Di Susun Oleh:
Luluk Wahyuni
14201.09.17031
PROBOLINGGO
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
VERTIGO
I. ANATOMI FISIOLOGI
1) Sistem Saraf Somatik (SSS) Sistem saraf somatik terdiri dari 12 pasang
saraf kranial dan 31 pasang saraf spinal. Proses pada saraf somatik
dipengaruhi oleh kesadaran.
a) Saraf kranial
II. DEFINISI
Vertebrobasilar insufisiensi (VBI) adalah suatu jenis penyakit dimana
terjadi aliran darah yang tidak adekuat melalui sirkulasi posterior otak yang
disuplai dari arteri vertebralis yang bergabung membentuk arteri basilar atau
lazim disebut vertigo (Mayasari Kartika,2019).
Vertigo dapat adalah salah satu bentuk gangguan keseimbangan dalam
telinga bagian dalam sehingga menyebabkan penderita merasa pusing dalam
artian keadaan atau ruang di sekelilingnya menjadi serasa 'berputar' ataupun
melayang. Vertigo menunjukkan ketidakseimbangan dalam tonus vestibular. Hal
ini dapat terjadi akibat hilangnya masukan perifer yang disebabkan oleh
kerusakan pada labirin dan saraf vestibular atau juga dapat disebabkan oleh
kerusakan unilateral dari sel inti vestibular atau aktivitas vestibulocerebellar.
(Setiawati,2016)
Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk gangguan
keseimbangan atau gangguan orientasi di ruangan. Banyak system atau organ
tubuh yang ikut terlibat dalam mengatur dan mempertahankan keseimbangan
tubuh kita. Keseimbangan diatur oleh integrasi berbagai sistem diantaranya sistem
vestibular, system visual dan system somato sensorik (propioseptik). Untuk
memperetahankan keseimbangan diruangan, maka sedikitnya 2 dari 3 sistem
system tersebut diatas harus difungsikan dengan baik. Pada vertigo, penderita
merasa atau melihat lingkunganya bergerak atau dirinya bergerak terhadap
lingkungannya. Gerakan yang dialami biasanya berputar namun kadang berbentuk
linier seperti mau jatuh atau rasa ditarik menjauhi bidang vertikal. Pada penderita
vertigo kadang-kadang dapat kita saksikan adanya nistagmus. Nistagmus yaitu
gerak ritmik yang involunter dari pada bolamata. (Lumban Tobing. S.M, 2013)
III. KLASIFIKASI
Klasifikasi Benign Paroxysmal Positional Vertigo terbagi atas dua jenis, yaitu:
1. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Posterior
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis posterior ini paling
seringterjadi, dimana tercatat bahwa BPPV tipe ini 85 sampai 90% dari
kasus BPPV. Penyebab paling sering terjadi yaitu kanalitiasis. Hal
inidikarenakan debris endolimfe yang terapung bebas cenderung jatuh
kekanal posterior karena kanal ini adalah bagian vestibulum yang berada
padaposisi yang paling bawah saat kepala pada posisi berdiri ataupun
berbaring (Imai T, et al, 2016).
2. Benign Paroxysmal Positional Vertigo Kanalis Horizontal (Lateral)
Benign Paroxysmal Positional Vertigo kanalis horizontal pertama
kalidiperkenalkan oleh McClure tahun 1985 dengan karakteristik
vertigoposisional yang diikuti nistagmus horizontal berubah arah. Arah
nistagmushorizontal yang terjadi dapat berupa geotropik (arah gerakan fase
cepat ke Universitas Sumatera Utara arah telinga di posisi bawah) atau
apogeotropik (arah gerakan fase cepatkearah telinga di posisi atas) selama
kepala dipalingkan ke salah satu sisidalam posisi telentang. Nistagmus
geotropik terjadi karena adanyaotokonia yang terlepas dari utrikulus dan
masuk ke dalam lumen posteriorkanalis horizontal (kanalolitiasis),
sedangkan nistagmus apogeotropikterjadi karena otokonia yang terlepas dari
utrikulus menempel pada kupulakanalis horizontal (kupulolitiasis) atau
karena adanya fragmen otokonia didalam lumen anterior kanalis horizontal
(kanalolitiasis apogeotropik) (Imai T, et al, 2016).
Pada umumnya BPPV melibatkan kanalis posterior, tetapi beberapa
tahunterakhir terlihat peningkatan laporan insiden BPPV kanalis horizontal.
Pasien dengankeluhan dan gejala yang sesuai dengan BPPV, namun tidak
sesuai dengan kriteriadiagnostik BPPV kanalis posterior harus dicurigai
sebagai BPPV kanalis horizontal (Imai T, et al, 2016).
IV. ETIOLOGI
Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ
keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf
yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vetigo bisa disebabkan oleh
kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan
otak dan di dalam otaknya sendiri. Vertigo juga bisa berhubungan dengan
kelainan penglihatan atau perubahan tekanan darah yang terjadi secara tibatiba.
Penyebab umum dari vertigo: (Israr, 2012).
