Anda di halaman 1dari 22

REFRESHING

KELAINAN PADA HIDUNG

Oleh:

Siti Azaniah Putri

201730113

Pembimbing:

dr. Rini Febrianti, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK STASE TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANJAR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2021
Kelainan-Kelainan Pada Hidung

A. Kongenital
Kelainan kongenital pada hidung bervariasi mulai dari deformitas tunggal hingga
berbagai kelainan yang disertai cacat sistem organ yang sifatnya herediter atau didapat.1
1. Atresia Nasal

Atresia nasal terjadi akibat kegagalan epitel saat perkembangan janin untuk
membentuk lipatan nasal di sebelah medial dan lateral. Atresia nasal merupakan kelainan
kongenital yang sangat jarang ditemukan.2

2. Atresia Koana
Atresia koana adalah tertutupnya koana nasal posterior 3 Kelainan ini dapat terjadi
unilateral atau bilateral, komplit atau inkomplit, serta tipe tulang atau membran2. Atresia
koana timbul diduga akibat membran nasobukal Hochstetter yang gagal untuk berinvolusi
sehingga menyebabkan koana posterior menutup4. Atresia koana umumnya berbentuk
pelat yang terbuat dari tulang dan di bagian tengahnya terdapat membran tipis. 70% kasus
atresia koana merupakan tipe membrane. Atresia koana biasanya disertai dengan kelainan
yang disebut “CHARGE” yaitu Coloboma of eyes, Heart disease, Atresia, mental
Retardation, Genital hypoplasia, Ear anomalies or deafness2.
Atresia koana unilateral lebih sering terjadi dan biasanya tidak terdiagnosa hingga
dewasa3. Keluhan yang biasanya dirasakan adalah hidung tersumbat disertai cairan yang
keluar dari salah satu lubang hidung2. Sedangkan atresia koana bilateral biasanya sudah
dapat terlihat dan terdiagnosa sejak lahir. Atresia koana yang terdapat pada bayi baru lahir
dapat berbahaya karena menyebabkan bayi sulit bernapas dan berisiko timbulnya asfiksia4.
Secara anatomis, laring pada neonatus posisinya tinggi sejajar dengan bagian belakang

2
hidung sehingga akibatnya atresia koana pada bayi dapat menyebabkan bayi sulit menyusu4
.

Atresia koana bisa dicurigai apabila terdapat obstruksi pada hidung yang menetap
serta tidak membaik meskipun sudah diberikan dekongestan atau hidung sudah
dibersihkan3 .
Beberapa manuver sederhana yang dapat dilakukan untuk pemeriksaan atresia koana
antara lain dengan cara melakukan pemeriksaan hidung dengan menggunakan otoskop
sehingga dapat terlihat adanya massa yang menyebabkan obstruksi. Selanjutnya melihat
bagaimana pasase udara dari kedua lubang hidung. Dan terakhir, mamasukan kateter
melalui hidung pada atresia koana kateter tidak dapat masuk sampai ke faring atau dapat
juga dengan cara meneteskan methylene blue ke dalam hidung, bila terdapat atresia koana
maka methylene blue tidak mengalir di faring2 .
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan antara lain Foto X-ray lateral, pada atresia
koana akan menunjukkan gambaran radioopak. Dapat juga dilakukan CT scan yang
menunjukan tipe dan luas atresia2 .
Tatalaksana awal yang dapat dilakukan pada atresia koana yaitu dengan pemasangan
intubasi endotrakeal atau trakeostomi. lalu dilakukan koreksi atresia dengan pembuatan
kanal (rekanalisasi) menggunakan pendekatan transnasal, nasoendoskopi, dan transpalatal3

3
3. Kista Dermoid Nasal
Kista dermoid nasal terjadi akibat adanya kelainan pada dasar tengkorak anterior
serta mengandung elemen ektodermal dan mesodermal yang mengandung kelenjar
keringat, dan kelenjar sebasea, dan folikel rambut 5 .

