20181189-S33175-Yuli Daswiyah
20181189-S33175-Yuli Daswiyah
SKRIPSI
YULI DASWIYAH
0706197830
UNIVERSITAS INDONESIA
SKRIPSI
YULI DASWIYAH
0706197830
ii
Penulis
2010
v
ABSTRAK
Dalam bentuk larutan vitamin C tidak stabil karena mudah teroksidasi. Adanya
perubahan tersebut akan menyebabkan kerusakan pada sediaan obat dan
perubahan jumlah vitamin C yang terkandung. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh metode sterilisasi terhadap stabilitas vitamin C dalam
sediaan injeksi. Metode sterilisasi yang digunakan yaitu filtrasi dan pamanasan
pada suhu 98 – 100°C selama 30 menit, otoklaf pada suhu 115 – 116°C selama
30 menit dan otoklaf pada suhu 120 – 121°C selama 15 menit. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa stabilitas vitamin C dalam sediaan injeksi lebih baik pada
sediaan yang dibuat dengan metode sterilisasi secara filtrasi dengan kadar vitamin
C sebesar 84,37 + 0,27% dibandingkan metode sterilisasi secara pemanasan suhu
98 – 100°C selama 30 menit sebesar 82,01 + 0,40% , dalam otoklaf suhu 115 –
116°C selama 30 menit sebesar 77,52 + 0,24 %, sedangkan dalam otoklaf suhu
120 – 121°C selama 15 menit sebesar 58,32 + 0,21%. Penggunaan antioksidan
sodium metabisulfit dapat meningkatkan stabilitas vitamin C dalam sediaan
injeksi sebesar 4,42 % dibandingkan tanpa penambahan antioksidan.
Kata kunci:
Metode Sterilisasi, Stabilitas Vitamin C, Injeksi
Xii+45 hal; 16 gbr; 11 tab; 4 lamp
Bibliografi 28: (1973-2010)
vii
Vitamin C in aqueous solution are unstable, because the solutions of vitamin C are
easily oxidized. The existence of such a change will cause decay to the drug
dosage and change in the amount of vitamin C. The purpose of this research is to
analyze the influence of sterilization methods on the stability of vitamin C in
injection dosage forms. Sterilization method used are filtration and heating at
temperature of 98 – 100°C for 30 minutes, autoclave at temperature of 115 –
116°C for 30 minutes and autoclave at a temperature of 120 – 121°C for 15
minutes. The results of this research showed that the stability of vitamin C in
injection dosage forms sterilized by filtration amount of 84,37 + 0,27% are
better than in heating sterilization methods at temperature of 98 – 100°C for 30
minutes amount of 82,01 + 0,40%, in autoclave at temperature of 115 –116°C
for 30 minutes amount of 77,52 + 0,24 % , and autoclave at temperatures of 120 –
121°C for 15 minutes amount of 58,32 + 0,21%. The use of sodium
metabisulphite as antioxidants can increase the stability of vitamin C in injection
dosage as about 4,42% compared to without the addition of sodium
metabisulphite.
Keywords:
Sterilization Methods, Stability of Vitamin C, Injection
Xii+45 pages; 16 figs; 11 tabs; 4 appendix
Bibliografi 28: (1973-2010)
viii
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………...iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................v
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................x
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
BAB 1. PENDAHULUAN .....................................................................................1
1.1 Latar Belakang .....................................................................................1
1.2 Tujuan Penelitian .................................................................................2
DAFTAR ACUAN................................................................................................26
ix
Gambar Halaman
2.1 Rumus bangun vitamin C.. .................................................................. 3
2.2 Degradasi vitamin C pada kondisi aerob .. .......................................... 4
2.3 Degradasi vitamin C pada kondisi anaerob ........................................ 5
2.4 Skema rute pemberian parenteral ....................................................... 13
4.1 Hasil pengamatan secara visual warna sediaan injeksi vitamin C
selama 8 minggu pada suhu ruang ..................................................... 30
4.2 Hasil pengamatan uji sterilitas sediaan injeksi vitamin C dalam
medium Thioglikolat cair selama 2 minggu ....................................... 31
4.3 Hasil pengamatan uji sterilitas sediaan injeksi vitamin C dalam
medium Sabouraud Dektrose cair selama 2 minggu ........................... 31
