Anda di halaman 1dari 28

PANDUAN PRAKTIK KLINIS

SMF KESEHATAN NEUROLOGI

RSUD BANYUASIN

TAHUN 2018

547 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN NEUROLOGI
RSUD BANYUASIN

STROKE INFRAK DAN PENDARAHAN


ICD 10 Trombosis I63.0, Emboli I63.1
ICD 10 Perdarahan Intra Serebral I61, PSA I60

1. Definisi Stroke adalah suatu keadaan hilangnya sebagian atau seluruh


fungsi neurologis (defisit neurologik fokal atau global) yang
terjadi secara mendadak, berlangsung lebih dari 24 jam atau
menyebabkan kematian, yang semata-mata disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak karena berkurangnya suplai
darah (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah secara
spontan (stroke perdarahan).
2. Anamnesis Anamnesa dari pasien keluarga atau pembawa pasien

3. Pemeriksaan Keadaan umum, kesadaran (Glasgow Coma Scale/ kwantitas/


fisik kwalitas), tanda vital, status.

4. Kriteria  Anamnesis
Diagnosis Defisit neurologis yang terjadi secara tiba-tiba, saat
aktifitas/ istirahat, kesadaran baik/terganggu, nyeri
kepala/ tidak, muntah/ tidak, riwayat hipertensi (faktor
risiko strok lainnya), lamanya (onset), serangan
pertama/ulang
 Pemeriksaan Fisik (Neurologis dan Umum)
Ada defisit neurologis, hipertensi/ hipotensi/ normotensi.
5. Diagnosis Stroke

6. Diagnosa 1. Ensefalopati toksik atau metabolik


Banding 2. Kelainan non neurologist / fungsional (contoh : kelainan
jiwa)
3. Bangkitan epilepsi yang disertai paresis Todd’s
4. Migren hemiplegik.
5. Lesi struktural intrakranial (hematoma subdural, tumor
otak, AVM). PANDUAN PRAKTEK KLINIS | Bagian Neurologi
RSUP Dr. M. Djamil 3
6. Infeksi ensefalitis, abses otak.
7. Trauma kepala.
8. Ensefalopati hipertensif.
9. Sklerosis multiple

7. Pemeriksaan Tergantung gejala dan tanda, usia, kondisi pre dan paska
Penunujang stroke, resiko pemeriksaan, biaya, kenyamanan pemeriksaan
penunjang. Tujuan : Membantu menentukan diagnosa, diagnosa
banding, faktor risiko, komplikasi, prognosa dan pengobatan.
 Radiologis
 Pemeriksaan Rontgen dada untuk melihat ada tidaknya
infeksi maupun kelainan jantung
 Brain CT-Scan tanpa kontras (Golden Standard)
 MRI kepala

 Laboratorium
Dilakukan pemeriksaan Darah Perifer Lengkap (DPL), Gula
Darah Sewaktu (GDS), Fungsi Ginjal (Ureum, Kreatinin dan
Asam Urat), Fungsi Hati (SGOT dan SGPT), Protein darah

548 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
(Albumin, Globulin), Hemostasis, Profil Lipid (Kolesterol,
Trigliserida, HDL, LDL), Homosistein, Analisa Gas Darah
dan Elektrolit. Jika perlu pemeriksaan cairan serebrospinal.

8. Terapi Penatalaksanaan Umum


1. Umum
Ditujukan terhadap fungsi vital: paru-paru, jantung, ginjal,
keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi, higiene.
2. Khusus
a. Pencegahan dan pengobatan komplikasi
b. Rehabilitasi
c. Pencegahan stroke : tindakan promotif, primer dan sekunder

Penatalaksanaan Khusus
1. Stroke Iskemik / Infrak
 Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel,
dipiridamol, cilostazol
 Trombolitik : rt-PA (harus memenuhi kriteria inklusi)
 ntikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke
emboli) (Guidelines stroke 2004)
 Neuroprotektan

2. Perdarahan subarakhnoid
 Antivasospasme : Nimodipin
 Neuroprotektan

3. Perdarahan intraserebral
 Konservatif :
 Memperbaiki faal hemostasis (bila ada gangguan faal
hemostasis)
 Mencegah / mengatasi vasospasme otak akibat
perdarahan : Nimodipine
 Neuroprotektan
 Operatif : Dilakukan pada kasus yang indikatif/
memungkinkan :
 Volume perdarahan lebih dari 30 cc atau diameter > 3
cm pada fossa posterior.
 Letak lobar dan kortikal dengan tanda-tanda
peninggian TIK akut dan ancaman herniasi otak
 Perdarahan serebellum
 Hidrosefalus akibat perdarahan intraventrikel atau
serebellum
 GCS > 7

Terapi Komplikasi
 Antiedema : larutan Manitol 20%
 Antibiotika, Antidepresan, Antikonvulsan : atas indikasi
 Anti trombosis vena dalam dan emboli paru
Terapi Nonfarmaka
Komplikasi
 Infrak berdarah
 Hidrosefalus
 Non Neurologis :
 Hipertensi / hiperglikemia reaktif
 Edema paru
 Gangguan jantung
 Infeksi
 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

 Fase Lanjut

549 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
 Neurologis : gangguan fungsi luhur
 Non Neurologis :
 Kontraktur
 Dekubitus
 Infeksi
 Depresi

9. Edukasi  Dokter Spesialis Penyakit Dalam (Ginjal / Hipertensi,


Endokrin), Kardiologi bila ada kelainan organ terkait
 Dokter Spesialis Bedah Saraf untuk kasus hemorhagis yang
perlu dioperasi (aneurisma, SVM, evakuasi hematom)
 Gizi
 Rehabilitasi medik (setelah dilakukan prosedur
Neurorestorasi dalam 3 bulan pertama pasca onset)

10. Prognosis Ad vitam


Tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul.
Ad Functionam
Penilaian dengan parameter :0
 Activity Daily Living (Barthel Index)
 NIH Stroke Scale (NIHSS)
Risiko kecacatan dan ketergantungan fisik/kognitif setelah 1
tahun : 20-30%
11. Penelaah SMF Kesehatan Neurologi
Kritis
12. Indikator a. Mampu menyimpulkan dan menangani faktor risiko stroke
medis (mayor, minor, faktor risiko baru dan masih dipelajari)
termasuk berkonsultasi kepada sejawat dari bagian terkait.
b. Mampu menafsirkan pemeriksaan penunjang dengan
transcranial dopler (TCD)/Duplex Sonography, CT Scan, MRI,
MRA, echocardiography.
c. Mampu menangani penderita stroke akut pada keadaan
emergensi.
d. Mampu menangani komplikasi yang timbul seperti kejang,
tekanan intrakranial tinggi (TIK), infeksi paru
e. Mampu menyimpulkan derajat impairment, aktivitas harian,
dan handicap pasien stroke termasuk menetapkan Barthel
Index serta melakukan neurorestorasi dan merencanakan
neurorehabilitasi
f. Mampu melaksanakan tindakan pencegahan primer dan
sekunder termasuk community stroke care

13. Kepustakaan 1. Guideline Stroke. PERDOSSI. Jakarta, 2011.


2. Stroke, J.P Mohr et al, Elsevier, 2011.
3. Principles of Cerebrovascular Disease, Harold. P. adams,
Mc.Graw Hill medical, 2007.