Terdapat dua tipe kista dermoid hidung yaitu tipe sederhana dan tipe dengan sinus.
Tipe dermoid sederhana tidak memiliki lubang eksternal. Sementara tipe dermoid dengan
sinus ada yang memiliki lubang eksternal yang sering terlihat seperti jerawat disertai
keluarnya rambut dari lubang tersebut. memiliki tangkai penghubung ke intracranial6

Tatalaksana dapat dilakukan pembedahan eksisi kista dan saluran sinus

4
4. Ensefalokel Nasal
Ensefalokel nasal terjadi akibat adanya herniasi dari meningen, dapat disertai
dengan herniasi jaringan otak ataupun tanpa jaringan otak. Herniasi ini terjadi karena
adanya kecacatan pada dasar tengkorak kongenital di daerah basal, oksipital atau
frontoethmoidal5.
Ensefalokel muncul sebagai pembengkakan yang berdenyut subkutan di garis
tengah di pangkal hidung (nasofrontal), samping hidung (nasoethmoid) atau anteromedial
orbital (naso-orbital).

Ensefalokel dapat menyebabkan sumbatan hidung, mendengkur, atau gangguan


pernapasan atau kesulitan bernapas. Pasien mungkin mengalami hipertelorisme atau
dislokasi tulang hidung atau septum. Ensefalokel hidung umumnya ditemukan di akar
hidung atau lebih rendah dari tulang hidung. Massa kompresibel lunak yang
bertransiluminasi dan yang penampilannya mungkin mirip dengan polip hidung. Kadang-
kadang lesi ini muncul dengan rinore atau meningitis CSF5 .
Penatalaksanaannya adalah dilakukannya pembedahan saraf dengan memotong
batang tumor dari otak kemudian memperbaiki kelainan pada tulang ditempat terjadinya
herniasi..

5
5. Nasal Glioma
Nasal glioma merupakan massa berupa jaringan lunak yang terbentuk akibat
displasia jaringan neurogenik yang letaknya berada di dorsum nasi (glioma ekstranasal)
ataupun di dalam rongga hidung (glioma intranasal) 2,4. Massa ini tidak berisi jaringan otak
namun memiliki saluran atau tangkai yang berhubungan dengan meninges2 Pada saat
pasien batuk ukuran tumor tidak membesar2.
Sebagian besar (60%) merupakan glioma ekstranasal dan muncul sebagai
pembengkakan subkutan pada sisi hidung atau dekat canthus bagian dalam. Sisanya
merupakan glioma murni intranasal (30%), sedangkan 10% keduanya glioma intra dan
ekstranasal.

Glioma hidung biasanya keras, tidak dapat dimampatkan massa dengan uji
Furstenberg negatif. Berwarna ungu atau abu-abu dan kadang-kadang ditutupi dengan
telangiektasis; oleh karena itu, glioma sulit dibedakan dengan nasal hemangioma 5.
Pada pemeriksaan CT scan akan ditemukan adanya massa padat jaringan lunak
disertai dengan erosi tulang yang berdekatan4.
Tatalaksana yaitu dengan eksisi tumor.

6
B. Infeksi
1. Selulitis Nasal

Selulitis nasal Sebagian besar disebabkan oleh infeksi bakteri Streptococcus


ataupun Staphylococcus. Selulitis nasal dapat pula terjadi akibat perluasan infeksi di
bagian vestibulum nasal2. Manifestasi klinis yang terdapat pada selulitis nasal antara lain
hidung merah, bengkak dan terdapat nyeri tekan2. Tatalaksana pada selulitis nasal adalah
dengan pemberian antibiotik sistemik dan analgesic dan hot fermentation2.

2. Furunkulosis Nasal
Furunkulosis nasal merupakan infeksi yang sifatnya akut dan terdapat pada folikel
rambut atau glandula sebasea yang terletak di vestibulum nasi. Penyebab furunkulosis
nasal sebagian besar adalah akibat infeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus.2,3 Hal ini
biasanya terjadi karena trauma contohnya trauma seperti mengupil “nose picking” atau
menarik/ mencabut rambut hidung adalah faktor predisposisi yang umum terjadi. 2
Furunkulosis nasal menyebabkan rasa yang sangat nyeri pada bagian hidung. Saat
dilakukan pemeriksaan fisik dapat ditemukan vestibulum nasi yang hiperemis /
kemerahan serta pembengkakan 3 Furunkulosis nasal dapat menjadi kondisi yang
membahayakna karena infeksinya bisa meluas ke jaringan sekitar seperti wajah dan bibir
atas yang menyebabkan komplikasi berupa selulitis wajah.3

