Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

SP dan LP
HALUSINASI
(Diajukan untuk memenuhi tugas Keperawatan Psikiatri)

Dosen Pengampu:
Ns. Sri Puji Lestari, M.Kep, Sp.Kep.J

Disusun oleh:
Antonita Lintang Pawestri 1903015
Lisa Amalia 1903035
Mei Noviyanti 1903038
Sofie Damayanti 1903059

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


KARYA HUSADA SEMARANG
TAHUN AJARAN 2020/ 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami boleh menyelesaikan sebuah karya
tulis dengan tepat waktu. Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah
dengan judul “Makalah LP dan SP Halusinasi”, yang menurut kami dapat
memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mempelajarinya. Melalui kata
pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bila
mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan kami buat kurang tepat atau
tidak berkenan di hati para pembaca. Dengan ini kami mempersembahkan makalah
ini dengan penuh rasa terimakasih dan semoga Tuhan memberkahi makalah ini
sehingga dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Semarang, 8 Oktober 2021

Penyusun
DAFTAR ISI
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Pengertian Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan. Halusinasi adalah gangguan
persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran yang sering
terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem
penginderaan. Halusinasi hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau
rangsangan yang nyata.
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
ransangan internal (pikiran) dan rangsangan ekternal (dunia luar). Klien
memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa objek atau
rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mendengarkan suara padahal
tidak ada orang yang berbicara .Halusinasi pendengaran atau akustik adalah
kesalahan dalam mempersepsikan suara yang disengar klien. Suara bisa
menyenangkan, ancaman, membunuh, dan merusak.

B. Rentang Respon Neurobiologis


 Dengan kata lain individu tersebut dalam batas normal jika
menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan masalah tersebut,
respon adaptif:
- Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.
- Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
- Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul
dari pengalaman ahli
- Perilaku sosial adalah sikap dan tingkah laku yang masih dalam
batas kewajaran.
- Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain
dan lingkungan.
 Respon psikososial
- Proses pikir terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
- Ilusi adalah miss interpretasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indera.
- Emosi berlebihan atau berkurang.
- Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi
batas kewajaran
- Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
 Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma sosial budaya dan
lingkungan, adapun respon maladaptif meliputi:
- Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan sosial.
- Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
- Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.
- Perilaku tidak terorganisir merupakan suatu yang tidak teratur.
- Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negatif mengancam.
C. Etiologi
Faktor-faktor penyebab halusinasi dibagi dua yaitu :
1) Faktor Predisposisi
a. Faktor perkembangan
Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya
rendahnya kontrol dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak
mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya kepercayaan
diri dan lebih rentan terhadap stress.

b. Faktor sosiokultural
Seseorang yang tidak diterima oleh lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya.

c. Faktor biokimia
Stress yang berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh
akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferse (DMP). Akibat
stress berkepanjangan menyebabkan terakitvasinya neurotrasmitter
otak. Misalnya tejadi ketidakseimbangan acetylcholin dan dopamin.
d. Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada
ketidakmampuan klien dalam mengambil keputusan yang  tepat demi
masa depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari
alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor genetik dan pola asuh
Anak sehat yang di asuh oleh orang tua yang mengalami
gangguan jiwa cenderung mangalami gangguan jiwa dan faktor
keluarga menunjukan hubungan yang sangat berpengaruh pada
penyakit ini.

2) Faktor Presipitasi
a. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam
hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan dalam waktu lama.
b. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan  penyebab  halusinasi  terjadi. Isi  dari 
halusinai dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c. Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan penurunan fungsi ego
seseorang yang pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego itu
sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun merupakan
suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tak jarang akan mengontrol semua
perilaku klien
d. Dimensi sosial
Dalam dimensi sosial ini klien mengalami gangguan interaksi
sosial dan menganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata
sangat membahayakan.
e. Dimensi spiritual
Secara spiritual klien dengan halusinasi dimulai dengan
kehampaan hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya keinginan
untuk beribadah dan jarang berupaya secara spiritual untuk
menyucikan diri. Klien sering memaki takdir tetapi lemah dalam
upaya menjemput rejeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain
yang menyebabkan memburuk.

