Anda di halaman 1dari 35

TUTORIAL

CARCINOMA MAMMAE

PEMBIMBING :
dr. Ahmad Kurnia, Sp. B (K)Onk

KEPANITERAAN KLINIK STASE BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

BAB II......................................................................................................................2

TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................2

2.1 Anatomi..........................................................................................................2

2.2 Fisiologi..........................................................................................................6

2.3 Definisi...........................................................................................................7

2.4 Etiologi...........................................................................................................7

2.5 Faktor Risiko..................................................................................................8

2.6 Patologi...........................................................................................................9

2.7 Perjalanan Penyakit......................................................................................19

2.8 Metastasis.....................................................................................................20

2.9 Diagnosis......................................................................................................20

2.10 Skrining dan Deteksi Dini..........................................................................24

2.11 Tatalaksana.................................................................................................25

2.12 Rehabilitasi dan Follow Up........................................................................27

2.13 Prognosis....................................................................................................28

BAB III..................................................................................................................29

KESIMPULAN......................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................30
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Tuhan
YME, berkat karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan pembuatan
tutorial yang berjudul “Ca Mammae” yang merupakan salah satu
syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi
Dokter di Bagian Bedah RSIJ Cempaka Putih.

Tutorial ini sedikit banyak membahas mengenai ca mammae.


Walaupun mungkin hanya sebagian kecil yang penulis bahas,
diharapkan tutorial ini bisa memberikan sedikit pengetahuan kepada
para pembaca sekalian mengenai ca mammae.

Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan rasa


terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Ahmad Kurnia, Sp. B
(K)Onk selaku dokter pembimbing dalam pembuatan tutorial ini dan
teman-teman Co-Ass yang telah membantu dalam pembuatan
refreshing ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tutorial ini


banyak terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan,
sehingga penulis mengharap kritik dan saran dari pembaca.

Semoga tutorial ini dapat bermanfaat bagi teman-teman pada


khususnya dan semua pihak yang berkepentingan bagi pengembangan
ilmu kedokteran pada umumnya. Aamiin.

Jakarta, Agustus 2022

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang mempunyai
prevalensi cukup tinggi. Kanker payudara dapat terjadi pada pria maupun wanita,
hanya saja prevalensi pada wanita jauh lebih tinggi. Diperkirakan pada tahun 2006
di Amerika, terdapat 212.920 kasus baru kanker payudara pada wanita dan 1.720
kasus baru pada pria, dengan 40.970 kasus kematian pada wanita dan 460 kasus
kematian pada pria.

Di Indonesia, kanker payudara menempati urutan ke dua setelah kanker


leher rahim. Kejadian kanker payudara di Indonesia sebesar 11% dari seluruh
kejadian kanker. Pada umumnya tumor pada payudara bermula dari sel epitelial,
sehingga kebanyakan kanker payudara dikelompokkan sebagai karsinoma
(keganasan tumor epitelial). Sedangkan sarkoma, yaitu keganasan yang berasal
dari jaringan penghubung, jarang dijumpai pada payudara.

Berdasarkan asal dan karakter histologinya kanker payudara


dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yaitu insitu karsinoma dan invasive
karsinoma. Karsinoma insitu dikarakterisasi oleh lokalisasi sel tumor baik di
duktus maupun di lobular, tanpa adanya invasi melalui membran basal menuju
stroma di sekelilingnya. Sebaliknya pada invasive karsinoma, membran basal
akan rusak sebagian atau secara keseluruhan dan sel kanker akan mampu
menginvasi jaringan di sekitarnya menjadi sel metastatik.

Kanker payudara pada umumnya berupa ductal breast cancer yang invasif
dengan pertumbuhan tidak terlalu cepat. Kanker payudara sebagian besar (sekitar
70%) ditandai dengan adanya gumpalan yang biasanya terasa sakit pada payudara,
juga adanya tanda lain yang lebih jarang yang berupa sakit pada bagian payudara,
erosi, retraksi, pembesaran dan rasa gatal pada bagian puting, juga secara
keseluruhan timbul kemerahan, pembesaran dan kemungkinan penyusutan
payudara.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Mammae merupakan modifikasi dari kelenjar keringat yang berkembang
di bagian anterior tubuh dan bagian lateral dari thorax. Secara umum
perkembangan mammae akan meluas ke bagian superior (costa II), bagian inferior
(costa VI), bagian medial (sternum) dan bagian lateral (garis mid axilla).
Sedangkan kompleks puting-areola terletak antara costa IV dan V.

Mammae terdiri dari kelenjar susu, jaringan ikat dan jaringan lemak.
Masing-masing kelenjar susu terdiri dari 15-20 lobus, dan mempunyai
mempunyai ductus lactiferus. Terdapat ligament yang terbentang sepanjang fascia
pektoralis profunda sampai lapisan fascia superfisialis di dalam dermis yang
berfungsi menyokong mammae, disebut sebagai Ligamentum Cooper’s.

Areola adalah daerah hiperpigmentasi yang melingkari puting susu,


disekeliling aerola terdapat Montgomery tubercles yang berukuran kecil dan dapat
melumasi seluruh daerah puting-aerola selama laktasi. Epitel pada aerola adalah

2
sel epitel khusus yang dapat berkontraksi dibawah pengaturan oksitosin dan dapat
mengeluarkan air susu selama menyusui.

a.axilla a.mammary
interna

a.intercostal
a.thoracic posterior
lateral

Mammae diperdarahi oleh a.mamary interna (a.thoracic interna) dan


a.thoracic lateral. Kedua arteri tersebut berasal dari a.axillary yang masing-masing
masuk ke mammae melalui bagian atas medial dan bagian atas lateral mammae.
Cabang dari arteri-arteri tersebut saling beranastomose. Selain itu a.mammary
interna mempercabangkan a.intercostal posterior yang memperdarahi bagian
dalam dari mammae.

