Anda di halaman 1dari 10

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Rumah sakit sebagai suatu lingkungan kerja yang terdiri dari berbagai bagian dan sub
bagian, dimana antara bagian tersebut memiliki peran dan fungsi masing - masing
namun tetap saling berhubungan untuk menunjang kelancaran operasional secara penuh.
Sebagai suatu lingkungan kerja yang kompleks keselamatan kerja merupakan suatu
faktor utama yang harus diperhatikan. Keselamatan kerja merupakan salah satu faktor
yang akan memberikan pengaruh terhadap kinerja mereka yang bekerja pada lingkungan
tersebut.Fasilitas pelayanan kesehatan khususnya Rumah Sakit telah diidentifikasi
sebagai sebuah lingkungan di mana terdapat aktivitas yang berkaitan dengan ergonomi
antara lain mengangkat, mendorong, menarik, menjangkau, membawa benda, dan dalam
hal penanganan pasien. Petugas kesehatan, terutama yang bertanggung jawab untuk
perawatan pasien, memiliki potensi bahaya lebih rentan yang dapat menyebabkan
gangguan muskuloskeletal dibandingkan berbagai bidang lainnya (OSHA, 2013).
Pedoman ini juga mengambil dari beberapa sumber “best practices” yang berlaku
secara Internasional, seperti2 National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH), The Centers for Disease Control (CDC), The Occupational Safety and Health
Administration (OSHA), The US Environmental Protection Agency (EPA), dan lainnya.
Data tahun 2014, 4% perawat di USA adalah petugas medis.Dari laporan yang dibuat
oleh The National Safety Council (NSC), 41% petugas medis mengalami absenteisme
yang diakibatkan oleh penyakit akibat kerja dan injury, dan angka ini jauh lebih besar
dibandingkan dengan sektor industri lainnya. (Depkes, 2010).
Berdasarkan data riset yang dilakukan oleh International Labour Organization (2003)
menemukan bahwa setiap hari rata - rata 6.000 orang meninggal, setara dengan satu
orang setiap 15 detik, atau 2,2 juta orang per tahun akibat kecelakaan kerja maupun
penyakit akibat kerja. Sedangkan anggaran untuk kecelakaan dan penyakit akibat kerja
yang terbanyak yaitu penyakit musculoskeletal disorders sebanyak 40%, penyakit
jantung sebanyak 16%, kecelakaan sebanyak 16%, dan penyakit saluran pernapasan
sebanyak 19%. Dari 27 negara yang dipantau oleh ILO, Indonesia menempati urutan ke-
26 dalam kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Pada penelitian perawat di
Hongkong yang dilakukan oleh Yin Bing Yip (2001), dari 377 perawat yangditeliti
diketahui 153 perawat (40.6%) diantaranya mengalami sakit punggung bagian bawah.

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud kecelakaan akibat kerja ?
2. Jelaskan tentang cidera akibat kecelakaan kerja ?
3. Jelaskan klasifikasi jenis cidera akibat kecelakaan kerja ?
4. Apa saja faktor penyebab terjadinya kecelakaan kerja ?
5. Apa saja penyakit akibat kerja ?
6. Apa saja penyebab penyakit akibat kerja ?
7. Apa saja jenis penyakit akibat kerja perawat ?
8. Apa saja dasar hukum pelaksanaan upaya K3RS ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1. Untuk mengetahui tentang pengertian kecelakaan akibat kerja.
2. Untuk mengetahui tentang cidera akibat kecelakaan kerja.
3. Untuk mengetahui tentang klasifikasi jenis cidera akibat kecelakaan kerja.
4. Untuk mengetahui tentang faktor penyebab terjadi kecelakaan kerja.
5. Untuk mengetahui tentang penyakit akibat kerja.
6. Untuk mengetahui tentang penyebab penyakit akibat kerja.
7. Untuk mengetahui tentang jenis akibat kerja perawat.
8. Untuk mengetahui tentang dasar hukum pelaksanaan upaya K3RS.

1.4 MANFAAT
1. Tujuan umum
 Untuk mengetahui hubungan risiko patient handling dengan keluhan
muskuloskeletal pada perawat bagiann IGD RSUD dr. Moewardi di Surakarta.
2. Tujuan khusus
 Mendeskripsikan dan menganalisis karakteristik responden, seperti Umur,
jenis kelamin, masa kerja, IMT, dan kondisi kesehatan.
 Mendeskripsikan pekerjaan patient handling pada perawat.
 Menganalisis keluhan muskuloskeletal.

