Pneumonia
Pembimbing :
Disusun oleh :
2017730113
2021
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
kasus yang berjudul “Pneumonia” dengan baik dan tepat waktu. Presentasi
laporan kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan
pendidikan Kepaniteraan Klinis Stase Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit
Umum Daerah Sekarwangi, Kab. Sukabumi.
Wassalamu’alaikum wr.wb
1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR ISI..............................................................................................................................2
BAB I STATUS PASIEN..........................................................................................................3
1. Identitas Pasien..............................................................................................................3
2. Anamnesis......................................................................................................................3
3. Pemeriksaan Fisik.........................................................................................................7
4. Pemeriksaan Penunjang.............................................................................................11
6. Tata laksana.................................................................................................................13
7. Follow Up......................................................................................................................13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................14
Definisi.................................................................................................................................14
Etiologi.................................................................................................................................14
Patogenesis...........................................................................................................................15
Manifestasi klinis.................................................................................................................17
Pemeriksaan Laboratorium..................................................................................................18
Tatalaksana...........................................................................................................................18
Prognosis..............................................................................................................................19
BAB III ANALISA KASUS....................................................................................................20
1. Dasar diagnosis.............................................................................................................20
2. Kesimpulan analisa kasus.............................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................23
BAB I
STATUS PASIEN
1. Identitas Pasien
Nama : An. Razka
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 01 Agustus 2021
No Rekam Medis : 675838
Usia : 0 tahun 1 bulan 15 hari
Alamat : Bojong Genteng, RT 03/01, Bojong Genteng,
Sukabumi, Jawa barat
Agama : Islam
Tanggal Masuk RS : 14/09/2021
Tanggal Pemeriksaan : 17/07/2021
Ibu
Nama : Devni
Usia : 46 tahun
Alamat : Bojong Genteng, RT 03/01,
Bojong Genteng, Sukabumi, Jawa barat
Agama : Islam
Suku : Sunda
Hubungan : Ibu kandung
2. Anamnesis
Alloanamnesis dengan ibu pasien pada tanggal 17 September 2021
serta mendapatkan data sekunder melalui data rekam medis RSUD
Sekarwangi.
Keluhan Utama
Batuk berdahak terus menerus sejak 1 minggu SMRS
Sebelumnya pasien belum pernah mengalami hal yang sama seperti saat
ini.
Riwayat Pengobatan
Riwayat Psikososial
Riwayat Alergi
Riwayat Kehamilan
Riwayat Persalinan
Riwayat Kelahiran
Riwayat Makanan
Hingga saat ini pasien masih mau minum ASI dan susu formula. Anak
mendapatkan ASI sejak lahir sampai saat ini. Saat ini pasien belum pernah
diberikan makanan tambahan namun sering diberikan susu formula.
TB : 55 cm
Status Gizi
BB 3,7 3,7
IMT = = 2 =
=12 , 27 kg /m 2
TB2 0 ,55 0 ,3025
PB/U = 0 SD (Normal)
IMT/U = -2 SD (Kurus)
Pemeriksaan Generalis
o Kepala : Normocefal, deformitas (-)
o Rambut : Hitam, tidak mudah rontok
o Mata : Sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (+/+)
o Hidung : Epistaksis (-/-), secret (-), pernapasan cuping
hidung (+)
o Telinga : Deformitas (-/-), cairan (-/-)
o Mulut : Mukosa mulut kering, bibir sianosis (-), refleks
mengunyah (+)
o Leher : Pembesaran KGB (-)
o Paru
Inspeksi : pengembangan paru berat dan tidak
simetris, ada penggunaan otot bantu napas (retraksi +)
Perkusi : Tidak dilakukan
Palpasi : Pemeriksaan vocal fremitus teraba sama
dikedua lapang paru
Auskultasi : Rhonki (+/+)
o Jantung
– Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
– Palpasi : Iktus kordis teraba berdenyut pada ICS IV linea
midclavicularis sinistra.