Pembuluh darah vena akan mengikuti pembuluh darah arteri dengan


drainase vena menuju axilla. Tiga kelompok vena yang paling berperan adalah
v.axilla (yang mempunyai peran utama dalam drainase), v.torakalis interna dan
v.intercostal posterior. Pleksus vertebra Batson's dari v.paravertebra yang berjalan
sepanjang tulang belakang dan memanjang dari dasar tengkorak ke sacrum, dapat
memberikan rute metastasis kanker payudara ke tulang belakang, tengkorak,
tulang panggul, dan sistem saraf pusat.
Di bagian dalam dari m.pectoralis mayor terdapat m.pectoralis minor yang
berhubungan dengan letak pembuluh limfe axilla, pembagian pembuluh limfe
pada daerah tersebut dimaksudkan untuk mempermudah pembedahan dan
mempermudah menilai stadium kanker. Tingkat I adalah pembuluh limfe axilla
yang terletak dari lateral sampai batas lateral m.pectoralis minor. Tingkat II
terdapat tepat di bagian dalam m.pectoralis minor. 1 Bagian III adalah pembuluh
limfe yang terletak dari medial sampai batas medial dari m.pectoralis minor dan
termasuk pembuluh limfe subclavicular. Rotter’s node atau pembuluh limfe
intrapectorial terletak antara m.pectoralis mayor dan m.pectoralis minor.

Persyarafan pada mammae sangat penring diketahui terutama saat akan


dilakukan operasi, karena jika ada trauma pada salah satu persarafan disekitar
mammae maka akan berpengaruh terhadap fungsi otot yang ada pada mammae.
Persarafan yang terkait adalah:

Nervus Otot yang dipersarafi Kelainan jika terjadi


trauma

Long thoracic m.serratus anterior Skapula terangkat


nervus

n.thoracodorsal m.latissimus dorsi Tidak dapat mengangkat


badan dari posisi duduk

n. pectoralis medial m.pectoralis mayor dan Kelemahan otot pectoralis


dan lateral minor

n.intercostobrachia Melewati axilla menuju Baal pada area persarafan


l lengan

Mammae yang mature terdiri dari 3 tipe jaringan yaitu : epitel glandular,
stroma fibrosa dan struktur penyokong, serta lemak. Sel yang terinfiltrasi,
termasuk limfosit dan makrofag juga ditemukan dalam mammae. Pada wanita
muda jaringan yang paling dominan adalah epitel dan stroma, yang akan
digantikan oleh jaringan lemak setelah menopause.

Kelenjar mammae mempercabangi kelenjar-kelenjar susu yang


mempunyai pola radial dari komplek puting-areola. Keadaan tersebut
menggambarkan ductus lactiferus yang akan berakhir di lobus terminal. Dari
lobus terminal, duktus-duktus tersebut akan membentuk duktus lactiferus dan
akan masuk ke sinus lactiferus kemudian keluar melalui 10-15 orifisium pada
puting susu. Duktus tersebut terdiri dari epitel kubus yang akan berubah pada
permukan puting susu menjadi epitel skuamosa.
2.2 Fisiologi
Perkembangan dan fungsi payudara tergantung dari beberapa rangsang
hormonal termasuk estrogen, progresteron, prolactin, hormon tiroid, kortisol dan
growth hormon. Estrogen, progresteron dan prolaktin memiliki efek yang sangat
penting untuk perkembangan dan fungsi mammae. Estrogen mengawali
perkembangan duktus sementara progresteron bertanggung jawab terhadap
diferensiasi epitel dan perkembangan lobus mammae. Prolactin adalah hormon
utama yang dapat merangsang lactogenesis pada kehamilan tua dan masa
menyusui. Hormon tersebut juga memperbaharui regulasi reseptor-reseptor
hormon dan merangsang perkembangan epitel mammae.

Mammae berkembang selama pubertas karena peran mammotrophic


hormon, ada lima fase perkembangan payudara menurut Tanner. Fase I (8-10
tahun) adalah penonjolan puting susu tanpa disertai perkembangan kelenjar susu.
Fase II (10-12 tahun) pembentukan gundukan kelenjar susu atau pembentukan
kelenjar subaerolar. Fase III (11-13 tahun) penambahan jumlah kelenjar dan
peningkatan pigmentasi daerah aerola. Fase IV (12-14 tahun) peningkatan
pigmentasi dan penambahan luas aerola. Fase V ( 13-17 tahun) merupakan fase
akhir dimana perkembangan dan pembentukan payudara menjadi sempurna.

Peningkatan drastis estrogen dan progresteron pada siklus ovarium dan


placenta terjadi selama masa kehamilan, yang mengawali perubahan mencolok
dari bentuk dan substansi mammae. Mammae membesar seiring dengan
proliferasi epitel, penggelapan areola dan tubulus Montgomery menjadi menonjol.
Pada masa awal kehamilan, duktus bercabang dan berkembang, selama trimester
tiga, lemak terakumulasi disekitar epitel dan colostrum mengisi sinus dan ductus
yang kosong. Pada akhir kehamilan, prolaktin merangsang pengeluaran lemak
susu dan protein.1

Pada masa menopause terjadi penurunan sekresi estrogen dan progresteron


oleh ovarium dan involusi ductus pada mammae. Jaringan ikat sekitar meningkat
dan jaringan mammae (kelenjar mammae) digantikan oleh jaringan lemak.
Duktus – duktus akan berakhir pada duktus terminal yang disebut acini.
Pada acini terdapat kelenjar pembuat air susu yang bersama-sama dengan duktus-
duktus kecil lainnya yang disebut lobulus. Acini terbentuk dari jaringan ikat
longgar yang terdiri dari pembuluh darah, limfosit dan mononuklear sel.

2.3 Definisi
Carsinoma mammae adalah pertumbuhan dan pembelahan sel khususnya
sel pada jaringan mammae yang tidak normal/abnormal yang terbatas serta
tumbuh perlahan karena suplai limpatik yang jarang ketempat sekitar jaringan
mammae yang banyak mengandung banyak pembuluh limfe dan meluas dengan
cepat dan segera bermetastase.

Penyakit kanker payudara adalah penyakit keganasan yang berasal dari


struktur parenkim payudara. Paling banyak berasal dari epitel duktus laktiferus
(70 %), epitel lobulus (10%) sisanya sebagian kecil mengenai jaringan otot dan
kulit payudara, kanker payudara tumbuh lokal ditempat semula, lalu selang
beberapa waktu menyebar melalui saluran limfe (penyebaran sisitemik) ke organ
vital lain seperti paru-paru, tulang, hati, otak dan kulit.

