Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN STATUS ASMATIKUS

•OLEH :
•H. MARWANSYAH, S.Kep, Ns, M.Kep
Pengertian
• Status asmatikus adalah asma yang berat dan
persisten yang tidak berespons terhadap terapi
konvensional.
• Status asmatikus adalah suatu keadaan darurat
medik berupa serangan asma berat kemudian
bertambah berat yang refrakter bila serangan 1 –
2 jam pemberian obat untuk serangan asma akut
seperti adrenalin subkutan, aminofilin intravena,
atau antagonis β2 tidak ada perbaikan atau malah
memburuk
Etiologi
Asma adalah suatu obstruktif jalan nafas yang
reversibel yang disebabkan oleh :
• 1. Kontraksi otot di sekitar bronkus sehingga
terjadi penyempitan jalan nafas.
• 2. Pembengkakan membran bronkus.
• 3. Terisinya bronkus oleh mukus yang kental.
Patofisiologi
Manifestasi klinis
• Batuk, dyspnoe (sesak nafas), dan wheezing (terengah-engah).
• Pada sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada
penderita yang sedang bebas serangan tidak ditemukan gejala
klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas
cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyangga ke
depan serta tampak otot-otot bantu pernafasan bekerja dengan
keras.
• Asma akut berat yang mengancam jiwa terutama terjadi pada
penderita usia pertengahan atau lanjut, menderita asma yang
lama sekitar 10 tahun, pernah mengalami serangan asma akut
berat sebelumnya dan menggunakan terapi steroid jangka
panjang. Asma akut berat yang potensial mengancam jiwa,
mempuyai tanda dan gejala sebagai berikut.
Lanjutan manifestasi klinis…
• Bising mengi dan sesak napas berat sehingga tidak mampu
menyelesaikan satu  kalimat dengan sekali napas, atau kesulitan
dalam bergerak.
• Frekuensi napas lebih dari 25 x / menit
• Denyut nadi lebih dari 110x/menit
• Arus puncak ekspirasi ( APE ) kurang dari 50 % nilai dugaan atau nilai
tertinggi yang pernah dicapai atau kurang dari 120 lt/menit
• Penurunan tekanan darah sistolik pada waktu inspirasi. Pulsus
paradoksus, lebih dari 10 mmHg.

Menurut Corwin 2001. hal 431. adalah:


