Anda di halaman 1dari 16

1.

Konsep Keluarga
1.1 Definisi Keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat yang terjadi interaksi antara
anak dan orang tuanya. Dan keluarga bisa terdiri dari atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dalam satu rumah, satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan (Ali, Zaidin 2009).
Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang di ikat oleh hubungan
darah, perkawinan atau adopsi, dan setiap anggota keluarga selalu berinteraksi satu
dengan yang lain (Harmoko, 2012).
Keluarga juga terdiri dari dua atau lebih individu yang bergantungan yang berbagi
tempat tinggal satu rumah untuk menciptakan, mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, emosional, rasa kasih sayang dan kepemilikan yang sama terlihat
dalam posisi (Deborah, 2020).
Dukungan keluarga merupakan unsur terpenting dalam membantu individu
meyelesaikan masalah, penderita asam urat sampai saat ini merasa keluarga merupakan
tempat berlindung yang paling disukai.
1.2 Tipe Keluarga
Tipe tradisional menurut wahyu 2016 di kelompokkan menjadi:
1. Keluarga inti yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak (anak kandung
atau anak angkat)
2. Keluarga besar yaitu keluarga inti di tambah dengan keluarga lain yang masih
mempunyai hubungan darah, misalnya kakek, nenek, paman dan bibik.
3. Keluarga dyad yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri tanpa anak.
4. Single parent yaitu keluarga yang terdiri dari satu orang tua dengan anak kandung
dan anak angkat.
5. Keluarga usia lanjut yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri yang berusia
lanjut.
1.3 Fungsi Keluarga
Friedman membagi fungsi keluarga menjadi 5, yaitu:
1. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan psikososial anggota keluarga
mengembangkan gambaran diri yang positif, kemampuan menjalani secara lebih
akrab, dan penuh rasa kasih sayang, serta keluarga dengan penderita hipertensi
peduli keluarga terhadap emosional semua anggota keluarganya.
2. Fungsi sosialisasi proses perkembangan dan perubahan yang dilakukan individu
untuk pemenuhan psikososial sehingga tercapai kebahagiaan keluarga berlangsung
seumur hidup. dan indindu tersebut melaksanakan perannya dalam lingkungan
sosial. Penderita sam urat melaksanakan sosialisai dengan anggota keluarga dan
belajar displin, norma budaya, dan perilaku melalui interaksi dalam keluarga,
sehingga individu mampu berperan di dalam masyarakat.
3. Fungsi reproduksi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya
manusia untuk masa depan.
4. Fungsi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi seperti
makanan, pakaian, perumahan, dan lain-lain.
5. Fungsi perawatan kesehatan menyediakan segala perawatan kesehatan untuk
mengetahui tentang status kesehatan keluarga di dalamnya, dan di dalam keluarga
ada yang menderita asam urat anggota keluarga mengenal dan paham dengan
penyakitnya maka keluarga akan mengambil sikap dan tindakan untuk segera
merawat anggota keluarganya (Friedman 2010).
1.4 Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan
Dengan mengenal masalah kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan yang
tepat, memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan atau
menciptakan suasana rumah yang sehat, mempertahankan hubungan dengan
menggunakan fasilitas kesehatan masyarat (Andarmoyo 2012).
2 . Konsep Dukungan Keluarga
2.1 Pengertian Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga merupakan sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap
anggota keluarganya, berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan
instrumental dan dukungan informasional (Friedman 2010). Dukungan keluarga suatu
bentuk bantuan yang diberikan salah satu anggota keluarga untuk memberikan
