polimerisasinya. Akibatnya
terjadi disolusi mikrotubulus, sehingga sel terhenti dalam metafase
(spindel pison).

4. Antibiotik

(a). Antrasiklin : Berinterkalasi dengan DNA, sehingga fungsi DNA


sebagai template dan pertukaran sister chromatid terganggu dan pta DNA.
Antarsiklin juga bereaksi dengan sitokrom p450 reduktase yang dengan
adanya MADPH membentuk zat perantara, yang kemudian bereaksi
dengan oksigen menghasilkan radikal bebas yang menghancurkan sel.
Pembentukan radikal bebas ini di rangsang oleh adanya Fe.

(b). Aktinomisin : Memblok polimerase RNA yang dependen terhadap


DNA, karena terbentuknya kompleks antara obat dengan DNA. Selain itu
aktinomisin juga menyebabkan putusnya rantai tunggal DNA mungkin
berdasarkan terbentuknya radikal bebas atau akibat kerja topoisomerase ll.

(c). Bleomisin : Bersifat sitotoksik berdasarkan daya memecahkan DNA,


in vitro, bleomisin menyebabkan akumulasi sel pada fase G2 dan banyak

16
sel memperlihatkan aberasi kromosom termasuk pecahnya, fragmentasi
dan translokasi kromatid.

(d) Asparaginase : Obat ini ialah suatu enzim katalisator yang berperan
dalam hidrolosis asparagin menjadi asam aspartat dan amonia. Dengan
demikan sel kanker kekurangan asparagin yang berakibat kematian sel.

BAB III

17
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokima, Laboratorium Kimia


Organik Fakultas Farmasi Dan Sains Universitas Muhammadiyah Prof. DR.
Hamka Jakarta Timur

2. Jadwal Penelitian

penelitian dilaksanakan mulai bulan November 2019-Februari 2020

B. Metode Penelitian

1. Alat-alat

Alat yang digunakan yaitu : Bejana untuk maserasi, blender, kertas saring,
timbangan analitik, pengayak mesh 40, rotary evaporator, oven, alat-alat
gelas (batang pengaduk, erlenmayer, pipet, beaker glass, pipet tetes,
corong) kapas, gunting, waterbath, laminar air flow, autoclave, cawan
petri, jarum ose, kertas cakram, pemanas dan tabung reaksi.

2. Bahan-bahan

Adapun bahan-bahan yang dibutuhkan adalah daun mimba yang


peroleh dari kebun induk Balitro Bogor, dan sel kanker paru di peroleh dari
PP2SP, media Nutrien Agar, media Muler Hinton, dan alkohol.

C. Pola Penelitian

1. Pengumpulan tumbuhan dan pengolahan simplisia

18
2. Pembutan ekstrak daun mimba.

3. Ujin identifikasi metabolit sekunder

4. Perhitungan rendemen

5. Pembutan sediaan

6. Analisis data

D. Prosedur penelitian

1. Pemeriksaan Simplisia (Determinasi)

Sebelum dilakukan penelitian, daun mimba terlebih dahulu di determinasi


di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor
untuk memastikan kebenaran simplisia.

2. Penyiapan Simplisia

Daun mimba yang telah dikeringkan kemudian dirajang atau blender.


Kemudian dilakukan pengayakan dengan menggunakan ayakan mesh 40 untuk
mendapatkan serbuk simplisia. Serbuk simplisia disimpan dalam wadah yang
kering, tertutup rapat dan terlindungi dari cahaya.

3. Pembuatan ekstrak

Pada pembuatan ekstrak daun mimba digunakan metode ekstraksi cara


dingin dengan maserasi dan menggunakan etanol 70% sebagai pelarut. Serbuk
simplisia ditimbang kemudian dimaserasi dengan pelarut etanol 70% hingga
simplisia terendam. Pelarut diganti setiap setiap 3 hari sekali. Hasil maserasi
disaring sehingga diperoleh filtrat. Proses maserasi dilakukan hingga larutan
mendekati tidak berwarna.Filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan
rotary evaporator sampai diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental yang dihasilkan

19
kemudian ditimbang dan dicatat beratnya dan selanjutnya disimpan dan digunakan
untuk perlakuan.

E. Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik (Depkes RI, 2000)

1. .Identitas Ekstrak Deskripsi tata nama : a.Nama ekstrak b.Nama latin tumbuhan
( sistematika botani ) c.Bagian tumbuhan yang digunakan d.Nama Indonesia
tumbuhan

2. Organoleptik Penggunaan panca indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau,


rasa sebagai berikut:

a. Bentuk

b. Warna

c. Bau

d. Rasa

3. Susut Pengeringan Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1gram sampai


2 gram dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan telah ditara.
Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan
menggoyangkan botol hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm
sampai 10 mm. Jika ekstrak yang diuji berupa ekstrak kental, ratakan dengan
batang pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka
tutupnya, keringkan pada 23suhu 1050C hingga bobot tetap. Sebelum setiap
pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin dalam desikator
hingga suhu kamar. Jika ekstrak sulit kering dan mencair pada pemanasan,
ditambahkan 1 gram silica pengering yang telah ditimbang secara seksama setelah
dikeringkan dan disimpan dalam desikator pada suhu kamar. Campurkan silica
tersebut secara rata dengan ekstrak pada saat panas, kemudian keringkan kembali
pada suhu penetapan hingga bobot tetap

20
DAFTAR PUSTAKA

Ayini U, Harnina Siti B, Dewi Titis C 2014. `` Efek Anti Bakteri Ekstrak Daun
Mimba Terhadap Bakteri Vinrio Alygnoliticus Secara In Vitro`` http:
//journal.unnes.ac.id/ince/index.php/biosaintika.
Ancuceanu, R. V., and Victoria, I, 2004, Pharmacologically Active Natural
Compounds for Lung Cancer, Altern. Med. Rev., 9, 4, 402-419.
Dr. Sukrasno dan Tim Lentera ( Penanggung Jawab Herlina R,Ssi ). 2003,``
Mimba, Tanaman Obat Multifungsi `` Agromedia Pustaka : Jakarta ,
hal : 8-9.
Hainaut, P. and Pfeifer, G., 2001, Patterns of p53 G –> T Transversion in Lung
Cancer Reflect the Primary Mutagenis Signature of DNA by Tobacco Smoke,
Carcinogenesis, 21(23) : 367-374.
Price, S.A. and Wilson, L.M., 1995, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Sulistia G.Ganiswarna 1995”Farmakologi Dan Terapi” Universitas Indonesia:
jakarta.hal. 686.
Sudewo B. 2012, ``Basmi Kanker Dengan Herbal`` Visimedia: Jakarta, hal: 1-4.
Ramdhani N, Samudra Agung G, Armando J. 2014, `` Identifikasi Senyawa
Ekstrak Etanol Daun Mimba Sebagai Antibakteri Secara KLT.
Bioutografi Terhadap Bakteri Staphylococcus Aureus dan
Escherchia Coli``, 2 (1) :74-81.
Mangan Y, Wulandari N. 2009,``Solusi Sehat Mencegah Kanker ``Agromedia
Pustaka : Jakarta, hal : 1.

21
22

Anda mungkin juga menyukai