D. Tanda dan Gejala


Perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:
 Bicara sendiri.
 Senyum sendiri.
 Ketawa sendiri.
 Menggerakkan bibir tanpa suara.
 Pergerakan mata yang cepat
 Respon verbal yang lambat.
 Menarik diri dari orang lain.
 Berusaha untuk menghindari orang lain.
 Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
 Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
 Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
 Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
 Sulit berhubungan dengan orang lain.
 Ekspresi muka tegang.
 Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
 Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
 Tampak tremor dan berkeringat.
 Curiga dan bermusuhan.
 Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
 Ketakutan.
 Tidak dapat mengurus diri.
 Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

E. Fase-Fase Halusinasi
Tahap halusinasi Karakteristik
Stage I: Slep disorder Klien merasa banyak masalah, ingin menghindari
Fase awal seeprang sebelum lingkungan, takut diketahui orang lain bahwa
muncul halusinasi dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa
sulit karena berbagai stressor terakumulasi,
minsalnya kekasih hamil, terlibat narkoba,
dihianati kekasih, masalah kekampus, drop out,
dst. Masalah terasa menekan karena
teraakumulasi sedangkan support sistem kurang
dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit
idur berlngsung terus menerus sehingga terbiasa
menghayal. Klien menganggap lamunan-lamunan
awal tersebut sebagai pemecahan masalah.
Stage II: Comforting Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti
Halusinasi secara umum dia adanya perasaaan yang cemas, kesepian, perasaan
terima sebagai sesuatu yang berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan
alami pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia
beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan
sensorinya dapat dia control bila kecemasannya
diatur, dalam tahap ini ada kecendrungan klien
merasa nyaman dengan halusinasinya.
Stage III: Condemning Pengalaman sensori klien menjadi sering adatang
Secara umum halusinasi dan mengalami biasa. Klien mulai merasa tidak
mendatanngi klien mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya
menjaga jarak antara dirinya gengan objek yng
dipersepsikan klien mulai menarik diri dari oang
lain, dengn intensitas waktu yang lama.
Stage IV: Controling Severa Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori
Level Of Anxiety abnormalyang datang. Klien dapat merasakan
Fugsi sensori menjadi tidak kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah
releven dengan kenyataan mulai fase gangguan pisikotik.
Stage V: Conquering Panic Level Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai
Of Anxiety terasa terancamengan datangnya suara-suara
Klien mengalami gangguan terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman
dalam menilai lingkungannya atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya.
Halusinasi dapat berlangsung selama minimal
empat jam atau seharian bila klien tidak
mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi
gangguan psikotik berat.

F. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis. Penjelasan
secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah
sebagai berikut:
1) Halusinasi pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara
bising yang tidak mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai
sebuah kata atau kalimat yang bermakna. Biasanya suara tersebut
ditujukan kepada penderita sehingga tidak jarang penderita bertengkar
atau berdebat dengan suara-suara tersebut.
2) Halusinasi Penglihatan (Visual, Optik) 
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik).
Biasanya sering muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran,
menimbulkan rasa takut akibat gambaran-gambaran yang mengerikan
3) Halusinasi Pengciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan
dirasakan tidak enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau
dilambangkan sebagai pengalaman yang dianggap penderita sebagai
kombinasi moral
4) Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi
penciuman. Penderita merasa mengecap sesuatu.
5) Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak
di bawah kulit.
6) Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba
Penderita merasa diraba dan diperkosa sering pada skizofrenia
dengan waham kebesaran terutama mengenai organ-organ.
7) Halusinasi kinesthetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau
anggota badannya bergerak-gerak. Misalna “phantom phenomenom” atau
tungkai yang diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb).
8) Halusinasi visceral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya
sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai dengan kenyataan
yang ada.
b. Direalisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu
yang dialaminya seperti impian.
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada halusinasi di bagi menjadi dua yaitu
penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan keperawatan, yaitu :
1) Penatalaksanaan Medis
a. Psikofarmakoterapi
Gejala halusinasi sebagai salah satu gejala psikotik/ skizofrenia
biasanya diatasi dengan menggunakan obat-obatan anti psikotik
antara lain :
- Golongan butirefenon : Haldol, Serenace, Ludomer. Pada
kondisi akut biasanya diberikan dalam bentuk injeksi 3x5 mg,
im. Pemberian injeksi biasanya cukup 3x24 jam. Setelahnya
klien bisa diberikan obat per oral 3x1,5 mg atau 3x5 mg.
- Golongan Fenotiazine :Chlorpramizine/ Largactile/ Promactile.
Biasanya diberikan per oral. Kondisi akut biasanya diberikan 3x
100mg. Apabila kondisi sudah stabil dosis dapat dikurangi
1x100 mg pada malam hari saja.
b. Psikoterapi
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grandmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizoprenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
c. Rehabilitasi
Terapi kerja baik untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan
orang lain, penderita lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia
tidak mengasingkan diri lagi karena bila menarik diri dia dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan penderita untuk
mengadakan permainan atau pelatihan bersama.
2) Penatalaksanaan Keperawatan
Terapi Aktivitas Kelompok yang diberikan pada pasien dengan
Halusinasi yaitu:
a. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Kognitif/Persepsi
Klien dilatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau
stimulus yang pernah dialami. Kemampuan persepsi klien
dievaluasi dan ditingkatkan pada tiap sessi. Dengan proses ini,
diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam
kehidupan menjadi adatif. Aktivitas berupa stimulus dan persepsi.
Stimulus yang disediakan : baca artikel, majalah, puisi, menonton
acara TV (ini merupakan stimulus yang disediakan), stimulus dari
pengalaman masa lalu yang menghasilkan proses persepsi klien
yang maladaptive atau distruktif, misalnya kemarahan, kebencian,
putus hubungan, pandangan negative pada orang lain dan
halusinasi. Kemudian dilatih persepsi klien terhadap stimulus.
b. Terapi Aktivitas Kelompok Stimulus Sensori
Aktivitas digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Kemudian
diobservasi reaksi sensori klien terhadap stimulus yang disediakan,
berupa ekspresi perasaan secara nonverbal (ekspresi wajah, gerakan
tubuh). Biasanya klien yang tidak mau mengungkapkan komunikasi
verbal akan testimulasi emosi dan perasaannya, serta menampilkan
respons. Aktivitas yang digunakan sebagai stimulus adalah : musik,
seni menyanyi, menari. Jika hobby klien diketahui sebelumnya,
dapat dipakai sebagai stimulus, misalnya lagu kesukaan klien, dapat
digunakan sebagai stimulus.
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN HALUSINASI

Disertai SP 1-4 Halusinasi Pasien


A. Pengkajian Pasien Halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana pasien


mengalami perubahan sensori persepsi; merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan perabaan atau penghiduan. Pasien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada. Pada proses pengkajian, data penting
yang perlu di dapatkan adalah:

1. Jenis Halusinasi:

Jenis Data Objektif Data Subjektif


halusinasi

Halusinasi Bicara atau tertawa sendiri Mendengar suara-suara atau


Dengar/suar kegaduhan.
Marah-marah tanpa sebab
a
Mendengar suara yang mengajak
Menyedengkan telinga ke
bercakap-cakap.
arah tertentu
Mendengar suara menyuruh
Menutup telinga
melakukan sesuatu yang berbahaya.

Halusinasi Menunjuk-nunjuk ke arah Melihat bayangan, sinar, bentuk


Penglihatan tertentu geometris, bentuk kartoon, melihat
hantu atau monster
Ketakutan pada sesuatu
yang tidak jelas.

Halusinasi Menghidu seperti sedang Membaui bau-bauan seperti bau darah,


Penghidu membaui bau-bauan urin, feses, kadang-kadang bau itu
tertentu. menyenangkan.
Menutup hidung.