kenyamanan fisik dan psikologis pada saat seseorang mengalami sakit (Muklisin 2012).
2.2 Jenis Dukungan Keluarga
Menurut Harnilawati 2013 ada 4 dukungan keluarga, terdiri dari :
1. Dukungan Emosional
Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai,
empati, rasa percaya dan perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa
berharga. Pada dukungan emosional anggota keluarga yang menderita asam urat
menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat pada anggota keluarga
yang sakit.
2. Dukungan Penghargaan
Keluarga bertindak sebagai sistem pembimbing umpan balik, membimbing, dan
pemecahan masalah, Dukungan penghargaan terjadi melalui ekspresi penghargaan
yang positif melibatkan pernyataan setuju dan panilaian positif terhadap ide-ide
dan perasaan orang lain yang berbanding positif antara individu dengan orang lain
sehingga anggota keluarga yang sakit asam urat juga sebagai bentuk penerimaan
kekurangan dan kelebihan serta penghargaan terhadap keberadaan dirinya.
3. Dukungan Instrumental
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan
finansial dan material berupa bantuan nyata berupa kondisi dimana benda atau jasa
aka nmembantu memecahkan masalah praktis, termasuk di dalam nya bantuan
langsung, seperti saat keluarga yang sakit asam urat keluarga dapat memberi atau
meminjamkan uang kepadanya untuk berobat dan membantu pekerjaan sehari-hari,
menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat sakit.
4. Dukungan Informasional
Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama,
termasuk di dalamnya memberikan solusi, nasehat, pengarahan, saran atau umpan
balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Dukungan informasi ini
diberikan untuk membantu mengambil keputusan kepada anggota yang sakit.
2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga
Menurut Deborak 2020 faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga.
1. Faktor Internal
a. Pendidikan dan Tingkat Pengetahuan
Keyakinan individu tentang adanya dukungan keluarga yang terdiri dari
pendidikan, pengetahuan dan pengalaman masa lalu. Individu akan mendapat
dukungan keluarga untuk menjaga kesehatannya sesuai dengan pengetahuan
yang dimilikinya.
b. Emosi
Emosi merupakan respon stress yang dapat mempengaruhi keyakinan
seseorang terhadap dukungan keluarga. Emosi akan mempengaruhi koping
seseorang, sehingga seseorang yang mempunyai koping maladaptif maka
merasa dirinya tidak mempunyai dukungan keluarga.
c. Spiritual
Nilai dan keyakinan yang dilaksanakan oleh individu dan keluarga berpengaruh
terhadap dukungan keluarga. Semakin tinggi nilai spiritual yang dimiliki
individu semakin besar dukungan keluarga yang diberikan
d. Tahapan perkembangan
Tahapan perkembangan dapat ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah
pertumbuhan dan perkembangan dengan demikian rentang usia bayi-lansia
memiliki pemahaman dan responden terhadap perubahan kesehatan yang
berbeda-beda.
2. Faktor Eksternal
a. Sosial Ekonomi
Meningkatkan resiko terjadinya peyakit karena bergantung pada tingkat
pendapatan keluarga. Seseorang yang tingkat sosialnya tinggi akan segera
merespon penyakitnya serta keluarga yang sangat mempedulikannya begitupun
sebaliknya.
b. Budaya
Nilai atau kebiasaan individu dalam memberikan dukungan keluarga kepada
anggota keluarga yang sakit. Seseorang yang mempunyai kebiasaan pergi ke
pelayanan kesehatan akan selalu dilakukan oleh anggota keluarga yangl ain.
2.4 Manfaat Dukungan Keluarga
Dukungan keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa hidupnya, sifat
dan jenis kehidupan, dukungan keluarga membuat kelaurga mampu berfungsi dengan
berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan
adaptasi keluarga. (Friedman, 2010)