4.4 Hasil pengamatan uji sterilitas indikator positif dalam medium
Thioglikolat cair (a) dan medium Sabouraud Dektrose cair (b)… ...... 31
4.5 Grafik hubungan waktu penyimpanan terhadap pH pada formula A
selama penyimpanan 8 minggu pada suhu ruang ............................... 32
4.6 Grafik hubungan waktu penyimpanan terhadap pH pada formula B
selama penyimpanan 8 minggu pada suhu ruang ................................ 32
4.7 Spektrum serapan komplek Cr-DPC pada panjang gelombang
543nm .................................................................................................. 33
4.8 Spektrum serapan standar vitamin C konsentrasi 40 ppm................... 33
4.9 Spektrum serapan sampel vitamin C konsentrasi 40 ppm ................... 34
4.10 Kurva kalibrasi standar vitamin C dengan berbagai konsentrasi ........ 34
4.11 Grafik hubungan waktu penyimpanan terhadap kadar vitamin C
pada formula A selama 8 minggu pada suhu ruang ............................ 35
4.12 Grafik hubungan waktu penyimpanan terhadap kadar vitamin C
pada formula B selama 8 minggu pada suhu ruang ............................. 35
x
Tabel Halaman
3.1 Rancangan formulasi sediaan injeksi vitamin C 100 mg/ml ............... 16
4.1 Hasil pengamatan secara visual warna sediaan injeksi vitamin C
selama 8 minggu pada suhu ruang....................................................... 37
4.2 Hasil pengamatan uji kejernihan sediaan injeksi vitamin C
selama 8 minggu pada suhu ruang....................................................... 37
4.3 Hasil pengamatan pH sediaan injeksi vitamin C selama 8 minggu .... 38
4.4 Hasil pengamatan uji sterilisitas sediaan injeksi vitamin C dalam
medium Thioglikolat cair selama 2 minggu ...................................... 38
4.5 Hasil pengamatan sterilisitas sediaan injeksi vitamin C dalam
medium Sabouraud Dektrose cair selama 2 minggu ........................... 38
4.6 Data kurva kalibrasi vitamin C pada panjang gelombang 543 nm ...... 39
4.7 Hasil perhitungan uji presisi ............................................................... 39
4.8 Hasil perhitungan uji perolehan kembali analisis (%recovery) ........... 40
4.9 Hasil penetapan kadar vitamin C secara filtrasi pada minggu ke-4 .... 40
4.10 Hasil penetapan kadar sediaan injeksi vitamin C selama peyimpanan
8 minggu pada suhu ruang ................................................................... 40
xi
Lampiran Halaman
xii
1
Universitas Indonesia
1.2 Tujuan
Mengetahui pengaruh metode sterilisasi terhadap stabilitas vitamin C
dalam sediaan injeksi.
Universitas Indonesia
2.1 Vitamin C
2.1.1 Farmakologi
3
Universitas Indonesia
2.1.2 Farmakokinetik
Gambar 2.2 Degradasi vitamin C pada kondisi aerob [Sumber : Connors, 1992]
Universitas Indonesia
Furfural
Gambar 2.3 Degradasi vitamin C pada kondisi anaerob [Sumber : Connors, 1992]
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
2.2 Antioksidan
Universitas Indonesia
b) Reaksi propagasi
Radikal bebas yang terbentuk (A*) pada tahap inisiasi akan bereaksi dengan
sel mengikat hidrogen. Radikal alkil yang terbentuk (R*) akan bereaksi
dengan oksigen membentuk radikal peroksida (ROO*), kemudian radikal
peroksida akan menarik hidrogen dan membentuk hidroperoksida (ROOH)
dan radikal alkil yang baru (R*) reaksi ini akan berulang hingga terbentuk
radikal bebas yang banyak.
Reaksi : A* + RH→ AH + R*
R* + O2 → ROO*
ROO* + RH → ROOH + R*
c) Reaksi terminasi
Merupakan reaksi yang terjadi antara dua radikal bebas
R* + R* → R – R
ROO* + R* → ROO – R
Universitas Indonesia
metabisulfit berupa serbuk kristal putih sampai putih kekuningan, berbau sulfur
dioksida dan rasa seperti garam asam. Titik leleh sodium metabisulfit tidak
kurang dari 150°C. Sodium metabisulfit mudah larut dalam gliserin, larut dalam
air 1:1,9 dan 1:1,2 (pada suhu 100°C), agak larut dalam etanol (95%). Sodium
metabisulfit sebagai antioksidan yang secara luas digunakan dalam formulasi
sediaan oral, parenteral, topikal. Khususnya terhadap pembuatan larutan asam dan
basa. Juga memiliki aktivitas antimikroba yang lebih besar pada pH asam serta
pengawet seperti dalam sediaan oral bentuk sirup. Konsentrasi yang digunakan
antara 0,01-1% (Wade, Ainley & Weller, Paul.J., 1994). Potensial oksidasi Eo
adalah -0,114 V pada pH 7,0 suhu 25 °C (Lund, 1994) .
