Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu profesi yang berperan penting dalam penyelenggaraan menjaga mutu
pelayanan kesehatan adalah keperawatan. Pelayanan keperawatan adalah gabungan
dari ilmu kesehatan dan seni merawat (care), suatu gabungan humanistik dari ilmu
pengetahuan, filosofi keperawatan, kegiatan klinik, komunikasi, dan ilmu sosial
(WHO Expert Committee on Nursing dalam Aditama, (2003))

Oleh karena itu penting sekali dikembangkan berbagai usaha untuk


meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan diberbagai aspek. Salah satu aspek
yang coba dikaji disini adalah perilaku perawat terhadap pasien. Perawat sebagai
ujung tombak pelayanan di rumah sakit tentunya mempunyai kualitas kepribadian
berbeda-beda yang dipengaruhi oleh berbagai faktor baik internal maupun eksternal.
Perbedaan kualitas kepribadian perawat akan mempengaruhi cara perawat dalam
berinteraksi memberikan pelayanan, dimana akan berdampak pada tingkat kepuasan
pasien (Suryawati, Darminto, dan Shaluhiyah, 2006).

Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang mencari bantuan perawatan
kesehatan. Nyeri terjadi bersama proses penyakit, pemeriksaan diagnostik dan proses
pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan banyak orang. Perawat tidak
bisa melihat dan merasakan nyeri yang dialami oleh klien, karena nyeri bersifat
subyektif (antara satu individu dengan individu lainnya berbeda dalam menyikapi
nyeri). Perawat memberi asuhan keperawatan kepada klien di berbagai situasi dan
keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan kenyamanan. Menurut
beberapa teori keperawatan, kenyamanan adalah kebutuhan dasar klien yang
merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Pernyataan tersebut didukung oleh
Kolcaba yang mengatakan bahwa kenyamanan adalah suatu keadaan telah
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang dimaksud dengan perilaku?
1.2.2 Bagaimana karakteristik perilaku?
1.2.3 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku manusia?
1.2.4 Bagaimana perilaku perawat terhadap pasien?
1.2.5 Apa yang dimaksud dengan nyeri?
1.2.6 Bagaimana fisiologi nyeri?
1.2.7 Bagaimana respon tingkah laku terhadap nyeri?
1.2.8 Apa saja klasifikasi nyeri?
1.2.9 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri?
1.2.10 Bagaimana skala drajat pengukuran nyeri?

1.3 Tujuan
1.3.1 Agar mengetahui maksud dari perilaku
1.3.2 Agar mengetahui karakteristik perilaku
1.3.3 Agar mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi prilaku
manusia
1.3.4 Agar mengetahui perilaku perawat terhadap pasien
1.3.5 Agar mengetahui maksud dari nyeri
1.3.6 Agar mengetahui fisiologi nyeri
1.3.7 Agar mengetahui respon tingkah laku terhadap nyeri
1.3.8 Agar mengetahui klasifikasi nyeri
1.3.9 Agar mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
1.3.10 Agar mengetahui skala drajat pengukuran nyeri

1.4 Manfaat
1.4.1 Sebagai tambahan referensi untuk mahasiswa keperawatan.
1.4.2 Sebagai acuan untuk proses belajar mengajar mahasiswa
keperawatan tentang periaku perawat terhadap pasien dan nyeri.
BAB II
TINJAUAN

2.1 Definisi Perilaku

Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan
dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau
genetika.