Halusinasi Sering meludah Merasakan rasa seperti darah, urin atau


Pengecapan feses
Muntah

Halusinasi Menggaruk-garuk Mengatakan ada serangga di


Perabaan permukaan kulit permukaan kulit

Merasa seperti tersengat listrik

1. Isi halusinasi
Data tentang isi halusinasi dapat saudara ketahui dari hasil pengkajian
tentang jenis halusinasi (lihat nomor 1 diatas).

2. Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi

Perawat juga perlu mengkaji waktu, frekuensi dan situasi munculnya


halusinasi yang dialami oleh pasien:

 Kapan halusinasi terjadi?


 Apakah pagi, siang, sore atau malam?
 Jika mungkin jam berapa?
 Frekuensi terjadinya apakah terus-menerus atau hanya sekali-kali?
 Situasi terjadinya apakah kalau sendiri, atau setelah terjadi kejadian
tertentu.

Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu


terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dengan halusinasinya. Dengan
mengetahui frekuensi terjadinya halusinasi dapat direncanakan frekuensi
tindakan untuk mencegah terjadinya halusinasi.

3. Respons halusinasi
Untuk mengetahui apa yang dilakukan pasien ketika halusinasi itu muncul.
Perawat dapat menanyakan pada pasien hal yang dirasakan atau dilakukan
saat halusinasi timbul. Perawat dapat juga menanyakan kepada keluarga atau
orang terdekat dengan pasien. Selain itu dapat juga dengan mengobservasi
perilaku pasien saat halusinasi timbul.

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan ditetapkan berdasarkan data subyektif dan
obyektif yang ditemukan pada pasien adalah gangguan sensori persepsi
halusinasi.

C. Tindakan Keperawatan Pasien Halusinasi

 Tujuan tindakan untuk pasien meliputi:


- Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya.
- Pasien dapat mengontrol halusinasinya.
- Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal

 Tindakan Keperawatan:
- Membantu pasien mengenali halusinasi.
Untuk membantu pasien mengenali halusinasi Saudara dapat
melakukannya dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi
halusinasi (apa yang didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan
halusinasi muncul dan respon pasien saat halusinasi muncul.
- Melatih pasien mengontrol halusinasi.
Untuk membantu pasien agar mampu mengontrol halusinasi
Saudara dapat melatih pasien empat cara yang sudah terbukti
dapat mengendalikan halusinasi. Keempat cara tersebut meliputi:
a. Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah upaya mengendalikan
diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi
yang muncul. Pasien dilatih untuk mengatakan tidak
terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
mempedulikan halusinasinya. Kalau ini dapat dilakukan,
pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak
mengikuti halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi
tetap ada namun dengan kemampuan ini pasien tidak
akan larut untuk menuruti apa yang ada dalam
halusinasinya.

Tahapan tindakan meliputi:

 Menjelaskan cara menghardik halusinasi


 Memperagakan cara menghardik.
 Meminta pasien memperagakan ulang
 Memantau penerapan cara ini, menguatkan
perilaku pasien

b. Bercakap-cakap dengan orang lain


Untuk mengontrol halusinasi dapat juga dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Ketika pasien
bercakap-cakap dengan orang lain maka terjadi distraksi;
fokus perhatian pasien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut.
Sehingga salah satu cara yang efektif untuk mengontrol
halusinasi adalah dengan bercakap-cakap dengan orang
lain.

c. Melakukan aktivitas yang terjadwal


Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah
dengan menyibukkan diri dengan aktivitas yang teratur.
Dengan beraktivitas secara terjadwal, pasien tidak akan
mengalami banyak waktu luang sendiri yang seringkali
mencetuskan halusinasi. Untuk itu pasien yang
mengalami halusinasi bisa dibantu untuk mengatasi
halusinasinya dengan cara beraktivitas secara teratur dari
bangun pagi sampai tidur malam, tujuh hari dalam
seminggu. Tahapan intervensinya sebagai berikut:
 Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur
untuk mengatasi halusinasi.
 Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan
oleh pasien
 Melatih pasien melakukan aktivitas
 Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai
dengan aktivitas yang telah dilatih. Upayakan
pasien mempunyai aktivitas dari bangun pagi
sampai tidur malam, 7 hari dalam seminggu.
 Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan;
memberikan penguatan terhadap perilaku pasien
yang positif.