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
protein dari sel bakteri. Metode sterilisasi panas digunakan untuk alat-alat
gelas, logam, minyak dan bahan kimia yang tahan terhadap temperatur
(Lachman, 1994).
c) Sterilisasi Gas
Digunakan sebagai alternatif dari sterilisasi termal jika bahan yang akan
disterilkan tidak tahan terhadap temperatur tinggi pada proses sterilisasi uap
atau panas kering. Bahan aktif yang umumnya digunakan pada sterilisasi gas
adalah etilen oksida. Mekanisme aksinya dengan mengalkilasi metabolit
esensial yang mempengaruhi proses reproduktif. Alkilasi mungkin terjadi
dengan menghilangkan hidrogen aktif pada gugus sulfhidril, amino, karboksil
atau hidroksil dengan suatu radikal hidroksietil. Sterilisasi ini digunakan untuk
alat-alat medis, kemasan bahan plastik, alat-alat dari karet (Lachman, 1994).
d) Sterilisasi dengan Radiasi Ion
Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan, yaitu disintegrasi radioaktif dari
radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas elektron. Mekanisme aksinya
dengan menghentikan reproduksi sel, sebagai akibat dari mutasi letal.
Digunakan untuk mensterilkan alat medis plastik dan sediaan pilihan dengan
proses berkesinambungan (Lachman, 1994).
e) Sterilisasi dengan Penyaringan
Sterilisasi dengan penyaringan dapat digunakan untuk memisahkan partikel-
partikel, termasuk mikroorganisme, dari larutan dan gas tanpa menggunakan
pemanasan. Mekanisme yang diterapkan pada fungsi penyaringan dengan
menyaring menggunakan suatu penyaring membran yang dapat menahan
partikel-partikel, termasuk mikroorganisme di atas permukaan membran
penyaring, sehingga larutan tersebut dapat dipisahkan secara fisika.
Cara sterilisasi dengan penyaringan ini digunakan untuk sediaan yang tidak
tahan terhadap pemanasan (Lachman, 1994).
Universitas Indonesia
2.6 Injeksi
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum
digunakan, disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui
kulit atau selaput lendir. Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsi atau
mensuspensikan sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke
dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda (Farmakope Indonesia III,
1979). Suatu sediaan injeksi harus memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan,
sehingga aman bagi pemakainya tidak menyebabkan iritasi jaringan atau efek
toksis. Persyaratan lain yang juga harus ada seperti harus jernih yang berarti tidak
ada partikel padat, kecuali yang berbentuk suspensi. Sediaan tidak berwarna
(kecuali bila obatnya memang berwarna), sediaan juga harus steril. Bila
pemberian dalam jumlah besar maka tidak boleh mengandung pirogen, sedapat
mungkin isotonus dengan cairan tubuh agar tidak terasa sakit bila akan
disuntikkan. Isotonus adalah suatu larutan yang mempunyai tekanan osmose yang
sama dengan darah dan cairan-cairan tubuh seperti darah, air mata, cairan lumbal
sama dengan tekanan osmose larutan NaCl 0,9% dan sedapat mungkin isohidris
yang dimaksudkan agar bila disuntikkan ke badan tidak terasa sakit dan
penyerapannya obat dapat optimal. Isohidris adalah pH larutan sediaan injeksi
sama dengan darah dan cairan-cairan tubuh lain seperti darah, air mata, cairan
lumbal (Anief, 2003).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.2 Alat
Timbangan analitik (AFA 210 LC Adam); Spektrofotometer UV-Vis UV-
1800 (Shimadzu); Oven (Swimmaden SR53); Otoklaf (Hirayana); pH meter
(Eutech); Inkubator (Memmert); Membran filter 0,22 µm (Millipore); Laminar
Air Flow (LAF); Spuit injeksi (Terumo) dan alat-alat gelas.