– Perkusi : Tidak dilakukan
– Auskultasi : BJ I-II reguler, murmur (-). Gallop (-)
o Abdomen
– Inspeksi : Datar, abdomen supel, lesi kulit (-)
– Auskultasi : bising usus (+)
– Perkusi : Timpani (+)
– Palpasi : Supel, tidak ada nyeri tekan, hepar tidak ada
pembesaran
o Ekstremitas
– Atas : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)
– Bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)
o Kulit
Jaundice (-), sianosis (-)
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan Refleks Primitif
1. Sucking :
2. Rooting :+
3. Moro : +
4. Refleks Palmar Grasp : +
5. Refleks Plantar Grasp : +
6. Refleks Snout : +
7. Refleks Tonic Neck : +
8. Refleks Terjun (Parachute) : +
9. Refleks Landau : -
Pemeriksaan Rangsang Meningeal
1. Kaku kuduk :-
2. Brudzinski I :-
3. Brudzinski II :-
4. Brudzinski III :-
5. Brudzinski IV :-
6. Kernig sign :-
Pemeriksaan Otonom : BAK (+) Keringat (+), BAB (+)
Pulmo :
Resume:
11. Diagnosis
Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rectal di atas 38,5 C) yang disebabkan oleh proses ekstrakranium.
Nilai ambang kejang antara suhu (38,8 - 441,4 C). Bila ada Riwayat kejang tanpa
demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang demam.
Biasanya terjadi pada anak berusia 6 bulan sampai dengan 5 tahun. Sedangkan
pada anak usia 1 – 6 bulan dapat mengalami kejang demam, namun jarang sekali.
Pada neonatus tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan termasuk dalam
kejang demam neonatus.
Faktor Resiko
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam. Faktor
yang memegang peranan penting dalam perlangsungan kejang demam adalah
faktor genetik. Pewarisannya autosomal dominan dengan minimal 3 lokus
abnormal yaitu pada kromosam 8q13-q21 (FEB1), 19p (FEB2) dan 5q14-q15
(FEB4). Kejang demam plus adalah kejang demam dengan riwayat epilepsi pada
keluarga. Pada bayi atau anak dengan kejang demam plus ini mempunyai resiko
paling besar untuk terjadinya kejang demam, kemudian diikuti kejang selanjutnya
tanpa demam. Kejadian kejang demam pada anak laki-laki lebih tinggi daripada
anak perempuan dengan rasio 1,5 : 1. Jumlah episode serangan pada anak dengan
riwayat epilepsi pada keluarga 6 kali lebih tingi daripada tanpa riwayat epilepsi.
Dari penjelasan diatas, faktor resiko untuk terjadi kejang demam yaitu:
Etiologi
Hingga kini belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan infeksi
saluran pernapasan atas, otitis media, pneumonia, gastroenteritis dan infeksi
saluran kemih. Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan
bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan
oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, misalnya infeksi virus, tonsillitis, otitis
media akut, ISK, Gastrointeritis, ISPA, furunkulosis, meningitis, post imunisasi
dan lain-lain.
Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak
diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk
metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi
dimana oksigen disediakan melalui fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak
melalui sistem kardiovaskuler. Melalui proses oksidasi glukosa dipecah menjadi
CO2 dan air.
Sel neuron dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan
dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal,
membran sel dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit
dilalui oleh ion (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion (Cl-). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi ion Na+ rendah,
sedangkan di luar sel neuron terjadi sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang
disebut sebagai potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat di permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah
oleh adanya perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular, rangsangan yang
datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari
sekitarnya, dan perubahan pathofisiologi dari membran sendiri karena penyakit
atau keturunan.
Tiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda tergantung dari ambang
kejang yang dimilikinya, seorang anak menderita kejang pada kenaikan suhu
tertentu. Pada anak yang memiliki ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi
pada suhu 38 C dan pada anak yang memiliki batas ambang kejang yang tinggi,
kejang baru terjadi pada suhu 40 C atau lebih.