2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN KECELAKAAN AKIBAT KERJA

Kecelakaan Akibat Kerja adalah proses atau keadaan yang mengakibatkan


kejadian cidera atau penyakit akibat kerja. Ada banyak tujuan untuk mengetahui
klasifikasi kejadian kecelakaan kerja, salah satunya adalah dasar untuk
mengidentifikasi proses alami suatu kejadian seperti dimana kecelakaan terjadi, apa
yang perawat lakukan, dan apa peralatan atau pelayanan pada perawat itu sendiri.

Penerapan kode – kode kecelakaan kerja akan sangat membantu proses investigasi
dalam meginterpretasikan informasi - informasi yang tersebut diatas. kode yang
digunakan untuk mekanisme terjadinya cidera/sakit akibat kerja dibagi sebagai
berikut:

a) Kontak tunggal dengan bahan kimia.


b) Terpajang faktor stress mental.
c) Mekanisme cidera yang tidak spesifik.
d) Pergerakan berulang dengan pengangkatan otot yang rendah.
e) Kecelakaan kendaraan/Mobil.

2.2 CIDERA AKIBAT KECELAKAAN KERJA

Cidera adalah patah, retak, cabikan, dan sebagainya yang diakibatkan oleh
kecelakaan. Bureau of Labor Statistics, U.S. Department of Labor (2008) menyatakan
bahwa bagian tubuh yang terkena cidera dan sakit terbagi menjadi:

a) Kepala; mata.
b) Leher.
c) Batangtubuh; bahu, punggung.
d) Alatgerakatas; lengantangan, pergelangantangan, tanganselainjari, jaritangan.
e) Alatgerakbawah; lutut, pergelangan kaki, kaki selainjari kaki, jari kaki
f) Sistemtubuh
g) Banyakbagian

3
Tujuan menganalisa cidera atau sakit yang mengenai anggota bagian tubuh yang
spesifika dalam untuk membantu dalam mengembangkan program untuk mencegah
terjadinya cidera karena kecelakaan, sebagai contoh cidera mata dengan penggunaan
kacamata pelindung. Selain itu juga bisa digunakan untuk menganalisis penyebab
alami terjadinya cidera karena kecelakaan kerja.

2.3 KLASIFIKASI JENIS CIDERA AKIBAT KECELAKAAN KERJA

Klasifikasi jenis cidera Akibat Kecelakaan Kerja jenis cidera akibat kecelakaan
kerja dan tingkat keparahan yang ditimbulkan membuat perusahaan melakukan
pengklasifikasian jenis cidera akibat kecelakaan. Tujuan pengklasifikasian ini adalah
untuk pencatatan dan pelaporan statistik kecelakaan kerja. Banyak standar referensi
penerapan yang digunakan berbagai oleh rumah sakit. Berikut adalah pengelompokan
jenis cidera dan keparahannya:

1. Cidera fatal (fatality)


Adalah kematian yang disebabkan oleh cidera atau penyakit akibat kerja.
2. Cidera yang menyebabkanhilangwaktukerja (Loss Time Injury)
Adalah suatu kejadian yang menyebabkan kematian, cacat permanen, atau
kehilangan hari kerja selama satu hari kerja atau lebih. Hari pada saat kecelakaan
kerja tersebut terjadi tidak dihitung sebagai kehilangan hari kerja.
3. Cidera yang menyebabkankehilanganharikerja (Loss Time Day)
Adalah semua jadwal masuk kerja yang mana perawat tidak bisa masuk kerja
karena cidera, tetapi tidak termasuk hari saat terjadi kecelakaan. Juga termasuk
hilang hari kerja karena cidera yang kambuh dari periode sebelumnya.
Kehilangan hari kerja juga termasuk hari pada saat kerja alternatif setelah
kembali ketempat kerja. Cidera fatal dihitung sebagai 220 kehilangan hari kerja
dimulai dengan hari kerja pada saat kejadian tersebut terjadi.
4. Tidakmampubekerjaataucideradengankerjaterbatas (Restricted duty)
Adalah jumlah hari kerja karyawan yang tidak mampu untuk mengerjakan
pekerjaan rutinnya dan ditempatkan pada pekerjaan lain sementara atau yang
sudah di modifikasi. Pekerjaan alternatif termasuk perubahan lingungan kerja
pola atau jadwal kerja.

