Anda di halaman 1dari 18

Tata Kelola Perusahaan/ Good Corporate Governance

Resume

Diajukan untuk Memenuhi Salah SatuTugas


Mata Kuliah Manajemen Resiko

Disusun oleh:
AGUSNI PRAYOGA 1619204002

SEKOLAH PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2021
1. Pengertian Good Corporate Governance
Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input,
Proses, output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
berbagai pihak yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit
hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi
tercapainya tujuan perusahaan.
Pengertian Good Corporate Governance menurut Forum for Corporate
Governance in Indonesia FCGI (2006) tidak membuat definisi tersendiri
tetapi mengambil definisi dari Cadbury Commite of Uniter Kingdom, yang
kalau diterjemahkan adalah: seperangkat peraturan yang mengatur hubungan
antara pemegang saham pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur,
pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan
kata lain suatu system yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan
Sedangkan Menurut Wahyudi Prakarsa (2007:120) Good Corporate
Governance adalah mekanisme ublictrative yang mengatur hubungan-hubungan
antara manajemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan
kelompok-kelompok kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-
hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk berbagai aturan permainan dan
ublic intensif sebagai kerangka kerja yang diperlukan untuk menentukan
tujuan-tujuan perusahaan dan cara-cara pencapaian tujuan-tujuan serta
pemantauan kinerja yang dihasilkan.

2. SEJARAH GOOD COORPORATE GOVERNANCE


Sumber : Pidato pengukuhan guru besar (Prof. Drs. H. Arifin, MCom. (Hons.),
Akt., Ph.D. ) : Istilah Corporate Governance (CG) pertama kali diperkenalkan
oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal
sebagai Cadbury Report (Tjager dkk., 2003). Terdapat banyak definisi
tentang CG yang pendefinisiannya dipengaruhi oleh teori yang melandasinya.
Perusahaan/korporasi dapat dipandang dari dua teori, yaitu (a) teori pemegang
saham (shareholding theory), dan (b) teori stakeholder (stakeholding theory).
Shareholding theory mangatakan bahwa perusahaan didirikan dan dijalankan
untuk tujuan memaksimumkan kesejahteraan pemilik/pemegang saham sebagai
akibat dari investasi yang dilakukannya. Shareholding theory ini sering disebut
sebagai teori korporasi klasik yang sudah diperkenalkan oleh Adam Smith pada
tahun 1776. Definisi CG yang berdasar pada shareholding theory diberikan
oleh Monks dan Minow (1995) yaitu hubungan berbagai partisipan
(pemilik/investor dan manajemen) dalam menentukan arah dan kinerja
korporasi. Definisi lain diajukan oleh Shleifer dan Vishny (1997) yang
menyebutkan bahwa CG sebagai cara atau mekanisme untuk meyakinkan para
pemilik modal dalam memperoleh hasil (return) yang sesuai dengan investasi
yang ditanamkan.
Stakeholding theory, diperkenalkan oleh Freeman (1984), menyatakan bahwa
perusahaan adalah organ yang berhubungan dengan pihak lain yang
berkepentingan, baik yang ada di dalam maupun di luar perusahaan. Definisi
stakeholder ini termasuk karyawan, pelanggan, kreditur, suplier, dan
masyarakat sekitar dimana perusahaan tersebut beroperasi. Adapun definisi
Good Corporate Governance dari Cadbury Committee yang berdasar pada teori
stakeholder adalah sebagai berikut :
“A set of rules that define the relationship between shareholders, managers,
creditors, the government, employees and internal and external stakeholders in
respect to their rights and responsibilities”.
(Seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para pemegang saham,
manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan
lainnya baik internal maupun eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak
dan kewajiban mereka).
Pengertian lain CG menurut Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala
Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No.
23/M PM/BUMN/2000 tentang Pengembangan Praktik GCG dalam Perusahaan
Perseroan (PERSERO), Good Corporate Governance adalah prinsip korporasi
yang sehat yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang
dilaksanakan semata-mata demi menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka
mencapai maksud dan tujuan perusahaan.
Berdasarkan definisi-definisi tersebut, nampak dengan jelas
bahwa CG merupakan upaya yang dilakukan oleh semua pihak yang
berkepentingan dengan perusahaan untuk menjalankan usahanya secara baik
sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing.

