SP dan LP
HALUSINASI
(Diajukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Psikiatri)
Dosen Pengampu:
Ns. Sri Puji Lestari, M.Kep, Sp.Kep.J
Disusun oleh:
Antonita Lintang Pawestri 1903015
Lisa Amalia 1903035
Mei Noviyanti 1903038
Sofie Damayanti 1903059
Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami boleh menyelesaikan sebuah karya
tulis dengan tepat waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah
dengan judul “Makalah LP dan SP Halusinasi”, yang menurut kami dapat
memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajarinya. Melalui kata
pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila
mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan kami buat kurang tepat atau
tidak berkenan di hati para pembaca. Dengan ini kami mempersembahkan makalah
ini dengan penuh rasa terimakasih dan semoga Tuhan memberkahi makalah ini
sehingga dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan. Halusinasi adalah gangguan
persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran yang sering
terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
penginderaan. Halusinasi hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata.
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
ransangan internal (pikiran) dan rangsangan ekternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mendengarkan suara padahal
tidak ada orang yang berbicara .Halusinasi pendengaran atau akustik adalah
kesalahan dalam mempersepsikan suara yang disengar klien. Suara bisa
menyenangkan, ancaman, membunuh, dan merusak.
b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya.
c. Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter
otak. Misalnya tejadi ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami
gangguan jiwa cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor
keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.
2) Faktor Presipitasi
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi terjadi. Isi dari
halusinai dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego
seseorang yang pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu
sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua
perilaku klien
d. Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi
sosial dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata
sangat membahayakan.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan
untuk beribadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Klien sering memaki takdir tetapi lemah dalam
upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain
yang menyebabkan memburuk.
E. Fase-Fase Halusinasi
Tahap halusinasi Karakteristik
Stage I: Slep disorder Klien merasa banyak masalah, ingin menghindari
Fase awal seeprang sebelum lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa
muncul halusinasi dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa
sulit karena berbagai stressor terakumulasi,
minsalnya kekasih hamil, terlibat narkoba,
dihianati kekasih, masalah kekampus, drop out,
dst. Masalah terasa menekan karena
teraakumulasi sedangkan support sistem kurang
dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit
idur berlngsung terus menerus sehingga terbiasa
menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan
awal tersebut sebagai pemecahan masalah.
Stage II: Comforting Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti
Halusinasi secara umum dia adanya perasaaan yang cemas, kesepian, perasaan
terima sebagai sesuatu yang berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan
alami pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia
beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan
sensorinya dapat dia control bila kecemasannya
diatur, dalam tahap ini ada kecendrungan klien
merasa nyaman dengan halusinasinya.
Stage III: Condemning Pengalaman sensori klien menjadi sering adatang
Secara umum halusinasi dan mengalami biasa. Klien mulai merasa tidak
mendatanngi klien mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya
menjaga jarak antara dirinya gengan objek yng
dipersepsikan klien mulai menarik diri dari oang
lain, dengn intensitas waktu yang lama.
Stage IV: Controling Severa Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori
Level Of Anxiety abnormalyang datang. Klien dapat merasakan
Fugsi sensori menjadi tidak kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah
releven dengan kenyataan mulai fase gangguan pisikotik.
Stage V: Conquering Panic Level Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai
Of Anxiety terasa terancamengan datangnya suara-suara
Klien mengalami gangguan terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman
dalam menilai lingkungannya atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya.
Halusinasi dapat berlangsung selama minimal
empat jam atau seharian bila klien tidak
mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi
gangguan psikotik berat.
F. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis. Penjelasan
secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah
sebagai berikut:
1) Halusinasi pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai
sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut
ditujukan kepada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar
atau berdebat dengan suara-suara tersebut.
2) Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan
3) Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai
kombinasi moral
4) Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu.
5) Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak
di bawah kulit.
6) Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia
dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7) Halusinasi kinesthetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badannya bergerak-gerak. Misalna “phantom phenomenom” atau
tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb).
8) Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada.
b. Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu
yang dialaminya seperti impian.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu :
1) Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia
biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik
antara lain :
- Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada
kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg,
im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya
klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau 3x5 mg.
- Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile.
Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x
100mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi
1x100 mg pada malam hari saja.
b. Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
c. Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia
tidak mengasingkan diri lagi karena bila menarik diri dia dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan penderita untuk
mengadakan permainan atau pelatihan bersama.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan
Halusinasi yaitu:
a. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien
dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sessi. Dengan proses ini,
diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi.