d. Menggunakan obat secara teratur


Untuk mampu mengontrol halusinasi pasien juga harus
dilatih untuk menggunakan obat secara teratur sesuai
dengan program. Pasien gangguan jiwa yang dirawat di
rumah seringkali mengalami putus obat sehingga
akibatnya pasien mengalami kekambuhan. Bila
kekambuhan terjadi maka untuk mencapai kondisi seperti
semula akan lebih sulit. Untuk itu pasien perlu dilatih
menggunakan obat sesuai program dan berkelanjutan.
Berikut ini tindakan keperawatan agar pasien patuh
menggunakan obat:
 Jelaskan guna obat.
 Jelaskan akibat bila putus obat.
 Jelaskan cara mendapatkan obat/berobat.
 Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5
benar (benar obat, benar pasien, benar cara, benar
waktu, benar dosis)

SP HALUSINASI
SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-
cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien
mengontrol halusinasi dengan cara pertama: menghardik
halusinasi

Fase Orientasi:

Menyapa pasien:”Assalamualaikum ibu.”

Memperkenalkan diri : ”Saya perawat yang akan merawat ibu, nama saya
perawat Lintang. Nama ibu siapa? Senang dipanggil apa?”

Menanyakan perasaan pasien: ”Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apa


keluhan ibu, saat ini”

Menanyakan tempat dan waktu berbicara: ”Baiklah, bagaimana kalau kita


bercakap-cakap tentang suara yang selama ini ibu dengar tetapi tak tampak
wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang tamu? Berapa lama? Bagaimana
kalau 30 menit”

Fase Kerja:

”Apakah ibu mendengar suara tanpa ada wujudnya?Apa yang dikatakan suara
itu?”

” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling


sering ibu dengar suara? Berapa kali sehari ibu alami? Pada keadaan apa suara
itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”

” Apa yang ibu rasakan pada saat mendengar suara itu?”


”Apa yang ibu lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu
suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk
mencegah suara-suara itu muncul?

” ibu , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan
yang ke empat minum obat dengan teratur.”

”Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.

”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung ibu bilang,
pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu.
Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba ibu peragakan!
Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus ibu sudah bisa”

Fase Terminasi:

Data subyektif :”Bagaimana perasaan ibu setelah peragaan latihan tadi?”

Data obyektif: ”Kalau suara-suara itu muncul lagi, silakan coba cara
tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal latihannya.”

Rencana tindak lanjut: ”Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara


masukkan kegiatan latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan
harian pasien).”

Kontrak waktu, topik, dan tempat:”Bagaimana kalau kita bertemu lagi


untuk belajar dan latihan mengendalikan suara-suara dengan cara yang kedua?
Jam berapa ibu? Bagaimana kalau dua jam lagi? Berapa lama kita akan
berlatih? Dimana tempatnya”
Berpamitan:”Baiklah, sampai jumpa. Assalamu’alaikum”

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:

bercakap-cakap dengan orang lain

Fase Orientasi:

Menyapa pasien:“Selamat siang ibu.”

Menanyakan perasaan: ”Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah suara-suaranya


masih muncul? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita latih? Berkurangkan suara-
suaranya Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan latih cara kedua untuk mengontrol
halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang lain. Kita akan latihan selama 20
menit. Mau di mana? Di sini saja?

Fase Kerja:

“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan


bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau ibu mulai mendengar suara-suara,
langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman untuk ngobrol dengan
ibu. Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar suara-suara. Ayo ngobrol
dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah misalnya bapak ibu katakan: pak, ayo
ngobrol dengan ibu. Ibu sedang dengar suara-suara. Begitu ibu. Coba ibu lakukan
seperti saya tadi lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus
ya bu!”