Manifestasi Klinis
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh proses
infeksi di luar susunan saraf pusat. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam
pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dan dengan sifat bangkitan dapat
berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang
berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk
sejenak, tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar
kembali tanpa adanya kelainan saraf.
Diagnosis
Anamnesis
o Identitas.
Identitas meliputi nama, umur, jenis kelamin, nama orang tua, alamat,
umur penndidikan dan pekerjaan orang tua, agama dan suku bangsa.
Sebagaimana disebutkan sebelumnya, epidemiologi kejang demam lebih
banyak terjadi pada anak laki-laki pada usia 6 bulan sampai dengan 5
tahun.
o Riwayat Penyakit.
Pada riwayat penyakit perlu ditanyakan keluhan utama dan riwayat
perjalanan penyakit. Pada kasus kejang demam, perlu digali informasi
mengenai demam dan kejang itu sendiri.
Pada setiap keluhan demam perlu ditanyakan berapa lama demam
berlangsung; karakteristik demam apakah timbul mendadak, remitten,
intermitten, kontinou, apakah terutama saat malam hari, dsb. Hal lain yang
menyertai demam juga perlu ditanyakan misalnya menggigil, kejang,
kesadaran menurun, merancau, mengigau, mencret, muntah, sesak nafas,
adanya manifestasi perdarahan, dll.
Pada anamnesis kejang perlu digali informasi mengenai kapan
kejang terjadi, apakah didahului adanya demam, berapa jarak antara
demam dengan onset kejang, apakah kejang ini baru pertama kalinya atau
sudah pernah sebelumnya (bila sudah pernah berapa kali (frekuensi per
tahun), saat anak umur berapa mulai muncul kejang pertama), apakah
terjadi kejang ulangan dalam 24 jam, berapa lama waktu sekali kejang.
Tipe kejang harus ditanyakan secara teliti apakah kejang bersifat klonik,
tonik, umum, atau fokal. Ditanyakan pula lamanya serangan kejang,
interval antara dua serangan, kesadaran pada saat kejang dan setelah
kejang. Gejala lain yang menyertai juga penting termasuk panas, muntah,
adanya kelumpuhan, penurunan kesadaran, dan apakah ada kemunduran
kepandaian anak. Pada kejang demam juga perlu dibedakan apakah
termasuk kejang demam sederhana atau kejang suatu epilepsi yang
dibangkitkan serangannya oleh demam
o Riwayat Kehamilan Ibu.
Perlu ditanyakan kesehatan ibu selama hamil, ada atau tidaknya
penyakit, serta upaya apa yang dilakukan untuk mengatasi penyakit.
Riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu, merokok, minuman keras,
konsumsi makanan ibu selama hamil
o Riwayat Persalinan.
Dengan mengetahui informasi yang lengkap tentang keadaan ibu
saat hamil dan riwayat persalinan anak dapat disimpulkan beberapa hal
penting termasuk terdapatnya asfiksia, trauma lahir, infeksi intrapartum,
dll yang mungkin berhubungan dengan riwayat penyakit sekarang,
misalnya kejang demam.
o Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan.
Perlu digali bagaimana status pertumbuhan anak yang dapat
ditelaah dari kurva berat badan terhadap umur dan panjang badan terhadap
umur. Status perkembangan pasien perlu ditelaah secara rinci untuk
mengetahui ada tidaknya penyimpangan.
o Riwayat Imunisasi.
Apakah penderita mendapat imunisasi secara lengkap, rutin, sesuai
jadwal yang diberikan. Perlu juga ditanyakan adanya kejadian ikutan pasca
imunisasi.
o Riwayat Makanan.
Makanan dinilai dari segi kualitas dan kuantitasnya.
o Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita
Pada kejang demam perlu ditanyakan apakah sebelumnya pernah
mengalami kejang dengan atau tanpa demam, apakah pernah mengalami
penyakit saraf sebelumnya.
o Riwayat Keluarga
Biasanya didapatkan riwayat kejang demam pada keluarga lainnya
(ayah, ibu, atau saudara kandung), oleh sebab itu perlu ditanyakan riwayat
familial penderita.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dibagi menjadi 2 yakni pemeriksaan umum dan
pemeriksaan sistematis.