7
Sebagian besar furunkulosis di hidung sembuh secara spontan. Penatalaksanaannya
melibatkan penerapan panas lokal dan salep antibiotik, dan analgesik untuk
menghilangkan rasa sakit. Antibiotik seperti penisilin dan kloksasilin mungkin diperlukan
pada kasus yang parah 3
Hindari memencet bagian furunkel karena dapat menyebabkan penyebaran infeksi
menjadi lebih meluas lagi.3 Insisi dan drainase dilakukan jika fluktuasi ditemukan. 2

3. Vestibulitis Nssal
Vestibulitis Nasal adalah infeksi pada kulit / dermatitis difus yang terjadi pada
vestibuli yang terjadi akibat iritasi dari sekret rongga hidung akibat inflamasi mukosa
yang menyebabkan hipersekresi sel goblet dan kelenjar seromusinosa. . Faktor
predisposisi terjadinya vestibulitis adalah keluarnya sekret hidung yang banyak dan terus
menerus akibat rhinitis, sinusitis, ataupun alergi hidung atau bisa juga akibat trauma
karena sering digaruk.2 yang kemudian dapat menyebabkan ulserasi sehingga
terbentuklah krusta sehingga memicu terjadinya infeksi 2. Organisme penyebab
terseringnya adalah Staphylococcus aureus.

8
Vestibulitis Nasal dapat terjadi secara akut ataupun kronis. Pada keadaan akut
akut, kulit vestibular berwarna merah, bengkak dan nyeri tekan disertai dengan krusta dan
sisik menutupi area erosi kulit (ekskoriasi). Sedangkan dalan keadaan kronik terdapat
adanya indurasi kulit vestibular dengan retakan dan pengerasan kulit yang nyeri.
Penatalaksanaan Vestibulitis Nasal terdiri dari pembersihkan ruang depan hidung
dari krusta atau skuama dengan aplikator kapas yang direndam dalam hidrogen peroksida
kemudian juga diberikan salep antibiotik steroid 3.

4. Rhinitis Akut

Rhinitis akut disebut juga common cold, salesma atau coryza adalah peradangan
atau infeksi mukosa rongga hidung yang dapat disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri
dan ditandai dengan gejala pilek dan bersin.

Penyebab utama rhinitis akut adalah virus tipe RNA maupun DNA antara lain :
adenovirus , picorna virus, rhinovirus, coxsakie, influenza virus, respiratory syncytial
virus, dan parainfluenza virus.

Penyebab infeksi sekunder berupa infeksi bakteri antara lain streptokokus


hemolitikus, staphilokokus, Haemophilus Influenzae, Klebsiella Pneumoniae

9
Penularan infeksi secara airborne droplets dengan masa inkubasi selama 1 – 4 hari
dan penyakitnya dapat berlangsung selama 2-3 minggu

Anamnesis :

 Gejala awal adanya rasa panas pada rongga hidung


 Diikuti pilek dan bersin
 Sekret yang keluar pada awalnya berupa serous bening dan lama kelamaan
dapat menjadi jukoid
 Bila ada infeksi sekunder bakteri maka secret dapat menjadi mukopurulen
 Suhu tubuh normal atau sub febris, meriang, serta disertai gejala sakit
kepala atau myalgia
 Dapat sembuh dalam 5 -7 hari (penyebeb virus yang self limiting)

Pemeriksaan Fisik:

 Kondisi tubuh pada umumnya baik


 Rhinoskopi anterior tampak : mukosa rongga hidung berwarna kemerahan
(hiperemis), edema dan tampak secret serous/ mukoid/ mukopurulen

Tatalaksana :

 Terapi simtomatis seperti :


o Antihistamin generasi pertama mempunyai efek sedasi :
Clorpheniramine maleat 3 x 2-4 mg / perhari, diphenhydramine
o Antihistamin generasi kedua tidak mempunyai atau minimal efek
sedasi, long acting : Loratadine 1 x 10 mg perhari, cetirizine 1 x 10 mg
perhari
 Dekongestan
o Oral : Pseudoefedrin 2-3 x 30-60 mg perhari dapat dikombinasikan
dengan antihistamin
o Topikal oksimetaziline, xylomethazoline, naphazoline

10
o Analgetik antipiretik ( untuk mengontrol nyeri kepala, demam, dan
myalgia) paracetamol 3 x 500 mg perhari, asam mefenamat 3 x 500
mg perhari
 Antibiotik diberikan jika ada indikasi infeksi sekunder bakteri