Pangkalan Balai, Januari 2018

dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si


Pembina/IV.a
NIP. 19730313 200604 2 009

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


SMF KESEHATAN NEUROLOGI

550 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
RSUD BANYUASIN

MENINGITIS TUBERKULOSA
ICD A 17.0

1. Definisi Meningitis tuberkulosa adalah reaksi peradangan yang


mengenai selaput otak yang disebabkan oleh kuman
tuberkulosa.

2. Anamnesis Didahului oleh gejala prodromal berupa nyeri kepala, anoreksia,


mual/muntah, demam subfebris, disertai dengan perubahan
tingkah laku dan penurunan kesadaran, onset subakut, riwayat
penderita TB atau adanya fokus infeksi sangat mendukung.

3. Pemeriksaan  Tanda-tanda rangsangan meninggal berupa kaku kuduk


fisik dan tanda lasegue dan kernig.
 Kelumpuhan saraf otak dapat sering dijumpai
4. Kriteria
Diagnosis
5. Diagnosis Meningitis Tuberkulosa

6. Diagnosa  Meningoensefalitis karena virus


Banding  Meningitis bakterial yang pengobatannya tidak sempurna
 Meningitis oleh karena infeksi jamur/parasit (Cryptococcus
neoformans atau Toxoplasma gondii), Sarkoid meningitis
 Tekanan selaput yang difus oleh sel ganas, termasuk
karsinoma, limfoma, leukemia, glioma, melanoma, dan
meduloblastoma.
7. Pemeriksaan  Pemeriksaan Laboratorium : pemeriksaan LCS (bila tidak
Penunujang ada tanda tanda peninggian tekanan intrakranial),
pemeriksaan darah rutin kimia, elektrolit.
 Pemeriksaan sputum BTA (+).
 Pemeriksan Radiologik.
 Foto polos paru.
 CT-Scan kepala atau MRI dibuat sebelum dilakukan pungsi
lumbi bila dijumpai peninggian tekanan intrakranial.
 Pemeriksaan penunjang lain :
 IgG anti TB (Untuk mendapatkan antigen bakteri diperiks
counter-immunoelectrophoresis, radioimmunoassay atau
teknik ELISA).
 PCR
Pada Pemeriksaan Laboratorium :
Pemeriksaan LCS (bila tidak ada tanda-tanda peninggian
tekanan intrakranial)
 Pelikel (+) / Cobweb Appearance (+)
 Pleiositosis 50-500/mm3, dominan set mononuklear, protein
meningkat 100-200 mg%,
 glukosa menurun < 50% - 60% dari GDS, kadar laktat,
kadar asam amino, bakteriologis Ziehl
 Nielsen (+), kultur BTA (+).
Pemeriksaan penunjang lain seperti IgG anti-TB atau PCR

8. Terapi 1. Umum
2. Terapi kausal : Kombinasi Obat Anti Tuberkulosa (OAT).
 INH
 Pyrazinamida
 Rifampisin
 Etambutol
3. Kortikosteroid
551 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
9. Prognosis  Meningitis tuberkulosis sembuh lambat dan umumnya
meninggalkan sekuele neurologis
 Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat,
meninggal
10. Penelaah SMF Kesehatan Neurologi
Kritis
11. Indikator a. Mampu menyimpulkan kelainan infeksi saraf pusat melalui
medis anamnesis dan pemeriksaan klinis pasien
b. Mampu menyimpulkan etiologi penderita infeksi SSP secara
klinik dan laboratorik
c. Merencanakan pemeriksaan penunjang radiologi pada kasus
infeksi dan mampu menafsirkan hasilnya
d. Mampu merencanakan terapi empiris pada seluruh infeksi
SSP
e. Mampu melaksanakan dan menjelaskan terapi infeksi SSP
dan resistensi antibiotika
f. Mampu merencanakan tindakan operatif sesuai indikasi
(misal: drainase ventrikel, biopsi, pengangkatan massa
infeksi)
12. Kepustakaan 1. Konsensus Kelompok Studi Neuro Infeksi, PERDOSSI, 2011.
2. Infection of central Nervous System 3 ed, W. Micael Scheld,
Lippincott Wilkins & Williams, 2004
3. Cerebral Fluid in Clinical Practice, David N irani, Saunders
Elsevier, 2009

Pangkalan Balai, Januari 2018

dr. Hj. Emi Lidia


Arlini, M.Si
Pembina / IV. a
NIP. 19730313 200604 2 009

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


SMF KESEHATAN NEUROLOGI
RSUD BANYUASIN

MENINGITIS BAKTERIAL
ICD G 00

1. Definisi  Meningitis bakterial (disebut juga meningitis piogenik akut


atau meningitis purulenta) adalah suatu infeksi cairan
likuorserebrospinalis dengan proses peradangan yang
melibatkan piamater, arakhnoid, ruangan subarakhnoid dan
dapat meluas ke permukaan otak dan medula spinalis.
 Etiologi: Streptococcus pneumoniae, Neisseria meningitidis,

552 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
H. Influenzae, Staphylococci, Listerio monocytogenes, basil
gram negatif
2. Anamnesis Gejala timbul dalam 24 jam setelah onset, dapat juga subakut
antara 17 hari. Gejala berupa demam tinggi, menggigil, sakit
kepala, fotofobia, mialgia, mual, muntah, kejang, perubahari
status mental sampai penurunan kesadaran
3. Pemeriksaan  Tanda-tanda rangsang meningeal
fisik  Papil edema biasanya tampak beberapa jam setelah onset
 Gejala neurologis fokal berupa gangguan saraf kranialis
 Gejala lain: infeksi ekstrakranial misalnya sinusitis, otitis
media, mastoiditis, pneumonia, infeksi saluran kemih,
arthritis (N. Meningitidis).
4. Diagnosis Meningitis Bakterial