2.4 Etiologi
a. Mutasi gen
Kanker mammae dapat berasal dari mutasi satu atau lebih gen
penting dalam tubuh. Gen-gen tersebut yaitu BRCA-1 pada (17 q 21), p53
pada (17 p 13), BRCA-2 pada (13) dan pada pria biasanya dihubungkan
dengan mutasi androgen-receptor gen pada (kromosm Y). 2,4
b. Terpapar radiasi
Terpapar radiasi adalah penyebab kanker mammae yang paling
tidak bisa dipungkuri terutama pada wanita muda. Hasil penelitian
membuktikan wanita muda yang menjalani terapi radiasi karena Limfoma
Hodgkin memiliki resiko terkena kanker mammae 75x lebih besar
daripada wanita seusianya yang tidak terpapar radiasi.
c. Hormonal
Telah terukti bahwa hormon ikut berperan dalam pembentukan
kanker mammae. Hormon estrogen baik tunggal maupun kombinasi
dengan progresteron pada beberapa sedian kontrasepsi oral penggunaan
jangka panjang meningkatkan resiko terjadinya kanker mammae.
Berhubungan dengan peningkatan estrogen tersebut, faktor-faktor yang
meningkatkan jumlah siklus menstruasi seperti menarke dini, nulipara,
melahirkan anak pertama pada usia >30 tahun (ada perubahan pada epitel
terminal payudara) dan menopause terlambat juga akan meningkatkan
resiko kanker mammae. Sedangkan pengurangan siklus menstruasi
dianggap mengurangi resiko kanker mammae seperti banyak beraktifitas
dan menyusui.
d. Diet
Penyebab kanker mammae pada wanita muda biasanya juga dapat
disebabkan oleh konsumsi makanan tinggi lemak dan gula. Penelitian
menyatakan bahwa diet tinggi lemak atau obesitas berhubungan dengan
peningkatan sekresi hormon adrenal yaitu konversi androstenedione ke
estron oleh jaringan lemak dan terus berlangsung sampai menopause.
Akhirnya tumor-promoting steroid hormons yang larut dalam lemak akan
terakumulasi dalam jaringan mammae.
e. Alkohol
Penelitian juga menunjukkan bahwa risiko kanker payudara
meningkat pada wanita yang mengkonsumsi alkohol. Konsumsi alkohol
dikenal meningkatkan kadar serum estradiol yang ikut meningkatkan
kadar estrogen dalam tubuh.

2.5 Faktor Risiko


a. Menarke dini (<12 tahun)
b. Menopause lama (>55 tahun)
c. Nulipara / hamil pertama pada usia >30 tahun
d. Ras kulit putih
e. Usia tua (>40 tahun)
f. Riwayat kanker mammae di keluarga terutama ibu, anak perempuan dan
saudara perempuan
g. Predisposisi genetik
h. Riwayat menderita kanker mammae sebelumnya
i. Pernah melakukan biopsy mammae
j. DCIS (Ductal Carcinoma In Situ) atau LCIS (Lobular Carcinoma In Situ)
k. Hyperplasia duktus atau lobulus yang atipical
l. Pemeberian estrogen postmenopause
m. Terpapar radiasi

2.6 Patologi
a. Klasifikasi Ca Mammae Primer

Non Invasive Ephitelial Mixed Connective and


Invasive Ephitelial Cancer
Cancer Epithelial Tumor

- Lobular - Invasive Lobular - Phyllodes tumor


Carcinoma In Situ Carcinoma (10%-15%) benign and
(LCIS) - Invasive Ductal malignant
- Ductal Carcinoma Carcinoma - Carcinosarcoma
In Situ (DCIS) - NOS (50%-70%) - Angiocarcinoma
- Tipe papillar, - Tubular carcinoma
cribriform, (2%-3%)
solid dan - Mucinous/colloid
comedo. carcinoma (2%-3%)
- Medullary
carcinoma (5%)
- Invasive cribriform
carcinoma (1%-3%)
- Invasive papillary
carcinoma (1%-2%)
- Adenoid cystic
carcinoma (1%)
- Metaplastic
carcinoma (1%)
Noninvasive breast cancer. A, Lobular carcinoma in situ (LCIS). The neoplastic cells are
small with compact, bland nuclei and are distending the acini but preserving the cross-
sectional architecture of the lobular unit. B, Ductal carcinoma in situ (DCIS), solid type.
The cells are larger than in LCIS and are filling the ductal rather than the lobular spaces.
However, the cells are contained within the basement membrane of the duct and do not
invade the breast stroma. C, DCIS, comedo type. In comedo DCIS, the malignant cells
in the center undergo necrosis, coagulation, and calcification. D, DCIS, cribriform type.
In this type, bridges of tumor cells span the ductal space and leave round, punched-out
spaces.

Karsinoma mammae noninvasif secara luas dibagi menjadi dua


jenis utama: LCIS dan DCIS (atau karsinoma intraductal). LCIS, pernah
dianggap sebagai lesi ganas, kini dianggap lebih sebagai faktor risiko
perkembangan kanker mammae. Dinamakan LCIS jika terjadi pada
lobulus diperluas sampai asini dan isinya. DCIS adalah lesi lebih
heterogen, dan dibagi menjadi empat kategori luas: papiler, cribriform,
solid (padat), dan comedo. DCIS dianggap sebagai ruang yang dikelilingi
oleh membran yang dipenuhi dengan sel ganas dan berlapis yang terdiri
dari sel-sel myoepithelial walaupun masih ada kemungkin normal. Empat
kategori morfologi adalah prototipe dari lesi murni, namun pada
kenyataannya tipe tersebut menyatu satu sama lain. Tipe papillary dan
cribriform dapat berubah menjadi kanker invasif dalam waktu yang lama
dan stadium yang lebih rendah. Berbeda dengan tipe solid dan comedo,
lesi umumnya dengan cepat dapat berubah menjadi lesi invasive dengan
stadium yang tinggi.
Sel-sel di dalam duktus, memiliki kecenderungan untuk mengalami
nekrosis sentral, mungkin karena pasokan darah ke sel-sel ini terletak di
luar membran basal. Terjadi puing-puing nekrotik di tengah saluran
koagulasi dan akhirnya mengalami kalsifikasi, sehingga mengarah pada
bentuk-bentuk kecil, pleomorfik, dan sering linier terlihat pada
mammogram berkualitas tinggi. Pada beberapa pasien seluruh sistem
duktus tampaknya terlibat dalam keganasan, dan mammogram
menunjukkan kalsifikasi khas mulai dari puting menuju ke posterior yaitu
bagian dalam payudara (disebut kalsifikasi segmental). Untuk alasan
belum dipahami, DCIS berubah menjadi kanker invasif, biasanya terjadi
rekapitulasi morfologi sel-sel di dalam saluran.