5. Rhinitis Alergi
Adalah reaksi hipersensitivitas tipe I dari mukosa hidung yang diperantarai oleh
Ig E setelah terjadi paparan dengan allergen
Etiologi penyebab berupa allergen inhalasi seperti serbuk saru, debu rumah,
tungau, debu kapuk, jamur, bulu binatang dan sebagainya atau karena makanan seperti
susu, telur, ikan laut, kacang kacangan, buah dan sebagainya selain itu, genetic juga dapat
berpengaruh (20-40%)
Anamnesis :
 Gejala dapat dimulai pada bayi usia 6 bulan onset saat usia 12-16 tahun
 Gejala cardinal : bersin paroksismal, 10-20 bersin dalam sekali waktu, hidung
tersumbat secret serous dan gatal pada hidung
 Gatal dapat dirasakan pada hidung, mata, atau kadang kadang palatum mole
 Serangan timbul bila terjadi kontak dengan allergen penyebab
 Gangguan pembauan, mata sembab, dan berair dan kadang disertai dengan
sakit kepala
 Tidak ada tanda infeksi akut misalnya demam
 Tanda tanda khas alergi :
o Hidung : nasal crease garis hitam pada dorsum hidung akibat
menggosok hidung ke atas, mukosa hidung edema
o Mata : edema kelopak mata kongesti , cobble stone appearance pada
konjungtiva tarsal, allergic shiners (lingkaran hitam di bawah mata)
o Telinga : Retraksi akibat blockade tube eustacius
o Faring : granular faringitis akibat hyperplasia jaringan limfoid
submucosa
o Laring : parau, edema corda vocalis

11
Klasifikasi Rhinitis Alergi :

 RA Intermiten : serangan < 4 hari/ minggudan berlangsung < 4 minggu


 RA Persisten : serangan > 4 hari/ minggu dan berlangsung > 4 minggu
 Rhinitis Alergi Ringan : Tidur normal, aktivitas sehari hari/ olahraga
normal tidak ada keluhan mengganggu
 Rhinitis Alergi Sedang Berat : Tidur terganggu tidak normal, aktivitas
sehari hari saat olahraga dan santai terganggu serta terdapat gangguan saat
bekerja

Pemeriksaan Fisik :

 Rhinoskopi Anterior : Konka edema dan pucat, sekreta seromucinus pada


rhinitis alergi persisten, rongga hidung sempit dan konka edema hebat

Pemeriksaan Penunjang :

 Teskulit : untuk mengidentifikasi allergen dengan prick test


 Eosinofil secret hidung positif bila >20 %
 Bila diperlukan dapat diperiksan Ig E spesifik
 Endoskopi nasal bila tersedia sarana

Tatalaksana :

 Hindari allergen penyebab


 Antihistamin klasik contohnya : CTM dosis dewasa 3x 2-4 mg 3 kali
sehari
 Antihistamin generasi terbaru loratadine 1x 10 mg perhari , cetirizine 1x
10 mg per hari diberikan selama 2 minggu (dimulai saat serangan – 2
minggu)
 Dikombinasikan dengan dekongestan oral alfa adrenergik untuk konstriksi
pembuluh darah sehingga mengurangi kongesti dan edema hidung
contohnya pseudoefedrin dosis dewasa 30-60 mg 3 kali sehari

12
 Dekongetan topical berupa larutan efedrin 0,5 – 1 % oksimethazoline
0,025 – 0,05 % bila diperlukan dan tidak boleh leboh dari 1 minggu
 Kortikosteroid oral untuk mengontrol gejala dalam jangka waktu pendek
 Kortikosteroid topical dapat menghambat recruitmen sel inflamasi pada
mukosa hidung dan menghambat reaksi alergi fase lambat seperti
beciometasone, flutitasone, momentasone, triamcinolone, acetonide dosis
sekali sehari 2 semprot
 Sodium Kromoglikan untuk stabilisasi sel mast dan menghambat
degranulasi tetes hidung 2%
6. Sinusitis

Adalah inflamasi mukosa sinus paranasal yang umumnya dipicu oleh rhinitis
(rhinosinusitis). Penyebab utamanya berupa salesma/ common cold yang disebabkan oleh
infeksi virus dan selanjutnya infeksi bakteri

Sinusiotis paling sering menyerang sinus maksilaris dan sinus ethomoidalis jarang
menyerang sinus sphenoidalis dan frontalis .