Penilaian keadaan umum pasien antara lain meliputi kesan
keadaan sakit pasien (tampak sakit ringan, sedang, atau berat), tanda tanda
vital pasien (kesadaran pasien, nadi, tekanan darah, pernafasan, dan
suhu tubuh), status gizi pasien, serta data antropometrik (panjang badan,
berat badan, lingkar kepala, lingkar dada).
Selanjutnya dilanjutkan dengan pemeriksaan sistematik organ dari
ujung rambut sampai ujung kuku untuk mengarahkan ke suatu diagnosis.
Pada pemerikasaan kasus kejang demam perlu diperiksa faktor faktor yang
berkaitan dengan terjadinya kejang dan demam itu sendiri. Pada
pemeriksaan fisik, pasien diukur suhunya baik aksila maupun rektal. Perlu
dicari adanya sumber terjadinya demam, apakah ada kecurigaan yang
mengarah pada infeksi baik virus, bakteri maupun jamur, ada tidaknya
fokus infeksi, atau adanya proses non infeksi seperti misalnya kelainan
darah yang biasanya ditandai dengan dengan pucat, panas, atau
perdarahan.
Pemeriksaaan kejang sendiri lebih diarahkan untuk membedakan
apakah kejang disebabkan oleh proses ekstra atau intrakranial, perlu
diamati teliti apakah kejang bersifat klonik, tonik, umum, atau fokal.
Amati pula kesadaran pasien pada saat dan setelah kejang. Perlu diperiksa
keadaan pupil, adanya tanda-tanda lateralisasi, rangsangan meningeal
(kaku kuduk, Kernig sign, Brudzinski I, II), adanya paresis, paralisis,
spastisitas, serta pemeriksaan reflek patologis dan fisiologis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang tidak rutin dilakukan kecuali bila terdapat
indikasi. Pemeriksaan penunjang terdiri dari:
o Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan, kecuali untuk mengevaluasi
sumber infeksi/ mencari penyebab (darah tepi, elektrolit, dan gula darah).
o Pemeriksaan radiologi
Foto X-ray kepala dan neuropencitraan CT scan atau MRI tidak
rutin dan hanya dikerjakan atas indikasi seperti:
- Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
- Paresis nervus VI
- Papiledema
Diagnosis Banding
Infeksi susunan saraf pusat dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis
dan cairan cerebrospinal.
Kejang demam yang berlangsung lama kadang diikuti hemiperesis
sehingga sukar dibedakan dengan kejang karena proses intrakranial.
Sinkop juga dapat diprovokasi oleh demam, dan sukar dibedakan dengan
kejang demam.
Meningitis, ensefalitis, anak dengan demam tinggi dapat mengalami
delirium, menggigil, pucat dan sianosis sehingga menyerupai kejang
demam.
Penatalaksanaan
Fase Akut
o Penanganan Kejang
Sering kali kejang berhenti sendiri. Pada waktu pasien sedang
kejang semua pakaian yang ketat dibuka, dan pasien dimiringkan
apabila muntah untuk mencegah aspirasi. Jalan nafas harus bebas agar
oksigenasi terjamin. Penghisapan lendir dilakukan secara teratur,
diberikan oksigen, intubasi jika diperlukan. Awasi TTV
Asetaminophen / parasetamol
Asetaminofen diindikasikan untuk anak yang berumur
diatas 2 bulan, jika suhu tubuh diatas 39 C atau jika anak terlihat
tidak nyaman. Namun beberapa referensi menyatakan bahwa
seringkali suhu saat panas tidak diketahui secara pasti, sehingga
penggunaan obat antipiretik bisa digunakan dengan melihat kondisi
anak (merasakan suhu anak dengan perabaan).