Invasive breast cancer. A, Invasive ductal carcinoma, not otherwise specified (NOS).
The malignant cells invade in haphazard groups and singly into the stroma. B, Invasive
lobular carcinoma. The malignant cells invade the stroma in a characteristic single-file
pattern and may form concentric circles of single-file cells around normal ducts
(targetoid pattern). C, Mucinous or colloid carcinoma. The bland tumor cells float like
islands in lakes of mucin. D, Invasive tubular carcinoma. The cancer invades as small
tubules, lined by a single layer of well-differentiated cells. E, Medullary carcinoma. The
tumor cells are large, very undifferentiated with pleomorphic nuclei. The distinctive
features of this tumor are the infiltrate of lymphocytes and the syncytial-appearing sheets
of tumor cells.
Karsinoma mammae invasif disebabkan oleh infiltrasi sel ke
sejumlah stroma, atau dengan pembentukan lembaran sel yang terus-
menerus dan monoton sehingga menghilangkan fungsi utama kelenjar
mammae. Kanker mammae invasif dibagi secara histologi menjadi kanker
lobular dan duktal. Perbedaan kedua jenis kanker dapat dilihat memalui
mamogram, kanker lobular cenderung menyerang payudara tunggal dan
secara klinis tidak terlihat adanya massa sampai stadium lanjut. Kanker
duktal cenderung tumbuh sebagai massa yang lebih koheren, membentuk
kelainan diskrit pada mammogram dan muncul lebih awal seperti benjolan
pada payudara.
b. Klasifikasi Berdasarkan TNM
Stadium kanker mammae ditentukan oleh hasil reseksi bedah dan
pencitraan. Sistem yang paling banyak digunakan untuk menentukan
stadium kanker berdasarkan American Joint Community on Cancer
(AJCC). Sistem ini didasarkan pada deskripsi dari tumor primer (T), status
kelenjar getah bening regional (N), dan adanya metastasis jauh (M).
Pengelompokan terbaru telah memasukkan penggunaan sentinel node
biopsi dan termasuk klasifikasi ukuran deposit metastasis pada kelenjar
sentinel, serta jumlah dan lokasi node metastasis regional disertai angka
harapan hidup 5 tahun.7
T = ukuran tumor primer

Ukuran T secara klinis , radiologis dan mikroskopis adalah sama.

Nilai T dalam cm, nilai paling kecil dibulatkan ke angka 0,1 cm.

Tx : Tumor primer tidak dapat dinilai.

T0 : Tidak terdapat tumor primer.

Tis : Karsinoma in situ.

Tis(DCIS) : Ductal carcinoma in situ.

Tis (LCIS) : Lobular carcinoma in situ.


Tis (Paget): Penyakit Paget pada puting tanpa adanya tumor.

Catatan : Penyakit Paget dengan adanya tumor dikelompokkan sesuai dengan


ukuran tumornya.

T1 : Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya 2 cm atau


kurang.

T1mic : Adanya mikroinvasi ukuran 0,1 cm atau kurang.

T1a : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,1 cm sampai 0,5 cm.

T1b : Tumor dengan ukuran lebih dari 0,5 cm sampai 1 cm.

T1c : Tumor dengan ukuran lebih dari 1 cm sampai 2 cm.

T2 :Tumor dengan ukuran diameter terbesarnya lebih dari 2 cm


sampai 5 cm.

T3 : Tumor dengan ukuran diameter terbesar lebih dari 5 cm.

T4 : Ukuran tumor berapapun dengan ekstensi langsung ke


dinding dada atau kulit.

Catatan : Dinding dada adalah termasuk iga, otot interkostalis, dan serratus
anterior tapi tidak termasuk otot pektoralis.

T4a : Ekstensi ke dinding dada (tidak termasuk otot pektoralis).

T4b : Edema ( termasuk peau d'orange ), ulserasi, nodul satelit


pada kulit yang terbatas pada 1 payudara.

T4c : Mencakup kedua hal diatas.

T4d : Mastitis karsinomatosa.


N = Kelenjar getah bening regional.

Klinis :

Nx : Kgb regional tidak bisa dinilai ( telah diangkat sebelumnya ).

N0 : Tidak terdapat metastasis kgb.

N1 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral yang mobil.

N2 : Metastasis ke kgb aksila ipsilateral terfiksir, berkonglomerasi,


atau adanya pembesaran kgb mamaria interna ipsilateral ( klinis* )
tanpa adanya metastasis ke kgb aksila.

N2a : Metastasis pada kgb aksila terfiksir atau berkonglomerasi atau


melekat ke struktur lain.

N2b : Metastasis hanya pada kgb mamaria interna ipsilateral secara


klinis * dan tidak terdapat metastasis pada kgb aksila.

N3 : Metastasis pada kgb infraklavikular ipsilateral dengan atau tanpa


metastasis kgb aksila atau klinis terdapat metastasis pada mamaria
interna ipsilateral klinis dan metastasis pada kgb aksila atau
metastasis pada kgb supraklavikula ipsilateral dengan atau tanpa
metastasis pada kgb aksila / mamaria interna.

N3a : Metastasis ke kgb infraklavikular ipsilateral.

N3b : Metastasis ke kgb mamaria interna dan kgb aksila.

N3c : Metastasis ke kgb supraklavikula.

Catatan :

* Terdeteksi secara klinis : terdeteksi dengan pemeriksaan fisik atau secara


imaging (diluar limfoscintigrafi).
Patologi (pN) a

pNx : Kgb regional tidak bisa dinilai (telah diangkat sebelumnya atau
tidak diangkat)

pN0 : Tidak terdapat metastasis ke kgb secara patologi , pemeriksaan


tambahan untuk "isolated tumor cells" ( ITC ).