• Dipsnea  berat
• Retraksi dada
• Napas cuping hidung
• Whizzing
• Pernapasan dangkal dan cepat
Komplikasi
• 1.    Pencetus serangan (alergen, emosi/stress, obat-obatan,
infeksi).
• 2.    Kontraksi otot polos.
• 3.    Edema (penimbunan cairan yang berlebih didalam jaringan)
mukusa.
• 4.    Hipersekresi (sekresi yang berlebih).
• 5.    Penyempitan saluran pernapasan (obstruksi).
• 6.    Hipoventilasi (keadaan nafas yang lambat dan dangkal).
• 7.    Distribusi ventilasi tak merata dengan sirkulasi darah paru
• 8.    Gangguan difusi gas di alveoli
• 9.    Hipoxemia (keadaan kadar oksigen yang menurun dalam
darah).
• 10.     Hiperkarpia
Ada beberapa tingkatan penderita asma
Tingkat I : Tingkat IV :
Secara klinis normal tanpa kelainan
pemeriksaan fisik dan fungsi paru. a.
Klien mengeluh batuk, sesak nafas
a.
Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat dan nafas berbunyi wheezing.
alamiah maupun dengan test provokasi b.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru
bronkial di
didapat tanda-tanda obstruksi jalan
laboratorium.
nafas.
Tingkat II :
b.
Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik Tingkat V :
tapi fungsi paru menunjukkan adanya tanda- c.
Status asmatikus yaitu suatu keadaan
tanda obstruksi jalan nafas (batuk, sesak nafas,
wheezing). darurat medis berupa serangan asma
c.
Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh akut yang berat bersifat refrakter
serangan. (tak beraksi) sementara terhadap
pengobatan yang lazim dipakai.
Tingkat III : d.
Asma pada dasarnya merupakan
d.
Tanpa keluhan.
penyakit obstruksi jalan nafas yang
e.
Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan
adanya obstruksi jalan nafas.
reversibel
f.Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak
diteruskan mudah diserang kembali.
Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang seperti :
1. Spirometri (pengukuran kapasitas udara paru) :
• Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2. Tes provokasi :
• Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
• a) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes
spirometri.
• b) Tes provokasi bronkial seperti :
Tes provokasi histamin (suatu senyawa amin depressor yang didapat dengan
dekarboksilasi histidin), metakolin, alergen, kegiatan jasmani, hiperventilasi
(keadaan nafas yang cepat) dengan udara dingin dan inhalasi (penghirupan)
dengan aqua destilata.
3. Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E
(immunoglobulin, protein penting dalam mekanisme
imunologis) yang spesifik dalam tubuh.
4.  Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E
spesifik dalam serum.
5.  Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto
dada normal.
6.  Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
7.  Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
8.  Pemeriksaan sputum.
9.  Pemeriksaan fungsi paru adalah cara yang
paling akurat dalam mengkaji obstruksi jalan napas
akut. Fungsi paru yang rendah mengakibatkan dan
menyimpangkan gas darah ( respirasi asidosis)
mungkin menandakan bahwa pasien menjadi lelah
10.  Pemeriksaan gas darah arteri (AGD) dilakukan jika pasien
tidak mampu melakukan maneuver fungsi pernapasan karena
obstruksi berat atau keletihan, atau bila pasien tidak berespon
terhadap tindakan. Respirasi alkalosis ( CO2 rendah ) adalah
temuan yang paling umum pada pasien asmatik.
Peningkatan PCO2 (ke kadar normal atau kadar yang
menandakan respirasi asidosis) seringkali merupakan tanda
bahaya serangan gagal napas. Adanya hipoksia berat, PaO2 <
60 mmHg serta nilai pH darah rendah.
11.   Arus puncak ekspirasi (APE) mudah diperiksa dengan alat
yang sederhana, flowmeter dan merupakan data yang objektif
dalam menentukan derajat beratnya penyakit. Dinyatakan
dalam presentase dari nilai dungaan atau nilai tertinggi yang
pernah dicapai. Apabila kedua nilai itu tidak diketahui dilihat
nilai mutlak saat pemeriksaan.
12.  Pemeriksaan foto thoraks
• Pemeriksaan ini terutama dilakukan untuk melihat hal – hal yang
ikut memperburuk atau komplikasi asma akut yang perlu juga
mendapat penanganan seperti atelektasis, pneumonia, dan
pneumothoraks.
• Pada serangan asma berat gambaran radiologis thoraks