3.1Definisi Hipertensi

Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan
tekanan diastolic lebih dari 90 mmHg, berdasarkan pada dua kali pengukuran atau lebih.
Hipertensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
 Normal: sistolik kurang dari 120 mmHg distolik kurang dari 80 mmHg.
 Prahipertensi: sistolik 120 sampai 139 mmHg diastolic 80 sampai 89 mmHg.
 Stadium 1: sistolik 140 sampai 159 mmHg diastolic 90 sampai 99 mmHg.
 Stadium 2: sistolik lebih dari 160 mmHg diastolic sebih dari 100 mmHg.
Hipertensi adalah faktor risiko utama untuk penyakit kardiovaskuler aterosklerotik,
gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Hipertensi menimbuklan resiko morbiditas atau
mortalitas dini, yang meningkat saat tekanan darah sistolik dan diastolic meningkat.
Peningkatan tekanan darah yang berkepanjangan merusak pembuluh darah di organ
target (jantung, ginjal, otak, dan mata).
A. Hipertensi Esensial (Primer)
Pada populasi dewasa dengan hipertensi, antara 90% dan 95% mengalami
hipertensi esensial (primer), yang tidak memiliki penyebab medis yang dapat
diidentifikasi; agaknya kondisi ini bersifat poligenik multifactor. Tekanan darah
tinggi dapat terjadi apabila resistensi perifer dan/atau curah jantung juga meningkat
sekunder akibat peningkatan stimulasi simpatik, peningkatan reabsorbsi natrium
ginjal, peningkatan aktivitas sistem rennin-angiotensin-aldosteron, penurunan
vasodilatasi arteriol atau resistensi terhadap kerja insulin.
Kedaruratan dan urgensi hipertensi dapat terjadi pada pasien yang tidak
mengontrol hipertensinya dengan baik, yang hipertensinya tidak terdiagnosis, atau
pada mereka yang menghentikan pengobatan secara mendadak (lihat Kotak H-1).
B. Hipertensi sekunder
Merupakan 10% dari seluruh kasus hipertensi adalah hipertensi sekunder,
yang didefinisikan sebagai peningkatan tekana darah karena suatu kondisi fisik yang
ada sebelumnya seperti penyakit ginjal atau gangguan tiroid, faktor pencetus
munculnya hipertensisekunder antara lain penggunaa kontrasepsi oral,coarctation
aorta, neorogenik, kehamilan, peningkatan volume intravaskuler, luka bakar, dan
stress.

3.2 Etiologi
Etiologi yang pasti dari hipertensi esensial belum diketahui. Namun, sejumlah
interaksi beberapa energi homeostatik saling terkait. Defek awal diperkirakan pada
mekanisme pengaturan cairan tubuh dan tekanan oleh ginjal. Faktor hereditas berperan
penting bilamana ketidakmampuan genetik dalam mengelolah kadar natrium normal.
Kelebihan intake natrium dalam diet dapat meningkatkan volume cairan curah jantung.
Pembuluh darah memberikan reaksi atas peningkatan tahanan perifer. Tekanan darah
tinggi adalah hasil awal dari peningkatan curah jantung yang kemudian dipertahankan
pada tingkat yang lebih tinggi sebagai suatu timbal balik peningkatan tahanan perifer.
Etiologi hipertensi sekunder pada umumnya diketahui. Berikut ini beberapa kondisi
yang menjadi penyebab terjadinya hipertensi sekunder.
1. Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen).
Oral kontrasepsi yang berisi estrogen dapat menyebabkan hipertensi melalui
mekanisme Renin-aldosteron-mediated volume ekspansion. Dengan penghentian oral
kontrasepsi, tekanan darah normal kembali setelah beberapa bulan.
2. Penyakit parenkim dan vaskular ginjal
Merupakan penyebab utama hipertensi sekunder. Hipertensi renovaskular
berhubungan dengan penyempitan satu atau lebih arteri besar yang secara langsung
membawa darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada klien dengan hipertensi
disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous displasia (pertumbuhan abnormal jaringan
fibrous). Penyakit ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi, dan perubahan struktur,
serta fungsi ginjal.
3. Gangguan endokrin
Disfungsi medula adrenal atau korteks adrenal dapat menyebabkan hipertensi
sekunder. Adrenal-mediated hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron,
kortilos, dan katekolamin. Pada aldosteronisme primer, kelebihan aldosteron
menyebabkan hipertensi dan benign adenoma korteks adrenal. Pheochromocytomas
pada medulaadrenal yang paling umum dan meningkatkan sekresi katekolamin yang
berlebihan. Pada Sindrom Cushing, kelebihan glukokortikoid yang diekskresi dari
korteks adrenal. Sindrom Cushing’s mungkin disebabkan oleh hiperplasi
adrenokortikal atau adenoma adrenokortikal.
4. Coarctation aorta
Merupakan penyempitan aorta kongenital yang mungkin terjadi beberapa
tingkat pada aorta torasik atau aorta abdominal. Penyempitan menghambat aliran
darah melalui lengkung aorta dan mengakibatkan peningkatan tekanan darah di atas
area kontriksi.
5. Neurogenik: tumor otak, encephalitis, dan gangguan psikiatrik
6. Kehamilan
7. Luka bakar
8. Peningkatan volume intravaskular
9. Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin. Peningkatan
katekolamin menyebabkan iritabilitas miokardial, meningkatkan denyut jantung, dan
menyebabkan vasokontriksi, yang mana pada akhirnya meningkatkan tekanan darah.