1. Keadaan lingkungan
Motion sickness (mabuk darat, mabuk laut)
2. Obat-obatan
a. Alkohol
b. Gentamisin
3. Kelainan sirkulasi
Transient ischemic attack (gangguan fungsi otak sementara karena
berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak) pada arteri vertebral dan
arteri basiler
4. Kelainan di telinga
a. Endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga
bagian dalam (menyebabkan benign paroxysmal positional vertigo)
b. Infeksi telinga bagian dalam karena bakteri.
c. Herpes zoster
d. Labirintitis (infeksi labirin di dalam telinga)
e. Peradangan saraf vestibuler
f. Penyakit Meniere
5. Kelainan neurologis
a. Sklerosis multipel
b. Patah tulang tengkorak yang disertai cedera pada labirin, persarafannya atau
keduanya
c. Tumor otak
d. Tumor yang menekan saraf vestibularis.
V. MANIEFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pada klien dengan vertigo yaitu Perasaan berputar yang
kadang-kadang disertai gejala sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual,
muntah, rasa kepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan selaput
putih lengket, nadi lemah, puyeng (dizziness), nyeri kepala, penglihatan kabur,
tinitus, mulut pahit, mata merah, mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan
selaput tipis (Rahayu,2013)
Pasien Vertigo akan mengeluh jika posisi kepala berubah pada suatu
keadaan tertentu. Pasien akan merasa berputar atau merasa sekelilingnya berputar
jika akan ke tempat tidur, berguling dari satu sisi ke sisi lainnya, bangkit dari
tempat tidur di pagi hari, mencapai sesuatu yang tinggi atau jika kepala digerakkan
ke belakang. Biasanya vertigo hanya berlangsung 5-10 detik. Kadang-kadang
disertai rasa mual dan seringkali pasien merasa cemas.Penderita biasanya dapat
mengenali keadaan ini dan berusaha menghindarinya dengan tidak melakukan
gerakan yang dapat menimbulkan vertigo. Vertigo tidak akan terjadi jika kepala
tegak lurus atau berputar secara aksial tanpa ekstensi, pada hampir sebagian besar
pasien, vertigo akan berkurang dan akhirnya berhenti secara spontan dalam
beberapa hari atau beberapa bulan, tetapi kadang-kadang dapat juga sampai
beberapa tahun.
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan kepala terasa berputar pada perubahan
posisi kepala dengan posisi tertentu. Secara klinis vertigo terjadi pada perubahan
posisi kepala dan akan berkurang serta akhirnya berhenti secara spontan setelah
beberapa waktu. Uji posisi dapat membantu mendiagnosa vertigo, yang paling
baik adalah dengan melakukan manuver Hallpike : penderita duduk tegak,
kepalanya dipegang pada kedua sisi oleh pemeriksa, lalu kepala dijatuhkan
mendadak sambil menengok ke satu sisi. Pada tes ini akan didapatkan nistagmus
posisi dengan gejala :
1. Penderita vertigo akan merasakan sensasi gerakan seperti berputar, baik dirinya
sendiri atau lingkungan
2. Merasakan mual yang luar biasa
3. Sering muntah sebagai akibat dari rasa mual
4. Gerakan mata yang abnormal
5. Tiba - tiba muncul keringat dingin
6. Telinga sering terasa berdenging
7. Mengalami kesulitan bicara
8. Mengalami kesulitan berjalan karena merasakan sensasi gerakan berputar.
9. Pada keadaan tertentu, penderita juga bisa mengalami ganguuan penglihatan
(Tobing,2015)
VI. PATOFISIOLOGI
Reseptor yang berfungsi sebagai penerima informasi untuk sistem
vestibular terdiri dari vestibulum, proprioseptik dan mata,serta integrasi dari
ketiga reseptor terkait dengan batang otak serta serebelum.Vertigo timbul jika
terdapat gangguan alat keseimbangan tubuh yangmengakibatkan ketidakcocokan
antara posisi tubuh (informasi aferen) yangsebenarnya dengan apa yang dipersepsi
oleh susunan saraf pusat (pusatkesadaran). Susunan aferen yang terpenting dalam
sistem ini adalah susunanvestibuler atau keseimbangan, yang secara terus menerus
menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan. Susunan lain yang berperan
ialah sistem optikdan pro-prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan
nukleivestibularis dengan nuklei N.III,IV dan VI, susunan vestibuloretikularis,
dan vestibulospinalis.Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akan
ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler
memberikan kontribusipaling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian
reseptor visual dan yangpaling kecil kontribusinya adalah proprioseptik.
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di pusatintegrasi alat
keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual danproprioseptik
kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan
wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-
otot mata dan penggerak tubuh dalam keadaan bergerak.Di samping itu orang
menyadari posisi kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi
alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentraldalam kondisi tidak normal/ tidak
fisiologis, atau ada rangsang gerakan yanganeh atau berlebihan, maka proses
pengolahan informasi akan terganggu,akibatnya muncul gejala vertigo dan gejala
otonom. (Muhammad amin dkk.2020)
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian
ketidakseimbangan tubuh :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan
hiperemi kanalissemisirkularis sehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan
timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorik
Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari
berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara mata/visus, vestibulum dan
proprioseptik, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri
dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di
sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi
bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau
rasa melayang, berputar (yang berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan
teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses
pengolahan sentral sebagai penyebab.