3.3 Bahan
Vitamin C (Chemical-Spec); Sodium metabisulfit (Chemical-Spec);
Sodium bikarbonat (Chemical-Spec); Disodium edetat (J.T. Baker); Medium
Thioglikolat cair (B.D. Difco lab); Medium Sabouraud Dekstrose cair (B.D. Difco
lab); Potasium Kromat (Merck); Sym-Difenilkarbazid (Merck); Larutan HNO3 0,8
M (Merck); Etanol p.a (Merck); Aqua bidest.
14
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
3.4.6.2 Pengukuran pH
pH diukur dengan menggunakan pHmeter. Alat pHmeter terlebih
dahulu dikalibrasi dengan larutan dapar standar pH 4 dan pH 7.
Pengukuran dilakukan pada suhu ruang (Farmakope Indonesia IV, 1995).
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
21
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
kuman maupun jamur negatif atau steril. Jika medium perbenihan menjadi keruh,
akan memberikan hasil pertumbuhan kuman maupun jamur positif. Pembuatan
indikator positif bertujuan untuk melihat medium yang digunakan mempunyai
sifat merangsang pertumbuhan bagi kuman maupun jamur. Dalam pembuatan
indikator positif ini digunakan aquadest sebanyak 1 ml kedalam tabung A yang
diisi medium perbenihan thioglikolat cair kemudian dimasukkan kedalam
inkubator pada suhu 37°C dan pada tabung B yang diisi medium perbenihan
sabouraud dektrose cair yang diinkubasi dalam suhu ruangan selama 14 hari. Data
dapat dilihat pada Gambar 4.2; Gambar 4.3; Gambar 4.4; Tabel 4.4 dan Tabel 4.5.
Universitas Indonesia
mungkin disebabkan pada saat pengerjaan dalam preparasi sampel dan cara
penyimpanan yang kurang baik ketika akan dilakukan pengukuran kadar.
4.2.3.1 Validasi metode analisis
Pada awal percobaan dilakukan penentuan panjang gelombang maksimum
untuk analisis vitamin C dalam sediaan injeksi. Berdasarkan kurva serapan yang
dibuat, panjang gelombang maksimum yang didapat adalah 543 nm. Hasil
selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.7.
Pada pembuatan kurva kalibrasi didapatkan persamaan garis untuk
penetapan kadar vitamin C dalam sediaan injeksi adalah y = 0,74021 - 0,01094x
dengan koefisien korelasi (r) sebesar r = -0,9974. Hasil selengkapnya dapat dilihat
pada Gambar 4.8; Gambar 4.10 dan Tabel 4.6.
Uji presisi atau keseksamaan dilakukan untuk mengetahui keterulangan
metode analisis jika dilakukan berulangkali pada kondisi yang sama dan dalam
interval waktu yang pendek. Kriteria seksama diberikan jika memberikan
simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang (Harmita, 2004).
Berdasarkan hasil percobaan nilai standar deviasi (SD) pada 30,00; 40,00; dan
50,00 ppm larutan sampel berturut-turut adalah 0,00241, 0,0045 dan 0,00230;
dengan koefisien variasi 0,50%, 0,91%; dan 1,27%. Hasil tersebut memenuhi
kriteria presisi. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Kecermatan atau akurasi adalah ukuran yang menunjukkan derajat
kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan
dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan
(Harmita, 2004). Pada uji perolehan kembali vitamin C yang dilakukan dengan
menggunakan metode placebo, yaitu dengan mengetahui terlebih dahulu jumlah
zat aktif yang ada dalam sampel yang diukur. Lalu dibuat matriks atau placebo
sediaan injeksi tanpa adanya vitamin C. Matriks ditimbang sesuai dengan
perbandingan vitamin C yang akan ditambahkan. Kemudian dilakukan
pengukuran seperti pada preparasi sampel. Hasil perhitungan memberikan nilai
rata-rata 99,39 % dengan koefisien variasi sebesar 0,40%. Hal ini memenuhi
syarat akurasi yaitu 98 – 102 %. Data akurasi dapat dilihat pada Tabel 4.8.