Dosis yang digunakan adalah 10-15 mg/kgbb/kali.10,12
Dapat diberikan tiap 4-6 jam dan akan menurunkan suhu 1-2 C
dalam waktu 2 jam. Pemberian asetaminofen sebaiknya dilakukan
30 menit sebelum dikompres, karena apabila kompres dilakukan
sebelum munculnya efek dari asetaminofen, akan berdampak
terhadap peningkatan suhu tubuh yang lebih tinggi lagi dan anak
akan menggigil.
Ibuprofen Sirup
Ibuprofen sama halnya dengan asetaminofen, memiliki
kesamaan dalam keaamanan dan kemampuannya mengatasi
demam. Ibuprofen dapat diberikan dengan dosis 10 mg/kgbb/kali,
diberikan tiap 6-8 jam sekali.
Pengobatan Profilaksis
Pencegahan berulangnya kejang demam perlu dilakukan karena
jika sering berulang menyebabkan kerusakan otak yang menetap. Ada 2
cara profilaksis yaitu :
1. Profilaksis intermittent pada waktu demam
b. Asam Valproat
Komplikasi
Ada pula penelitian yang mendapatkan hasil akhir yakni kejang demam
dapat berakibat buruk, misalnya penelitian yang dilakukan oleh Aicardi dan
Chevrie. Mereka meneliti 402 anak dengan kejang demam, sebanyak 131 anak
mendapatkan 1/lebih sekuele, yaitu 141 menderita epilepsi, 54 retardasi mental,
37 anak menderita kelainan neurologis lain (misal hemiplegia).
Prognosis
Sampai saat ini belum tuntas masalah apakah kejang demam sendiri
dapat merusak otak atau tidak. Didapat kesan bahwa kejang demam yang
singkat umumnya benigna dan kejang demam yang lama mungkin dapat
mengakibatkan kerusakan pada otak. Mortalitas pada kejang demam sangat
rendah yakni sebesar 0,64-0,74%. Namun, apabila tidak diterapi dengan
baik, kejang demam dapat berkembang menjadi:
b. Epilepsi
BAB III
ANALISA KASUS
1. Dasar diagnosis
Anamnesis
Teori Temuan pada pasien
Infark vena dan arteri yang luas Pasien mengalami
akan menyebabkan kelemahan sisi kiri ± 2 minggu
hemiparesis, dekortikasi atau yang lalu. Sejak tadi malam pasien
deserebrasi, buta kortikal, mengalami kejang lebih dari 5 kali,
kejang dan koma. Trombosis pada jam 17.55 pasien kembali
vena kecil di korteks akan kejang dengan durasi ± 5 menit
menimbulkan nekrosis iskemik setiap serangan. Ketika serangan ,
korteks serebri. Kerusakan ekstremitas pasien fleksi dan
korteks serebri akibat oklusi seluruh tubuh menjadi kaku.
pembuluh darah atau karena Pada saat kejang pasien mengalami
hipoksia, invasi kuman akan penurunan kesadaran.