Fase Terminasi

Data subyektif: “Bagaimana perasaan ibu setelah latihan ini?


Data obyektif: ”Jadi sudah ada berapa cara yang ibu pelajari untuk mencegah suara-
suara itu? Bagus, cobalah kedua cara ini kalau ibu mengalami halusinasi lagi.

Rencana tindak lanjut :”Bagaimana kalau kita masukkan dalam jadwal kegiatan
harian ibu. ”

Kontrak waktu, topik, dan tempat: ”Mau jam berapa latihan bercakap-cakap? Nah
nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu suara itu muncul! Besok pagi saya
akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga yaitu melakukan
aktivitas terjadwal? Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/ Di
sini lagi?

Berpamitan: ”Sampai besok ya. Selamat siang”

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:

melaksanakan aktivitas terjadwal

Fase Orientasi:

Mengucapkan salam: “Selamat siang ibu.”

Menanyakan perasaan pasien: “Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah kita latih?
Bagaimana hasilnya? Bagus! Sesuai janji kita, hari ini kita akan belajar cara yang
ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan kegiatan terjadwal.

Menanyakan tempat dan waktu: ”Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di
ruang tamu. Berapa lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”
Fase Kerja:

“Apa saja yang biasa ibu lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya, terus jam berikutnya
(terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai malam). Wah banyak sekali
kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). Bagus
sekali ibu bisa lakukan. Kegiatan ini dapat ibu lakukan untuk mencegah suara
tersebut muncul. Kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam
ada kegiatan.

Fase Terminasi:

Data subyektif: “Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap.

Data obyektif: “Cara yang ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba
sebutkan 3 cara yang telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali.

Rencana tindak lanjut :”Mari kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian ibu.
Coba lakukan sesuai jadwal ya!

Kontrak waktu dan topik: (Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada
pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam)
Bagaimana kalau menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat
yang baik serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi? Di
ruang makan ya!

Berpamitan : ”Sampai jumpa. Selamat siang”

SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur


Fase Orientasi:
Mengucapkan salam:“Selamat siang ibu.”

Menanyakan perasaan: “Bagaimana perasaan ibu hari ini? Apakah suara-suaranya


masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita latih ? Apakah
jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini sudah minum obat? Baik.

Menanyakan topik, waktu, dan tempat: ”Hari ini kita akan mendiskusikan tentang
obat-obatan yang ibu minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil menunggu
makan siang. Di sini saja ya ibu?”

Fase Kerja:
“Ibu adakah bedanya setelah minum obat secara teratur?”
”Apakah suara-suara berkurang/hilang?. Minum obat sangat penting supaya suara-
suara yang ibu dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi.
” Berapa macam obat yang ibu minum?
(Perawat menyiapkan obat pasien)
” Ini yang warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam
gunanya untuk menghilangkan suara-suara. ”
”Ini yang putih (THP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak
kaku.
”Sedangkan yang merah jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk
pikiran biar tenang.”
Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti
konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, ibu akan kambuh dan sulit
untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis ibu bisa minta ke dokter
untuk mendapatkan obat lagi. ibu juga harus teliti saat menggunakan obat-obatan ini.
Pastikan obatnya benar, artinya ibu harus memastikan bahwa itu obat yang benar-
benar punya ibu. Jangan keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama
kemasannya. Pastikan obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu
diminum sesudah makan dan tepat jamnya. ibu juga harus perhatikan berapa jumlah
obat sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari”

Fase Terminasi:
Data subyektif: “Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang obat?
Data obyektif : ”Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara?
Coba sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar).
Rencana tindak lanjut: ”Mari kita masukkan jadwal minum obatnya pada jadwal
kegiatan ibu. Jangan lupa pada waktunya minta obat pada perawat atau pada
keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah datang.
Kontrak waktu dan topik: Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara
mencegah suara yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam
10.00.
Berpamitan : ”Sampai jumpa, selamat siang”

DAFTAR PUSTAKA

Yosep, I., 2010, Keperawatan Jiwa, Bandung : Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai