Anda di halaman 1dari 17

KONSEP KEBUDAYAAN, KONSEP ETIOLOGI PENYAKIT, PERSEPSI

SEHAT SAKIT, PERAN DAN PERILAKU, KONSEP NYERI,


Disusun untuk Memenuhi Tugas Psikososial dan Budaya
yang Diampu oleh Dosen Rendi Editya D, M. Kep

Disusun Oleh :
Nama : Endah Sundari
NIM : 21210109114
Kelas : Ners A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI PROFESI NERS

2021
KONSEP KEBUDAYAAN

A. PENGERTIAN
Budaya berasal dari kata “Buddayah” (bahasa sansekerta) yang berarti
budi dan akal. Koentjaraningrat dalam Ratna (2010) mengartikan budaya
sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar.
Tindakan kebudayaan adalah tindakan yang harus dibiasakan oleh
manusia dengan belajar, seperti budaya cuci tangan yang diterapkan pada anak-
anak, akan membawa ingatan menetap untuk berperilaku cuci tangan.

B. WUJUD KEBUDAYAAN
Koentjaraningrat dalam Ratna (2010) menyatakan bahwa terdapat 3
wujud kebudayaan yaitu:
1. Ideas
Ideas merupakan wujud ideal dari kebudayaan, dimana sifatnya abstrak, dan
merupakan suatu keyakinan bagi masyarakat.
2. Activities
Tindakan masyarakat berupa sistem sosial, atau aktivitas masyarakat berupa
informasi, bergaul, berhubungan, selama bertahun-tahun menurut tata
hubungan, adat istiadat, serta norma-norma.
3. Artifacts
Karya manusia yang dapat dilihat, diraba, difoto, karena konkret dan
bersifat fisik.

C. UNSUR – UNSUR KEBUDAYAAN


1. Bahasa
Masing-masing suku atau ras memiliki bahasa sendiri-sendiri. Tidak jarang
dalam 1 suku memiliki beberapa bahasa daerah. Petugas kesehatan perlu
memahami bahasa klien dengan baik, agar komunikasi berjalan optimal.
1. Sistem pengetahuan
Pengetahuan masyarakat, mencerminkan kebudayaan berkembang
didaerah tersebut.
2. Organisasi sosial masyarakat
Akibat budaya dan perilaku dimasa lampau yang dilakukan secara terus
menerus, akan mempengaruhi organisasi sosial masyarakatnya.
3. Sistem peralatan hidup dan teknologi
Peralatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup suatu
masyarakat. Pada masyarakat yang hidup didesa akan cenderung berjalan
kaki dalam beraktifitas, sedangkan dikota, masyarakat menggunakan alat
transportasi umum, maupun kendaraan pribadi.
4. Sistem mata pencaharian hidup
Budaya dan keyakinan dapat mempengaruhi mata pencaharian hidup
masyarakat.
5. Sistem religi, agama, dan kepercayaan masyarakat
Budaya atau keyakinan dari para leluhur akan di turunkan pada anak
cucu pada daerah tersebut.
6. Kesenian
Akibat perkembangan budi dan akal suatu kelompok masyarakat yang
berbeda-beda, maka akan menimbulkan kesenian yang berbeda pula tiap
daerah.