3.3 Patofisiologi
Tekanan arteri sistemik adalah hasil dari perkalian cardiac output (curah jantung)
dengan total tahanan perifer. Cardiac output diperoleh dari perkalian antara stroke volume
dengan heart rate (denyut jantung). Pengaturan tahanan perifer di pertahankan oleh sistem
saraf otonom dan sirkulasi hormon.
Empat sistem kontrol yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah antara lain
sistem baroreseptop arteri, pengaturan volume cairan, sistem renin angiotensin dan
autoregulasi vaskuler.
a. Baroreseptop Arteri
Baroreseptop arteri terutama ditemukan di sinus carotid, tapi juga dalam aorta
dan dinding ventrikel kiri. Baroreseptor ini memonitor derajat tekanan arteri . sistem
baroreseptor meniadakan peningkatan tekanan arteri melalui mekanisme perlambatan
jantung oleh respons vagal (stimulasi parasimpatis) dan vasodilatasi dengan
penurunan tonus simpatis.
Oleh karena itu, refleks kontrol sirkulasi meningkatkan tekanan arteri sistemik
bila tekanan baroreseptor turun dan menurunkan tekanan arteri sistemik bila tekanan
baroreseptor meningkat. Alasan pasti mengapa kontrol ini gagal pada hipertensi
belum diketahui. Hal ini ditujukan untuk menaikkan re-setting sensitivitas
baroreseptor sehingga tekanan meningkat secara tidak adekuat, sekalipun penurunan
tekanan tidak ada.
b. Pengaturan Volume Cairan
Perubahan voleme cairan mempengaruhi tekanan arterisistemik. Bila tubuh
mengalami kelebihan garam dan air. Tekanan darah meningkat melalui mekanisme
fisiologi kompleks yang mengubah aliran balik vena ke jantung dan mengakibatkan
peningkatan curah jantung. Bila ginjal berfungsi secara adekuat , peningkatan tekanan
arteri mengakibatkan diuresis dan penurunan tekanan darah. Kondisi patologis yang
mengubah ambang tekanan pada ginjal dalam mengekskresikan garam dan air akan
meningkatkan tekanan arteri sistemik.
c. Sistem Renin Angiotensin
Renin dan angiotensin memegang peranan dalam pengaturan tekanan darah.
Ginjal memproduksi renin yaitu suatu enzim yang bertindak pada substrat protein
plasma untuk memisahkan angiotensin I, yang kemudian diubaholeh converting
enzym dalam paru menjadi bentuk angiotensin II kemudian menjadi angitensin III.
Angiotensin II dan III mempunyai aksi vasokonstriktor yang kuat pada pembuluh
darah dan merupakan mekanisme kontrol terhadap pelepasan aldosteron.
d. Autoregulasi Vaskuler
suatu proses yang mempertahankan perfusi jaringan dalam tubuh relatif
konstan. Jika aliran berubah, proses-proses autoregulasi akan menurunkan tahan
veskuler dan mengakibatkan pengurangan aliran, sebaliknya akan meningkatkan
tahan vaskuler sebagai akibat dari peningkatan aliran. Autoregulasi vaskuler nampak
menjadi mekanisme penting dalam menimbulkan hipertensi berkaitan dengan
overload garam dalam air.

3.4 Manifestasi Klinis


1) Pemeriksaan fisik dapat mengungkap bahwa tidak ada abnormalitas lain selain
tekanan darah tinggi
2) Perubahan pada retini disertai dengan hemoragi, eksudat, prnyempitan arteriol, dan
bintik katun-wol (cotton-wool) (infarksio kecil), dan papiledema dapat terlihat pada
kasus hipertensi berat
3) Gejala biasanya mengindikasikan kerusakan vascular yang berhubungan dengan
sistem organ yang dialiri oleh pembulu sarah yang terganggu
4) Penyakit arteri koroner dengan angina atau infark miokardium adalah dampak yang
paling sering terjadi
5) Hipertrofi ventrikel kiri dapat terjadi; berikutnya akan terjadi gagal jantung
6) Perubahan patologis dapat terjadi diginjal (nokturia dan peningkatan BUN dan kadar
kreatinin)
7) Dapat terjadi gangguan serebrovaskular (stroke atau serangan iskemik transien [TIA]
(yaitu perubahan dalam penglihatan atau kemampuan bicara, pening, kelelahan, jatuh
mendadak, atau hemiplegia transien atau permanen)
3.5 Klasifikasi
Secara klinis derajat hipertensi dapat dikelompokkan sesuai dengan rekomendasi dari :
The Sixth Report og The Join National Committee, Prevention, Detection, And Treatment
Of High Blood Pressure” sebagai berikut:

No Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)


1. Optimal <120 <80
2. Normal 120-129 80-84
3. High Normal 130-139 85-89
4. Hipertensi
5. Grade I (ringan) 140-159 90-99
6. Grade II (sedang) 160-179 100-109
7. Grade III (berat) 180-209 100-119
8. Grade IV (sangat berat) >210 >120

3.6 Komplikasi
Meningkatnya tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya gejala pada
hipertensi esensial. Kadang-kadang hipertensi sesnsial berjalan tanpa gejala dan baru
timbul gejala setelah komplikasi pada organ sasaran seperti pada ginjal, otak, mata, dan
jantung. Gejala-gejala seperti sakit kepala, mimisan, pusing, migrain sering ditemukan
sebagai gejala klinis hipertensi essensial.
Pada survei hipertensi di Indonesia tercatat gejala-gejala pusing, mudah marah,
telinga berdengung, mimisan (jarang), sukar tidur, sesak nafas, rasa berat di tengkuk,
mudah lelah, dan mata berkunang-kunang.
Gejala akibat komplikasi hipertensi yang pernah dijumpai adalah : gangguan
penglihatan , gangguan saraf, gangguan otak(serebral), yang mengakibatkan kejang dan
pendarahan pembuluh darah otak yang mengakibatkan kelumpuhan. Gangguan kesadaran
hingga koma, sebelum bertambah parah dan terjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal,
serangan jantung, stroke, lakukan pencegahan dan pengendalian hipertensi dengan
merubah gaya hidup dan pola makan. Beberapa kasus hipertensi erat kaitannya dengan
gaya hidup tidak sehat, seperti kurang olahraga, stress, minum-minuman, alkohol,
merokok, dan kurang istirahat. Kebiasan makan juga perlu di waspadai. Pembatasan
asupan natrium, sangan disarankan karena terbukti baik untuk kesehatan penderita
hipertensi.
Dalam perjalanannya penyakit ini termasuk penyakit kronis yang dapat menyebabkan
berbagai macam komplikasi antara lain:
1. Stroke
2. Gagal jantung
3. Gagal ginjal
4. Gangguan pada mata

3.7 Penatalaksanaan Medis


Tujuan setiap program terapi adalah untuk mencegah kematian dan komplikasi
dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah arteri pada atau kurang dari 140/90
mmHg (130/80 mmHg untuk penderita diabetes militus atau penderita penyakit ginjal
kronis), kapan pun jika memungkinkan.
 Pendekatan nonfarmakologis mencakup penuruna berat badan; pembatas alcohol dan
natrium; olahraga teratur dan relaksasi. Diet DASH (Dietary Appro-aches to Stop
Hypertension) tinggi buah, sayuran, dan produk susu rendah lemah telat terbukti
menurunkan tekanan darah tinggi.
 Pilih kelas obat yang memiliki efektivitas terbesar, efek samping terkecil, dan
peluang terbesar untuk diterima oleh pasien. dua kelas obat tersedia sebagai terapi
lini pertama: diuretic dan penyekat beta.
 Tingkatan kepatuhan dengan menghindari jadwal obat yang kompleks.