2
Bimo Walgito (2003) berpendapat bahwa sikap yang ada pada seseorang akan
memberikan warna atau corak pada perilaku atau perbuatan orang yang bersangkutan.
Sementara sikap pada umumnya mengandung tiga komponen yang membentuk
struktur sikap, yaitu: komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif.
Selanjutnya menurut Myers (1983), perilaku adalah sikap yang diekspresikan
(expressed attitudes). Perilaku dengan sikap saling berinteraksi, saling mempengaruhi
satu dengan yang lain.
Sementara Kurt Lewin (1951, dalam Brigham, 1991) merumuskan satu model
hubungan perilaku yang mengatakan bahwa perilaku (B) adalah fungsi karakteristik
individu (P) dan lingkungan (E), dengan rumus: B = f(P,E). Karakteristik individu
meliputi berbagai variabel seperti motif, nilai-nilai, sifat kepribadian, dan sikap yang
saling berinteraksi satu sama lain dan kemudian berinteraksi pula dengan faktor-
faktor lingkungan dalam menentukan perilaku. Faktor lingkungan memiliki kekuatan
besar dalam menentukan perilaku, bahkan kadang-kadang kekuatannya lebih besar
daripada karakteristik individu.
Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan
kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang
sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang
merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah
perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap
perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai
kontrol sosial. Dalam kedokteran perilaku seseorang dan keluarganya dipelajari untuk
mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau yang memperberat timbulnya
masalah kesehatan. Intervensi terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam rangka
penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif.
Perilaku manusia dipelajari dalam ilmu psikologi, sosiologi, ekonomi,
antropologi dan kedokteran. Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku
wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang.
2.2 Karakteristik Perilaku

3
1. Perilaku adalah perkataan dan perbuatan individu. Jadi apa yang
dikatakan dan dilakukan oleh seseorang merupakan karakteristik dari
perilakunya.
2. Perilaku mempunyai satu atau lebih dimensi yang dapat diukur, yaitu :
frekuensi, durasi, dan intensitas.
3. Perilaku dapat diobservasi, dijelaskan, dan direkam oleh orang lain
atau orang yang terlibat dalam perilaku tersebut.
4. Perilaku mempengaruhi lingkungan, lingkungan fisik atau sosial.
5. Perilaku dipengaruhi oleh lingkungan (lawful).
6. Perilaku bisa tampak atau tidak tampak. Perilaku yang tampak bisa
diobservasi oleh orang lain, sedangkan perilaku yang tidak tampak
merupakan kejadian atau hal pribadi yang hanya bisa dirasakan oleh individu
itu sendiri atau individu lain yang terlibat dalam perilaku tersebut.
2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia
Perilaku atau aktivitas pada individu atau organisme tidak timbul dengan
sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang
bersangkutan baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Perilaku individu
dapat mempengaruhi individu itu sendiri, di samping itu perilaku juga berpengaruh
pada lingkungan. Demikian pula lingkungan dapat mempengaruhi individu, demikian
sebaliknya. Oleh sebab itu, dalam perspektif psikologi, perilaku manusia (human
behavior) dipandang sebagai reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat
kompleks (Bandura, 1977; Azwar, 2003).
Secara garis besar, perilaku manusia diakibatkan oleh:
a. Genetika
b. Sikap - adalah suatu ukuran tingkat kesukaan seseorang terhadap
perilaku tertentu.
c. Norma sosial - adalah pengaruh tekanan sosial.
d. Kontrol perilaku pribadi - adalah kepercayaan seseorang mengenai
sulit tidaknya melakukan suatu perilaku.
2.4 Perilaku Perawat Terhadap Pasien

Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang


mempunyai suatu paradigma atau model keperawatan yang meliputi empat komponen
yaitu : manusia, kesehatan, lingkungan dan perawat itu sendiri. Perawat adalah suatu