3. Konsep Good Corporate Governance

1. Wadah Organisasi (perusahaan, social, pemerintah)


Suatu system, proses dan seperangkart peraturan, termasuk
2. Model prinsip-prinsip, serta nilai-nilai yang melandasi praktik bisnis
yang sehat
Meningkatkan kinerja organisasi
Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku kepentingan
Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan yang
3. Tujuan
signifikan dalam mengelola organisasi
Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan tidak
dirugikan
Mengatur dan mempertegas kembali hubungan peran,
wewenang dan tanggung jawab.
4. Mekanisme Dalam arti sempit: antar pemilik/pemegang saham, dewan
komisaris, dan dewan direksi.
Dalam arti luas: antar seluruh pemangku kepentingan

4. Tujuan Good Corporate Governance


Berdasarkan berbagai definisi GCG yang disampaikan di atas dapat
diketahui ada lima macam tujuan utama Good Corporate Governance yaitu:
 Untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan nilai perusahaan.
 Untuk dapat mengelola sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan
efisien.
 Untuk dapat meningkatkan disiplin dan tanggung jawab dari organ
perusahaan demi menjaga kepentingan para shareholder dan stakeholder
perusahaan.
 Untuk meningkatkan kontribusi perusahaan (khusunya perusahaan-
perusahaan pemerintah) terhadap perekonomian nasional.
 Meningkatkan investasi nasional
 Mensukseskan program perusahaan-perusahaan pemerintah.

5. Prinsip Good Corporate Governance


Pelaksanaan good corporate governance dilakukan dengan menggunakan
prinsip-prinsip yang berlaku secara internasional. Prinsip-prinsip dasar
inidiharapkan menjadi rujukan bagi para regulator (pemerintah) dalam
membangun framework bagi penerapan good corporate governance. Prinsip-
prinsip dasar penerapan good corporate governance yang dikemukakan oleh
Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001: 31) adalah sebagai
berikut :
 Fairness (Perlakuan yang Setara)
Merupakan prinsip agar para pengelola memperlakuan yang sama
terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham
minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang
penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan
saham oleh orang dalam (insider trading).
 Transparency (Transparansi)
Hak-hak para pemegang saham yang harus diberi informasi dengan benar
dan tepat waktu mengenai perusahaan, dapat ikut berperan serta dalam
pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar
atas perusahaan dan turut memperoleh bagian dari keuntungan
perusahaan.
 Accountability (Akuntablitas)
Adalah Prinsip di mana para pengelola berkewajiban untuk membina
system akuntansi yang efektif untuk menghasilkan laporan keuangan
(financial statement ) yang dapat dipercaya. Untuk itu diperlukan
penjelasan fungsi, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban setiap organ
sehingga pengelolaan berjalan efektif.
 Responsibility (Prinsip Tanggung jawab)
Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh ubli
dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta pemegang kepemtingan
dalam menciptakan kesejahteraan.
 Indepandency (kemandirian)
Sebagai tambahan prinsip dalam pengelolaan BUMN, artinya suatu
keadaan dimana para pengelola dalam mengambil suatu keputusan
bersifat professional, mandiri, bebas dari konflok kepentingan dan bebas
dari tekanan / pengaruh dari manapun yang bertentangan dengan
perundang-undangan yang berlaku dan prinsip prinsip pengelolaan
yang sehat.
 Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Prinsip ini menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak
stakeholder sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Diharapkan fairness dapat menjadi ublic pendorong yang dapat
memonitor dan memberikan jaminan perlakuan yang adil di antara
beragam kepentingan dalam perusahaan.

6. Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance


GCG memiliki arti sangat penting dalam menjalankan organisasi bisnis.
Menurut Sutojo dan Aldridge (2008, h.5), Good Corporate Governance
mempunyai lima macam tujuan utama. Kelima tujuan tersebut adalah sebagai
berikut:
 Melindungi hak dan kepentingan pemegang saham.
 Melindungi hak dan kepentingan para anggota stakeholders non
pemegang saham.
 Meningkatkan nilai perusahaan dan para pemegang saham.
 Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja Dewan Pengurus atau
Board of Directors dan manajemen perusahaaan.
 Meningkatkan mutu hubungan Board of Directors dengan manajemen
senior perusahaan.
Penerapan Corporate governance yang efektif dapat memberikan
sumbangan yang penting dalam memperbaiki kondisi perekonomian, serta
menghindari terjadinya krisis dan kegagalan serupa di masa depan, menurut
Mas Achmad (2006, h.15-16), dengan menerapkan Corporate governance yang
baik akan memberikan manfaat sebagai berikut:
 Peningkatan kinerja perusahaan melalui 
supervise atau pemantauan
kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas manajemen terhadap
pemangku kepenti- ngan lainnya, berdasarkan kerangka aturan dan
peraturan yang berlaku.
 Memberikan kerangka acuan yang memungkinkan pengawasan berjalan
efektif sehingga tercipta mekanisme checks and balances di perusahaan.
 Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung
pemegang saham sebagai akibat pendelegasian wewenang kepada pihak
manajemen.
7. PERAN AKUNTAN DALAM MENEGAKKAN PRINSIP GOOD
CORPORATE GOVERNANCE
Accounting is a language of business. Akuntansi adalah bahasa bisnis.
Sebagai suatu bahasa, akuntansi harus mengandung suatu informasi (yang
dalam hal ini adalah informasi bisnis) yang mampu memberikan sesuatu
yang bermanfaat dari penyampai (manajemen) kepada penerima
(stakeholders). Informasi ini disampaikan melalui komunikasi verbal dalam
bentuk laporan. Pengungkapan informasi keuangan dalam laporan keuangan
merupakan cara dari pihak perusahaan (sebagai sender) untuk memberikan
informasi atas hasil operasinya selama satu periode tertentu kepada pihak-
pihak yang berkepentingan (sebagai receiver) untuk pengambilan keputusan
ekonomi. Sebagai suatu bahasa bisnis, informasi yang diungkapkan dalam
laporan keuangan harus dapat berguna dan tidak membingungkan para
pemakainya. Dalam konteks Agency Theory, laporan keuangan disajikan
oleh manajer/agen sebagai salah satu wujud pertanggungjawaban
pengelolaan kekayaan pemilik/prinsipal yang diamanahkan kepadanya.
Dengan demikian, penyaji laporan keuangan adalah agen dan pemakai
laporan keuangan adalah prinsipal.
Akuntan adalah salah satu profesi yang terlibat langsung dalam
pengelolaan perusahaan. Keterlibatan akuntan mencakup dua pihak, yaitu
internal dan eksternal. Keterlibatan internal terjadi bila akuntan menjadi
salah satu bagian dari manajemen untuk melaksanakan fungsi sebagai
penyedia informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan
perusahaan. Selaku akuntan manajemen, akuntan adalah bagian dari
manajemen perusahaan sehingga dia terlibat langsung dalam aktivitas-
aktivitas perusahaan. Menurut perspektif teori keagenan, dalam hal ini
akuntan adalah bagian dari agen sehingga perilaku akuntan boleh dikatakan
sama dengan perilaku agen.
Keterlibatan eksternal akuntan adalah bila akuntan menjalankan
profesinya sebagai auditor yang bertugas untuk melakukan pemeriksaan
atas kewajaran laporan keuangan. Profesi auditor dari para akuntan
memainkan peran yang penting (crucial) karena mereka memverifikasi
kewajaran informasi yang mendasari dilakukannya berbagai macam
transaksi bisnis pemakai laporan keuangan. Tanpa kepercayaan terhadap
kebenaran kondisi keuangan suatu perusahaan, para investor akan ragu
untuk membeli saham suatu perusahaan terbuka dan pasar akan sulit
tercipta (Tjager dkk, 2003).
Dalam hubungannya dengan prinsip GCG, peran akuntan secara
signifikan terlibat dalam berbagai aktivitas penerapan masing-masing
prinsip GCG sebagai berikut :

o Prinsip Kewajaran (fairness)