Catatan : ITC adalah sel tumor tunggal atau kelompok sel kecil dengan
ukuran tidak lebih dari 0,2 mm yang biasanya hanya terdeteksi dengan
pewarnaan imunohistokimia (IHC) atay metode molekular lainnya tapi masih
dalam pewarnaan H&E. ITC tidak selalu menunjukkan adanya aktifitas
keganasan seperti proliferasi atau reaksi stromal.

pN0(i-) : Tidak terdapat metastsis kgb secara histologis , IHC negatif.

pN0(i+) : Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis, IHC positif,


tidak terdapat kelompok IHC yang lebih dari 0,2 mm.

pN0(mol-): Tidak terdapat metastasis kgb secara histologis,


pemeriksaan molekular negatif ( RT-PCR) b.

pN0(mol +): Tidak terdapat metastasis kgb secara histologi pemeriksaan


molekular positif (RT-PCR).

Catatan :

a: klasifikasi berdasarkan diseksi kgb aksila dengan atau tanpa pemeriksaan


sentinel node. Klasifikasi berdasarkan hanya pada diseksi sentinel node tanpa
diseksi kgb aksila ditandai dengan (sn) untuk sentinel node, contohnya :
pN0(i+) (sn).

b: RT-PCR : reverse transcriptase / polymerase chain reaction.


pN1 : Metastasis pada 1-3 kgb aksila dan atau kgb mamaria
interna (klinis negatif*) secara mikroskopis yang
terdeteksi dengan sentinel node diseksi.

pN1mic : Mikrometastasis (lebih dari 0,2 mm sampai 2,0 mm).

pN1a : Metastasis pada kgb aksila 1 - 3 buah.

pN1b : Metastasis pada kgb mamaria interna (klinis negatif*)


secara mikroskopis terdeteksi melalui diseksi sentinel
node.

pN1c : Metastasis pada 1-3 kgb aksila dan kgb mamaria interna
secara mikroskopis melalui diseksi sentinel node dan secara
klinis negatif (jika terdapat lebih dari 3 buah kgb aksila
yang positif, maka kgb mamaria interna diklasifikasikan
sebagai pN3b untuk menunjukkan peningkatan besar
tumor).

pN2 : Metastasis pada 4-9 kgb aksila atau secara klinis terdapat
pembesaran kgb mamaria interna tanpa adanya metastasis
kgb aksila.

pN2a : Metastasis pada 4-9 kgb aksila (paling kurang deposit


tumor lebih dari 2,0 mm).

pN2b : Metastasis pada kgb mamaria interna secara klinis tanpa


metastasis kgb aksila.

pN3 : Metastasis pada 10 atau lebih kgb aksila ; atau


infraklavikula atau metastasis kgb mamaria interna (klinis)
pada 1 atau lebih kgb aksila yang positif ; atau pada
metastasis kgb aksila yang positif lebih dari 3 dengan
metastasis mikroskopis kgb mamaria interna negatif ; atau
pada kgb supraklavikula.
pN3a : Metastasis pada 10 atau lebih kgb aksila (paling kurang
satu deposit tumor lebih dari 2,0 mm), atau
metastasis pada kgb infraklavikula.

pN3b : Metastasis kgb mamaria interna ipsilateral (klinis) dan


metastasis pada kgb aksila 1 atau lebih; atau metastasis
pada kgb aksila 3 buah dengan terdapat metastasis
mikroskopis pada kgb mamaria interna yang terdeteksi
dengan diseksi sentinel node yang secara klinis negatif

pN3c : Metastasis pada kgb supraklavikula ipsilateral.

Catatan :* tidak terdeteksi secara klinis / klinis negatif : adalah tidak


terdeteksi dengan pencitraan (kecuali limfoscintigrafi) atau dengan
pemeriksaan fisik.

M : metastasis jauh.

Mx : Metastasis jauh belum dapat dinilai.

M0 : Tidak terdapat metastasis jauh.

M1 : Terdapat metastasis jauh.

Grup stadium :

Stadium 0 : Tis N0 M0

Stadium 1 : T1* N0 M0

Stadium IIA : T0 N1 M0

T1* N1 M0

T2 N0 M0
Stadium IIB : T2 N1 M0

T3 N0 M0

Stadium IIIA : T0 N2 M0

T1 N2 M0

T2 N2 M0

T3 N1 M0

T3 N2 M0

Stadium IIIB : T4 N0 M0

T4 N1 M0

T4 N2 M0

Stadium IIIc : TiapT N3 M0

tadium IV : TiapT Tiap N M1

Catatan : * T1: termasuk T1 mic


2.7 Perjalanan Penyakit

Kanker mammae adalah penyakit heterogen yang tumbuh dengan variasi


berbeda pada setiap pasien dan sering menimbulkan penyakit sistemik lain pada
saat ditegakannya diagnosis.

a. Kanker Mammae Primer


Lebih dari 80% kanker mammae menunjukan proses fibrosis aktif
yang menyerang jaringan epitel dan stroma mammae. Akibat dari
pertumbuhan kanker dan invasi sel kanker ke jaringan mammae
menyebabkan tertariknya ligamentum Cooper’s sehingga dapat terjadi
retraksi pada kulit mammae (dimpling). Peau d’orange (edema yang
terlokalisasi) juga dapat terjadi ketika drainase cairan limfe dari kulit
terhambat sehingga menarik folikel rabut ke dalam dan memberikan
gambaran kulit jeruk. Semakin tumbuhnya sel kanker maka akan semakin
besar kemungkinan terjadinya invasi pada kulit, yang akan menimbulkan
ulserasi karena terjadinya iskemik.
b. Metastasis Kelenjar Limfe Regional
Semakin besar ukuran kanker primer, sel-sel kanker akan masuk ke
dalam ruang interselular dan terbawa aliran limfe menuju kelenjar limfe
regional teruma kelenjar limfe axilla. Tanda awal terjadinya metastasis
pada kelenjar limfe berupa nyeri dan teraba benjolan yang lembut tetapi
berubah menjadi keras seiring pertumbuhan sel kanker.
c. Metastasis Jauh
Kira-kira pada penggandaan sel kanker yang ke-20, maka sel
kanker sudah mempunyai neovaskularisasi sendiri. Keadaan tersebut juga
dapat menyebabkan sel kanker melaului vena axilla atau vena intercostal
yang kemudian menuju vena pleksus Batson, akan bermetastasi ke organ
lain dalam tubuh. Keberhasilan implantasi fokus metastasi dapat terjadi
setelah diametr kanker primer > 0,5 cm atau kira-kira pada penggandaan
ke 27.