KONSEP ETIOLOGI PENYAKIT

ETIOLOGI PENYAKIT PERSONALISTIK DAN NATURALISTIK


Foster dan Anderson membagi etiologi penyakit menjadi dua yaitu : etiologi
personalistik dan etiologi naturalistik.
Dalam etiologi personalistik keadaan sakit dipandang sebagai sebab adanya
campur tangan agen seperti makhluk halus, jin, hantu dan roh tertentu. Seseorang
jatuh sakit akibat usaha orang lain (dukun ) yang menjadikan dirinya sebagai
sasaran agen tersebut.
Konsep etiologi naturalistik berpandangan bahwa sakit adalah akibat
gangguan sistem dalam tubuh manusia atau antara tubuh manusia dengan
lingkungannya.
Teori Suchman memberikan batasan perilaku sakit sebagai tindakan untuk
menghilangkan rasa tidak enak ( discomfort ) atau rasa sakit sebagai dari
timbulnya gejala tertentu. Suchman melihat pola perilaku sakit dipandang dari dua
sisi yaitu dari sisi pasien dan petugas kesehatan. Menurut Suchman terdapat lima
macam reaksi dalam proses mencari pengobatan, yaitu Shopping, adalah proses
mencari alternatif sumber pengobatan.Fragmentation adalah proses pengobatan
oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama.
Procrastination adalah proses penundaan pencarian pengobatan meskipun gejala
penyakitnya sudah dirasakan. Self medication adalah pengobatan sendiri dengan
menggunakan berbagai ramuan atau obat yagn dinilainya tepat baginya.
Discontinuity adalah penghentian proses pengobatan.
Dalam berbagai laporan penelitian antropologi, yang ditulis oleh
Sinuraya( 1988 ) dapat ditemukan bahwa etiologi penyakit yang personalistik dan
naturalistik dapat berlaku dalam masyarakat urban ( perkotaan ) dan rural
( pedesaan ) sekaligus.
Koentjaraningrat menyatakan bahwa pada masyarakat Jawa ada beberapa
teori tradisional mengenai penyakit yang diyakini mereka disebabkan oleh faktor
personalistik dan sekaligus naturalistik, sehingga yang tampak pertama-tama
masyarakat akan pergi ke dokter. Bila penyakitnya tidak berkurang juga maka dia
akan pergi ke dukun.
PERSEPSI SEHAT SAKIT

A. PENGERTIAN
Masalah kesehatan merupakan masalah kompleks yang dihasilkan dari
berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah, masalah buatan manusia,
social budaya, perilaku, populasi penduduk, genetika, dan sebagainya. Derajat
kesehatan masyarakat yang disebut sebagai psycho socio somatic health well
being , dihasilkan oleh 4 faktor yaitu:
1. Environment atau lingkungan.
2. Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama dankeduadihubungkan
dengan ecological balance.
3. Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh populasi, distribusi
penduduk, dan sebagainya.
4. Health care service berupa program kesehatan yang bersifat preventif,
promotif, kuratif, dan rehabilitatif.
Dari empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan
faktor yang paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya
derajat kesehatan masyarakat.
Pengertian sakit menurut etiologi naturalistik dapat dijelaskan dari
segi impersonal dan sistematik, yaitu bahwa sakit merupakan satu keadaan
atau satu hal yang disebabkan oleh gangguan terhadap sistem tubuh manusia.
Pernyataan tentang pengetahuan ini dalam tradisi klasik Yunani, India, Cina,
menunjukkan model keseimbangan (equilibrium model) seseorang dianggap
sehat apabila unsur-unsur utama yaitu panas dingin dalam tubuhnya berada
dalam keadaan yang seimbang. Unsur-unsur utama ini tercakup dalam konsep
tentang humors, ayurveda dosha, yin dan yang.
Departemen Kesehatan RI telah menetapkan kebijakan tentang
paradigma sehat. Paradigma sehat adalah cara pandang atau pola pikir
pembangunan kesehatan yang bersifat holistik, proaktif antisipatif, dengan
melihat masalah kesehatan sebagai masalah yang dipengaruhi oleh banyak
faktor secara dinamis dan lintas sektoral, dalam suatu wilayah yang
berorientasi kepada peningkatan pemeliharaan dan perlindungan terhadap
penduduk agar tetap sehat dan bukan hanya penyembuhan penduduk yang
sakit
Pada intinya paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap
kebijakan yang bersifat pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan
dukungan dan alokasi sumber daya untuk menjaga agar yang sehat tetap sehat
namun tetap mengupayakan yang sakit segera sehat. Pada prinsipnya
kebijakan tersebut menekankan pada masyarakat untuk mengutamakan
kegiatan kesehatan daripada mengobati penyakit.
Telah dikembangkan pengertian tentang penyakit yang mempunyai
konotasi biomedik dan sosio kultural. Dalam bahasa Inggris
penyakit dikenal dengan kata disease dan illness sedangkan dalam
bahasa Indonesia, kedua pengertian itu dinamakan penyakit. Dilihat dari segi
sosio kultural terdapat perbedaan besar antara kedua pengertian tersebut. Kata
disease dimaksudkan untuk gangguan fungsi atau adaptasi dari proses-proses
biologik dan psikofisiologik pada seorang individu, sedangkan illness adalah
reaksi personal, interpersonal, dan kultural terhadap penyakit atau perasaan
kurang nyaman.
Para dokter mendiagnosis dan mengobati disease, sedangkan
pasien mengalami illness yang dapat disebabkan oleh disease illness tidak
selalu disertai kelainan organik maupun fungsional tubuh. Dalam konteks
kultural, apa yang disebut sehat dalam suatu kebudayaan belum tentu disebut
sehat pula dalam kebudayaan lain. Di sini tidak dapat diabaikan adanya faktor
penilaian atau faktor yang erat hubungannya dengan sistem nilai.