Stimulus yang disediakan : baca artikel, majalah, puisi, menonton
acara TV (ini merupakan stimulus yang disediakan), stimulus dari
pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien
yang maladaptive atau distruktif, misalnya kemarahan, kebencian,
putus hubungan, pandangan negative pada orang lain dan
halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
b. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian
diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan,
berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan
tubuh). Biasanya klien yang tidak mau mengungkapkan komunikasi
verbal akan testimulasi emosi dan perasaannya, serta menampilkan
respons. Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus adalah : musik,
seni menyanyi, menari. Jika hobby klien diketahui sebelumnya,
dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat
digunakan sebagai stimulus.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HALUSINASI
1. Jenis Halusinasi:
1. Isi halusinasi
Data tentang isi halusinasi dapat saudara ketahui dari hasil pengkajian
tentang jenis halusinasi (lihat nomor 1 diatas).
3. Respons halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul.
Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan
saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau
orang terdekat dengan pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi
perilaku pasien saat halusinasi timbul.
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan data subyektif dan
obyektif yang ditemukan pada pasien adalah gangguan sensori persepsi
halusinasi.
Tindakan Keperawatan:
- Membantu pasien mengenali halusinasi.
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi Saudara dapat
melakukannya dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi
halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi muncul.
- Melatih pasien mengontrol halusinasi.
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi
Saudara dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti
dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi:
a. Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan
diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi
yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak
terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
mempedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan,
pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi
tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak
akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam
halusinasinya.
SP HALUSINASI
SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-
cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien
mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik
halusinasi
Fase Orientasi:
Memperkenalkan diri : ”Saya perawat yang akan merawat ibu, nama saya
perawat Lintang. Nama ibu siapa? Senang dipanggil apa?”
Fase Kerja:
”Apakah ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?Apa yang dikatakan suara
itu?”
” ibu , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan
yang ke empat minum obat dengan teratur.”
”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung ibu bilang,
pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu.
Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba ibu peragakan!
Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus ibu sudah bisa”
Fase Terminasi:
Data obyektif: ”Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara
tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya.”
Fase Orientasi:
Fase Kerja:
Fase Terminasi
Rencana tindak lanjut :”Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan
harian ibu. ”
Kontrak waktu, topik, dan tempat: ”Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah
nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya
akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan
aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/ Di
sini lagi?
Fase Orientasi:
Menanyakan perasaan pasien: “Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih?
Bagaimana hasilnya? Bagus! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang
ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal.
Menanyakan tempat dan waktu: ”Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di
ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”
Fase Kerja:
“Apa saja yang biasa ibu lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya
(terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali
kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus
sekali ibu bisa lakukan. Kegiatan ini dapat ibu lakukan untuk mencegah suara
tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam
ada kegiatan.
Fase Terminasi:
Data obyektif: “Cara yang ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba
sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali.
Rencana tindak lanjut :”Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian ibu.
Coba lakukan sesuai jadwal ya!
Kontrak waktu dan topik: (Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada
pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam)
Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat
yang baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi? Di
ruang makan ya!
Menanyakan topik, waktu, dan tempat: ”Hari ini kita akan mendiskusikan tentang
obat-obatan yang ibu minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu
makan siang. Di sini saja ya ibu?”
Fase Kerja:
“Ibu adakah bedanya setelah minum obat secara teratur?”
”Apakah suara-suara berkurang/hilang?. Minum obat sangat penting supaya suara-
suara yang ibu dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi.
” Berapa macam obat yang ibu minum?
(Perawat menyiapkan obat pasien)
” Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam
gunanya untuk menghilangkan suara-suara. ”
”Ini yang putih (THP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak
kaku.
”Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk
pikiran biar tenang.”
Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti
konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, ibu akan kambuh dan sulit
untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis ibu bisa minta ke dokter
untuk mendapatkan obat lagi. ibu juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini.
Pastikan obatnya benar, artinya ibu harus memastikan bahwa itu obat yang benar-
benar punya ibu. Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama
kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu
diminum sesudah makan dan tepat jamnya. ibu juga harus perhatikan berapa jumlah
obat sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari”
Fase Terminasi:
Data subyektif: “Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang obat?
Data obyektif : ”Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara?
Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar).
Rencana tindak lanjut: ”Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal
kegiatan ibu. Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada
keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang.
Kontrak waktu dan topik: Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara
mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam
10.00.
Berpamitan : ”Sampai jumpa, selamat siang”
DAFTAR PUSTAKA