2.8 Metastasis
Kanker mammae menyebar secara perkontinuitatum, melalui jalur lifatik,
dan secara hematogen. Metastasis kanker mammae paling sering terjadi di
kelenjar limfe, kulit, tulang, hati, paru-paru dan otak.

Metastasis ke kelenjar limfe axilla terjadi pada 55% - 70% pasien yang
terdeteksi dengan screening mammography. Prognosisnya tergantung dari jumlah
kelenjar limfe yang terkena menurut pemeriksaan histologi. Biasanya neoplasma
yang pertumbuhannya lebih cepat lebih sering bermatastasis ke lenjar limfe
dibandingkan dengan neoplasma yang pertumbuhannya lambat. Selain itu ukuran
tumor berhubungan erat dengan terjadinya metastasis ke kelenjar limfe.

2.9 Diagnosis
a. Anamnesis
Pemeriksa menentukan usia pasien dan tanyakan riwayat
reproduksi, termasuk usia saat menarche, ketidakteraturan menstruasi, dan
usia saat menopause. Tanyakan apakah pernah operasi payudara
sebelumnya, khususnya biopsi payudara dan apa saja temuan patologisnya.
Tanyakan apakah pernah histerektomi. Tanya tentang riwayat kehamilan
dan menyusui. Riwayat penggunaan kontrasepsi oral dan HRT pada
menopause. Tanyakan riwayat kanker khususnya kanker mammae di
keluarga.
Tanyakan tentang keluhan yang dirasakan pasien terutama pada
bagian payudara, apakah ada nyeri payudara, keluar cairan dari puting, dan
ada atau tidaknya massa di payudara. Jika ada massa berapa lama massa
itu hadir, apa yang telah terjadi sejak penemuannya, dan apakah ada
perubahan dengan siklus haid. Jika mengarah pada kanker, lakukan
penyelidikan tentang gejala konstitusional seperti nyeri tulang, penurunan
berat badan dan perubahan pernapasan.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan dimulai dengan pasien dalam posisi duduk tegak
dengan inspeksi untuk melihat adanya massa, asimetris, dan perubahan
kulit. Puting susu diperiksa, apakah ada retraksi atau tidak, keluar cairan
atau tidak, cairan berwarna apa dan perhatikan apakah ada retrasi
payudara, perubahan warna payudara menjadi kemerahan, massa pada
axilla dan ketidaknyamanan otot sekitar payudara.
Penggunaan pencahayaan yang tepat secara tidak langsung dapat
mengobservasi adanya dimpling halus dari kulit atau puting disebabkan
oleh neoplasma menarik ligamen Cooper. Manuver sederhana seperti
peregangan lengan ke atas kepala atau menegangkan otot pectoralis dapat
menilai kesimetrisan payudarai dan dimpling.
Edema kulit, sering disertai dengan eritema, menghasilkan tanda
klinis dikenal sebagai peau d'orange. Hati-hati jika ada peradangan dapat
keliru dengan mastitis akut. Perubahan inflamasi dan edema pada kanker
disebabkan karena obstruksi saluran limfatik subkutis oleh emboli sel
karsinoma. Kadang-kadang, tumor besar dapat menghasilkan obstruksi
saluran getah bening yang mengakibatkan edema kulit diatasnya (nodul
satelit).
Keterlibatan puting dan areola merupakan hal yang umum pada
karsinoma mammae. Letak tumor tepat di bawah areola dapat
mengakibatkan retraksi puting. Terjadinya retraksi puting susu bisa
disebabkan oleh fibrosis pada kondisi trumor jinak tertentu, terutama pada
saluran ektasia subareolar. Tetapi jika retraksi telah berlangsung selama
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan dan unilateral merupakan
indikasi adanya karsinoma. Tumor yang terletak di pusat dapat langsung
menyerang dan mengulserasi kulit areola atau puting. Sedangkan tumor
perifer mungkin hanya merusak kesimetrisan dari puting oleh karena
adanya traksi pada ligamen Cooper.
Sementara pasien masih dalam posisi duduk, pemeriksa
mengangkat lengan pasien dan palpasi ketiak untuk mendeteksi adanya
pembesaran kelenjar getah bening axilla. Ruang supraklavikula dan
infraklavikularis sama-sama diraba untuk mengetahui adanya pembesaran
kelenjar limfe. Massa dideskripsikan sesuai dengan ukuran, bentuk,
konsistensi, mobile atau terfiksir, nyeri atau tidak dan lokasi.
c. Pemeriksaaan Penunjang
a. Biopsy
1. Fine-Needle Aspirasi
Aspirasi jarum halus (FNA) telah menjadi bagian rutin dari
diagnosis fisik massa payudara. Hal ini dapat dilakukan dengan
jarum 22-gauge. Kegunaan utama FNA ialah dapat membedakan
massa yang solid dari massa kistik, dan dapat dilakukan setiap kali
massa ditemukan pada payudara. FNA akan ditunda jika
mamografi atau hasil evaluasi radiografi lain membingungkan.
Dengan menggunakan FNA dalam pemeriksaan rutin payudara,
biopsi terbuka dapat dihindari kecuali jika dibutuhkan pemeriksaan
penunjang yang lain. Karsinoma tidak akan terdeteksi jika biopsi
bedah dilakukan ketika (1) aspirasi jarum tidak menghasilkan
cairan kista dan massa padat yang dapat didiagnosis, (2) cairan
kista yang dihasilkan kental dan bercampur darah, dan (3) cairan
dapat dihasilkan tetapi massa tidak terlihat.7 Sensitivitas FNA
untuk menentukan kanker mammae 90-99% dan spesifitasnya
98%.
2. Biopsy Ultrasound
Teknik ini dilakukan oleh ahli bedah sebagai alternatif
dilakukannya biopsy terbuka, tetapi penggunannya masih sangat
jarang.
3. Biopsy Terbuka (Eksisi)
Setelah dilakukannya biopsi terbuka maka specimen harus
segera dikiri ke laboratorium untik pemeriksan histologi.
b. Mamografi
Mamografi digunakan sebagai screening untuk wanita dengan
keluhan pada mammae dan mengindikasikan adaanya kanker, juga
biasanya digunakan untuk mendeteksi kanker mammae asimptomatik.
Mammografi dapat mengambarkan keadaan payudara dalam 2 posisi,
craniocaudal (CC) dan mediolateral oblique (MLO). Posisi MLO
merupakan posisi terbaik untuk menggambarkan kondisi jaringan
mammae bagian kuadran atas dan axillary tail of spence. Sedangkan
CC memberikan gambaran yang baik untuk kondisi jaringan mammae
dari aspek medial. Selain itu, mamografi juga digunakan sebagai guide
untuk prosedur pemeriksaan lain seperti FNA.
Gambaran mamografi yang spesifik untuk kanker mammae adalah
massa solid dengan atau tanpa stellate (massa-massa kecil
disekitarnya), penebalan jaringan mammae yang asimetris, dan
mikrokalsifikasi. Gambaran kalsifikasi disekitar lesi atau massa
mengindikasikan adanya kanker mammae pada massa yang tidak dapat
teraba dan mikrokalsifikasi merupakan satu-satunya gambaran kanker
mammae pada wanita muda
c. MRI
MRI mendeteksi adanya kanker mammae sama seperti mamografi.
Karena itu jika dalam pemeriksaan fisik dan mamografi tidak terlihat
adanya kanker, maka saat dilakukan pemeriksaan MRI kemungkinan
ditemukan adanya kanker pun sangat rendah. Biasanya MRI
digunakan untuk screening pada wanita muda yang mempunyai
riwayat genetik kanker mammae dan evaluasi dengan mamografi
terbatas disebabkan peningkatan densitas jaringan mammae, pada
wanita yang baru saja didiagnosis kanker mammae dan pada wanita
yang punya riwayat kanker mammae kontralateral.
d. Duktografi
Indikasi utama untuk duktografi adalah keluarnya cairan dari
puting termasuk jika mengandung darah. Sebelumnya kontras
disuntikan ke salah satu atau lebih duktus kelenjar mammae kemudian
lakukan mammografi dengan posisi supinasi. Kanker akan terlihat
sebagai massa irregular atau multipel filling defect intraluminal.
e. Ultrasonografi
USG merupakan pemeriksaan penunjang kedua yang paling sering
digunakan selain mamografi. USG sangat penting dalam memcahkan
masalah temuan equivocal pada mamografi, medefinisikan kista dan
menunjukan keabnormalan lesi solid secara spesifik. Pada USG kista
mammae digambarkan dengan batas halus dengan gambaran echoic.
Massa benigna digambarkan dengan kontur halus, berbentuk lingkaran
atau oval, echoic dan batas jelas. Kanker mammae digambarkan
sebagai massa dengan dinding yang irregular dan batas halus tetapi
tidak bisa mendeteksi massa < 1 cm. Usg juga digunakan sebagai
guide FNA.
f. Tumor Marker
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan tumor marker. Untuk kanker mammae, tumor marker
yang paling spesifik adalah CEA dan CA 15-3, digunakan untuk
mengetahui perjalanan penyakit dan respon terhadap therapi.
Normalnya bernila < 35 µ/ml dan bisa meningkat pada kehamilan
menjadi 50 µ/ml.