5. Diagnosa Meningitis virus, Perdarahan Subarakhnoid, Meningitis


Banding khemikal, Meningitis TB, Meningitis Leptospira,
Meningoensefalitis fungal.
6. Pemeriksaan Laboratorium
Penunujang  Lumbal pungsi
 Pemeriksaan Likuor
 Pemeriksaan kultur likuor dan darah
 Pemeriksaan darah rutin
 Pemeriksaan kimia darah (gula darah, fungsi ginjal, fungsi
hati) dan elektrolit darah
Radiologis
 Foto polos paru
 CT-Scan kepala
Pemeriksaan penunjang lain: Pemeriksaan antigen bakteri
spesifik seperti C Reactive Protein atau PCR (Polymerase Chain
Reaction).
Pemeriksaan Laboratorium diperoleh :
 Lumbal pungsi: Mutlak dilakukan bila tidak ada
kontraindikasi.
 Pemeriksaan Likuor : Tekanan meningkat >180
mmH20,Pleiositosis lebih dari 1.000/mm3 dapat sampai
10.000/mm3 terutama PMN, Protein meningkat lebih dari
150 mg /dLdapat >1.000 mg/dL, Glukosa menurun < 40%
dari GDS. Dapat ditemukan mikroorganisme dengan
pengecatan gram.
 Pemeriksaan darah rutin: Lekositosis, LED meningkat.
Pemeriksaan penunjang lain
Bila hasil analisis likuor serebrospinalis mendukung, tetapi
pada pengecatan gram negatif maka untuk menentukan bakteri
penyebab dapat dipertimbangakn pemeriksaan antigen bakteri
spesifik seperti C Reactive Protein atau PCR (Polymerase Chain
Reaction).
7. Terapi  Perawatan umum
 Kausal: Lama Pemberian 10-14 hari

USIA BAKTERI PENYEBAB ANTIBIOTIK


Bila prevalensi S.
Pneumoniae Resisten
Cephalosporin ≥ 2%
diberikan :
Cefotaxime / Ceftriaxone +
Vancomycin 1g / 12 jam /
IV (max. 3g / hari)
≤ 50 S. Pneumonioe Cefotaxime 2g/6 jam max.
tahun 12g/hari atau Ceftriaxone
2g/12 jam + Ampicillin

553 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
2g/4jam/IV (200mg/kg
BB/IV/hari)
H. Influenzae Bila prevalensi S.
Pneumioniane Resisten
Cephalos porin ≥ 2 %
Species Listeria diberikan :
Pseudomonas Cefotaxime / Ceftriaxon +
aeroginosa Vancomycin 1g/12jam/IV
N. Meningitidis (max. 3g/hari)

Ceftadizime 2g /8jam/IV

Bila bakteri penyebab tidak dapat diketahui, maka terapi


antibiotik empiris sesuai dengan kelompok umur, harus segera
dimulai
 Terapi tambahan : Dianjurkan hanya pada penderita risiko
tinggi, penderita dengan status mental sangat terganggu,
edema otak atau TIK meninggi yaitu dengan Deksametason
0,15mg/ kgBB/ 6 jam/ IV selama 4 hari dan diberikan 20
menit sebelum pemberian antibiotik.

Penanganan peningkatan TIK :


 Meninggikan letak kepala 30o dari tempat tidur
 Cairan hiperosmoler : manitol atau gliserol
 Hiperventilasi untuk mempertahankan pC02 antara 27-30
mmHg
8. Penyulit  Gangguan serebrovaskuler
 Edema otak
 Hidrosefalus
 Perdarahan otak
 Shock sepsis
 ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome)
 Disseminated Intravascular Coagulation
 Efusi subdural
 SIADH
10. Prognosis Bervariasi dari sembuh sempurna, sembuh dengan cacat,
meninggal.
11. Penelaah SMF Kesehatan Neurologi
Kritis
12. Indikator a. Mampu menyimpulkan kelainan infeksi saraf pusat melalui
medis anamnesis dan pemeriksaan klinis pasien
b. Mampu menyimpulkan etiologi penderita infeksi SSP secara
klinik dan laboratorik
c. Merencanakan pemeriksaan penunjang radiologi pada kasus
infeksi dan mampu menafsirkan hasilnya
d. Mampu merencanakan terapi empiris pada seluruh infeksi
SSP
e. Mampu melaksanakan dan menjelaskan terapi infeksi SSP
dan resistensi antibiotika
f. Mampu merencanakan tindakan operatif sesuai indikasi
(misal: drainase ventrikel, biopsi, pengangkatan massa
infeksi)

13. Kepustakaan 1. Kelompok Studi Neuro Infeksi, PERDOSSI, 2011.


2. Infection of central Nervous System 3 ed, W. Micael Scheld,
Lippincott Wilkins & Williams, 2004
3. Cerebral Fluid in Clinical Practice, David N irani, Saunders
Elsevier, 2009

554 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Pangkalan Balai, Januari 2018

dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si


Pembina / IV. a
NIP. 19730313 200604 2 009

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


SMF KESEHATAN NEUROLOGI
RSUD BANYUASIN

MENINGITIS KRIPTOKOKKUS/JAMUR

1. Definisi  Definisi : adalah meningitis yang disebabkan oleh jamur


kriptokokus.
 Diagnosis pasti : pemeriksaan sediaan langsung dan kultur dari
CSS.
 Predisposisi : gangguan imunitas berat (AIDS, penerima
transplantasi jaringan atau sedang dalam terapi keganasan)
2. Diagnosis Meningitis Kriptokokkus/Jamur

3. Diagnosa Meningitis serosa sebab lain


Banding
4. Pemeriksaan  Fungsi Lumbal :
Penunujang 1. Profit LCS menyerupai MTB
2. Pengecatan Tinta India / Gram terhadap CSS
 Pemeriksaan serologis.
 Kultur Sabauraud.
5. Terapi  Terapi kausal : Amfoterisin B dan 5 Floro-sitosin IV (2 minggu)
dilanjutkan Flukonazol 200 mg/hari
 Terapi simtomatik / suportif : Disesuaikan keadaan pasien.
6. Penyulit  Herniasi

7. Prognosis Buruk

8. Penelaah SMF Kesehatan Neurologi


Kritis
9. Indikator a. Mampu menyimpulkan kelainan infeksi saraf pusat melalui
medis anamnesis dan pemeriksaan klinis pasien
b. Mampu menyimpulkan etiologi penderita infeksi SSP secara klinik
dan laboratorik
c. Merencanakan pemeriksaan penunjang radiologi pada kasus
infeksi dan mampu menafsirkan hasilnya
d. Mampu merencanakan terapi empiris pada seluruh infeksi SSP
e. Mampu melaksanakan dan menjelaskan terapi infeksi SSP dan
resistensi antibiotika

10. Kepustakaan 1. Kelompok Studi Neuro Infeksi, PERDOSSI, 2011.


2. Infection of central Nervous System 3 ed, W. Micael Scheld,

555 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Lippincott Wilkins & Williams, 2004
3. Cerebral Fluid in Clinical Practice, David N irani, Saunders
Elsevier, 2009

Pangkalan Balai, Januari 2018

dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si


Pembina / IV. a
NIP. 19730313 200604 2 009

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


SMF KESEHATAN NEUROLOGI
RSUD BANYUASIN

TUMOR INTRAKRANIAL
ICD C 71

1. Definisi Massa intrakranial -- baik primer maupun sekunder -- yang


memberikan gambaran klinis proses desak ruang dan atau
gejala fokal neurologis
2. Anamnesis  Gejala tekanan intrakranial yang meningkat :
1. Sakit kepala kronik, tidak berkurang dengan obat
analgesic
2. Muntah tanpa penyebab gastrointestinal
3. Papil edema (sembab papil = choked disc)
4. Kesadaran menurun / berubah
 Gejala fokal :
1. True location sign
2. False location sign
3. Neighbouring sign
 Tidak ada tanda-tanda radang sebelumnya.
 Pemeriksaan neuroimaging terdapat kelainan yang
menunjukkan adanya massa (SOL)
3. Diagnosis Tumor Intrakranial