3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik; menurut teori ini
otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu; sehingga jika
pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan
yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola
gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme
adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha
adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis
terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan
5. Teori neurohumoral
Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin
(Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu
dalam mempengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala
vertigo.
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan
neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada
proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres
yang akan memicu sekresi CRF (corticotropinreleasingfactor), peningkatan
kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang
selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas
sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang
sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat
aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan
hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf
parasimpatis (sri utami dkk.2018.)
VII. PATHWAY
Vertigo
Defisit nutrisi
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan CT-scan atau MRI kepala dapat menunjukkan kelainan tulang
atau tumor yang menekan saraf. Jika diduga infeksi maka bisa diambil contoh
cairan dari telinga atau sinus atau dari tulang belakang.
2. Pemeriksaan angiogram, dilakukankarena diduga terjadi penurunan aliran
darah ke otak. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat adanya sumbatan pada
pembuluhdarah yang menujukeotak.
3. Pemeriksaankhusus : ENG, Audiometridan BAEP, psikiatrik.
4. Pemeriksaantambahan : EEG, EMG, EKG, laboratorium, radiologik.
5. Pemeriksaanfisik :mata, alat keseimbangan tubuh, neurologik, otologik,
pemeriksaanfisikumum (Kang 2014).
IX. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi
a. Antihistamin (dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin)
1) Dimenhidrinat lama kerja tini ialah 4–6 jam. Obat dapat diberi per oral
atau parenteral (suntikan intramuskular dan intravena), dengan dosis 25
mg-50 mg (1 tablet), 4 kali sehari.
2) Difenhidramin HCl. Lama aktivitas obat ini ialah 4–6 jam, diberikan
dengan dosis 25 mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari.
3) Senyawa betahistin (suatu analog antihistamin):
a) Betahistin Mesylate dengan dosis 12 mg, 3 kali sehari per
oral
b) Betahistin HCl dengan dosis 8-24 mg, 3 kali sehari.
Maksimum 6 tablet dibagi dalam beberapa dosis.
b. Kalsium Antagonis
Cinnarizine, mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular dan dapat
mengurangi respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya
ialah 15-30 mg, 3 kali sehari atau 1 x 75 mg sehari.
2. Non Farmakologi
a. Pasien dilakukan latihan vestibular (vestibular exercise) dengan metode
Brand Daroff.
b. Pasien duduk tegak dipinggir tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung,
dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi,
pertahankan selama 30 detik. Setelah itu duduk kembali. Setelah 30 detik,
baringkan dengan cepat ke sisi lain. pertahankan selama 30 detik, lalu duduk
kembali.
c. Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan malam hari masing-masing
diulang 5 kali serta dilakukan selama 2 minggu atau 3 minggu dengan latihan
pagi dan sore hari.
d. Pasien dilakukan latihan vestibular (vestibular exercise) dengan metode
Brand Daroff.
e. Pasien duduk tegak dipinggir tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung,
dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi,
pertahankan selama 30 detik. Setelah itu duduk kembali. Setelah 30 detik,
baringkan dengan cepat ke sisi lain. pertahankan selama 30 detik, lalu duduk
kembali.
f. Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan malam hari masing-masing
diulang 5 kali serta dilakukan selama 2 minggu atau 3 minggu dengan latihan
pagi dan sore hari.
X. KOMPLIKASI
1. Cidera fisik
Pasien dengan vertigo ditandai dengan kehilangan keseimbangan akibat
terganggunya saraf VIII (Vestibularis), sehingga pasien tidak mampu
mempertahankan diri untuk tetap berdiri dan berjalan.
2. Kelemahan otot
Pasien yang mengalami vertigo seringkali tidak melakukan aktivitas. Mereka
lebih sering untuk berbaring atau tiduran, sehingga berbaring yang terlalu lama
dan gerak yang terbatas dapat menyebabkan kelemahan otot.
Arsyad soepardi, efiaty dan Nurbaiti.(2012). Buku ajar ilmu kesehatan telingahidung
tenggorok kepala leher edisi ke lima. Jakarta : Gaya Baru
Brunner, Suddarth. 2015. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta
Lumban Tobing. S.M, 2003, Vertigo Tujuh Keliling, Jakarta : FK UI
Mardjono M. & Sidharta P., 2008. Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta.
Nagel, P., Gurkov, R. 2012. Dasar-dasar Ilmu THT. Alih bahasa Dany, F. Jakarta : EGC
PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) : Jakarta
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G., 2011. Buku ajar keperawatan medical-bedah Brunner &
Suddarth, vol:3, EGC, Jakarta