Anda di halaman 1dari 3

Muhammad Adji Hanif

21100117130058

TUGAS ISOTOP STABIL

1. Bandingkan indikator/jenis isotop, standar referensi, dan jenis sampel yang


digunakan dalam kedua studi tersebut!

2. Mengapa digunakan sampel terumbu dalam studi isotop di Formasi Paciran?


Kaitkan dengan jenis dan komponen penyusun batuan formasi tersebut serta
proses pembentukannya!

3. Bagaimana hasil analisis isotop di Formasi Paciran terkait kondisi lingkungan


pertumbuhan terumbu Formasi Paciran?

4. Berdasarkan studi kasus di daerah Sungai Ciliwung pada paper, apa manfaat
studi isotop stabil dalam bidang hidrogeologi?

1. Indikator/jenis isotop yang digunakan pada penelitian di Sungai Ciliwung adalah


isotop O18 dan H2 yang dikalibrasikan (direferensikan) terhadap Vienna Standard
Mean Ocean Water (VSMOW), dan isotop dissolved inorganic carbon (karbon
inorganik terlarut) CDIC13, sedangkan pada studi di Formasi Paciran digunakan
isotop O18 dengan referensi Pee Dee Belemnite (PDB) yaitu fosil laut Belemnitella
americana yang ditemukan di Formasi Pee Dee, South Carolina, Amerika Serikat.
Pada penelitian di Sungai Ciliwung digunakan sampel berupa air Sungai Ciliwung,
air limbah dapur dan kamar mandi, dan air dari septic tank. Sementara pada
penelitian Formasi Paciran, sampel berupa 10 mg mineral kalsit yang diambil dari
contoh (core) batuan dari Formasi Paciran.
2. Penelitian geologi isotop umumnya dilakukan tanpa mempertimbangkan bata-
batas sekuen (sequence boundarylSB) ataupun fasa maximum flooding surface
(MFS). Untuk mendapatkan hasil analisis isotop yang akurat, dalam penelitian ini
justru dilakukan pengambilan contoh batuan pada batas-batas satuan terumbu
setelah diketahui urutan pembentukan dan bidang-bidang ketidakselarasan dalam
komplek terumbu dangkal Formasi Paciran. Jadi istilah stratigrafi isotop adalah
urutan isotop untuk mengenali perubahan paleotemperatur berdasarkan urutan
pembentukan batuan pada batas-batas sekuen pengendapan.

Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur terhadap pola perubahan
muka laut yang mempengaruhi pembentukan satuan terumbu Formasi Paciran
(secara lokal) serta kaitannya terhadap perubahan muka laut

Jenis dan komponen penyusun dari sampe terumbu yang diambil yaitu mengandung
Koral yang merupakan komponen dominan yang terbentuk bersamaan dengan
ganggang, moluska, foraminifera Benton, briozoa, Echinodermata, porifera, dan
ostrakoda yang menyebabkan sampel terumbu memiliki kandungan isotope stabil
berupa oksigen dan carbon yang berasal dari kandungan ganggang yang melakikan
fotosintesis dan bersimbiosis dengan hewan koral dalam terumbu tersebut. Adanya
komposisi isotope oksigen dan karbon ini membuktikan bahwa dalam
pemetukannya, terumbu pada formasi paciran melalui proses turun naiknya muka
air laut, dan perubahan temperature.

3. Awal pembentukan terumbu Formasi Paciran yakni Terumbu 1 (T1) sekitar 4


juta tahun lalu sebagai fasa marine flooding surface. Ini mengindikasikan bahwa
nilai isotop lebih ringan atau fasa berkurangnya volume es waktu itu bahkan terjadi
pemanasan ekstrim atau fasa. Sejak Pliosen Atas hingga Holosen, nilai isotop
menunjukkan cenderung kearah lebih berat dengan berfluktuasi yang rapat. Saat
pembentukan Terumbu 4 sampai Terumbu 7 (2,59 sampai 1,4 juta tahun lalu)
menunjukkan temperatur muka laut stagnan. Fasa setelah itu (Pliosen Akhir sampai
Pleistosen Awal) menunjukkan pendinginan terbesar. Kemudian temperatur muka
laut cenderung naik hingga pembentukan Terumbu 10 sekitar 700 ribu tahun lalu.
Umur batas sekuen dan maximum flooding surface menunjukkan titik perubahari
naik dan turunnya muka laut berkalibrasi 0,11 permill dari 0180 pada kala
Pleistosen terdapat perubahan muka laut sekitar 10 m, 90 m, atau setiap turun 40 m
menunjukkan mencairnya 20% total volume es selama glasial maksimum terakhir.
Ini sesuai kisaran kedalaman setiap satuan terumbu dalam Formasi Paciran, antara
25 sampai 50 m. Antara Terumbu 10 ke Terumbu 13 (T13), temperatur muka laut
cenderung sedikit menurun kemudian meningkat lagi hingga pembentukan
Terumbu 13. Temperatur mendingin hingga awal pembentukan Terumbu 17
disertai sedikit berfluktuasi. Kondisi ini berlangsung hingga temperatur tertinggi
selama pembentukan Terumbu 17 (Lokasi 376-1) kemudian menurun hingga
hampir pembentukan Terumbu 17 berakhir. Hal di atas sesuai dengan rekaman
sedimen marin terbaik selama Holosen berupa perubahan bukti berskala tahunan.
Sebanyak 7 preparat dari contoh Porites sp. dalam satuan Terumbu 17 (umur sekitar
6000 tahun lalu) menghasilkan kerapatan nilai isotop yang menunjukkan
temperatur yang berfluktuasi. Ini menunjukkan terjadi perubahan iklim yang
dipengaruhi oleh perubahan cuaca. Faktor perubahan cuaca bisa disebabkan oleh
volkanik, misalnya letusan Gunung Tambora, selain solar variability, dan oceanic
thermohaline circulation.

4. Isotop stabil pada studi kasus daerah Sungai Ciliwung menunjukkan hubungan
antara persentase isotop stabil terhadap lokasi sampling dan musim (hujan/kering)
pada saat sampling yang pada akhirnya akan memberi petunjuk tentang sumber-
sumber air pada suatu sungai. Hal ini bertujuan untuk melacak sumber kontaminan
pada suatu sungai. Pada musim kering, persentase rasio isotop O18 dan H2 relatif
lebih tinggi dibandingkan saat musim hujan. Kondisi ini mengindikasikan aliran
sungai didominasi berasal dari mata air yang terletak di hulu sungai. Sementara
pada musim hujan, rasio isotop O18 dan H2 relatif lebih rendah. Kondisi ini
mengindikasikan ada beberapa sumber air lain yang berkontribusi dalam aliran
sungai, selain sumber utama (mata air di hulu). Pada musim hujan ini juga sangat
mungkin terjadi pengisian endapan aluvial di daerah hilir.

Anda mungkin juga menyukai