4. Diagnosa  Abses serebri


Banding  Subdural hematom
 Tuberkuloma
 Pseudotumor serebri
5. Pemeriksaan  Foto polos tengkorak
Penunujang  Neurofisiologi : EEG, BAEP
 CT Scanning / MRI kepala + kontras
6. Terapi  Klausal
1. Operatif
2. Radioterapi
3. Kemoterapi
 Obat-obat dan tindakan untuk menurunkan tekanan
intrakranial
1. Deksamethason
2. Manitol
3. Posisi kepala ditinggikan 20 – 300
 Simptomatik (bila diperlukan dapat dibicarakan) :
1. Antikonvulsan
2. Analgetik / anti peretik
3. Sedativa

556 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
4. Antidepresan bila perlu
 Rehabilitasi Medik
7. Penyulit  Hernia Otak
 Pendarahan pada tumor
 Hidrosefalus
8. Prognosis Tergantung jenis tumor, lokalisasi, perjalanan klinis

9. Penelaah SMF Kesehatan Neurologi


Kritis
10. Indikator a. Mampu menyimpulkan diagnosis etiologis kasus
medis neuroonkologi berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan
neurologi dan penunjang
b. Mampu menangani kondisi darurat untuk mengatasi nyeri
kepala, kejang, dan peninggian tekanan intrakranial
c. Mampu membedakan SOL (space occupying lesion) dengan
infeksi berdasarkan perjalanan penyakit dan gambaran
radiologik
d. Mampu menyimpulkan kemungkinan metastasis dini tumor
di otak (dari mammae, prostat, rektum, testis, paru dll)
e. Mampu menafsirkan hasil pemeriksaan radiologik yang
direncanakan sebelumnya terkait kasus yang ditangani
f. Mampu melakukan kerjasama dengan disiplin ilmu lain
dalam penegakkan diagnosis dan penatalaksanaan kasus
neuroonkologi

11. Kepustakaan Brain tumor, Andre H. Kaye - Edward R. Laws, Elsevier, 2013

Pangkalan Balai, Januari 2018

dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si


Pembina / IV. a
NIP. 19730313 200604 2 009

557 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN NEUROLOGI
RSUD BANYUASIN

STATUS EPILEPTIKUS
ICD G 41.0

1. Definisi (Epilepsy Foundation of America's Working Group on Status


Epileptic) Adalah bangkitan yang berlangsung lebih dari 30
menit atau dua atau lebih bangkitan, dimana diantara dua
bangkitan tidak terdapat pemulihan kesadaran. Penanganan
kejang harus dimulai dalam 10 menit setelah awitan suatu
kejang.
2. Diagnosis Status Epileptikus

3. Diagnosa  Kontraindikasi absolut


Banding a. Penyakit neurologik yang progresif (baik metabolic
maupun degeneratif)
b. Sindroma epilepsi yang benigna, dimana diharapkan
terjadi remisi dikemudian hari
 Kontraindikasi relatif
a. Ketidak patuhan terhadap pengobatan
b. Psikosis interiktal
c. Mental retardasi
4. Terapi Penatalaksanaan
 Stadium I (0-10 menit)
1. Memperbaiki fungsi kardio-respiratorik,
2. Memperbaiki jalan nafas, pemberian oksigen,
resusitasi
 Stadium II (0-60 menit)
1. Memasang infus pada pembuluh darah besar
2. Mengambil 50-100 cc darah untuk pemeriksaan lab
3. Pemberian OAE emergensi : Diazepam 10-20 mg iv
(kecepatan pemberian < 2-5 mg/menit atau rectal dapat
diulang 15 menit kemudian.
4. Memasukan 50 cc glukosa 40% dengan atau tanpa
thiamin 250 mg intravena
5. Menangani asidosis
 Stadium III (0-60 - 90 menit)
1. Menentukan etiologi
2. Bila kejang berlangsung terus 30 menit setelah
pemberian diazepam
3. pertama, beri phenytoin iv 15-18 mg/kgBB dengan
kecepatan 50 mg/menit
4. Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
5. Mengoreksi komplikasi
 Stadium IV (30-90 menit)
1. Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30-60 menit,
transfer pasien ke ICU, beri Propofol (2mg/kgBB bolus iv,
diulang bila perlu) atau Thiopentone (100-250 mg bolus iv
pemberian dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50
mg setiap 2-3 menit), dilanjutkan sampai 12-24 jam
setelah bangkitan klinis atau bangkitan EEG terakhir, lalu
dilakukan tapering off.
2. Memonitor bangkitan dan EEG, tekanan intracranial,

558 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
memulai pemberian OAE dosis maintenance
Operasi
Indikasi Operasi :
a. Fokal epilesi yang intraktabel terhadap obat obatan
b. Sindroma Epilepsi fokal dan simptomatik
Jenis-Jenis Operasi :
a. Operasi reseksi; pada mesial temporal lobe, neokortikal
b. Diskoneksi : korpus kalosotomi, multiple supial transection
c. Hemispherektomi

5. Edukasi Konsultasi
1. Bagian Psikiatri
2. Bagian Interna
3. Bagian Anak
4. Bagian Bedah Saraf
5. Bagian Anestesi (bila pasien masuk ICU)
Lama Perawatan
1. Pada kasus bukan status epileptikus: pasien dirawat sampai
diagnosis dapat ditegakkan
2. Pada status epileptikus: pasien dirawat sampai kejang dapat
diatasi dan pasien kembali ke keadaan sebelum status
Prognosis epilepsi akan menjadi lebih buruk bila terdapat
hal-hal sebagai berikut:
 Terdapat lesi struktural otak
 Bangkitan epilepsi parsial
 Sindroma epilepsi berat
 Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
 Frekuensi bangkitan tonik-klonik yang tinggi sebelum
dimulainya pengobatan
 Terdapat kelainan neurologis maupun psikiatris
6. Penelaah SMF Kesehatan Neurologi
Kritis
7. Indikator a. Mampu menyimpulkan diagnosis kejang berdasarkan
medis gambaran klinik
b. Mampu melaksanakan terapi pemeliharaan dengan obat
antikejang yang sesuai secara rasional
c. Mampu menangani kejang sesuai sindroma epilepsi yang
terjadi dan mengevaluasi hasil terapi secara teratur
d. Mampu menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium untuk
memantau efek samping obat dan kadar obat dalam darah

8. Kepustakaan 1. Pedoman Tatalaksana Epilepsi, PERDOSSI, 2012.


2. Epilepsy; A Comprehensive Textbook, Engel Pedley,
Lippincott Wilkins & Williams, 2008
3. The treatment of epilepsy 2 edition, Simon D Sharvon et al,
Blackwell science, 2004
4. Epilepsy Syndrome, Mary Ann Werz, Saunders Elsevier,
2010
5. Wyllies Teratment of Epilepsy, Elaine Wyllies, Lippincott
Wilkins & Williams, 2011