Laporan keuangan dikatakan wajar bila laporan keuangan
tersebut memperoleh opini atau pendapat wajar tanpa pengecualian
(unqualified opinion) dari akuntan publik. Laporan keuangan yang
wajar berarti laporan keuangan tersebut tidak mengandung salah saji
material, disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi
berterima umum di Indonesia (dalam hal ini adalah Standar
Akuntansi Keuangan). Peran akuntan independen (akuntan publik)
adalah memberikan keyakinan atas kualitas informasi keuangan
dengan memberikan pendapat yang independen atas kewajaran
penyajian informasi dalam laporan keuangan. Adanya kewajaran
laporan keuangan dapat mempengaruhi investor untuk membeli atau
menarik sahamya pada sebuah perusahaan. Jelaslah bahwa kegunaan
informasi akuntansi dalam laporan keuangan akan dipengaruhi oleh
adanya kewajaran penyajian. Kewajaran penyajian dapat dipenuhi
jika data yang ada didukung oleh adanya bukti-bukti yang syah dan
benar serta penyajiannya tidak ditujukan hanya untuk sekelompok
orang-orang tertentu.
Bagi akuntan manajemen, meskipun dia bekerja untuk pihak
manajemen, mereka tetap harus memegang profesionalisme mereka
karena akuntan sebagai profesi dalam melaksanakan tugasnya
dibatasi oleh kode etik dan mereka harus tetap menjaga public
trust dari masyarakat. Memang sering terjadi konflik dalam diri
akuntan yang bekerja pada perusahaan karena di satu pihak mereka
harus tetap memegang kode etik profesi namun di lain pihak
kadangkala mereka harus menuruti keinginan manajemen
perusahaan tempat mereka bekerja untuk melakukan suatu pekerjaan
yang tidak sesuai dengan kode etik. Bila terjadi hal yang demikian,
keputusan uantuk berdiri pada pihak yang mana ada pada diri
akuntan. Bila akuntan tersebut memiliki integritas dalam
melaksanakan tugasnya, tentu dia tetap memegang etika profesi
untuk mengungkapakan informasi akuntansi dalam laporan
keuangan perusahaan secara fair sesuai dengan prinsip dan standar
yang berlaku. Dengan ditegakkannya prinsip fairness ini, paling
tidak akuntan berperan membantu pihak stakeholders dalam menilai
perkembangan suatu perusahaan dan membantu mereka untuk
membandingkan kondisi perusahaan dengan perusahaan yang
lainnya. Untuk itu, laporan keuangan yg disajikan harus memiliki
daya banding (comparability). Daya banding dapat diperoleh jika
informasi akuntansi disajikan secara konsisten, baik konsisten dalam
pemakaian metode akuntansi maupun konsisten dalam
pengukurannya. Jika penggunaan metode dan prinsip penyajian
setiap tahunnya berbeda, akan sulit kiranya para pemakai untuk
melakukan perbandingan atau melakukan penilaian terhadap
perkembangan usaha perusahaan.

o Prinsip Akuntabilitas (accountability)