memperlihatkan suatu hiperlusensi, pelebaran ruang interkostal
dan diagfragma yang menurun. Semua gambaran ini akan hilang
seiring dengan hilangnya serangan asma tersebut
13.  Elektrokardiografi
• Tanda-tanda abnormalitas sementara dan reversible setelah
terjadi perbaikan klinis adalah gelombang P meninggi ( P
pulmonal ), takikardi dengan atau tanpa aritmea
supraventrikuler, tanda – tanda hipertrofi ventrikel kanan dan
defiasi aksis ke kanan.
Penatalaksanaan
• Perhatian khusus harus diberikan dalam perawatan, sedapat mungkin
dirawat oleh dokter dan perawat yang berpengalaman.
• Penderita status asmatikus yang dirawat inap di ruangan, setelah dikirim
dari UGD dilakukan penatalaksaanan sebagai berikut :
1.    Pemberian terapi oksigen dilanjutkan
• Terapi oksigen dilakukan mengatasi dispnea, sianosis, dan hipoksemia.
Oksigen aliran rendah yang dilembabkan baik dengan masker Venturi atau
kateter hidung diberikan. Aliran oksigen yang diberikan didasarkan pada
nilai – nilai gas darah. PaO2dipertahankan antara 65 dan 85 mmHg.
Pemberian sedative merupakan kontraindikasi. Jika tidak terdapat respons
terhadap pengobatan berulang, dibutuhkan perawatan di rumah sakit.
2.    Agonis β2
• Dilanjutkan dengan pemberian inhalasi nebulasi 1 dosis tiap jam, kemudian
dapat diperjarang pemberiannya setiap 4 jam bila sudah ada perbaikan
yang jelas. Sebagian alternative lain dapat diberikan dalam bentuk inhalasi
dengan nebuhaler /volumatic atau secara injeksi. Bila terjadi perburukan,
diberikan drips salbutamol atau terbutalin.
Masker venturi
3.    Aminofilin
• Diberikan melalui infuse / drip dengan dosis 0,5 – 0,9 mg/kg BB / jam.
Pemberian per drip didahului dengan pemberian secara bolus apabila belum
diberikan. Dosis drip aminofilin direndahkan pada penderita dengan penyakit
hati, gagal jantung, atau bila penderita menggunakan simetidin,
siprofloksasin atau eritromisin.
• Dosis tinggi diberikan pada perokok. Gejala toksik pemberian aminofilin perlu
diperhatikan. Bila terjadi mual, muntah, atau anoreksia dosis harus
diturunkan. Bila terjadi konfulsi, aritmia jantung drip aminofilin segera
dihentikan karena terjadi gejala toksik yang berbahaya.
4.    Kortikosteroid
• Kortikosteroid dosis tinggi intravena diberikan setiap 2 – 8 jam tergantung
beratnya keadaan serta kecepatan respon. Preparat pilihan adalah
hidrokortison 200 – 400 mg dengan dosis keseluruhan 1 – 4 gr / 24 jam.
• Sediaan yang lain dapat juga diberikan sebagai alternative adalah
triamsiolon 40 – 80 mg, dexamethason / betamethason 5 – 10 mg. bila tidak
tersedia kortikosteroid intravena dapat diberikan kortikosteroid per oral yaitu
predmison atau predmisolon 30 – 60 mg/ hari.
5.    Antikolonergik
• Iptropium bromide dapat diberikan baik sendiri maupun dalam
kombinasi dengan agonis β2 secara inhalasi nebulisasi terutama
penambahan – penambahan ini tidak diperlukan bila pemberian
agonis β2 sudah memberikan hasil yang baik.
6. Pengobatan lainnya
a)    Hidrasi dan keseimbangan elektrolit
• Dehidrasi hendaknya dinilai secara klinis, perlu juga pemeriksaan
elektrolit serum, dan penilaian adanya asidosis metabolic. Ringer
laktat dapat diberikan sebagai terapi awal untuk dehidrasi dan pada
keadaan asidosis metabolic diberikan Natrium Bikarbonat.
b)   Mukolitik dan ekpetorans
• Walaupun manfaatnya diragukan pada penderita dengan obstruksi
jalan napas berat ekspektorans seperti obat batuk hitam dan gliseril
guaikolat dapat diberikan, demikian juga mukolitik bromeksin
maupun N-asetilsistein.
c)    Fisioterapi dada
• Drainase postural, fibrasi dan perkusi serta teknik
fisioterapi lainnya hanya dilakukan pada penderita
hipersekresi mucus sebagai penyebab utama eksaserbasi
akut yang terjadi.
d)  Antibiotic
• Diberikan kalau jelas ada tanda – tanda infeksi seperti
demam, sputum purulent dengan neutrofil leukositosis.
e)  Sedasi dan antihistamin
• Obat – obat sedative merupakan kontraindikasi, kecuali di
ruang perawatan intensif. Sedangkan antihistamin tidak
terbukti bermanfaat dalam pengobatan asma akut berat
malahan dapat menyebabkan pengeringan dahak yang
mengakibatkan sumbatan bronkus.
ASUHAN KEPERAWATAN STATUS ASMATIKUS

Klik disini

Anda mungkin juga menyukai