Pangkalan Balai, Januari 2018

dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si

559 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Pembina / IV. a
NIP. 19730313 200604 2 009

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


SMF KESEHATAN NEUROLOGI
RSUD BANYUASIN

VERTIGO

1. Definisi Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari
tubuh atau lingkungan sekitarnya dengan gejala lain yang
timbul, terutama dari jaringan otonomik yang disebabkan oleh
gangguan alat keseimbangan tubuh oleh berbagai keadaan atau
penyakit.
Klasifikasi :
Vestibulogenik :
a. Primer : motion sickness, benign paroxysmal positional
vertigo (ICD 10 H81.10), Meniere disease (H81.0), neuronitis
vestibuler, drug-induced

560 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
b. Sekunder : migren vertebrobasiler, insufisiensi
vertebrobasiler, neuroma akustik.
Nonvestibuler :
Gangguan serebellar, hiperventilasi, psikogenik, dll.

2. Anamnesis  Bentuk vertigo : melayang, goyang berputar, dsb.


 Keadaan yang memprovokasi : perubahan posisi kepala dan
tubuh, keletihan, ketegangan.
 Profil waktu : Akut, paroksismal, kronik.
 Adanya gangguan pendengaran yang menyertai.
 Penggunaan obat-obatan misalnya streptomisin, kanamisin,
salisilat.
 Adanya penyakit sistemik seperti anemia, penyakit jantung,
hipertensi, hipotensi, penyakit paru.
 Adanya nyeri kepala.
 Adanya kelemahan anggota gerak.
3. Pemeriksaan Umum :
fisik Keadaan umum, anemia, tekanan darah berbaring dan tegak,
nadi, jantung, paru,abdomen.
Pemeriksaan neurologis umum :
 Kesadaran
 Saraf-saraf otak : visus, kampus, okulomotor, sensori di
muka, otot wajah, pendengaran, dan menelan.
Pemeriksaan khusus Oto-neurologis untuk menentukan lesi
sentral dan perifer.
 Fungsi vestibuler / serebelar
1. Tes Nylen Barany atau Dix Hallpike (cara: Lampiran)
2. Tes kalori
3. Tes Romberg, tandem gait, past pointing test, tes
Fukuda dll.
 Fungsi pendengaran
1. Tes Garputala
2. Audiometri

4. Kriteria Vertigo merupakan suatu sindroma atau kumpulan gejala


Diagnosis subjektif (symptoms) dan objektif (signs) dari gangguan alat
keseimbangan tubuh.
Gejala subjektif
 Pusing, rasa kepala ringan
 Rasa terapung, terayun
 Mual
Gejala objektif
 Keringat dingin
 Pucat
 Muntah
 Sempoyongan waktu berdiri atau berjalan
 Nistagmus
Gejala tersebut di atas dapat diperhebat / diprovokasi
perubahan posisi kepala. Dapat disertai gejala berikut:
 Kelainan THT
 Kelainan Mata
 Ketainan Saraf
 Kelainan Kardiovaskular
 Kelainan Penyakit Dalam lainnya
 Kelainan Psikis
 Konsumsi obat-obat ototoksik
5. Diagnosis Vertigo

6. Pemeriksaan  Pemeriksaan Laboratorium : darah rutin, kimia darah, urin,


Penunujang dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.

561 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
 Pemeriksaan Radiologi : Foto tulang tengkorak leher,
Stenvers (pada neurinoma akustik).
 Pemeriksaan Neurofisiologi : elektroensefalografi (EEG),
elektromiografi (EMG).
 Pemeriksaan Neuro-imaging : CT Scan kepala,
pnemoensefalografi, Tronscronial Doppler.
7. Terapi Terapi Kausal :
Sesuai dengan penyebab
Terapi Simptomatik :
Pengobatan simptomatik vertigo :

 Ca-entry blocker (mengurangi aktivitas eksitatori SSP


dengan menekan pelepasan glutamat, menekan aktivitas
NMDA spesial channel, bekerja langsung sebagai depresor
labirin): Flunarisin (Sibelium) 3x 5-10 mg/hr
 Antihistamin (efek antikolinergik dan merangsang inhibitory;
monoaminergik dengan akibat inhibisi n. vestibualris) :
Cinnarizine 3 x 25 mg/hr, Dimenhidrinat (Dramamine) 3x50
mg/hr.
 Histaminik (inhibisi neuron potisinaptik pada n. vestibularis
lateralis) : Betahistine (Merislon) 3 x 8 mg.
 Fenotiazine (pada kemoreseptor trigger zone dan pusat
muntah di M. oblongata):
 Chlorpromazine (largaktil) : 3 x 25 mg/hr
 Benzodiazepine (Diazepam menurunkan resting activity
neuron pada n. vestibutaris) 3x2-5 mg/hr
 Antiepileptik : Carbamazepine (Tegretol) 3 x 200 mg/hr,
Fenitoin (Dilantin) 3 x 100 mg (bila ada tanda kelainan
epilepsi dan kelainan EEG)
 Campuran obat-obat di atas
Pengobatan simptomatik otonom (mis. muntah) :
 Metoclopramide (Primperan, Raclonid) 3 x 10 mg/hr
Terapi rehabilitasi
 Latihan visual-vestibular, Metode Brandt-Daroff, Galt
Exercise
8. Edukasi Konsultasi
THT dan unit pelayanan lain yang terkait sesuai indikasi.
Lama Perawatan
Minimal 1 Minggu

9. Prognosis Tergantung penyebab

10. Penelaah SMF Kesehatan Neurologi


Kritis
11. Indikator a. Mampu membedakan kelainan sentral dan perifer pada
medis vertigo
b. Mampu merencanakan pemeriksaan penunjang untuk
kasus neurootologi sesuai indikasi
c. Mampu menganalisa dizziness dan sinkope berdasarkan
kemungkinan penyebabnya
d. Mampu menangani vertigo sesuai penyebabnya
e. Mampu mempraktekkan latihan posisi khusus vertigo
f. Mampu menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang
diagnosis penyakit yang diderita dengan bahasa yang
mudah dipahami dan beretika

12. Kepustakaan 1. Konsensus Pedoman Tatalaksana Vertigo, PERDOSSI, 2012.


2. 2. Vertigo and Disequilibrium Practical To diagnosis and
management, Peter C Weber, Thieme, 2008
3. 3. Basic and Clinical Aspects of vertigo and Dizzenes, Mihael

562 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
Strupp, Annals of The New York Academy of Science, 2009

Pangkalan Balai, Januari 2018

dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si


Pembina / IV. a
NIP. 19730313 200604 2 009

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


SMF KESEHATAN NEUROLOGI
RSUD BANYUASIN

563 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
NYERI PUNGGUNG BAWAH
ICD : M54