2.10 Skrining dan Deteksi Dini


a. Mastektomi Profilaksis
Prosedur ini dapat dilakukan pada wanita dengan resiko terkena
kanker mammae yang sangat tinggi, tetapi walaupun sesudah dilakukan
mastektomi total sebagai pencegahan tetapi tidak ada garansi bahwa tidak
akan terjadi kanker mammae karena jaringan mammae masih bisa tersisa
dalam tubuh.
Mastektomi sederhana dan oprerasi rekontruksi
1. Pasien dengan penyakit jinak payudara dan riwayat kanker mammae
bilateral atau premenopausal dikeluarga.
2. Pasien dengan riwayat kanker mammae sebelumnya dan penyakit
fibrokistik pada payudara
3. Pasien dengan LCIS

b. Umur untuk Mastektomi profilaksis


Umur tidak begitu ditentukan jika seseorang ingin melakukan
mastektomi profilaksis karena beresiko tinggi terkena kanker mammae,
tetapi disarankan setelah usia mencapai 30 tahun.

Screening payudara masih contoversial, karena keuntungan mendeteksi


dini lesi yang masih kecil belum ditetapkan. ACS sangat merekomendasikan
deteksi dini kanker mammae dengan cara:

a. Memeriksa payudara sendiri (sadari) setiap bulan untuk semua wanita di


atas 20 tahun dan postmenopause. Untuk wanita premenopause sebaiknya
melakukan pemeriksaan sendiri 5 hari setelah akhir siklus menstruasi.
b. Pemeriksaan fisik oleh dokter setiap 3 tahun untuk wanita usia 20-40
tahun
c. Mammografi
1. Melakukan mammografi tahunan dilakukan untuk mengurangi angka
kematian akibat kanker payudara pada wanita di atas 50 tahun
2. ACS merekomendasikan mammogram sekali pada usia 35-39 tahun,
mamogram tiap 1-2 tahun untuk wanita di atas usia 40 tahun dan setiap
tahun untuk wanita berusia > 50 tahun.

2.11 Tatalaksana
a. Pembedahan
1. BSC (breast conserving suegery)
Merupakan tindakan operasi yang dapat dilakukan apabila
penderita masih ingin mempertahankan payudaranya. BCS merupakan
pilihan apabila tumor tidak multipel,tidak terletak di sentral,
mamografi tidak memperlihatkan adanya tanda keganasan lain yang
difus : penderita belum pernah mendapatkan terapi radiasi di dada,
dapat kontrol teratur, dan tersedia sarana radio terapi yang memadai.
2. Lumpektomi
Operasi ini hanya menghilangkan benjolan payudara dan beberapa
jaringan normal di sekitarnya. Pengobatan radiasi biasanya diberikan
setelah operasi jenis ini.