4
5. Cideraringan (first aid injury)
Adalah cidera ringan akibat kecelakaan kerja yang ditangani menggunakan
alat pertolongan pertama pada kecelakaan setempat, contoh luka lecet, mata
kemasukan debu, dan lain-lain.
6. Kecelakaan yang tidakmenimbulkancidera (Non Injury Incident)
Adalah suatu kejadian yang potensial, yang dapat menyebabkan kecelakaan
kerja atau penyakit akibat kerja kecuali kebakaran, peledakan dan bahaya
pembuangan limbah.

2.4 FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA KECELAKAAN KERJA


Ada beberapa pendapat. Faktor yang merupakan penyebab terjadinya kecelakaan
pada umumnya dapat diakibatkan oleh 4 faktor penyebab utama :
1. Faktor manusia yang dipengaruhi oleh pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.
2. Faktor material yang memiliki sifat dapat memunculkan kesehatan atau
keselamatan pekerja.
3. Faktor sumber bahaya yaitu : Perbuatan berbahaya, hal ini terjadi misalnya karena
metode kerja yang salah, keletihan/kecapekan, sikap kerja yang tidak sesuai dan
sebagainya; Kondisi/keadaan bahaya, yaitu keadaan yang tidak aman dari
keberadaan mesin atau peralatan, lingkungan, proses, sifat pekerjaan.
4. Faktor yang dihadapi, misalnya kurangnya pemeliharaan/perawatan
mesin/peralatan sehingga tidak bisa bekerja dengan sempurna.

Pada umumnya selalu diartikan sebagai “kejadian yang tidak di duga”.


Sebenarnya, setiap kecelakaan kerja itu dapat diramalkan atau diduga dari semula jika
perbuatan dan kondisi tidak memenuhi persyaratan. Oleh karena itu kewajiban
berbuat secara selamat dan mengatur peralatan serta perlengkapan produksi sesuai
dengan standar yang diwajibkan. Kecelakaan kerja yang disebabkan oleh perbuatan
yang tidak selamat memiliki porsi 80 % dan kondisi yang tidakselamat sebayak 20%.
Perbuatan berbahaya biasanya disebabkan oleh:

 Sikapdalampengetahuan, ketrampilandansikap
 Keletihan
 Gangguanpsikologis

5
2.5 PENGERTIAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja
karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas
keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Penyakit
akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan, alatkerja, bahan, proses
maupun lingkungan kerja. Dengan istilah lain Penyakit Akibat Kerja (PAK) ialah
gangguan kesehatan baik jasmani maupun rohani yang ditimbulkan atau pun
diperparah karena aktivitas kerja atau kondisi yang berhubungan dengan pekerjaan .
(Hebbie Ilma Adzim, 2013).

2.6 PENYEBAB PENYAKIT AKIBAT KERJA

Tedapat beberapa penyebab PAK yang umum terjadi di tempat kerja, berikut
beberapa jenis yang digolongkan berdasarkan penyebab dari penyakit yang ada di
tempat kerja :

1. Golongan fisik: bising, radiasi, suhuekstrim, tekananudara, vibrasi,


penerangan.Efek pencahayaan pada mata, kekuatan pencahayaan
beranekaragam, yaitu berkisar 2.000 - 100.000 lux di tempat terbuka
sepanjang haridan pada malam hari dengan pencahayaan buatan 50-500 lux.
Kelelahan pada mata ditandai oleh :
a) Iritasi pada mata / conjunctiva
b) Penglihatan ganda
c) Sakit kepala
d) Daya akomodasi dan konvergensi turun
e) Ketajaman penglihatan
2. Golongan kimiawi: semua bahan kimia dalam obat, gas, dan debu.
3. Golongan biologik: bakteri, virus, jamur, dll
4. Golongan fisiologik/ergonomik: desain tempat kerja, beban kerja.
5. Golongan psikososial: strespsikis, monotomi kerja, tuntutan pekerjan.