1. Definisi Nyeri Punggung bawah (NPB) adalah nyeri yang dirasakan


daerah punggung bawah, dapat merupakan nyeri lokal maupun
nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri ini terasa diantara sudut
iga terbawah dan lipat bokong bawah yaitu di daerah lumbal
atau lumbo-sakral dan sering disertai dengan penjalaran nyeri
kearah tungkai dan kaki. Nyeri yang berasal dari daerah
punggung bawah dapat dirujuk ke daerah lain atau sebaliknya
nyeri yang berasal dari daerah lain dirasakan di daerah
punggung bawah (referred pain).
2. Pemeriksaan PATOLOGI-ANATOMI
fisik Pada neoplasma, infeksi tergantung penyebabnya

3. Kriteria Klinis
Diagnosis Pembagian klinis NPB untuk triage :
 NPB dengan tanda bahaya (red flags)
 neoplasma / karsinoma
 infeksi
 fraktur vertebra,
 sindrom kauda ekwina
 NPB dengan kelainan neurologik berat
 NPB dengan sindroma radikuler
 NPB nonspesifiK
 Sekitar > 90 % NPB akut atau kronik (> 3 bulan)
merupakan NPB non-spesifik
4. Diagnosis Nyeri Punggung Bawah

5. Diagnosa 1. Migren
Banding 2. Nyeri kepala klaster simptomatik : meningioma paraseler,
adenoma kelenjar pituitari, aneurisma arteri karotis, kanker
nasofaring.
3. Neuralgia trigeminus
4. Temporal arteritis
6. Pemeriksaan Laboratorium
Penunujang Atas Indikasi :
 laju endap darah
 darah perifer lengkap
 C – reaktif protein (CRP)
 faktor rematoid
 fosfatase alkali / asam
 kalsium, fosfor serum
 urinanalisa
 likwor serebrospinal
NEUROFISIOLOGI
Atas indikasi, terutama pada kasus NPB dengan sindroma
radikuler dan mungkin NPB dengan tanda bahaya :
 Kecepatan hantar saraf (NCV) : MNCV dan SNCV
 Elektromiografi (EMG)
 Respon lambat : gelombang F dan reflek H
 Cetusan potensial somato-sensorik (SEP)
 Cetusan potensial motorik (MEP)
NEURORADIOLOGI
 Foto polos : tidak rutin, terutama untuk menyingkirkan
kelainan tulang
 Mielografi.
 Computer Tomography scan. (CT-scan)
 Mielogram – CTscan.

564 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
 Magnetic Resonance Imaging (MRI)

7. Terapi Kausal : terutama kasus NPB dengan tanda bahaya (red flags)
NPB AKUT :
Medikamentosa
 Asetaminofen, ASA, NSAID
 Relaksan otot : eperison, tizanidin, diazepam
Nonmedikamentosa
Edukasi :
 Reassurance,
 Kembali aktivitas normal dini dan bertahap,
 Mengenal dan menanangani Yellow flags (faktor biop-
sikososial)
 Heat-wrap therapy
Tindakan : Injeksi epidural (steroid, lidokain, opioid) pada
sindroma radikuler
NPB KRONIK
Medikamentosa
 antidepresan, antikonvulsan.
Nonmedikamentosa :
 Edukasi
 Terapi Perilaku
 Intensive exercise therapy
13. Penelaah SMF Kesehatan Neurologi
Kritis
14. Indikator a. Mampu membedakan nyeri nosiseptif, neuropatik dan
medis psikogenik berdasarkan gambaran nyeri dan penyebabnya
b. Mampu melakukan pemeriksaan spesifik untuk diagnosis
(penilaian dan pengukuran nyeri)
c. Mampu menyimpulkan lokasi/ topis lesi
d. Mampu menafsirkan penyebab nyeri dan mengevaluasinya
e. Mampu merencanakan pemeriksaan penunjang dan mampu
menyimpulkan hasilnya
f. Mampu menangani keluhan secara farmakologik dan
nonfarmakologik (Cognitive Behavioral Therapy,
Biofeedback), serta mengevaluasi hasilnya
g. Mampu melaksanakan perujukan kepada sejawat dari
bagian lain yang terkait dengan persoalan nyeri termasuk
rehabilitasinya
15. Kepustakaan 1. Pain Management Secrets 3 edition, Charles E argoff, MD,
Mosby Elsevier, 2010
2. Bonicas Management of Pain, Scott M. Fishman, Lippincott
Wilkins & Williams, 2010
3. Pain 2010 An Updated Review, Jeffrey Mogil, IASP Press,
2010Pain 2010 An Updated Review, Jeffrey Mogil, IASP
Press, 2010

Pangkalan Balai, Januari 2018

dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si


Pembina / IV. a
NIP. 19730313 200604 2 009

565 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN NEUROLOGI
RSUD BANYUASIN

EPILEPSI
ICD G40

1. Definisi Suatu keadaan neurologik yang ditandai oleh bangkitan epilepsi


yang berulang, yang timbul tanpa provokasi. Sedangkan,
bangkitan epilepsy sendiri adalah suatu manifestasi klinik yang
disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang abnormal,
berlebih dan sinkron, dari neuron yang (terutama) terletak pada
korteks serebri. Aktivitas paroksismal abnormal ini umumnya
timbul intermiten dan 'self-limited'
Sindroma Epilepsi adalah penyakit epilepsi yang ditandai oleh
sekumpulan gejala yang timbul bersamaan (termasuk tipe
bangkitan, etiologi, anatomi, faktor presipitan usia saat awitan,
beratnya penyakit, siklus harian dan prognosa)
2. Diagnosis Epilepsi

3. Diagnosa 1. Bangkitan Psychogenik


Banding 2. Gerak lnvolunter (Tics, headnodding,
paroxysmalchoreoathethosisl dystonia, benign sleep
myoclonus, paroxysmal torticolis, startle response,
jitterness, dll.)
3. Hilangnya tonus atau kesadaran (sinkop, drop attacks, TIA,
TGA, narkolepsi, attention deficit)
4. Gangguan respirasi (apnea, breath holding, hiperventilasi)
5. Gangguan perilaku (night terrors, sleepwalking, nightmares,
confusion, sindroma psikotik akut)
6. Gangguan persepsi (vertigo, nyeri kepala, nyeri abdomen)
7. Keadaan episbdik dari penyakit tertentu (tetralogy speels,
hydrocephalic spells, cardiac arrhythmia, hipoglikemi,
hipokalsemi, periodic paralysis, migren, dll)
4. Pemeriksaan 1. EEG
Penunujang 2. Laboratorium: (atas indikasi)