3.8 Pengobatan
Bagi orang yang sudah terkena hipertensi, maka pengobatan menjadi cara yang paling
tepat untuk dilakukan agar risiko akan penyakit ini tidak semakin parah. Untuk metode
pengobatan hipertensi sendiri sebenarnya dapat dimulai dengan mengubah atau
menerapkan gaya hidup yang lebih sehat.
Di mana cara ini lebih efektif dibanding motode pengobatan medis. Namun meskipun
begitu, pengobatan medis tetap saja dibutuhkan agar seseorang dapat sembuh dari
penyakit hipertensi yang dideritanya. Selain menerapkan gaya hidup sehat, beberapa obat
ini juga dapat dikonsumsi untuk menurunkan tekanan darah tinggi seseorang, yaitu:
1. Kalsium Channel Blocker
Obat ini dapat dikonsumsi untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Di mana
cara kerja dari obat ini adalah dengan menghambat gerakan kalsium ke dinding
pembuluh darah dan sel jantung lainnya. Sehingga jantung akan lebih mudah
memompa darah ke seluruh tubuh.
2. ACE atau Angiotensin Converting Anzyme Inhibitor
Obat ini memiliki kinerja untuk memperlebar bagian pembuluh darah untuk
meningkatkan jumlah darah yang akan dipompa jantung ke seluruh tubuh.
3. ARB atau Angiotensin II Receptor Blocker
Kinerja dari obat ini hampir sama dengan ECE, namun mekanisme kerjanya
berbeda. Sehingga bisa menjadi obat pelengkap untuk seseorang yang terkena tekanan
darah tinggi.
4. Beta Blokers
Obat ini dapat dikonsumsi oleh penderita tekanan darah tinggi dengan sistem
kerja memblokir efek yang ditimbulkan dari sistem saraf simpatik yang menuju pada
jantung.
5. Diuretik
Obat ini juga dikenal dengan istilah pil air, yaitu obat yang digunakan untuk
membuang air atau garam yang tidak dibutuhkan dan tidak terbuang bersama urine.
6. Suplemen Minyak Ikan atau Omega 3. Mengkonsumsi suplemen minyak ikan atau
omega 3 dapat menurunkan tekanan darah seseorang.
Selain itu, juga bisa mengonsumsi makanan yang bisa menurunkan tekanan
darah tinggi atau penyakit hipertensi, seperti sayuran hijau, buah berries, oatmeal,
yoghurt, susu krim, biji-bijian, pisang, salmon atau ikan segar yang mengandung
omega 3, bawang putih, minyak zaitun, cokelat hitam, dan buah delima.