Etiologi dan faktor predisposisi berupoa ISPA oleh virus, obstruksi KOM, rhinitis
alergi, polip nasal, hipetrofi konka, tonsilitis

Klasifikasi :

 Sinusitis Akut : <4 minggu


 Sinusitis Sub Akut : 4 minggu – 3 bulan
 Sinusitis Kronik : > 3 bulan

Gejala umum Rhinosinusitis Akut :

 Hidung tersumbat, nyeri pada sinus yang terinfeksi, kadang terdapat nyeri alih
 Sekret kental berbau dan mengalir ke nasofaring (post nasal drip)
 Gejala sistemik : demam dan lesu

Gejala Spesifik Maksilaris Akut :

13
 Nyeri pada rahang atas, bisa menjadi nyeri alih ke gigi atau gusi
 Nyeri dipicu oleh batuk dan mengunyah
 Nyeri tekan regio maksilaris
 Bengkak dan hiperemis pada pipi
 Keluar sekret dari hidung
 Pada rhinoskopi anterior secret pada meatus medius

Gejala spesifik pada Sinusitis Frontalis Akut :

 Sakit kepala regio frontal terlokalisasi pada daerah sinus


 Nyeri tekan di dasar di dasar sinus frontal
 Bengkak pada kelopak mata atas
 Keluar secret dari hidung
 Pada rhinoskopi anterior terdapat secret pada meatus medius

Gejala Spesifik Sinusitis Ethmoidalis Akut :

 Nyeri di antara atau belakang kedua bola mata


 Bengkak pada kelopak mata
 Keluar sekret dari hidung
 Pada rhinoskopi anterior terlihat secret meatus medius pada sinusitis etmoidalis
anterior, dan secret meatus superior pada sinusitis etmoidalis posterior

Gejala Spesifik Sinusistis Sphenoidalis Akut :

 Sakit kepala terutama daerah vertex dan oksipital dan dapat menjadi nyeri alih ke
regio mastois
 Post nasal discharge
 Pada rhinoskopi anterior terdapatr pus pada meatus superior

Pemeriksaan Penunjang pada Sinusitis :

 Transluminasi : Sinus yang terinfeksi berwarna suram, gelap namun hanya


bermakna bila satu sisi yang terkena

14
 Xray posisi waters, PA, Lateral Cadwell : Tampak perselubungan dan secret
(air fluid level) pada sinus yang terinfeksi

Tatalaksana : Prinsipnya membuka dan membersikhkan daerah Kompleks


Osteomeatal yang menjadi sumber sumbatan dan infeksi sehingga drainase sinus
kembali normal

Antibiotik amoxicillin atau kombinasi amoxicillin – klavulanat atau cefalosporin (10-


14 hari)

Simptomatik : dekongestan oral atau topical, analgetic efedrin 1% oxymethazoline


1% untuk mendorong drainase selama beberapa hari dan kemudian dihentikan

Steroid oral atau topical

Pencucian rongga hidung dengan NaCl 0,9%

Tindakan operatif : lavage antral

 Pembedahan radikal
 Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)
 Tindakan operatif dilakukan bila Tindakan medikamentosa tidak berhasil, jika
terdapat eksaserbasi, nyeri >48 jam setelah diberikan medikamentosa, atau
terdapat pembengkakan kelopak mata yang beresiko selulitis orbita.

C. Neoplasma
1. Polip Nasal
Polip merupakan manifestasi dari inflamasi kronik yang berasal dari hipertofi
mukosa atau sinus membentuk suatu massa non neoplastik yang bertangkai2,3. Penyebab
pasti dari polip nasal belum diketahui namun biasanya merupakan manifestasi dari
rhinosinusitis, cystic fibrosis, alergi, dan sinusitis3. Polip biasanya timbul pada processus
uncinatus dari etmoid, bulla etmoid, ostium sinus, danpermukaan konka nasal3. Polip yang
menonjol ke posterior nasofaring disebut polip antrokoanal