4
profesi yang mulia, karena memerlukan kesabaran dan ketenangan dalam melayani
pasien yang sedang menderita sakit. Seorang perawat harus dapat melayani pasien
dengan sepenuh hati. Sebagai seorang perawat harus dapat memahami masalah yang
dihadapi oleh pasien, selain itu seorang perawat dapat berpenampilan menarik. Untuk
itu seorang perawat memerlukan kemampuan untuk memperhatikan orang lain,
ketrampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku
peduli atau kasih sayang.
Perilaku peduli sangatlah penting untuk keperawatan. Perilaku peduli adalah
fokus pemersatu untuk praktek keperawatan. Perilaku peduli juga sangat penting
untuk tumbuh kembang, memperbaiki dan meningkatkan kondisi atau cara hidup
manusia. Perilaku Peduli (caring) mengandung 3 hal yang tidak dapat dipisahkan
yaitu perhatian, tanggung jawab, dan dilakukan dengan ikhlas.
Perilaku peduli (Caring) juga merupakan sikap peduli, menghormati dan
menghargai orang lain, artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan –
kesukaan seseorang dan bagaimana seseorang berfikir dan bertindak. Memberikan
asuhan secara sederhana tidak hanya sebuah perasaan emosional atau tingkah laku
sederhana, karena perilaku peduli merupakan kepedulian untuk mencapai perawatan
yang lebih baik, perilaku peduli bertujuan dan berfungsi membangun struktur sosial,
pandangan hidup dan nilai kultur setiap orang yang berbeda pada satu tempat, maka
kinerja perawat khususnya pada perilaku peduli menjadi sangat penting dalam
mempengaruhi kualitas pelayanan dan kepuasan pasien terutama di rumah sakit,
dimana kualitas pelayanan menjadi penentu citra institusi pelayanan yang nantinya
akan dapat meningkatkan kepuasan pasien dan mutu pelayanan.
2.5 Definisi Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan
akibat dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Brunner & Suddarth, 2002).
Nyeri adalah sensasi ketidaknyamanan yang dimanisfestasikan sebagai penderitaan
yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman dan fantasi luka (Kozier
dan Erb, 1983). Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak

5
menyenangkan yang berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial
menyebabkan kerusakan jaringan (Perry & Potter, 2005).
2.6 Fisiologi Nyeri
Banyak teori berusaha untuk menjelaskan dasar neurologis dari nyeri,
meskipun tidak ada satu teori yang menjelaskan secara sempurna bagaimana nyeri
ditransmisikan atau diserap. Untuk memudahkan memahami fisiologi nyeri, maka
perlu mempelajari 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini:
1. Resepsi : proses perjalanan nyeri
2. Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
3. Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri
1. Resepsi
Adanya stimulus yang mengenai tubuh (mekanik, termal, kimia) akan
menyebabkan pelepasan substansi kimia seperti histamin, bradikinin, kalium.
Substansi tersebut menyebabkan nosiseptor bereaksi, apabila nosiseptor mencapai
ambang nyeri, maka akan timbul impuls syaraf yang akan dibawa oleh serabut saraf
perifer. Serabut syaraf perifer yang akan membawa impuls syaraf ada dua jenis, yaitu
serabut A-delta dan serabut C. impuls syaraf akan di bawa sepanjang serabut syaraf
sampai ke kornu dorsalis medulla spinalis. Impuls syaraf tersebut akan menyebabkan
kornu dorsalis melepaskan neurotrasmiter (substansi P). Substansi P ini menyebabkan
transmisi sinapis dari saraf perifer ke saraf traktus spinotalamus. Hal ini
memungkinkan impuls syaraf ditransmisikan lebih jauh ke dalam system saraf pusat.
Setelah impuls syaraf sampai di otak, otak mengolah impuls syaraf kemudian
akan timbul respon reflek protekti.
Contoh: Apabila tangan terkena setrika, maka akan merasakan sensasi terbakar,
tangan juga melakukan reflek dengan menarik tangan dari permukaan setrika. Proses
ini akan berjalan jika system saraf perifer dan medulla spinalis utuh atau berfungsi
normal.
2. Persepsi
Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada saat individu
menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang komplek. Persepsi
menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu dapat
bereaksi.
Proses persepsi secara ringkas adalah sebagai berikut:Stimulus Nyeri Medula
Spinalis Talamus Otak (area limbik) Reaksi emosi Pusat otak, Persepsi Stimulus nyeri