Akuntabilitas adalah merupakan tanggung jawab manajemen
melalui pengawasan yang efektif yaitu dengan dibentuknya komite
audit. BAPEPAM mensyaratkan bahwa anggota komite audit
minimum sebanyak 3 orang dan salah satu anggotanya harus
akuntan. Komite audit mempunyai tugas utama untuk melindungi
kepentingan pemegang saham ataupun pihak-pihak lain yang
berkepentingan dengan melakukan tinjauan atas reliabilitas dan
integritas informasi dalam laporan keuangan dan laporan
operasional lain beserta kriteria untuk mengukur, melakukan
klasifikasi dan penyajian dari laporan tersebut. Untuk alasan itulah
profesi akuntan sangat diperlukan dan mempunyai peranan yang
penting untuk menegakkan prinsip akuntabilitas. Akuntabilitas
diperlukan sebagai salah satu solusi mengatasi agency problem yang
timbul antara pemegang saham (prinsipal) dan manajemen (agen).
Dengan adanya independensi dari komite audit tersebut akan
mempengaruhi investor dalam melakukan pilihannya untuk membeli
atau melepas suatu saham yang bisa dilihat dari adanya abnormal
return (Steven J. Carlson, et at, 1998).
o Prinsip Transparansi (transparency)
Prinsip transparansi berhubungan dengan kualitas informasi
yang disampaikan perusahaan. Kepercayaan investor akan sangat
tergantung dengan kualitas penyajian informasi yang disampaikan
perusahaan. Oleh karena itu akuntan manajemen (yang bekerja pada
perusahaan) dituntut untuk menyediakan informasi yang jelas,
akurat, tepat waktu dan dapat dibandingkan dengan indikator-
indikator yang sarna. Untuk itu informasi yang ada dalam
perusahaan harus diukur, dicatat, dan dilaporkan oleh akuntan sesuai
dengan prinsip dan standar akuntansi yang berlaku. Prinsip
transparansi ini menghendaki adanya keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan
dalam penyajian yang lengkap (disclosure) atas semua informasi
yang dimiliki perusahaan. Peran akuntan manajemen, internal
auditor, dan komite audit menjadi penting terutama dalam hal
penyajian informasi akuntansi dalam laporan keuangan perusahaan
secara transparan kepada pemakainya. Ini sesuai dengan salah satu
aturan BAPEPAM yang menyatakan bahwa laporan keuangan
perusahaan publik harus mengandung unsur keterbukaan
(tranparansi) dengan mengungkapan kejadian ekonomis yang
bermanfaat kepada pemakainya. Praktik yang dikembangkan dalam
rangka transparansi diantaranya perusahaan diwajibkan untuk
mengungkapkan transaksi-transaksi penting yang berkait dengan
perusahaan, risiko yang dihadapi dan rencana/kebijakan
perusahaan (corporate action) yang akan dijalankan. Selain itu,
perusahaan juga perlu untuk menyampaikan kepada semua pihak
tentang struktur kepemilikan perusahaan serta perubahan-perubahan
yang terjadi.
o Prinsip Responsibilitas (responsibility)
Prinsip ini berhubungan dengan tanggungjawab perusahaan
sebagai anggota masyarakat yaitu dengan cara mengakomodasi
kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan seperti
masyarakat, pemerintah, asosiasi bisnis dan sebagainya. Prinsip ini
berkaitan juga dengan kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua
peraturan dan hukum yang berlaku. Seiring dengan perubahan sosial
masyarakat yang menuntut adanya tanggungjawab sosial
perusahaan, profesi akuntan juga mengalami perubahan peran.
Pandangan pemegang saham dan stakeholder lainnya saat ini tidak
hanya memfokuskan pada perolehan laba perusahaan tetapi juga
memperhatikan tanggungjawab sosial dan lingkungan perusahaan.
Selain itu kelangsungan hidup perusahaan tidak hanya ditentukan
oleh pemegang saham tetapi juga oleh stakeholder yang lain
(misalnya masyarakat dan penmerintah). Kasus PT. Inti Indorayon
di Sumatera Utara yang ditutup karena dianggap bermasalah dengan
masyarakat dan lingkungan sekitarnya adalah contoh suatu
perusahaan yang melalaikan tanggungjawab sosialnya dengan tidak
mencantumkan aktivitas pengelolaan lingkungan sosial dalam
laporan tahunannya. Pelaporan informasi non-keuangan ini secara
umum telah terakomodasi dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuiangan (PSAK) nomor 1 tentang Penyajian Laporan Keuangan.
Dalam PSAK nomor 1 ini dinyatakan bahwa perusahaan dapat pula
menyajikan laporan tambahan, khususnya bagi industri dimana
faktor lingkungan hidup memegang peranan penting. Untuk itulah
sudah saatnya akuntan manajemen mengungkapkan informasi
tentang aktivitas perusahaan yang menyangkut aspek SEE (Social,
Ethical, dan Environment). Peran akuntan untuk menegakkan
prinsip ini semakin berkembang dengan adanya Indonesia
Sustainability Reporting Award (ISRA) yang diselenggarakan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia, Bapepam, BEJ, Kementerian Negara
Lingkungan Hidup, dan Forum for Corporate Governance in
Indonesia pada bulan Juni 2005. Tujuan ISRA ini adalah
memberikan award kepada perusahaan yang telah menerapkan dan
membuat Sustainability Reporting (SR) dengan baik guna
mendorong perusahaan untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan
masyarakat. SR adalah pengungkapan (disclosure) tentang kegiatan
perusahaan yang menyangkut aspek keuangan, aspek sosial, dan
aspek lingkungan yang merupakan tanggungjawab sosial perusahaan
(Satyo, 2005). Dalam proses penyiapan ISRA ini, peran akuntan
menajemen sangat besar. Akuntan yang menjadi top management,
dapat membuat kebijakan-kebijakan yang mendorong
penyajian Sustainability Reporting, sedangkan akuntan yang berada
pada middle management dapat berperan dalam penilaian dan
pengukuran aktivitas SEE perusahaan serta dampak yang
dipengaruhinya.
8. Organisasi khusus dalam penerapan GCG