566 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
A. Untuk penapisan dini metabolik
Perlu selalu diperiksa:
1. Kadar glukosa darah
2. Pemeriksaan elektrolit termasuk kalsium dan
magnesium
Atas indikasi
1. Penapisan dini racun/toksik
2. Pemeriksaan serologis
3. Kadar vitamin dan nutrient lainnya
Perlu diperiksa pada sindroma tertentu
1. Asam Amino
2. Asam Organik
3. NH3
4. Enzim Lysosomal
5. Serum laktat
6. Serum piruvat
B. Pada kecurigaan infeksi SSP akut
Lumbat Pungsi
3. Radiologi
1. Computed Tomography (CT) Scan kepala dengan kontras
2. Magnetic Resonance Imaging kepala (MRI)
3. Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS) : merupakan
pilihan utama untuk epilepsi
4. Functional Magnetic Resonance Imaging
5. Positron Emission Tomography (PET)
6. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
5. Terapi Medikamentosa
Pemilihan obat anti epilepsi (OAE) sangat tergantung pada
bentuk bangkitan dan sindroma epilepsi, selain itu juga perlu
dipikirkan kemudahan pemakaiannya. Penggunaan terapi
tunggal dan dosis tunggal menjadi pilihan utama. Kepatuhan
pasien juga ditentukan oleh harga dan efek samping OAE yang
timbul
Antikonvulsan Utama
1. Fenobarbital : dosis 2-4 mg/kgBB/hari
2. Phenitoin : 5-8 mg/kgBB/hari
3. Karbamasepin : 20 mg/kgBB/hari
4. Valproate : 30-80 mg/kgBB/hari
Keputusan pemberian pengobatan setelah bangkitan pertama
dibagi dalam 3 kategori:
1. Definitely treat (pengobatan perlu dilakukan segera)
Bila terdapat lesi struktural, seperti :
a. Tumor otak
b. AVM
c. Infeksi : seperti abses, ensefalitis herpes
Tanpa lesi struktural :
a. Terdapatnya riwayat epilepsi pada saudara sekandung
(bukan orang tua)
b. EEG dengan gambaran epileptik yang jelas
c. Riwayat bangkitan simpomatik
d. Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi SSP
e. Status epilepstikus pada awitan kejang

2. Possibly treat (kemungkinan harus dilakukan pengobatan)


Pada bangkitan yang tidak dicetuskan (diprovokasi) atau
tanpa disertai faktor resiko diatas
3. Probably not treat (walaupun pengobatan jangka pendek
mungkin diperlukan)
a. Kecanduan alkohol

567 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
b. Ketergantungan obat obatan
c. Bangkitan dengan penyakit akut (demam tinggi, dehidrasi,
hipoglikemia)
d. Bangkitan segera setelah benturan di kepala
e. Sindroma epilepsi spesifik yang ringan, seperti kejang
demam, BECT
f. Bangkitan yang diprovokasi oleh kurang tidur

Pemilihan OAE Berdasarkan Tipe Bangkitan Epilepsi :


1. Bangkitan parsial (sederhana atau kompleks)
 OAE Lini Pertama
 Fenitoin, karbamasepin (terutama untuk CPS), asam
valproat
 OAE Lini Kedua
 Acetazolamide, clobazam, clonazepam, ethosuximide,
felbamate, gabapentin, lamotrigine, levetiracetam,
oxcarbazepine, tiagabin, topiramate, vigabatrin,
phenobarbital, pirimidone
2. Bangkitan lena
 OAE Lini Pertama
 Asam valproat, ethosuximide (tidak tersedia di
Indonesia)
 OAE Lini Kedua
 Acetazolamide, clobazam, clonazepam, lamotrigine,
phenobarbital, pirimidone
3. Bangkitan mioklonik
 OAE Lini Pertama
 Asam valproat
 OAE Lini Kedua
 Clobazam, clonazepam, ethosuximide, lamotrigine,
phenobarbital, pirimidone, piracetam
Penghentian OAE: dilakukan secara bertahap setelah 2-5
tahun pasien bebas kejang, tergantung dari bentuk bangkitan
dan sindroma epilepsi yang diderita pasien (Dam,1997).
Penghentian OAE dilakukan secara perlahan dalam beberapa
bulan.
6. Penelaah SMF Kesehatan Neurologi
Kritis
7. Indikator a. Mampu menyimpulkan diagnosis kejang berdasarkan
medis gambaran klinik
b. Mampu melaksanakan terapi pemeliharaan dengan obat
antikejang yang sesuai secara rasional
c. Mampu menangani kejang sesuai sindroma epilepsi yang
terjadi dan mengevaluasi hasil terapi secara teratur
d. Mampu menafsirkan hasil pemeriksaan laboratorium untuk
memantau efek samping obat dan kadar obat dalam darah
8. Kepustakaan 1. Pedoman Tatalaksana Epilepsi, PERDOSSI, 2012.
2. Epilepsy; A Comprehensive Textbook, Engel Pedley,
Lippincott Wilkins & Williams, 2008
3. The treatment of epilepsy 2 edition, Simon D Sharvon et al,
Blackwell science, 2004
4. Epilepsy Syndrome, Mary Ann Werz, Saunders Elsevier,
2010
5. Wyllies Teratment of Epilepsy, Elaine Wyllies, Lippincott
Wilkins & Williams, 2011

Pangkalan Balai, Januari 2018

568 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si
Pembina / IV. a
NIP. 19730313 200604 2 009

PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)


SMF KESEHATAN NEUROLOGI
RSUD BANYUASIN

NEUROPATI

1. Definisi Proses patologi yang mengenai susunan saraf perifer, berupa


proses demielinisasi atau degenerasi aksonal atau kedua-
duanya. Sususan saraf perifer mencakup saraf otak, saraf spinal
dengan akar saraf serta cabang-cabangnya, saraf tepi dan
bagian-bagian tepi dari susunan saraf otonom.
2. Anamnesis 1. Metabolik
a. Neuropati diabetic :
 Polineuropati : komplikasi diabetes melitus yang paling
sering terjadi
Gejala & tanda :
 gangguan motorik tungkai lebih sering terkena
daripada tangan
 gangguan sensorik kaos kaki dan sarung tangan
berupa gangguan rasa nyeri & suhu, vibrasi serta
posisi.
 Otonom neuropati :
Gejala & tanda : keringat berkurang, hipotensi
ortostatik, nokturnaldiare,
 Mononeuropati :
inkontinensi alvi, konstipasi, inkontinensi Et retensio
urin, gastroparesis dan impotensi.
Gejala & tanda : terutama mengenai nervi kranialis

569 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
(terutama nervi untuk pergerakan bola mata) dan saraf
tepi besar dengan gejala nyeri.

b. Polineuropati uremikum :
 Terjadi pada pasien uremia kronis (gagal ginjal kronis)
Gejala & tanda :
 gangguan sensorimotor simetris pada tungkai &
tangan
 rasa gatal, geli Et rasa merayap pada tungkai dan
paha memberat pada malam hari, membaik bila kaki
digerakkan (restless leg syndrome).

2. Nutrisional
a. Polineuropati defisiensi :
 Piridoksin : pada penggunaan Izoniazid (INH)
Gejala & tanda : neuropati sensorimotor dan neuropati
optika
 Asam folat : sering pada penggunaan fenitoin > a intake
asam folat yang kurang
 Niasin : pada pasien defisiensi multiple

b. Polineuropati alkoholik : Neuropati karena defisiensi


multivitamin dan thiamin
Gejala & tanda : gangguan sensorimotor simetris terutama
tungkai tahap lanjut mengenai tangan.