6
ditransmisikan ke medula spinalis, naik ke talamus, selanjutnya serabut
mentrasmisikan nyeri ke seluruh bagian otak, termasuk area limbik. Area ini
mengandung sel-sel yang yang bisa mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area
limbik yang akan berperan dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah
transmisi syaraf berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri.
3. Reaksi
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisioligis dan perilaku yang terjadi
setelah mempersepsikan nyeri. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan
nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi ”flight atau fight”, yang merupakan
sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada saraf otonom
menghasilkan respon fisiologis, apabilanyeri berlangsung terus menerus, maka sistem
parasimpatis akan bereaksi.
Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut: Impuls nyeri medula
spinalis batang otak & talamus Sistem syaraf otonom Respon fisiologis & perilaku
Impuls nyeri ditransmisikan ke medula spinalis menutju ke batang otak dan talamus.
Sistem saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis bereaksi,
maka akan timbul respon fisiologis dan akan muncul perilaku.
2.7 Respon Tingkah Laku Terhadap Nyeri
Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
1. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
2. Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
3. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan
gerakan jari & tangan.
4. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan,
Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd
aktivitas menghilangkan nyeri) Individu yang mengalami nyeri dengan
awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang
berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis.

Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk
merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat
tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan
perhatian terhadap nyeri.

7
2.8 Klasifikasi Nyeri
A. Berdasarkan sumbernya
1) Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan
subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar). Ex: terkena ujung
pisau atau gunting
2) Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament,
pemb. Darah, tendondan syaraf, nyeri menyebar & lbh lama daripada
cutaneous. Ex: sprain sendi
3) Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga
abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot,
iskemia, regangan jaringan

B. Berdasarkan penyebab:
1) Fisik, Bisa terjadi karena stimulus fisik. (Ex: fraktur femur)
2) Psycogenic. Terjadi karena sebab yang kurang jelas/susah
diidentifikasi, bersumber dari emosi/psikis dan biasanya tidak disadari.
(Ex: orang yang marah-marah, tiba-tiba merasa nyeri pada dadanya)
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
C. Berdasarkan lama/durasinya
1) Nyeri akut
Nyeri yang terjadi segera setelah tubuh terkena cidera, atau intervensi
bedah dan memiliki awitan yang cepat, dengan intensitas bervariasi dari
berat sampai ringan . Fungsi nyeri ini adalah sebagai pemberi peringatan
akan adanya cidera atau penyakit yang akan datang. Nyeri ini terkadang
bisa hilang sendiri tanpa adanya intervensi medis, setelah keadaan pulih
pada area yang rusak.
Apabila nyeri akut ini muncul, biasanya tenaga kesehatan sangat
agresif untuk segera menghilangkan nyeri. Nyeri akut secara serius
mengancam proses penyembuhan klien, untuk itu harus menjadi prioritas
perawatan. Rehabilitasi bisa tertunda dan hospitalisasi bisa memanjang
dengan adanya nyeri akut yang tidak terkontrol.

8
2) Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode tertentu, berlangsung lama, intensitas bervariasi,
dan biasanya berlangsung lebih dari enam bulan. Nyeri ini disebabkan
oleh kanker yang tidak terkontrol, karena pengobatan kanker tersebut atau
karena gangguan progresif lain.
Nyeri ini bisa berlangsung terus sampai kematian. Pada nyeri kronik,
tenaga kesehatan tidak seagresif pada nyeri akut. Klien yang mengalami
nyeri kronik akan mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian atau
keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Nyeri ini biasanya
tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya.

Nyeri ini merupakan penyebab utama ketidak mampunan fisik dan


psikologis. Sifat nyeri kronik yang tidak dapat diprediksi membuat klien
menjadi frustasi dan seringkali mengarah pada depresi psikologis.
Individu yang mengalami nyeri kronik akan timbul perasaan yan gtidak
aman, karena ia tidak pernah tahu apa yang akan dirasakannya dari hari ke
hari.

Perbedaan karakteristik nyeri akut dan kronik

Nyeri akut

1. Lamanya dalam hitungan menilai


2. Ditandai peningkatan BP, nadi, dan respirasi
3. Respon pasien:Fokus pada nyeri, menyetakan nyeri menangis dan
mengerang
4. Tingkah laku menggosok bagian yang nyer

Nyeri kronik

1. Lamanyna sampai hitungan bulan, > 6bln


2. Fungsi fisiologi bersifat normal
3. Tidak ada keluhan nyeri
4. Tidak ada aktifitas fisik sebagai respon terhadap nyeri