6
2.7 JENIS PENYAKIT AKIBAT KERJA PERAWAT

Penyakit akibat kerja memiliki beberapa jenis, antara lain:

a. Back injures adalah nyeri pinggang yang disebabkan seringnya kerja otot
statik, seperti mengangkat pasien, work shift, dan terlalu sering berdiri
(kurang duduk)
b. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang ditularkan di rumahsakit yang
ditularkan setelah 2 x 24 jam.
c. Tertular beberapa penyakit menular seperti TBC, HIV/AIDS, dan hepatitis
karena perawat setiap hari kontak dengan pasien tanpa terkecuali.

2.8 DASAR HUKUM PELAKSANAAN UPAYA K3RS

Pelaksanaan upaya K3RS dilandasi oleh perangkat hukum sebagai berikut :

1. UU No. 14 Tahun 1969, tentang ketentuan Pokok Tenaga Kerja, yang menyatakan
bahwa, tiap tenaga kerja berhak mendapat perlidungan atas keselamatan, kesehatan,
kesusilaan, pemeliharaan moril kerja serta perlakuan yang sesuai dengan martabat
manusia dan moral agama.
2. UU No. 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja, yang menyatakan bahwa
keselamatan kerja dilaksanakan dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam
tanah, di permukaan air maupun di udara yang berada di dalam wilayah kekuasaan
Republik Indonesia.
3. UU No. 23 Tahun 1992 pasal 23, menyatakan bahwa Kesehatan Kerja
diselenggarakan untuk mewujudkan produktivitas kerja yang optimal. Kesehatan
kerja meliputi pelayanan kesehatan, pencegahan penyakit akibat kerja dan syarat
kesehatan kerja. Setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan kerja.
4. UU No. 25 Tahun 1997, tentang Ketenaga Kerjaan, pasal 108 yang menegaskan
kembali bahwa, setiap pekerja mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan dan pelakuan yang sesuai
dengan harkat dan martabat manusia serta agama.

7
5. Rekomendasi ILO/WHO Konvensi No. 155/1981, ILO menetapkan kewajiban setiap
negara untuk merumuskan, melaksanakan dan mengevaluasi kebijakan nasionalnya di
bidang kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungan kerja.

Pengelolaan K3RS menjadi percontohan pengembangan sistim pengelolaan


K3 di seluruh sarana kesehatan di tanah air, mengingat rumah sakit adalah sarana
kesehatan yang memiliki banyak kerawanan terjadinya kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja bagi tenaga kerjanya. Rumah sakit juga berkemungkinan besar menjadi
tempat berkembang biaknya sumber penyakit dan berkumpulnya bahan-bahan
berbahaya biologik, kimia dan fisik (biologic, chemical and physical hazards) yang
setiap saat dapat kontak dengan tenaga kerja, pasien, keluarga pasien dan pengunjung.

8
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Rumah sakit tidak lagi menjadi tempat aman bagi tenaga kerjanya, karena banyak
berkumpul bahan berbahaya biologik, kimia dan fisik yang setiap saat dapat terpajan
kepada tenaga kerjanya. Sebelum timbul penyakit akibat kerja dan penyakit yang
berhubungan dengan kerja diperlukan upaya pencegahan berupa program K3RS.

3.2 SARAN
Pengetahuan mengenai sistem neurologi hendaknya harus dimiliki setiap orang.
Dengan pengetahuan yang dimiliki dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.
Dan pengetahuan yang diberika harus mudah dipahami, tepat sasaran, dan tidak
menyesatkan. Dengan demikian orang tersebut akan dapat menghadapi gangguan dari
luar maupun dari dalam dengan cara yang sehat, matang dan bertanggung jawab.

9
DAFTAR PUSTAKA
Husni,Lalu.(2003). Pengantar Hukum Ketenaga kerjaan Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo
Perkasa OHSAS 18001. (2007).
Sistem Manajemen Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Peraturan Menteri Tenaga Kerja
Republik Indonesia Nomor 03/MEN/98 tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan
Pemeriksaan Kecelakaan
Week,J. Gregory R. Wagner, Kathleen M. Rest, Barry S. Levy. (2005). A public Health
Approach to Preventing Occupational Disesase and Injuries in Preventing Occupational
Disease and Injuries. Edisi ke-2, APHA, Washington

10

Anda mungkin juga menyukai