3. Toksik :
a. Arsenik : keracunan arsen secara kronik (akumulasi
kronik)
Gejala & tanda : -
 gangguan sensoris berupa nyeri & gangguan motorik
yang berkembang lambat
 gangguan GIT mendahului ganggauan neuropati oleh
karena intake arsen.

b. Merkuri :
Gejala & tanda : menyerupai keracunan arsen

4. Drug induced
a. Obat antineoplasma : (Cisplastin, carboplastin, vincristin)
Gejala & tanda :
 Banyak sebagai gangguan sensorik polineuropati setelah
beberapa minggu terapi seperti parestesia
 Gangguan proprioseptif, vibrasi sering terganggu sampai
mengenai kolum posterior
 Gangguan motorik tertutama tungkai bawah

b. Antimikrobial :
 INH : simetrikal polineuropati
 Kloramfenikol & metronodazole : gangguan sensoris
ringan/ akral parestesia, kadang optik neuropati.
5. Keganasan / paraneoplastic polyneuropathy
Gejala & tanda :
 Banyak dalam bentuk distal simetrikal sensorimotor
polineuropati akibat ”remote effect” keganasan seperti:
mieloma multipel, limfoma
 Gejala motorik seperti ataksia, atrofi tingkat lanjut

570 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
kelumpuhan.
6. Trauma : neuropati jebakan.
3. Kriteria Klinis :
Diagnosis  gangguan sensorik : parestesia, nyeri, terbakar, penurunan
rasa raba, vibrasi dan posisi.
 gangguan motorik : kelemahan otot-otot
 reflek tendon menurun
 Fasikulasi

4. Diagnosis Neuropati

5. Diagnosa  miopati
Banding  motor neuron disease
 multipel sklerosis
6. Pemeriksaan Laboratorium :
Penunujang  Gula darah puasa, fungsi ginjal, kadar vitamin B1, B6, B12
darah, kadar logam berat, fungi hormon tiroid
 Lumbal pungsi : sesuai indikasi
Gold Standard :
 ENMG : degenerasi aksonal & demielinisasi
 Biopsi saraf
7. Terapi  Terapi kausa
 Simptomatis : analgetik, antiepileptik
 Neurotropik vitamin : B1, B6, B12, asam folat
 Fisioterapi
8. Penelaah SMF Kesehatan Neurologi
Kritis
9. Indikator a. Mengevaluasi hasil penatalaksanaan pasien dengan
medis gangguan saraf tepi (termasuk lesi pleksus)
b. Mampu menyimpulkan pola gejala dan tanda klinik
neuropati perifer (termasuk akut dan kronik)
c. Mampu menganalisa diagnosis topis keluhan pasien dengan
dasar neuroanatomi, pemeriksaan fisik dan EMG yang
benar.
d. Mampu menyimpulkan penyebab yang mendasari terjadinya
neuropati (defisiensi, metabolik, trauma/kompresi,
keganasan, genetik, imunologik)
e. Mampu menjelaskan perjalanan penyakit, sindroma
prototip, gejala yang dominan (motorik/sensorik) dan
identifikasi gejala-gejala atipikal, serta gejala lain yang
menyertai
f. Mampu merencanakan pemeriksaan laboratorium, lumbal
pungsi dan PA
10. Kepustakaan 1. Neuromuscular disorder, Anthony A. Amato, Mc Graw Hill
Medical, 2008
2. Companion to Peripheral neuropathy, Peter J. Dyck,
Saunders Elsevier, 2010.
3. Textbook of Pheripheral Neurophaty, Peter D. Donofrio,
Demosmedical, 2012

Pangkalan Balai, Januari 2018

dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si


Pembina / IV. a
NIP. 19730313 200604 2 009

571 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
PANDUAN PRAKTEK KLINIS (PPK)
SMF KESEHATAN NEUROLOGI
RSUD BANYUASIN

MIELOPATI
ICD G 95.9

1. Definisi Merupakan suatu gangguan fungsi atau struktur dari medulla


spinalis oleh adanya lesi komplit atau inkomplit.

2. Anamnesis Lemah / lumpuh anggota gerak, gangguan buang air kecil dan
buang air besar, gangguan sensibilitas.

3. Pemeriksaan parese / plegi tipe UMN (tergantung lokalisasi lesi, dapat


fisik dijumpai gejala UMN atau campuran UMN dan LMN), hipestesi /
anestesi segmental, gangguan fungsi otonom

4. Kriteria  Kejadiannya dapat akut, subakut, kronik progresif.


Diagnosis  Tidak ditemui tanda-tanda radang atau penyebabnya tidak
diketahui.*
5. Diagnosis Mielopati

6. Diagnosa Polineuropati
Banding
7. Pemeriksaan Pemeriksaan Laboratorium:
Penunujang  Darah rutin, kimia darah, urin lengkap, dan bila perlu tes
kadar obat : kokain, heroin

572 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
 Likuor serebrospinalis
Pemeriksaan Radiologik :
 Foto polos vertebra AP / Lateral / Oblik
 Mielografi
 CT mielografi
Pemeriksaan penunjang lain :
 EMNG
 Tes keringat
 Bila perlu dan fasilitas tersedia :
 SSEP / VEP
 Bone Scanning
 MRI
8. Terapi  Kausal
 Simptomatik
 Suportif
 Rehabilitatif : Fisioterapi ekstremitas dan latihan buli-buli
9. Prognosis Tergantung etiologi dan berat penyakit
10. Penelaah SMF Kesehatan Neurologi
Kritis
11. Indikator a. Mengevaluasi hasil penatalaksanaan pasien dengan
medis gangguan saraf tepi (termasuk lesi pleksus)
b. Mampu menyimpulkan pola gejala dan tanda klinik
(termasuk akut dan kronik)
c. Mampu menganalisa diagnosis topis keluhan pasien dengan
dasar neuroanatomi, pemeriksaan fisik dan EMG yang
benar.
d. Mampu menyimpulkan penyebab yang mendasari
(defisiensi, metabolik, trauma/kompresi, keganasan,
genetik, imunologik)
e. Mampu menjelaskan perjalanan penyakit, sindroma
prototip, gejala yang dominan (motorik/sensorik) dan
identifikasi gejala-gejala atipikal, serta gejala lain yang
menyertai
f. Mampu merencanakan pemeriksaan laboratorium, lumbal
pungsi dan PA
12. Kepustakaan Neuromuscular disorder, Anthony A. Amato, Mc Graw Hill
Medical, 2008

Pangkalan Balai, Januari 2018

dr. Hj. Emi Lidia Arlini, M.Si


Pembina / IV. a
NIP. 19730313 200604 2 009

573 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s
574 | P a n d u a n P r a k ti k K l i n i s

Anda mungkin juga menyukai