3.9 Asuhan Keperawatan


A. PENGKAJIAN
1. Keluhan: fatigue, lemah, dan sulit bernafat. Temuan fisik meliputi pengkajian
frekuensi denyut jantung, disritmia, dan takipnea.
2. Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit katup jantung, penyakit jantung koroner
atau stroke, episode palpitasi , serta berkeringat banyak
Temukan fisik meliputi hal-hal berikut ini:
a. Tekanan darah tinggi (diukur secara serial)
b. Hipotensi postural akibat kebiasaan minum obat tertentu
c. Nadi: meningkat pada arteri karotis, jugularis, pulsasi radialis; perbedaan
denyut nadi atau tidak ada denyut nadi pada beberapa area seperti arteri
poplitea, posterior tibia
d. Denyut apikal bergeser dan/atau kuat angkat
e. Denyut jantung takikardi, distritmia
f. Bunyi jantung, S2 mengeras, S3 (gejala CHF dini)
g. Murmur, dapat terdengan jika ada stenosis atau insufisiensi katup
h. Vascular bruit: terdengar diatas karotis, femoral, atau epigastrium (arteri
stenosis), distensi vena jugularis (kongesti vena)
i. Perifer: suhu kulit dingin, warna kulit pucat, pengisian kapiler lambat (>2
detik), sianosis, diafosis, atau flushing (pheochromocytoma)
3. Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, rasa marah kronis (mungkin
mengindikasikan gangguan cerebral). Temuan fisik meliputi kegelisahan,
penyempitan lapang perhatian, menangis, otot wajah tegang terutama disekitar mata,
menarik nafas panjang, dan pola bicara cepat
4. Riwayat penyakit ginjal (obstruksi atau infeksi).temuan fisik: produksi urine <50
ml/jam atau oliguri
5. Riwayat mengonsumsi makanan tinggi lemak atau kolesterol, tinggi garam, dan tinggi
kalori. Selain itu, juga melaporkan mual, muntah, perubahan berat badan, dan riwayat
pemakaian diuretik. Temuan fisik meliputi berat badan normal atau obesitas, edema,
kongesti vena, distensi venajugularis, dan glikosuria (riwayat diabetes militus)
6. Neurosensori: melaporkan serangan pising/pening, sakit kepala berdenyut di
suboksipitas, episode mati-rasa, atau kelumpuhan salah satu sisi badan. Gangguan
visual (diplopia-pandangan ganda atau pandangan kabur) dan episode epistaksis
Temuan fisik: perubahan status mental meliputi kesadaran, orientasi, isi dan pola
pembicaraan, afek yang tidak tepat, proses fikir dan memori
Respon motorik: penurunan refleks tendon, tangan menggenggam
Fundus optik: pemeriksaan retina dapat ditemukan penyempitan atau sklerosis arteri,
edema atau papiladema (eksudat atau hemoragi) tergantug derajat dan lamanya
hipertensi
7. Melaporkan angina, nyeri intemiten pada paha-claudication (indikasi arteriosklerosis
pada ekstermitas bawah), sakit kepala hebat di oksipital, nyeri atau teraba massa di
abdomen (pheochromocytoma)
8. Respirasi: mengeluh sesak nafas saat aktivitas, takipnea, orthopnea, PND, batuk
dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok. Temuan fisik meliputi sianosis,
penggunaan obat bantu pernapasan, terdengan suara napas tambahan (ronchi, rales,
wheezing)
9. Melaporkan adanya gangguan koordinasi, paresthesia unilateral transient episodic,
penggunaan kontrasepsi oral.
B. Pemeriksaan Diagnostik
1. Hitung darah lengkap meliputi pemeriksaan hemoglobin, hemotokrit untuk
menilai viskositas dan indikator faktor risiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2. Kimia darah
a. BUN, kreatinin: peningkatan kadar menandakan penurunan perfusi atau faal
renal
b. Serum glukosa, hiperglisemia (diabetes melitus adalah presipitator
hipertensi)akibat dari peningkatan kadar katekolamin.
c. Kadar kolesterol atau trigliserida: peningkatan kadar mengindikasikan
predisposisi pembentukan plaque atheromatus.
d. Kadar serum aldosteron: menilai adanya aldosteronisme primer.
e. Studi tiroid (T3 dan T4) menilai adanya hipertirodisme yang berkontribusi
terhadap vasokontriksi dan hipertensi.
f. Asam urat: hiperurucemia merupakan implikasi faktor resiko hipertensi.
3. Elektrolit
a. Serum potasium atau kalium
b. Serum kalsium bila meningkat berkontribusi terhadap hipertensi.
4. Urine
a. Analisa urine adanya darah, protein, glukosa dalam urine mengidentifikasi
disfungsi renal atau diabetes.
b. Urine VMA (catecholamine metabolite): peningkatan kadar mengidentifikasi
adanya pheochromacytoma.
c. Steroid urine: peningkatan kadar mengidentifikasi hiperadrenalisme,
pheochromacytoma, atau disfungsi pituitary, sindrom cushing’s: kadar renin
juga meningkat.
5. Radiologi
a. Intra venous pyelografi (IVP): mengidentifikasi penyebab hipertensi seperti
renal pharenchymal disease, urolithiasis, benign prostate hyperplasia (BPH).
b. Rontgen toraks: menilai adanya kalsifikasi obstruksi katub jantungn deposit
kalsium pada aorta, dan pembesaran jantung.
6. UKG: menilai adanya hipertrofi miokard, pola strain, gangguan konduksi atau
disritmia.
C. Masalah Kolaboratif/Komplikasi Potensial
 Hipertrofi ventrikel kiri
 Infark miokardium
 Gagal jantung
 Serangan iskemik transien (TIA)
 Cedera serebrovaskular (CVA)
 Insufisiensi dan gagal ginjal
 Hemoragi/perdarah retina

D. Diagnosis Keperawatan Dan Intervinsi

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Resiko 1. Keefektifan pompa jantung 1. Perawatan jantung
penurunan  Tekanan darah sistol  Monitor TTV secara
curah jantung  Tekanan darah diastol rutin
 Angina  Dokumentasi disritmea
 Edema perifer jantung