9
D. Berdasarkan lokasi/letak
1. Radiating pain. Nyeri menyebar dr sumber nyeri ke jaringan di
dekatnya (ex: cardiac pain)
2. Referred pain. Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yang
diperkirakan berasal dari jaringan penyebab
3. Intractable pain. Nyeri yg sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker
maligna)
4. Phantom pain. Sensasi nyeri dirasakan pada bagian.Tubuh yg hilang
(ex: bagian tubuh yang diamputasi) atau bagian tubuh yang lumpuh karena
injuri medulla spinalis

2.9 Faktor Faktor yang mempengaruhi Nyeri :


1. Usia. Usia dalam hal ini merupakan variabel yang penting yang
mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang dewasa (Potter & Perry
(1993). Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok
umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi
terhadap nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan
kalau apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang
belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan
mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua
atau perawat. Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus
mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan
nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
2. Jenis Kelamin. Faktor jenis kelamin ini dalam hubungannya dengan
faktor yang mempengaruhi nyeri adalah bahwasannya laki-laki dan wanita
tidak mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka
terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang
berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan
tidak boleh menangis dimana seorang wanita dapat menangis dalam waktu
yang sama. Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989) dikutip dari Potter &
Perry, 1993 mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih
banyak dibandingkan dengan pria.

10
3. Budaya. Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara
individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa
yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi
terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991).Mengenali nilai-nilai budaya
yang memiliki seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari
nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari mengevaluasi
perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat
yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih
besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan
respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri
pasien (Smeltzer& Bare, 2003).
4. Keluarga dan Support Sosial. Faktor lain yang juga mempengaruhi
respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang
sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung pada keluarga untuk
mensupport, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau teman
terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran
orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam
menghadapi nyeri (Potter & Perry, 1993).
5. Ansietas ( Cemas ). Meskipun pada umumnya diyakini bahwa
ansietas akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam
semua keadaaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten
antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan
pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat pascaoperatif. Namun,
ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan
persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri
dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri.
Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan
mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).
6. Pola koping. Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani
perawatan di rumah sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara
terus-menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol

11
lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk mengatasi
efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti sumber
koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti
berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan
sebagai rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.
2.9 Skala Pengukuran Derajat Nyeri
Pemeriksaan nyeri dapat dilakukan menggunakan skala:
1. Verbal Analog Scale (VAS). Pengukuran drajad nyeri dengan cara
menunjuk satu titik pada garis skala nyeri (0 – 10 cm) satu ujung
menunjukkan tidak nyeri dan ujung yang lain mmenunnjukkan nyeri hebat.
Panjang garis mulai dari titik tidak nyeri sampai titik yang ditunjuk
menunjukkan besarnya nyeri. Besarannya dalam satuan millimeter,
misalnya 10 – 20 – 30 mm.
2. Verbal Descriptive Scale (VDS). Cara pengukuran derajad nyeri
dengan tujuh skala penilaian yaitu nilai 1=tidak nyeri, 2=nyeri sangat
ringan, 3=nyeri ringan, 4=nyeri tidak begitu berat, 5=nyeri cukup berat,
6=nyeri berat dan 7=nyeri hamper tak tertahankan.
3. Skala empat tingkat merupakan parameter pengukuran derajat nyeri
dengan memakai 4 skala, yaitu 0=tidak nyeri, tidak ada rasa nyeri pada
waktu istirahat dan aktivitas, 1=,ringan istirahat tidak ada nyeri, perasaan
nyeri timbul sewaktu bekerja lama, berat dan penekanan kuat terasa sakit.
2=sedang, rasa sakit terus-menerus atau kadang timbul tetapi masih dapat
diabaikan/tidak mengganggu, LGS normal, pada penekanan kuat terasa
sakit, fleksi dan ekstensi sakit. 3=berat, nyeri menyulitkan lansia hampir tak
tertahankan dan gerakan fleksi/ekstensi hampir tidak ada/tidak mampu.
(Pudjiastuti, S. S. & Utomo, B, 2003)