Universitas Indonesia
5.1. Kesimpulan
1. Stabilitas vitamin C dalam sediaan yang dibuat pada metode sterilisasi
secara filtrasi dengan kadar vitamin C sebesar 84,37 + 0,27% lebih baik
dibandingkan metode sterilisasi secara pemanasan suhu 98 – 100°C
selama 30 menit dengan kadar sebesar 82,01 + 0,40%; dalam otoklaf
suhu 115 – 116°C selama 30 menit dengan kadar sebesar 77,52 + 0,24 %;
dan dalam otoklaf suhu 120 – 121°C selama 15 menit dengan kadar
sebesar 58,32 + 0,21%.
2. Penggunaan antioksidan sodium metabisulfit dapat meningkatkan
stabilitas vitamin C dalam sediaan injeksi sebesar 4,42% dibandingkan
tanpa penambahan antioksidan.
5.2. Saran
Dalam analisis kuantitatif kandungan vitamin C suatu sediaan larutan
mudah mengalami degradasi menjadi asam dehidroaskorbat maupun asam
oksalat, sehingga untuk memisahkan masing-masing zat tersebut sebaiknya
digunakan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi.
25
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Anief, M. (2003). Ilmu Meracik Obat Teori dan Praktik. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press. 190, 193
Ansel, Howard C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, edisi ke-4. Jakarta :
UI Press. 399, 400, 401, 411
Akers, Michael J., & Larrimore, Daniel S. (2002). Parenteral Quality
Control: Sterility, Pyrogen, Particulate, and Package Integrity Testing
(3rd ed.) [computer software]. New York : Marcel Dekker Inc.
Barus Pina. (1995). Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami pada
Industri Bahan Makanan. Diunduh dari http://www.usu.ac.id/id/pidato
pengukuhan guru besar tetap/pdf pada tanggal 9 April 2010 pukul 13.00
wib
Connors, K.A., Gordon L.A., & Valentino J.S. (1979). Chemical Stability of
Pharmaceuticals, a Handbook for Pharmacists. USA: John Wiley &
Sons, Inc.138-140
Collet Diana.M., & Aulton Michael.E. (1990). Pharmaceutical Practice. New
York : Churchill Livingstone Inc. 173
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi
IV. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi
III. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Hadioetomo, Ratna S. (1985). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek, Teknik dan
Prosedur Dasar Laboratorium. Jakarta: Gramedia. 53-58
Harmita. (2004). Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara
Perhitungannya. Depok : Majalah Ilmu Kefarmasian (Vol.1) 3. 117-135
Hashmi, M. (1973). Assay of Vitamins in Pharmaceutical Preparations. New
York : Interscience Publishers. 293-321
Jiang, Q., Reitz, R., & Chan, Sum. (2010). Methods for Detecting Vitamin C by
Mass Spectrometry. Diunduh dari www.freepatentsonline.com/US
0084545A1 pada tanggal 26 November 2010 pukul 14.00 wib
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Sari Rafika. (2010). Penetapan Kadar Vitamin C dan Turunannya dalam Larutan
Topikal secara Kromatografi Lapis Tipis Densitometri. Depok : Skripsi
Departemen Farmasi Universitas Indonesia
Siong, T.E., & Khor S.C. (1996). Simultaneous determination of B-vitamins and
ascorbic acid in multi-vitamin preparations by reversed-phase HPLC. Mal
J Nutr . (2): 176-194.
The United States Pharmacopoeia. (2005). The United States Pharmacopoeia
(28th ed.). United States of America: 1191, 2243, 2251-2252
Trissel, Lawrence A. (1983). Handbook on Injectable Drugs (3rd ed.). The
United States of America: American Society of Hospital Pharmacists Inc.