2. Status pernafasan  Evaluasi perubahan

 Frekuensi pernafasan tekanan darah

 Suara nafas tambahan 2. Manajemen elektrolir

 Dispnea dengan aktivitas  Monitor nilai serum

ringan elektrolit yang abnormal

3. Perfusi jaringan : kardiak  Tempatkan monitor

 Denyut jantung apikal jantung dengan tepat

 Denyut nadi radial  Rawat aritmia jantung


dengan tepat sesuai
 Takikardi
protokol.
2. Intoleransi 1. Toleransi terhadap aktivitas 1. Terapi aktivitas
aktivitas  Tekanan darah sistol  Bantu klien untuk
ketika beraktivitas mengidentifikasi akyivitas
 Tekanan darah diastol yang diinginkan
ketika beraktivitas  Pertimbangkan
 Frekuensi nadi ketika kemampuan klien dalam
beraktivitas berpartisipasi melalui
2. Status nutrisi : energi aktivitas spesifik
 Stamina 2. Perawatan jantung
 Daya tahan  Auskultasi suara jantung
 Penyembuhan jaringan  Monitor EKG
3. Tanda-tanda vital sebagaimana mestinya
 Tekanan darah sistol  Monitor kecenderungan
 Tekanan darah diastol tekanan darah

 Denyut jantulng alpikal


3. Nyeri akut 1. Tingkat nyeri 1. Manajemen nyeri
 Ketegangan otot  Ajarkan metode
 Nyeri yang dilaporkan farmakologi pada
 Tidak bisa beristirahat keluarganya.
2. Status neurologi  Ajarkan prinsip-prinsip
 Kesadaaran manajemen nyeri

 Sakit kepala  Gunakan pengontrolan

 Reaktifitas pupil nyerisebelum nyeri


bertambah

3. Manajemen diri: penyakit 2. Terapi latihan: kontrol otot


akut  Tentukan kesiapan

 Monitor tanda dan gejala pasien untuk terlibat

penyakit dalam aktifitas

 Sesuai diet selama masa  Evaluasi fungsi sensori

diet  Orientasi ulang pasien

 Menyeimbangkan aktivitas terhadap fungsi

dan tidur. pergeraka tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin 2009. Pengantar Keperawatan Keluarga.Jakarta: EGC.


Harmoko, 2012. Asuhan Keperawatan Keluarga. Jogjakarta:Pustaka Pelajar.
Deborah dkk 2020. Keperawatan Keluarga. Hal 192, Yayasan Kita Menulis
Wahyu 2016. Keperawatan Keluarga dan Komunitas. Kebayaran Baru Jakarta Selatan.
Andarmoyo, S. 2012.Keperawatan keluarga Konsep Teori, Proses dan Praktik
Keperawatan.Yogyakarta: Grahaillmu.
Friedman,M.M. 2010. Buku Ajar Keperawatan Keluarga: Riset, Teori dan Praktek.
Edisi 5. Jakarta: EGC.
Muklisin Abi, 2012. Keperawatan Keluarga. Jogjakarta: Gosyen Publishing
Harnilawati. 2013. Pengantar Ilmu Keperawatan Komunitas. Sulawesi: Pustaka As Salam
Herdman, T. H. (2012. Nanda internasional ; Diagnosa Keperawatan ; definisi dan
klasifikasi 2012- 2014). Alih bahasa ; Made Sumarwati & Nike Budhi Sebekti. Jakarta : EGC

Smeltzer, S. C., & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner &
Suddarth. (Ed. 8). Alih bahasa ; dr. H. Y. Kuncara, Monica Ester, S.Kp, dr. Andry Hartono,
DAN & Yasmin Asih, S.Kp. Jakarta : EGC

Wilkinson, J.M., & Ahern, N.R. (2012). Buku saku diagnosis keperawatan : diagnosis
NANDA, intervensi NIC, criteria hasil NOC. (Ed. 9). Alih bhasa; Ns. Esty Wahyuningsih, S.
Kep. Jakarta : EGC

Arif Muttaqin, 2009 Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Jakarta : Salemba Medika.

Brunner & Suddart, 2012. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 12. Jakarta: EGC

Saferi, A. 2012. KMB 1. Keperawatan Medikal Bedah. Medical Book.

Anda mungkin juga menyukai