B. KONSEP SEHAT SAKIT MENURUT BUDAYA MASYARAKAT


Cara hidup dan gaya hidup manusia merupakan fenomena yang dapat
dikaitkan dengan munculnya berbagai macam penyakit, selain itu hasil
berbagai kebudayaan juga dapat menimbulkan penyakit. Masyarakat dan
pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu: Naturalistik
dan Personalistik. Penyebab bersifat Naturalistik yaitu seseorang menderita
sakit akibat pengaruh lingkungan, makanan (salah makan), kebiasaan hidup,
ketidak seimbangan dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas dingin
seperti masuk angin dan penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut
pengobat tradisional (Battra) sama dengan yang dianut masyarakat setempat,
yakni suatu keadaan yang berhubungan dengan keadaan badan atau kondisi
tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang dirasakan. Sehat bagi seseorang
berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat melakukan
aktivitas sehari-hari dengan gairah. Sedangkan sakit dianggap sebagai suatu
keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkan dirasakan sebagai
siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat menjalankan aktivitas
sehari-hari seperti halnya orang yang sehat.
Masyarakat menggolongkan penyebab sakit ke dalam 3 bagian yaitu :
1. Karena pengaruh gejala alam (panas, dingin) terhadap tubuh manusia
2. Makanan yang diklasifikasikan ke dalam makanan panas dan dingin.
3. Supranatural (roh, guna-guna, setan dan lain-lain.).
Untuk mengobati sakit yang termasuk dalam golongan pertama dan ke
dua, dapat digunakan obat-obatan, ramuan-ramuan, pijat, kerok, pantangan m
akan, dan bantuan tenaga kesehatan. Untuk penyebab sakit yang ke tiga harus
dimintakan bantuan dukun, kyai dan lain-lain. Dengan demikian upaya
penanggulangannya tergantung kepada kepercayaan mereka terhadap
penyebab sakit.
Beberapa contoh penyakit pada bayi dan anak sebagai berikut :
1. Sakit demam dan panas.
Penyebabnya adalah perubahan cuaca, kena hujan, salah makan, atau
masuk angin. Pengobatannya adalah dengan cara mengompres dengan es,
labu putih yang dingin atau beli obat influensa.
2. Sakit mencret (diare).
Penyebabnya adalah salah makan, makan kacang terlalu banyak, makan
makanan pedas, makan udang, ikan, anak meningkat kepandaiannya,
susu ibu basi, encer, dan lain-lain.
3. Sakit kejang-kejang
Masyarakat pada umumnya menyatakan bahwa sakit panas dan kejang-
kejang disebabkan oleh hantu.
4. Sakit tampek (campak)
Penyebabnya adalah karena anak terkena panas dalam, anak dimandikan
saat panas terik, atau kesambet.

PERAN DAN PERILAKU

A. PENGERTIAN PERILAKU
Perilaku manusia merupakan seluruh kegiatan yang dilakukan oleh
manusia, baik dilihat secara tidak langsung maupun langsung oleh pihak luar
(Notoatmodjo, 2010).
B. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU
Menurut Sunaryo (2013), faktor yang mempengaruhi perilaku diantaranya:
1. Kebutuhan
Maslow (dalam Sunaryo, 2013), mengatakan manusia mempunyai
lima kebutuhan dasar seperti kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan akan
harga diri, kebutuhan rasa aman, kebutuhan fisiologis/biologis, kebutuhan
mencintai dan dicintai. Tingkat dan jenis kebutuhan tersebut tidak dapat
dipisahkan antara satu dengan yang lain karena merupakan satu-kesatuan
atau rangkaian.
2. Motivasi
Motivasi adalah dorongan penggerak untuk mencapai tujuan
tertentu, baik yang disadari maupun tidak disadari. Motivasi timbul dari
dalam diri individu (intrinsik) atau lingkungan (ekstrinsik).
3. Faktor perangsang dan penguat
Perilaku individu didukung dengan adanya faktor perangsang dan
penguat, yaitu 1) kompetisi atau persaingan yang sehat, 2) tujuan atau
sasaran, 3) dengan cara memberi hadiah, 4) menginformasikan
keberhasilan kegiatan agar bisa lebih termotivasi.
4. Sikap dan kepercayaan
Perilaku dipengaruhi dengan sikap dan kepercayaan, jika
kepercayaan negatif, perilaku negatif akan muncul, dan sebaliknya. Dari
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku manusia merupakan
aktivitas yang ditimbulkan karena adanya kebutuhan, motivasi,
rangsangan, sikap dan keprcayaan sehingga akan menimbulkan
keberhasilan dari aktivitas atau kegiatan yang dilakukan.

C. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGOBATAN


Perilaku pengobatan sendiri merupakan salah satu perilaku kesehatan. Faktor-
faktor yang mempengaruhi perilaku pengobatan sendiri menurut Supriyono,
2000 (dalam Mulyani, 2010) antara lain:
1. Pendidikan
Pendidikan adalah usaha terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif bisa mengembangkan
potensi dirinya.
2. Tempat tinggal
Tempat tinggal merupakan bangunan rumah, tempat berteduh, atau struktur
lainnya yang digunakan sebagai tempat untuk tinggal.
3. Biaya
Biaya adalah harga perolehan yang dikorbankan atau digunakan dalam
memperoleh penghasilan yang akan dipakai sebagai pengurang penghasilan.
4. Usia
Usia adalah lamanya hidup yang dihitung sejak lahir sampai meninggal.
5. Pekerjaan
Pekerjaan adalah suatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai profesi,
sengaja dilakukan untuk mendapatkan penghasilan.
6. Lama sakit
Lama sakit adalah lamanya waktu sakit yang dialami penderita terhadap
penyakitnya.

Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku pengobatan sendiri


merupakan kegiatan pengobatan yang dilakukan dari diri sendiri dimana
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendukungnya yaitu pendidikan,
tempat tinggal, biaya, usia, pekerjaan, dan lama sakit.

D. KLASIFIKASI PERILAKU KESEHATAN


Menurut Becker (dalam Sunaryo, 2013), mengungkapkan bahwa klasifikasi
perilaku kesehatan yang berhubungan dengan kesehatan terdiri dari:
1. Perilaku kesehatan
Perilaku kesehatan adalah perilaku individu yang ada kaitannya dengan
promosi kesehatan, pencegahan penyakit, hygiene personal, pemilihan
makanan, dan sanitasi.
2. Perilaku sakit
Perilaku sakit adalah semua akivitas individu yang merasa sakit untuk
mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakitnya, pengetahuan dan
kemampuan individu tentang penyebab penyakit, dan berbagai usaha
untuk mencegah penyakit.
3. Perilaku peran sakit
Segala aktivitas individu yang sedang menderita sakit untuk memperoleh
kesembuhan.

Dari teori di atas dapat diambil kesimpulan bahwa perilaku kesehatan


merupakan kegiatan yang berhubungan dengan kegiatan mencegah penyakit,
perilaku sakit dimana seseorang mengenali gejala penyakit yang timbul, serta
perilaku peranan sakit terhadap individu yang menderita sakit untuk
memperoleh kesembuhan.

KONSEP NYERI

A. PENGERTIAN NYERI
Nyeri merupakan sensasi sensori dari pengalaman subyektif yang dialami
setiap individu dan berbeda persepsi antara satu orang dengan yang lain yang
menyebabkan perasaan tidak nyaman, tidak menyenangkan berkaitan dengan
adanya atau potensial kerusakan jaringan (Loue & Sajatovic, 2008).

B. FISIOLOGIS NYERI
Proses fisiologis yang berhubungan dengan persepsi nyeri diartikan sebagai
nosisepsi. Menurut Taylor (2011) terdapat empat proses yang terlibat dalam
mekanisme nyeri: transduksi, transmisi, persepsi dan modulasi.
1. Transduksi
Aktivasi dari reseptor nyeri terjadi selama proses transduksi. Transduksi
merupakan proses dari stimulus nyeri yang diubah ke bentuk yang dapat
diakses oleh otak (Taylor, 2011). Selama fase transduksi, stimulus
berbahaya (cedera jari tangan) memicu pelepasan mediator biokimia (missal
prostaglandin, bradikinin, serotonin, histamin, zat P) (Kozier, 2010).
Proses transduksi dimulai ketika nociceptor yaitu reseptor yang berfungsi
untuk menerima rangsang nyeri teraktivasi. Aktivasi reseptor ini
(nociceptor) merupakan sebagai bentuk respon terhadap stimulus yang
datang seperti kerusakan jaringan (Ardinata, 2007).
2. Transmisi
Impuls nyeri berjalan dari serabut saraf tepi ke medulla spinalis.
Prostaglandin bertindak sebagai neurotrasmiter, yang meningkatkan
pergerakan impuls menyeberangi setiap sinaps saraf dari neuron aferen
primer ke neuron ordo kedua di kornu dorsalis medulla spinalis. Transmisi
dari medulla spinalis dan asendens, melalui traktus spinotalamikus, ke
batang otak dan talamus. Lalu melibatkan transmisi sinyal antara talamus ke
korteks sensorik somatik tempat terjadinya persepsi nyeri (Kozier, 2010).