mengakibatkan penurunan
kesadaran, kejang fokal dan
dan gangguan fungsi motoric
berupa paresis yang sering
timbul pada hari ke 3-4 dan
jarang timbul setelah minggu I-
II
Pemeriksaan fisik
Teori Temuan pada pasien
Peradangan selaput otak akan KU : Tampak sakit sedang
menimbulkan rangsangan pada Kesadaran : Compos mentis
saraf sensoris akibatnya Tanda-tanda vital :
terjadinya refleks kontraksi Laju deyut jantung: 134
otot-otot tertentu untuk kali/menit
mengurangi rasa sakit, sehngga Tekanan darah: Tidak
timbul tanda Kernig dan dilakukan
Brudzinski serta kaku kuduk. Laju pernapasan: 30
Kelainan saraf otak disebabkan kali/menit
oleh inflamasi local pada Suhu: 36,80C
perineurium, juga karena Mata : SI -/-, Cekung -/-, Nistagmus
terganggunya suplai vaskluer +
ke saraf. Saraf-saraf yang Telinga : normotia (-/-), serumen
paling sering terkena yaitu (-/-)
saraf kranial VI,VII dan IV. Hidung : napas cuping hidung (-),
Trombosis vaskuler dapat darah (-), sekret (-)
menyebabkan kejang dan Mulut : mukosa bibir kering, Leher :
hemiparesis pembengkakkan KGB (-)
Paru : retraksi otot pernapasan (-),
nyeri tekan (-), suara napas
bronkvesikuler kuat reguler (+/+),
Pada pemeriksaan kekuatan otot
mengalami kelemahan sisi kiri
Pemeriksaan penunjang
Teori Temuan pada pasien
Pemeriksaan hematologi Pemeriksaan hematologi
biasanya menunjukan Hb : 11,2 Gr%
leukositosis. Jumlah leukosit : 17.210/mm3
PMN akan digantikan dengan Trombosit : 485,000/mm3
sel limfosit, monositdan Hitung jumlah leukosit :
histosit yang jumlahnya akan ditemukan leukosit segmen (46)
bertambah banyak. dan limfosit (41)
Hematokrit : 33%
Natrium: 138 mmol/L
Kalium: 3.9 mmol/L
Terapi
Teori Pemberian pada pasien
Bila anak masuk dalam status • Kaen 3A 15 cc 1 jam
konvulsivus berikan diazepam 0,2-0,5 • Cefotaxim 4x300 mg IV
mg/KgBB IV. Kortikosteroid terbukti • Ampicillin 4x300 mg IV
dapat mengurangi kecacatan • Dexametason 4x1,5 mg IV
neurologis seperti paresis dan tuli, • Ranitidin 2 x 8 mg PO
diberikan 15-20 menit sebelum • Diazepam 1.2 mg IV jika
pemberian antibiotic. Dexametason kejang
0,6 mg/kgBB/hari selama 4 hari. • Piracetam 1 x 100 mg IV
Antibiotic digunakan ampisilin 200- • Paracetamol 4 x 80 mg bila
300 mg/KgBB/hari dibagi dalam 6 suhu >38℃
dosis, Kloramfenikol • Cek elektrolit
100mg/KgBB/hari dibagi menjadi 4
dosis
2. Kesimpulan analisa kasus
Berdasarkan keluhan pasien yaitu hemiparesis sinistra sejak ± 2 minggu
yang lalu Sejak 1 hari yang lalu pasien mengalami kejang, kejang berlangsung
selama 5 menit dan kejang terjadi lebih dari 5 kali. Sifat kejang fokal disertai
dengan penurunan kesadaran. Kejang terjadi setelah pasien di rawat di rumah
sakit. Gambaran kejang pasien berupa fleksi seluruh ekstremitas dan kaku
seluruh badan. . Hal ini sesuai dengan patomekanisme meningitis bacterial
yaitu hemiparesis pasien disebabkan oleh kerusakan korteks serebri yang
diakibatkan karena adanya oklusi pembuluh darah akibat thrombosis yang
berasal dari infiltrasi sel neutrophil. Selain itu gangguan vaskuler di pembuluh
darah otak mengakibatkan infark serebri sehingga menimbulkan kejang yang
disertai dengan penurunan kesadaran yang dialami oleh pasien. Ibu pasien
menyebutkan bahwa pasien sudah 4 kali diimunisasi sehingga kemungkinan
pasien belum di mendapatkan imunisasi HiB yang meningkatkan faktor resiko
pasien terkena meningitis bacterial yang disebabkan oleh Haemophilus
influenza . Ibu pasien mengatakan saat ini leher pasien kaku yang menandakan
adanya peradangan selaput otak sehingga ketika ada rangsangan pada saraf
sensoris akibatnya terjadinya refleks kontraksi otot-otot tertentu untuk
mengurangi rasa sakit. Pemeriksaan penunjang menunjukan peningkatan
kadar leukositosis, terdapat leukosit segmen dan limfosit, dan penurunan
kadar hematokrit.
DAFTAR PUSTAKA