3. Mastektomi
Mengangkat semua jaringan payudara, jaringan terdekat lainnya
juga ikut diangkat
- Mastektomi total / sederhana : Seluruh payudara diangkat, tetapi
tidak termasuk kelenjar limfe aksila dan otot pektoralis
- Mastektomi radikal termodifikasi : Operasi ini melibatkan
pengangkatan seluruh payudara serta beberapa kelenjar getah
bening di bawah lengan tetapi tetap mempertahankan otot
pektoralis mayor dan minor
- Mastektomi radikal klasik : Mengangkat seluruh payudara, otot
pektoralis mayor dan minor serta kelenjar limfe aksila
4. Rekonstruksi payudara dan dinding dada
Tujuannya adalah bedah rekonstruktif pasca mastektomi untuk
penutupan luka dan rekonstruksi payudara.
b. Radioterapi
Radioterapi adalah pengobatan dengan sinar berenergi tinggi
(seperti sinar-X) untuk membunuh sel-sel kanker ataupun menyusutkan
ukuran tumornya. Dapat digunakan pada semua stadium.
c. Kemoterapi
Penggunaan obat pembunuh sel kanker. Obat ini bisa dimasukkan
melalui infus vena, suntikan, dalam bentuk pil atau cairan.
1. Kemoterapi ajuvan
Jika ukuran tumor 0,6 sampai 1 cm tanpa pembesaran KGB dan
dengan resiko rekurensi tinggi maka kemoterapi dapat diberikan.
Faktor prognostik yang tidak menguntungkan termasuk invasi
pembuluh darah atau limfe, tingkat kelainan histologis yang tinggi,
overekspresi HER-2/neu dan status reseptor hormonal yang negatif
sehingga direkomendasikan untuk diberikan kemoterapi adjuvan.
Contoh regimen kemoterapi yang digunakan antara lain
siklofosfamid, doxorubisin, 5-fluorourasil dan methotrexate.

2. Neoadjuvan
Kemoterapi neoadjuvan merupakan kemoterapi inisial yang
diberikan sebelum dilakukan tindakan pembedahan, dimana dilakukan
apabila tumor terlalu besar untuk dilakukan lumpectomy.
Rekomendasi saat ini untuk karsinoma mammae stadium lanjut
adalah kemoterapi neoadjuvan dengan regimen adriamycin diikuti
mastektomi atau lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila
diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi
radiasi. Untuk Stadium IIIa inoperabel dan IIIb, kemoterapi
neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran tumor
tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical
mastectomy, diikuti dengan kemoterapi dan radioterapi
d. Terapi Hormon
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik
berupa reseptor hormonal yaitu reseptor estrogen dan progesteron.
Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih dari 90% karsinoma duktal dan
lobular invasif yang masih berdiferensiasi baik.
a. Pemberian tamoxifen
Kelebihan tamoxifen dari kemoterapi adalah tidak adanya
toksisitas yang berat. Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5
tahun. Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk
ditambahkan pada terapi neoadjuvan pada karsinoma mammae
stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal yang positif.
Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV, anti-
estrogen (tamoxifen), dipilih sebagai terapi awal.
2.12 Rehabilitasi dan Follow Up
a. Rehabilitasi :
1. Pasca operatif
hari 1-2
- latihan lingkup gerak sendi untuk siku pergelangan tangan dan jari
- lengan daerah yang dioperasi.
- untuk sisi sehat latihan lingkup gerak sendi lengan secara penuh.
- untuk lengan atas bagian operasi latihan esometrik.
- latihan relaksasi otot leher dan toraks.
- aktif mobilisasi.
hari 3-5
- latihan lingkup gerak sendi untuk bahu sisi operasi (bertahap).
- latihan relaksasi.
- aktif dalam sehari-hari dimana sisi operasi tidak dibebani.
hari 6 dan seterusnya
- bebas gerakan.
- edukasi untuk mempertahankan lingkup gerak sendi dan usaha untuk
- mencegah/menghilangkan timbulnya lymphedema.
b. Follow up :

1. tahun 1 dan 2  kontrol tiap 2 bulan


2. tahun 3 s/d 5  kontrol tiap 3 bulan
3. setelah tahun 5  kontrol tiap 6 bulan

4. Pemeriksaan fisik : tiap kali kontrol


5. Thorax foto : tiap 6 bulan
6. Lab, marker : tiap 2-3 bulan
7. Mamografi kontra lateral : tiap tahun atau ada indikasi
8. USG Abdomen/lever : tiap 6 bulan atau ada indikasi
9. Bone scaning : tiap 2 tahun atau ada indikasi

2.13 Prognosis
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara
tahun 1983-1987 telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan
hasil akhir program data, didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I
adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa sekitar 52%,
IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%.
BAB III
KESIMPULAN

Kanker payudara merupakan salah satu jenis kanker yang mempunyai


prevalensi cukup tinggi. Kanker payudara dapat terjadi pada pria maupun wanita,
hanya saja prevalensi pada wanita jauh lebih tinggi. Diperkirakan pada tahun 2006
di Amerika, terdapat 212.920 kasus baru kanker payudara pada wanita dan 1.720
kasus baru pada pria, dengan 40.970 kasus kematian pada wanita dan 460 kasus
kematian pada pria.

Penyakit kanker payudara adalah penyakit keganasan yang berasal dari


struktur parenkim payudara. Paling banyak berasal dari epitel duktus laktiferus
(70 %), epitel lobulus (10%) sisanya sebagian kecil mengenai jaringan otot dan
kulit payudara, kanker payudara tumbuh lokal ditempat semula, lalu selang
beberapa waktu menyebar melalui saluran limfe (penyebaran sisitemik) ke organ
vital lain seperti paru-paru, tulang, hati, otak dan kulit.

Tatalakasana kanker payudara sendiri terbagi menjadi pembedahan dan


non pembedahan. Prognosis kanker payudara adalah 5-year survival untuk
stadium I adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%, dimana pada stadium IIIa
sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%.

30
DAFTAR PUSTAKA
Brunicardi, F. C.2015. Schwartz’s Principles of Surgery Tenth
Edition. NewYork;McGraw-Hill.
Dahlan M, Mulawardi, Sjamsuhidajat R, Susi D. Buku Ajar Ilmu
Bedah. 4th ed. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2017.
Hansen, J. T. 2019.Netter’s Clinical Anatomy. New York;Elsevier.
Sjamsuhidajat R, D. J. W.2017. Buku Ajar Ilmu Bedah
Sjamsuhidajat-De Jong. Sistem Organ dan Tindak Bedahnya Edisi 4.
Jakarta;EGC.
Tanto C. Kapita Selekta Kedokteran. IV. Jakarta: Media
Aesculapius; 2014.
Williams, N. S.2018. Bailey and Love’s Short Practice of Surgery.
United Kingdom;CRC Press Taylor & Francis Group.

31

Anda mungkin juga menyukai