3. Persepsi
Persepsi dari nyeri melibatkan proses sensori bahwa akan datang persepsi
nyeri (Taylor, 2011). Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap
nyeri. Stimulus nyeri ditransmisikan naik ke medulla spinalis ke talamus
dan otak tengah. Dari talamus, serabut menstransmisikan pesan nyeri ke
berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi (dikedua
lobus parietalis), lobus frontalis, dan sistem limbik. Ada sel-sel di dalam
limbik yang diyakini mengontrol emosi, khususnya ansietas (Potter & Perry,
2006).
4. Modulasi
Proses dimana sensasi dari nyeri dihambat atau dimodifikasi disebut
modulasi. Sensasi nyeri diantaranya dapat diatur atau dimodifikasi oleh
substansi yang dinamakan neuromodulator. Neuromodulator merupakan
campuran dari opioid endogen, yang keluar secara alami, seperti morphin
pengatur kimia di ganglia spinal dan otak.

C. TANDA DAN GEJALA NYERI


Tanda dan gejala nyeri ada bermacam–macam perilaku yang tercermin dari
pasien. Secara umum orang yang mengalami nyeri akan didapatkan respon
psikologis berupa :
1. Suara : Menangis, merintih, menghembuskan nafas
2. Ekspresi wajah : menyeringai, menggigit lidah, mengatupkan gigi,
dahi berkerut, menggigit bibir
3. Pergerakan tubuh : gelisah, mondar - mandir, melindungi bagian
tubuh,
immobilisasi, otot tegang.
4. Interaksi sosial : Menghindari percakapan dan kontak sosial,
berfokus aktivitas untuk mengurangi nyeri,
disorientasi waktu (Mohamad, 2012).

D. KLASIFIKASI NYERI
Klasifikasi nyeri secara umum terbagi menjadi 2 yaitu nyeri akut (timbul
mendadak, dengan skala nyeri sedang-berat dan cepat menghilang tidak lebih
dari 6 bulan) dan nyeri kronis (timbul berlahan-lahan, dan berlangsung lama >
6 bulan.
Karakteristik Nyeri Akut Nyeri Kronis

Pengalaman Satu kejadian Satu situasi, status


sumber eksistensi

Serangan Sebab ekternal atau penyakit dari Tidak diketahui, atau


dalam pengobatan yang terlalu
lama

Waktu Sampai 6 bulan Lebih dari 6 bulan

Pernyataan nyeri Daerah nyeri tidak diketahui Daerah nyeri sulit


dengan pasti dibedakan intensitasnya,
sehingga sulit dievaluasi
(perubahan perasaan).

Gejala-gejala Pola respon yang khas dengan Pola respons yang


klinis gejala yang lebih jelas. bervariasi dengan sedikit
gejala, akibat adaptasi

Pola Perjalanan Biasanya berkurang setelah Penderitaan meningkat


beberapa saat setelah beberapa saat

E. PENGUKURAN SKALA NYERI


1. Numeric Rating Scale (NRS)
Pengukuran skala nyeri dapat menggunakan Numeric Rating Scale (NRS).
Klien cukup menggambarkan rasa nyeri dengan menggunakan skala 0 – 10
(Taylor, 2011). Skala NRS paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas
nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik (Potter & Perry, 2006).

Gambar Numeric Rating Scale

2. Wong-Baker Face Pain Rating Scale

Gambar Wong-Baker Face Pain Rating Scale


Selain NRS, pengkajian terhadap nyeri dapat menggunakan Wong-Baker
Face Pain Rating Scale. Wong-Baker Pain Rating Scale adalah metode
penghitungan skala nyeri yang diciptakan dan dikembangkan oleh Donna
Wong dan Connie Baker. Cara mendeteksi skala nyeri dengan metode ini
yaitu dengan melihat ekspresi wajah yang sudah dikelompokkan ke dalam
beberapa tingkatan rasa nyeri.
Saat menjalankan prosedur ini, perawat akan meminta pasien untuk
memilih wajah yang kiranya paling menggambarkan rasa nyeri yang
sedang mereka alami.
Seperti terlihat pada gambar, skala nyeri dibagi menjadi:
· Raut wajah 1, tidak ada nyeri yang dirasakan
· Raut wajah 2, sedikit nyeri
· Raut wajah 3, nyeri
· Raut wajah 4, nyeri lumayan parah
· Raut wajah 5, nyeri parah
· Raut wajah 6, nyeri sangat parah

3. Visual Analog Scale

Gambar Visual Analog Scale


Visual Analog Scale (VAS) adalah cara menghitung skala nyeri yang
paling banyak digunakan oleh praktisi medis. VAS merupakan skala linier
yang akan memvisualisasikan gradasi tingkatan nyeri yang diderita oleh
pasien. Pada metode VAS, visualisasinya berupa rentang garis sepanjang
kurang lebih 10 cm, di mana pada ujung garis kiri tidak mengindikasikan
nyeri, sementara ujung satunya lagi mengindikasikan rasa nyeri terparah
yang mungkin terjadi. Selain dua indicator tersebut, VAS bisa diisi dengan
indikator redanya rasa nyeri.

F. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI


Faktor yang mempengaruhi nyeri menurut Taylor (2011) diantaranya:
1. Budaya
Latar belakang etnik dan warisan budaya telah lama dikenal sebagai faktor
faktor yang mempengaruhi reaksi nyeri dan ekspresi nyeri tersebut.
Perilaku yang berhubungan dengan nyeri adalah sebuah bagian dari proses
sosialisasi. (Kozier, 2010).
2. Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan perbedaan yang telah dikodratkan Tuhan.
Perbedaan antara laki laki dengan perempuan tidak hanya dalam faktor
biologis, tetapi aspek sosial kultural juga membentuk berbagai karakter
sifat gender. Hal ini terjadi karena laki-laki lebih siap untuk menerima
efek, komplikasi dari nyeri sedangkan perempuan suka mengeluhkan
sakitnya dan menangis (Adha, 2014)
3. Usia
Usia dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah waktu hidup atau ada
sejak dilahirkan. Menurut Retnopurwandri (2008) semakin bertambah usia
semakin bertambah pula pemahaman terhadap suatu masalah yang
diakibatkan oleh tindakan dan memiliki usaha untuk mengatasinya.
4. Makna Nyeri
Beberapa klien dapat lebih mudah menerima nyeri dibandingkan klien
lain, bergantung pada keadaan dan interpretasi klien mengenai makna
nyeri tersebut. Seorang klien yang menghubungkan rasa nyeri dengan hasil
akhir yang positif dapat menahan nyeri dengan sangat baik. Sebaliknya,
klien yang nyeri kroniknya tidak mereda dapat merasa lebih menderita.
Mereka dapat berespon dengan putus asa, ansietas, dan depresi karena
mereka tidak dapat mengubungkan makna positif atau tujuan nyeri
(Kozier, 2010)
5. Kepercayaan spiritual
Kepercayaan spiritual dapat menjadi kekuatan yang memengaruhi
pengalaman individu dari nyeri. Pasien mungkin terbantu dengan cara
berbincang dengan penasihat spiritual mereka (Taylor, 2011)
6. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan
dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya pengalihan (distraksi)
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun (Potter & Perry, 2006).
7. Ansietas
Stimulus nyeri mengaktifkan bagian sistem limbik yang diyakini
mengendalikan emosi seseorang, khususnya ansietas (Taylor, 2011).
8. Lingkungan dan dukungan keluarga
Individu dari kelompok sosiobudaya yang berbeda memiliki harapan yang
berbeda tentang orang, tempat mereka menumpahkan keluhan mereka
tentang nyeri, klien yang mengalami nyeri seringkali bergantung pada
anggota keluarga atau teman untuk memperoleh dukungan, bantuan, atau
perlindungan.
9. Pengalaman sebelumnya
Ketika seseorang pernah mengalami nyeri pada masa lalu, maka dimasa
akan datang toleransi terhadap nyeri dapat meningkat.

Anda mungkin juga menyukai