44-47
Wade, Ainley., & Weller, Paul.J.(Ed.). (1994). Handbook of Pharmaceutical
Excipients (2nd ed.). London : The Pharmaceutical Press. 176-178, 436-
473, 451-452
Universitas Indonesia
Keterangaan :
Formula A menggunaakan antiokksidan sodiu um metabisuulfit :
Formula A (A1) denggan sterilisaasi secara filltrasi
Formula A (A2) denggan sterilisaasi secara peemanasan 98 – 100°C sselama 30 menit
m
Formula A (A3) denggan sterilisaasi dalam otoklaf 115 – 116°C selaama 30 mennit
Formula A (A4) denggan sterilisaasi dalam otoklaf 120 – 121°C selaama 15 mennit
Forrmula A Formula B
Foormula A Formulaa B
8
7
Filtrasi
6
5
Pemanasan suhu 98 –
pH
4
100°C selama 30 menit
3
2 Otoklaf suhu 115 –
116°C selama 30 menit
1
0 Otoklaf suhu 120 –
ss 0 2 4 6 8 121°C selama 15 menit
MInggu ke‐
9
8
7 Filtrasi
6
5
pH
Pemanasan suhu 98 –
4
100°C selama 30 menit
3
2 Otoklaf suhu 115 –
1 116°C selama 30 menit
0 Otoklaf suhu 120 –
ss 0 2 4 6 8 121°C selama 15 menit
Minggu ke‐
Keterangan :
ss adalah sebelum sterilisasi
0.8
0.7
0.6
Serapan (Abs)
0.5 y = ‐0.010x + 0.740
R² = 0.994
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 20 40 60 80
Konsentrasi (ppm)
100
90
80
70 Filtrasi
60
Kadar (%)
50 Pemanasan 98 – 100°C
40 selama 30 menit
30 Otoklaf 115 – 116°C
selama 30 menit
20
Otoklaf 120 – 121°C
10 selama 15 menit
0
0 4 8
Minggu ke‐
100
90
80
70 Filtrasi
Kadar (%)
60
pemanasan 98 – 100°C
50
selama 30 menit
40
Otoklaf 115 – 116°C
30
selama 30 menit
20
Otoklaf 120 – 121°C
10
selama 15 menit
0
0 4 8
Minggu ke‐
Tabel 4.1
Hasil pengamatan secara visual warna sediaan injeksi vitamin C
selama 8 minggu pada suhu ruang
Keterangan :
SS = Sebelum Sterilisasi K = Kuning
TB =Tidak Berwarna KT = Kuning Tua
KMT = Kuning Muda Tipis JM = Jingga Muda
KM = Kuning Muda J = Jingga
Tabel 4.2
Hasil pengamatan uji kejernihan sediaan injeksi vitamin C
selama 8 minggu pada suhu ruang
Tabel 4.3
Hasil pengamatan pH sediaan injeksi vitamin C selama 8 minggu
Tabel 4.4
Hasil pengamatan uji sterilisitas sediaan injeksi vitamin C dalam medium
Thioglikolat cair selama 2 minggu
Minggu Formula A Formula B
ke- Filtrasi 98 – 115 – 120 – Filtrasi 98 – 115 – 120 –
100°C 116°C 121°C 100°C 116°C 121°C
selama selama selama selama selama selama
30 30 15 30 30 15
menit menit menit menit menit menit
1 Steril Steril Steril Steril Steril Steril Steril Steril
2 Steril Steril Steril Steril Steril Steril Steril Steril
Tabel 4.5
Hasil pengamatan sterilisitas sediaan injeksi vitamin C dalam medium Sabouraud
Dektrose cair selama 2 minggu
Minggu Formula A Formula B
ke- Filtrasi 98 – 115 – 120 – Filtrasi 98 – 115 – 120 –
100°C 116°C 121°C 100°C 116°C 121°C
selama selama selama selama selama selama
30 30 15 30 30 15
menit menit menit menit menit menit
1 Steril Steril Steril Steril Steril Steril Steril Steril
2 Steril Steril Steril Steril Steril Steril Steril Steril
Tabel 4.6 Data kurva kalibrasi vitamin C pada panjang gelombang 543 nm
Tabel 4.9
Hasil penetapan kadar vitamin C secara filtrasi pada minggu ke-4
Formula Massa vitamin C dalam Massa vitamin C Kadar
Vitamin C
sediaan 5 ml (mg) (mg) (%)
A 436,7116 500,05 87,33
437,8543 87,56
440,1394 88,02
88,64 + 0,43
Tabel 4.10
Data hasil penetapan kadar vitamin C selama penyimpanan 8 minggu
pada suhu ruang
Lampiran 1
Perhitungan penetapan kadar vitamin C pada minggu ke-4
Formula Massa vitamin C dalam Massa vitamin C Kadar
Vitamin C
sediaan 5 ml (mg) (mg) (%)
A 436,7116088 500,05 87,33
Diketahui:
Persamaan kurva kalibrasi; y = 0,74021 – 0,01094 x
Lampiran 2
Alat Otoklaf (a), Alat Oven (b), Spektrofotometer UV-Vis UV-1800 (c)
dan Alat inkubator (d)
(a) (b)
(c) (d)
Lampiran 3
Komposisi medium uji sterilitas
Lampiraan 4
Sertiffikat analisiis vitamin C