15
Polip dapat terjadi pada semua usia, biasanya pasien mengalami
hidung tersumbat, hyposmia atau anosmia, post nasal drip, rhinnorea (keluar
cairan dari hidung), bersin-bersin, dan sakit kepala2. Polip biasanya terlihat
sebagai massa berwarna pucat, lunak, mengkilat, seperti buah anggur, serta
tidak berdarah jika disentuh2 Pemeriksaan polip tidak cukup dilakukan dengan
rinoskopi anterior karena kelainan biasanya tidak terlihat jelas.1 Pemeriksaan
penunjang dapat dilakukan dengan X-ray sinus paranasal dan foto X-ray soft
tissue lateral yang memperlihatkan polip di nasofaring.2 CT scan sinus
paranasal memperlihatkan sifat dan luat polip serta membantu pada saat
Tindakan operasi.2
Rinoskopi posterior dapat mengungkapkan pengisian massa globular choana
atau nasofaring. Polip besar mungkin menggantung di belakang palatum mole
dan berada di orofaring
1) Polipi etmoidalis bilateral.
Polipi hidung multipel selalu muncul dari dinding lateral hidung, biasanya
dari meatus tengah. Situs umum adalah prosesus uncinate, bulla ethmoidalis,
ostium sinus, permukaan medial dan tepi konka media. hampir tidak pernah
muncul dari septum atau lantai hidung.
1. Polipi multipel dapat terjadi pada semua usia tetapi sebagian besar terlihat
pada orang dewasa.
2. Hidung tersumbat
3. Hilangnya sebagian atau seluruh indra penciuman.
4. Sakit kepala karena sinusitis yang terkait.

16
5. Bersin dan keluarnya cairan dari hidung terkait alergi.
6. Massa menonjol dari lubang hidung.
Pada rinoskopi anterior, atau pemeriksaan endoskopi, polyp muncul sebagai
massa halus, berkilau, seperti anggur.
Penatalaksanaan
1. Perubahan polipoid awal dengan mukosa edema dapat kembali normal
dengan antihistamin dan control dari alergi.
2. Steroid jangka pendek terbukti bermanfaat pada individu yang tidak dapat
mentolerir antihistamin dan/atau mereka yang menderita asma. Steroid juga
dapat digunakan untuk mencegah kekambuhan setelah operasi.Kontraindikasi
penggunaan steroid, mis. hipertensi,tukak lambung, diabetes, kehamilan dan
TBC. Saat ini, polip etmoidalis dihilangkan dengan operasi sinus endoskopi
lebih popular disebut bedah functional endoscopic sinus surgery (FESS)(2).
Benign Tumor
Muncul dari kulit hidung dan termasuk papiloma (kutil kulit), hemangioma, nevus
berpigmen, keratosis seboroik, neurofbroma atau tumor kelenjar keringat.
2. Rhinophyma
Rhinophyma adalah tumor jinak yang tumbuh lambat karena hipertrofi kelenjar
sebaceous di ujung hidung sering terjadi pada kasus-kasus jerawat rosacea yang
berlangsung lama. Terjadi penebalan kulit menghasilkan bulbous proyeksi sehingga
disebut dengan hidung (potato nose)3. Pada pemeriksaan muncul sebagai massa berlobus
merah muda di atas hidung dengan pelebaran pembuluh darah superfisial, kebanyakan
mengenai pria melewati usia paruh baya. Pasien datang karena karena penampilan tumor
yang tidak enak dipandang, atau karena obstruksi pernapasan dan gangguan penglihatan
karena ukuran tumor yang besar2. Pengobatannya adalah dengan pembedahan eksisi
jaringan sebaceuous yang berlebihan tanpa menyebabkan trauma pada kartilago hidung di
bawahnya. Sisa-sisa kelenjar sebaceous yang tersisa dapat membantu dalam reepitelisasi 3

17
3. Karsinoma Sel Basal (Ulkus Roden)

Karsinoma sel basal sering terjadi pada kulit hidung, biasanya di atas alae nasi.
Lesi muncul sebagai nodul berpigmen yang mengalami ulserasi dan sulit untuk sembuh.
Ulkus secara bertahap dapat menyebabkan kerusakan kartilago hidung, jaringan wajah dan
tulang disekitarnya. Diagnosa ditegakan dengan biopsi. aringan. Pada lesi yang kecil dapat
dilakukan eksisi dengan jaringan sehat disekitarnya. Sedangkan pada lesi yang besar
mungkin dibutuhkan okulasi jaringan atau diberikan radioterapi3

18
D. Trauma
1. Saddle Nose / Depresi Dorsum Nasi / Hidung Pelana

Trauma hidung yang menyebabkan fraktur depresi adalah penyebab yang paling
umum. Bisa juga hasil dari pengangkatan septum yang berlebihan pada reseksi submukosa,
penghancuran kartilago septum oleh hematoma atau abses, kadang-kadang oleh kusta,
tuberkulosis atau sifilis. Deformitas dapat dikoreksi dengan dilakukan rhinoplasty dengan
mengisi dorsum dengan tulang rawan, tulang atau pencangkokan sintesis. Jika depresi
hanya tulang rawan, tulang rawan diambil dari septum hidung atau daun telinga dan
diletakkan dalam satu atau beberapa lapisan. Jika deformitas melibatkan kedua tulang
rawan dan tulang, tulang cancellous dari krista iliaka adalah yang terbaik. Deformitas sadel
juga dapat dikoreksi dengan implan sintetis dari silicon 3