Meskipun ketentuan mangenai organ perseroan telah diatur dalam Undang-


Undang Perseroan Terbatas Nomor 47 Tahun 2007 dan selanjutnya dituang
kembali di dalanm Anggaran Dasar Perseroan, namun dalam praktiknya organ
ini belum mampu menjamin terselenggaranya tata kelola perusahaan yang
sehat.

Indara Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) menyebutkan paling tidak


diperlukan empat organ tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu:

1. Komisaris Independen

2. Direktur Independen

3. Komite Audit

4. Sekretaris Perusahaan

Komisaris dan Direktur Independen

Istilah independent sering di artikan sebagai merdeka, bebas, tidak memihak,


tidak dalam tekanan pihak tertentu, netral, objektif, punya integritas, dan tidak
dalam posisi konflik kepentingan. Indra Surya dan Ican Yustiavandana (2006)
mengungkapkan ada dua pengertian independent terkait dengan konsep
komisaris dan direktur independent tersebut.

Pertama, komisaris dan direktur independent adalah seseorang yang ditunjuk


untuk mewakili pemegang saham independent (pemegang saham minoritas).
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perseroan, anggota Direksi, dan
Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS, sedangkan keputusan yang
diambil dalam RUPS didasarkan perbandingan jumlah suara para pememgang
saham. Hak suara dalam RUPS tidak didasarkan atas satu orang sat suara, tetapi
didasarkan atas jumlah saham u\yang dimilikinya. Sebagai konsekunsinya,
keputusan penetapan dan pemberhentian anggota komisaris dan direksi akan
selalu berasal dari kepentingan pemegang saham mayoritas.

Kedua, komisaris dan direktur inderpenden adalah pihak yang ditunjuk tidak
dalam kepastian mewakili pihak mana pun dan semata-mata ditunjuk
berdasarkan latar belakang pengetahuan, pengalmana, dan keahlian professional
yang dimilikinya untuk menjalankan tugas demi kepentingan perusahaan. Jadi,
pengertiannya disini lebih luas dibandingkan pengertian pertama. Komosaris
dan direktur independent dinagkat semata-mata karena pertimbangan
“profesionalisme” demi kepentingan perusahaan.

Selain kedua pengertian tersebut, sebenarnya masih ada pengertian ketiga yang
biasa dipakai dalam kode etik akuntan public, yang dalam konteks ini sering
dikenal dengan istilah independent in fact dan independent in
appearance. Independent in fact menekankan sikap mental dalam mengambil
keputusan dan tindakan yang semata-mata didasarkan atas pertimbangan
profesionalisme dari dalam diri yang bersangkutan tanpa campur tangan,
pengaruh, atau tekanan dari pihak luar. Independent in appearance dilihat dari
sudut pandang pihak luar yang mengharapkan calon yang bersangkutan secara
fisik tidak mempunyai hubungan darah dengan aperusahaan dan/atau dengan
para pemangku kepentingan lainnya yang dapat menimbulkan keraguan dari
pihak luar tentang kenetralan yang bersangkutan. Pada pengetian kedua
mengenai komisaris dan direktu independent yang telah disebutkan, pengertian
tersebut sama denganpengetian independent in fact yang semata-mata
didasarkan atas pertimbangan profesionalisme saja. Namun dalam pengertian
ketiga, pertimbangan profesionalisme saja tidak cukup, persyaratan independent
in appearance juga harus dipenuhi.
Komite Audit

Undang-Undang Perseroan terbatas Pasal 121 memunginkan Dewan


Komisaris untuk membentuk komite tertentu yang dianggap perlu untuk
membantu tugas pengawasan yang diperlukan. Salah satu komite tambahan
yang kini banyak muncul untukmembantu fungsi Dewan Komisaris adalah
Komite Audit. Munculnya komite audit ini barangkali disebabkan
kecenderungan makin meningkatnya berbagai skandal penyelewengan dan
kelalaian yang dilakukan para direktur dan komisaris yang menandakan kurang
memadainya fungsi pengawasan.