BAB III

12
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan
dipengaruhi oleh adat, sikap, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau
genetika.
Karakteristik prilaku:
1. Perilaku adalah perkataan dan perbuatan individu.
2. Perilaku mempunyai satu atau lebih dimensi yang dapat diukur,
yaitu : frekuensi, durasi, dan intensitas
3. Perilaku dapat diobservasi, dijelaskan, dan direkam oleh orang
lain atau orang yang terlibat dalam perilaku tersebut.
4. Perilaku mempengaruhi lingkungan, lingkungan fisik atau
sosial.
5. Perilaku dipengaruhi oleh lingkungan (lawful)
6. Perilaku bisa tampak atau tidak tampak.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Manusia: Genetika, Sikap , Norma


sosial, Kontrol perilaku pribadi.
Perilaku peduli adalah fokus pemersatu untuk praktek keperawatan. Perilaku
peduli juga sangat penting untuk tumbuh kembang, memperbaiki dan meningkatkan
kondisi atau cara hidup manusia. Perilaku Peduli (caring) mengandung 3 hal yang
tidak dapat dipisahkan yaitu perhatian, tanggung jawab, dan dilakukan dengan ikhlas.
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
dari kerusakan jaringan yang aktual dan potensial (Brunner & Suddarth, 2002).
Ada 3 (tiga) komponen fisiologis berikut ini:
1. Resepsi : proses perjalanan nyeri
2. Persepsi : kesadaran seseorang terhadap nyeri
3. Reaksi : respon fisiologis & perilaku setelah mempersepsikan nyeri
Respon tingkah laku terhadap nyeri
1. Pernyataan verbal
2. Ekspresi wajah
3. Gerakan tubuh
4. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial

13
Klasifikasi nyeri
A. Berdasarkan sumbernya
1) Cutaneus/ superfisial
2) Deep somatic/ nyeri dalam
3) Visceral (pada organ dalam)
B. Berdasarkan penyebab
1) Fisik
2) Psycogenic
C. Berdasarkan lama/durasinya
1) Nyeri akut
2) Nyeri kronik
D. Berdasarkan lokasi/letak
1) Radiating pain
2) Referred pain
3) Intractable pain
4) Phantom pain.
Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Budaya
4. Keluarga dan Support Sosial.
5. Ansietas ( Cemas )
6. Pola koping

Skala Pengukuran Derajat Nyeri


1. Verbal Analog Scale (VAS). Pengukuran drajad nyeri dengan cara
menunjuk satu titik pada garis skala nyeri (0 – 10 cm) satu ujung
menunjukkan tidak nyeri dan ujung yang lain mmenunnjukkan nyeri hebat.
2. Verbal Descriptive Scale (VDS). Cara pengukuran derajad nyeri
dengan tujuh skala penilaian yaitu nilai 1=tidak nyeri, 2=nyeri sangat ringan,
3=nyeri ringan, 4=nyeri tidak begitu berat, 5=nyeri cukup berat, 6=nyeri berat
dan 7=nyeri hamper tak tertahankan.
3. Skala empat tingkat merupakan parameter pengukuran derajat nyeri
dengan memakai 4 skala, yaitu 0=tidak nyeri, tidak ada rasa nyeri pada waktu
istirahat dan aktivitas, 1=,ringan istirahat tidak ada nyeri, perasaan nyeri
timbul sewaktu bekerja lama, berat dan penekanan kuat terasa sakit.

14
3.2 Saran
3.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebaiknya pihak yang bersangkutan memberikan pengarahan yang
lebih mengenai konsep prilaku terhadap pasien dan konsep nyeri atau
respon pasien.
3.2.2 Bagi Mahasiswa
Mengenai makalah yang kami buat, bila ada kesalahan maupun
ketidak lengkapan materi mengenai konsep prilaku terhadap pasien dan
konsep nyeri atau respon pasien. Kami mohon maaf, kami pun sadar
bahwa makalah yang kami buat tidaklah sempurna. Oleh karena itu kami
mengharap kritik dan saran yang membangun.

DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC.

Rohman, Nikmatur & Saiful Walid. 2014. Proses Keperawatan: Teori & Aplikasi.

Jakarta: Ar-ruzz Media.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, ed. 2.


Jakarta: Salemba Medika.

15

Anda mungkin juga menyukai