2. Crooked Nose

Garis tengah dorsum dari frontonasal melengkung membentuk huruf C/S. Penyebab paling
sering adalah trauma seperti trauma lahir atau trauma pada masa kanak-kanak yang tidak
diketahui dan menyebabkan pertmbuhan hidung menyimpang. Penatalaksanaanya dapat

19
dilakukan rhinoplasty dan torhinoplasty. Tidak hanya untuk memperbaiki penampilan
luarnya saja,melainkan dapat memperbaiki fungsinya juga3 .

3. Deviasi Septum Nasal

Deviasi Septum Nasal adalah kondisi yang cukup umum terjadi dan biasanya
timbul dengan obstruksi hidung 2,3. Penyebab dari deviasi septum antara lain trauma
baik pada saat natal, antenatal, dan masa perkembangan, herediter atau keturunan, dan
adanya massa pada rongga hidung3.

Tipe deviasi septum antara lain:


o Dislokasi anterior atau deviasi septal kaudal kearah cavum nasi yang berlawanan.
Kelainan ini sangat baik jika dilihat dari arah bawah hidung. 3

20
o Deformitas bentuk C, septum berdeviasi berbentuk konkaf ke satu sisi sehingga
cavum nasi menjadi lebih lebar dan dapat mengkompensasi hipertrofi konka atau
perubahan atrofi.3
o Deformitas bentuk S, dapat terjadi baik vertikal atau anteroposterior dan dapat
menyebabkan obstruksi nasal bilateral
o Septal spur adalah penonjolan tulang rawan, tulang, atau keduanya yang menekan
dinding lateral hidung. Biasanya ditemukan di pertemuan tulang vomer dan tulang
rawan. Spur dapat memicu sakit kepala dan epistaksis berulang pada pasien. 3
o Septal thickening atau penebalan septum terjadi akibat hematoma, fraktur, ataupun
dislokasi fragmen septum2.
Komplikasi dari septum deviasi yaitu :
o Pernapasan mulut yang dapat memicu infeksi faring, laring, dan paru-paru yang
berulang,
o Sleep apnea,
o Rinosinusitis kronik atau rekuren akibat obstruksi ostium sinus oleh karena
septum deviasi yang memicu buruknya ventilasi dan drainase sinus,
o Infeksi telinga tengah karena deviasi septum dapat mempengaruhi tuba
eustachius sehingga memicu infeksi pada telinga tengah,
o Rinitis Atrofi dapat terjadi pada sisi konkaf, dan
o Asma karena deviasi septum dapat mencetuskam bronkospasme2
Tatalaksana septum deviasi dengan pembedahan reseksi submucosa yaitu
mengangkat mucoperichondrial dan mucoperiosteal pada sisi septum serta tulang dan
tulang rawan yang bengkok dihilangkan3. Pembedahan septoplasty merupakan bedah
septum konservatif yakni hanya bagian yang paling menyimpang pada septum yang
diangkat. Sisa kerangka septum dikoreksi dan diposisikan ulang. Muccoperichondrial
dan mucoperiosteal umumnya hanya diangkat pada satu sisi septum. Septoplasty
menggantikan operasi reseksi submucosa.

21
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT-
KL FK UI. Edisi ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2012
2. Bansal, Mohan. Disease of the Ear, Nose, and Throat: Head and Neck Surgery. Jaypee
Brothers Medical Publisher; 2013
3. Maqbool, M & Suhail, M. Textbook of Ear Nose and Throat Disease 11th edition. Jaypee
Brothers Medical Publisher; 2007.
4. Turner, L. Disease of The Nose, Throat, and Ear: Head and Neck Surgery. CRC Press;
2016
5. Lalwani AK. CURRENT Diagnosis and Treatment in Otolaryngology--Head and Neck
Surgery: Second Edition (LANGE CURRENT Series). 2008. 1002 hal.
6. Hans S. Diseases of External Ear. Self Assessment and Review: ENT. 2016. 82–82 hal.

22

Anda mungkin juga menyukai