Sebagimana dinyatakan oleh Hasnati (dalam Indra Surya dan Ivan


Yustiavandana, 2006), tugas, tanggung jawab, dan wewenang komite audit
adalah membantu dewan komisaris, antara lain:

1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai


(prinsip tanggung jawab).

2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip


transparansi)

3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran biaya


audit ekstenal, serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal. (prinsip
akuntabilitas)

4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit


selama tahun buku yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung
jawab).

Selanjutnya Forum for Corporate Governance in Indonesia dan YPPMI


Institutemenyebutkan syarat-syarat untuk menjadi anggota Komite Audit
adalah:
1. Komite Audit bertanggung jawab kepada Dewan Direksi

2. Terdiri atas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Komisaris Independen


dan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota berasal dari luar Emiten
atau perusahaan public.

3. Memiliki integritas tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman


yang memadai sesuai latar belakang pendidikannya, serta mampu
berkomunikasi dengan baik.

4. Salah satu dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang


pendidikan keuangan dan akuntansi.

5. Memilki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami


laporan keuangan.

6. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik yang


memberikan jasa Audit dan/atau non-audit pada Emiten atau perusahaan
public yang bersangkutan dalam satu tahun terakhir sebelum diangkat
oleh Komisaris sebagaiaman dimaksud dalam Peraturan VIII.A.2.
tentang Independensi Akuntan yang memberikan jasa audit di pasar
modal.

7. Bukan merupakan karyawan kunci Emiten atau perushaan public dalan


satu tahun terakhir sebelum diangkat komisaris.

8. Tidak mempunyai saham baik langsung mapun tidak langsung pada


emiten atau perusaah public. Dalam hal komite audit memperloeh
saham akibat suatu peristiwa hokum, maka dalam jangka waktu paling
lama enam bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib
mengalihkan kepada pihak lain.

9. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten, Komisaris,


Direktu, atau Pemegang Saham Utama.

10. Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak


langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten.
11. Tidak merangkap sebagai anggota Komite Audit pada Emiten atau
perusahaan public lain pada periode yang sama

12. Sekretaris perusahaan harus bertindak sebagai Sekretaris Perusahaan


Audit.

Sekretaris Perusahaan

Tugas, tanggung jawab, dan kedudukan pejabat sekretaris perusahaan


sebagi bagian dari pelaksanaan GCG berbeda sekali dengan tugas, kedudukan,
dan tanggung jawab seorang sekretaris eksekutif yang selama ini sudah sangat
dikenal. Sekretaris eksekutif biasnya direkrut sebagai staf khusus untuk
keperluan para eksekutif puncak suatu perusahaan, seperti: direksi, komisaris
atau ekesekutif puncak lainnya. Fungsi utama sekretaris eksekutif lebih banyak
untuk membantu pejabat eksekutuf yang bersangkutan, antara lain: menyangkut
pengaturan jadwal kegiatan, jadwal rapat, dokuemntasi surat masuk dan surat
keluar, penerimaan telepon, pengurusan tiket dan dokumen perjalanan dan
sebagainya.

Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan


strategis karena orang dalam jabatan ini berfungsio sebagai pejabat penghubung
atau semacam public relation antar perusahaan dengan pihak luar perusahaan,
khususnya bagi perusahaan-perusahaan besar yang telah mendaftarkan
sahamnya dibursa. Tugas utama sekretaris perusahaan antara lain menyimpan
dokumenperusahaan, daftar pemegang saham, risalah rapat direksi dan RUPS
serta meyimpan dan meyediakan informasi penting lainya bagi kepentingan
seluruh pemangku kepentingan.

Anda mungkin juga menyukai